KHOTBAH; LUKAS 2 : 1–7 ( KELAHIRAN YESUS )
TEMA NATAL I:
“KELAHIRAN YESUS: ALLAH
MASUK DALAM SEJARAH MANUSIA”
LUKAS 2:1–7
I. PENDAHULUAN: KELAHIRAN YESUS
SEBAGAI PERISTIWA TEOLOGIS, HISTORIS, DAN EKSISTENSIAL
1.1. Pendahuluan Umum: Inkarnasi
sebagai Peristiwa yang Membelah Sejarah
Setiap tahun, umat Kristen di seluruh dunia
berhenti sejenak di pertengahan musim gelap—musim dingin bagi belahan bumi
utara, musim penghujan dan redup bagi wilayah tropis—untuk merenungkan suatu
peristiwa yang tampaknya sederhana namun secara teologis mengguncang struktur
alam semesta: kelahiran Yesus dari Nazaret. Dalam Lukas 2:1–7, kisah itu
diceritakan bukan dengan gaya mitologis, bukan pula dengan kisah heroik seperti
legenda para dewa kuno, tetapi sebagai sebuah peristiwa historis yang
sepenuhnya menyejarah: ada kaisar, ada sensus, ada perjalanan administrasi, ada
kota kecil, ada palungan. Dengan cara yang mengejutkan, Allah memilih untuk
masuk dalam sejarah manusia bukan melalui kemegahan kerajaan, tetapi melalui
kerentanan bayi kecil.
Ketika kita membaca teks ini, kita berhadapan bukan
sekadar dengan cerita kelahiran seorang nabi atau guru moral; kita berhadapan
dengan misteri Inkarnasi: “Firman itu telah menjadi manusia dan diam
di antara kita” (Yoh. 1:14). Teks Lukas 2 memberikan perspektif unik: bukan
berupa puisi teologis, bukan prolog kosmik, tetapi narasi sejarah yang
menempatkan kelahiran itu dalam konteks politik dunia. Dengan kata lain, narasi
ini menegaskan: Inkarnasi bukan hanya peristiwa rohani, tetapi juga
peristiwa politik, sosial, antropologis, dan kosmik.
Karena itu, kajian kita akan bergerak secara
bertahap:
- dari
konteks global Kekaisaran Roma,
- ke
konteks regional Yudea dan Galilea,
- ke
perjalanan personal Maria dan Yusuf,
- sampai
ke palungan sederhana di Betlehem.
Empat lingkup ini menunjukkan bahwa Allah
bekerja lintas strata—dari geopolitik hingga realitas keluarga miskin.
Narasi ini tidak hanya menyampaikan fakta teologis, tetapi juga menampilkan
kritik halus terhadap kekuasaan dan ideologi dunia.
1.2. Kelahiran Sang Mesias dalam
Ketegangan Kekuasaan Kekaisaran Roma
Lukas memulai perikop ini bukan dengan Maria, bukan
dengan Yusuf, dan bukan dengan doa, melainkan dengan Kaisar Agustus. Ini
bukan kebetulan. Ini adalah strategi teologis Lukas untuk menegaskan bahwa:
- Kerajaan
Allah memasuki sejarah pada saat kerajaan manusia sedang pada puncak klaim
kekuasaannya.
- Bayi
Yesus—yang disebut “Tuhan” dan “Juruselamat”—lahir dalam dunia yang sudah
memiliki sosok yang mengklaim gelar yang sama.
Di dunia Romawi, Agustus dianggap “putra dewa”
(divi filius). Koin-koin kekaisaran menampilkan dirinya sebagai Soter
(Juruselamat) dan Kyrios (Tuhan). Sementara itu, Lukas mengisahkan
kelahiran seorang bayi yang sama sekali tidak tampak seperti raja, namun justru
menggenapi janji Allah.
Dengan menempatkan dua tokoh ini dalam satu
panggung naratif, Lukas sedang menunjukkan kontrastiologi:
|
KEKAISARAN
ROMA |
KERAJAAN
ALLAH |
|
Kekuasaan
dengan pedang |
Kekuasaan
dengan kasih |
|
Keagungan
megah |
Kerendahan
palungan |
|
Sensus
untuk pajak |
Kelahiran
untuk penyelamatan |
|
Kemegahan
politik |
Kerendahan
yang transformatif |
Secara historis-kritis, Lukas 2:1–2 memunculkan
beberapa diskusi: sensus yang disebutkan, masa pemerintahan Kirenius, dan
laporan sejarah lainnya. Namun bagi Lukas, detail-detail historis itu bukan
sekadar catatan politik, melainkan panggung teologis untuk menegaskan
bahwa di dalam runtutan sejarah manusia, Allah menyusun langkah-langkah
ilahi yang tidak pernah dapat dibatalkan oleh kekaisaran mana pun.
1.3. Inkarnasi sebagai Kritik
terhadap Kekuasaan Manusia
Para teolog besar—Mulai dari Athanasius,
Augustinus, Rahner, von Balthasar, hingga Moltmann—sering menegaskan bahwa Allah
tidak mengambil bentuk manusia yang kuat, kaya, atau berpengaruh, tetapi
mengambil bentuk manusia paling rentan. Mengapa?
Karena Allah tidak menaklukkan manusia dari
atas, tetapi mengundang manusia dari bawah. Dalam kelahiran Yesus, Lukas
menyampaikan kritik sosial dan teologis yang sangat kuat:
- Allah
berpihak pada yang kecil (Maria, Yusuf, gembala, Betlehem).
- Allah
mengosongkan diri (kenosis) dan memilih kondisi manusia paling dasar.
- Allah
meruntuhkan ilusi keagungan duniawi.
Di sini kita melihat filsafat inkarnasi:
- Gabriel
Marcel
menyebut inkarnasi sebagai solidaritas ontologis Allah dengan manusia.
- Kierkegaard melihat kelahiran Kristus
sebagai paradoks mutlak yang menyingkap keangkuhan intelektual
manusia.
- Moltmann menegaskan bahwa Allah ikut
serta dalam penderitaan dunia bahkan sejak kelahiran Kristus yang tanpa
fasilitas manusiawi.
Dengan demikian, Lukas 2 bukan hanya cerita; itu
adalah manifesto teologis.
1.4. Penderitaan Struktural dan
Realitas Sosial Keluarga Yesus
Kelahiran Yesus tidak berlangsung dalam kondisi
ideal, melainkan:
- di
bawah tekanan politik,
- dalam
kondisi perpindahan administratif,
- tanpa
tempat tinggal layak,
- dalam
kelas sosial “anawim”— orang kecil yang miskin dan marginal.
Maria dan Yusuf harus melakukan perjalanan 150 km
dari Nazaret ke Betlehem. Perjalanan ini:
- berbahaya,
- melelahkan,
- tidak
manusiawi bagi perempuan hamil tua.
Situasi ini mengingatkan pada realitas masyarakat
modern:
- migran
yang terpaksa berpindah karena tekanan politik,
- keluarga
miskin yang tidak memiliki akses kesehatan layak,
- orang-orang
yang tersingkir dari sistem sosial,
- perempuan
hamil yang tidak mendapat perhatian negara.
Narasi Lukas 2 menegaskan bahwa Allah hadir
dalam penderitaan struktural, bukan di atas panggung kehormatan elite.
Dengan demikian, Injil Lukas menempuh pendekatan
sosial-etis:
- mengangkat
martabat yang tertindas,
- membuka
mata pembaca terhadap ketidakadilan sistemik,
- dan
menunjukkan bahwa keselamatan Allah dimulai dari tempat yang dianggap
tidak penting oleh dunia.
1.5. Kelahiran Yesus sebagai
Penggenapan Janji PL
Lukas 2 bukan sekadar catatan sejarah; ia adalah
deklarasi penggenapan janji PL:
- Mikha
5:2 → Mesias datang dari Betlehem
- Yesaya
7:14 → Anak Emmanuel
- Yesaya
9:6 → Anak laki-laki yang diberikan
- 2
Samuel 7 → janji keturunan Daud
- Kejadian
3:15 → keturunan perempuan yang mengalahkan kuasa kejahatan
Dengan demikian, Lukas menegaskan kesinambungan
teologi:
|
PERJANJIAN
LAMA |
LUKAS
2 |
|
Allah
berjanji |
Allah
memenuhi |
|
Bayangan
profetik |
Realitas
historis |
|
Janji
Mesias Daud |
Yesus
lahir dari keturunan Daud |
|
Tema
penyelamatan universal |
Sensus
dunia → panggung universal |
Setiap detail kecil dalam narasi Lukas 2 adalah jaringan
penggenapan teologis.
Kelahiran Yesus bukan hanya titik sejarah; ia
adalah puncak drama keselamatan Allah.
1.6. Eksistensialisme Natal:
Allah yang Menjadi Dekat
Bagi pembaca modern, tantangan bukan pada memahami
sejarah Roma, tetapi pada memahami kedekatan Allah. Di dunia yang
dipenuhi kecemasan, krisis identitas, kekosongan batin, dan tekanan sosial,
pertanyaan eksistensial manusia tetap sama:
- Apakah
Allah benar-benar dekat?
- Apakah
Allah memahami penderitaan manusia?
- Apakah
manusia dapat yakin bahwa hidupnya tidak absurd?
Jawaban Lukas: Allah masuk menjadi bayi. Allah
masuk menjadi rapuh. Allah masuk menjadi manusia.
Kelahiran Yesus menjawab kecemasan eksistensial:
- Allah
tidak jauh → Ia bersama kita.
- Allah
tidak asing → Ia menjadi seperti kita.
- Allah
tidak lalai → Ia masuk ke dalam sejarah kita.
Ini adalah inti teologis Natal: Immanuel—Allah
menyertai kita.
1.7. Relevansi Sosial dan Etis di
Masa Kini
Kelahiran Yesus dalam kerendahan menantang:
- Gereja → untuk melayani bukan dari
pusat kekuasaan, tetapi dari pinggiran.
- Orang
percaya →
untuk meneladani kerendahan Kristus.
- Masyarakat → untuk membuka mata
terhadap yang tertindas.
- Pemimpin → untuk tidak membangun
budaya keagungan palsu.
Di tengah dunia yang memuja kapitalisme, prestasi,
citra diri, dan pengaruh sosial, palungan mengajarkan:
- Tuhan
bekerja melalui hal yang kecil,
- Allah
menyukai tempat marginal,
- dan
keselamatan tidak mengikuti logika dunia.
1.8. Tujuan Penelitian dan Metode
Kajian
Kajian kita akan menggunakan:
Metode historis-kritis:
- analisis
konteks Roma,
- sensus
Kirenius,
- dinamika
sosial Palestina abad pertama.
Metode teologi biblis:
- jembatan
PL–PB,
- motif
Mesias,
- tema
Inkarnasi.
Metode linguistik dan kritik
teks:
- kajian
Yunani: egennēsen, prōtotokon, phatnē, kataluma,
- varian
teks signifikan.
Metode filsafat-religius:
- refleksi
Kierkegaard, Marcel, Moltmann tentang inkarnasi dan pengharapan.
Metode etis-sosial:
- pembacaan
teologi publik,
- relevansi
sosial bagi gereja dan masyarakat modern.
II. ANALISIS HISTORIS–KRITIS DAN
KONTEKS SOSIAL–TEOLOGIS LUKAS 2:1–7
2.1.
Pendahuluan: Dunia yang Menjadi Panggung Inkarnasi
Untuk memahami kelahiran Yesus dalam Lukas 2:1–7,
seseorang tidak dapat membacanya secara sentimental atau ahistoris. Narasi ini
bukan dongeng natal; ini adalah peristiwa yang terletak pada persilangan
antara sejarah politik dunia, sistem sosial masyarakat Yahudi, budaya kelahiran
kuno, serta dinamika agama Israel di bawah kolonialisme Roma.
Lukas bukan hanya seorang penulis Injil—ia adalah sejarawan
teologi. Ia menulis peristiwa kelahiran Yesus dengan cakupan global:
- Dunia
Roma (Kaisar Agustus, Kirenius, sensus)
- Dunia
Yudea–Galilea (Herodes, arkeologi Palestina, status sosial kelas bawah)
- Dunia
keluarga Yahudi (pertunangan, gender, kelahiran sosial)
- Dunia
teologi Israel (janji Mesias, kota Daud, nubuat penebusan)
Teks ini adalah narasi yang penuh lapis dan
penuh kepadatan sejarah. Dengan memahami setiap lapisan, kita menemukan
bahwa Inkarnasi terjadi tidak di ruang kosong, tetapi di dalam realitas
dunia yang rapuh, keras, dan penuh ketidakadilan—tempat Allah memilih untuk
hadir.
2.2.
Dunia Politik Kekaisaran Roma pada Masa Lahir Yesus
2.2.1. Pax Romana: Kedamaian yang
Dibangun di Atas Pedang
Pada masa Yesus lahir, dunia sedang berada di bawah
apa yang disebut Pax Romana, yaitu masa damai panjang (27 SM – 180 M)
yang diproklamirkan setelah Agustus memenangkan perang saudara dan menjadi princeps
pertama. Pax Romana sering dipahami secara salah sebagai masa penuh ketenangan.
Faktanya:
- Itu
adalah kedamaian hasil dominasi militer.
- Provinsi-provinsi
dijaga ketat oleh legiun.
- Pemberontakan
kecil dihancurkan dengan kekerasan.
Lukas menempatkan kelahiran Yesus di tengah sistem
dunia yang stabil secara politik tetapi menindas secara struktural.
Dengan kata lain, Yesus lahir dalam dunia yang damai di permukaan tetapi
penuh penderitaan di dalamnya.
2.2.2. Ideologi Kekuasaan
Agustus: “Putra Dewa” dan Juruselamat Dunia”
Prasasti Priene (sekitar 9 SM) menyebut Agustus
sebagai “penyelamat dunia”, “pembawa kabar baik (euangelion)”, dan “putra dewa
(divi filius).”
Istilah yang sama dipakai oleh Lukas untuk Yesus—sebuah sindiran teologis
yang radikal.
Ketika Lukas mengatakan Mesias lahir, ia sedang mengatakan:
- dunia
sudah memiliki “juruselamat palsu”,
- tetapi
Allah mengirim Juruselamat sejati dalam bentuk bayi miskin.
Ini adalah kritik naratif yang sangat kuat
terhadap propaganda kekaisaran.
2.3.
Sensus Kirenius: Antara Sejarah dan Teologi
2.3.1. Masalah Historis: Tahun
Kapan? Bagaimana Mekanismenya?
Lukas menyebut Kirenius (Quirinius) sebagai
gubernur Siria yang melakukan sensus. Secara sejarah, Kirenius memimpin sensus
tahun 6 M—10 tahun setelah kematian Herodes (4 SM). Yesus lahir sebelum
Herodes mati. Ini menimbulkan apa yang disebut para sarjana sebagai “Masalah
Sensus Lukas.”
Ada beberapa teori:
Teori 1: Dua kali masa jabatan
Kirenius
Beberapa catatan menunjukkan Kirenius bisa memiliki
peran administratif sebelum 6 M.
Teori 2: Kata Yunani “hēgemonuontos”
bisa berarti pengawas administratif, bukan gubernur formal
Jadi ia belum gubernur resmi, tetapi memimpin tugas
sensus.
Teori 3: Lukas memakai sensus
dramatik sebagai bingkai teologis
Tujuan Lukas bukan membuktikan tahun sensus, tetapi
menempatkan kelahiran Yesus dalam arena kekaisaran.
Bagi Lukas, yang terpenting adalah: Perintah
Kaisar menyebabkan Yusuf pergi ke Betlehem sehingga nubuat PL tergenapi.
2.4.
Negeri Palestina pada Abad Pertama: Antropologi, Arkeologi, dan Kondisi Sosial
2.4.1. Struktur Politik Palestina
Pada masa Yesus lahir, Palestina berada di bawah
sistem pemerintahan:
- Roma → kekuasaan tertinggi
- Herodes
Agung
(37–4 SM) → raja bawahan Roma
- Administrator
wilayah (prefek,
prokurator)
Herodes adalah penguasa yang:
- membangun
kuil megah,
- sangat
kejam,
- menindas
rival keluarga,
- memaksa
rakyat membayar pajak besar.
Yesus lahir dalam dunia yang tidak ramah bagi
orang miskin.
2.4.2. Kondisi Sosial Keluarga
Yesus
Yusuf dan Maria adalah bagian dari kelas pekerja
miskin (artisan class):
- Mereka
bukan pedagang kaya.
- Yusuf
seorang tekton (tukang batu/kayu).
- Maria
seorang perempuan Yahudi desa.
Keduanya hidup dalam:
- ekonomi
subsisten,
- pendapatan
harian,
- ketergantungan
pada alam,
- tekanan
pajak.
Dalam antropologi Timur Dekat, keluarga seperti ini
rentan secara politik dan sosial. Ironisnya, dari keluarga yang miskin
inilah Sang Mesias datang.
2.4.3. Budaya Perjalanan dan
Bahaya Mobilitas
Perjalanan Nazaret–Betlehem (±150 km):
- memakan
waktu 5–7 hari,
- melewati
pegunungan,
- ada
risiko perampok,
- tidak
ada kendaraan nyaman,
- dilakukan
padahal Maria sedang hamil tua.
Secara antropologi, ini memperlihatkan:
- penderitaan
struktural akibat perintah kekuasaan,
- perempuan
dalam kondisi rentan,
- keluarga
pekerja kecil yang terpaksa tunduk pada negara.
Yesus lahir sebagai bagian dari rakyat tertindas.
2.5.
Budaya Kelahiran dalam Yudaisme Abad Pertama
2.5.1. Proses Kelahiran Zaman
Kuno
Fakta historis:
- Tidak
ada rumah sakit.
- Persalinan
dilakukan di rumah atau bilik wanita.
- Tidak
ada bidan profesional di desa kecil; biasanya hanya tetangga.
- Tidak
ada air bersih seperti sekarang.
Karena itu, kelahiran di tengah perjalanan sangat
berbahaya.
2.5.2. “Tidak ada tempat di rumah
penginapan”: Analisis historis
Kata Yunani kataluma bukan hotel,
tetapi:
- ruangan
tamu rumah kerabat,
- atau
ruang atas rumah keluarga.
Karena rumah penuh oleh kerabat yang juga datang
untuk sensus, Yusuf dan Maria ditempatkan:
- bukan
di kandang kuda modern,
- tetapi
di ruang bawah berisi palungan tempat hewan dibawa masuk malam hari.
Ini memperlihatkan dua hal:
- keramahan
keluarga tidak berhasil bagi mereka,
- bahwa
Yesus benar-benar datang dalam kerendahan.
2.5.3. Palungan: Lebih daripada
sekadar lokasi
Dalam dunia Yahudi:
- palungan
→ tempat makan binatang
- ruang
bawah → ruang yang dianggap rendah
- hanya
keluarga miskin yang tinggal dekat binatang
Lukas sengaja menyampaikan simbolisme ini:
- dunia
tidak menyediakan ruang bagi Kristus,
- Mesias
tidak datang dengan glamor,
- penyelamatan
dimulai dari kerendahan.
2.6.
Analisis Sosial–Ekonomi Kelas Rendah Yahudi
2.6.1. Tingkat Kemiskinan
Penelitian antropolog James Crossley, Bruce Malina,
dan Richard Rohrbaugh menunjukkan:
- 90%
penduduk Palestina berada pada level subsisten atau miskin.
- Pajak
Roma sangat mencekik.
- Banyak
keluarga kehilangan tanah.
- Para
pekerja harian bergantung pada belas kasihan majikan.
Yusuf dan Maria berada tepat dalam kelompok ini.
2.6.2. Sistem Pajak Roma
Ada tiga jenis pajak:
- Pajak
tanah
- Pajak
penghasilan dan barang
- Pajak
kepala (poll tax)
Keharusan mengikuti sensus berhubungan langsung
dengan:
- pendataan
pajak,
- kontrol
kolonial,
- pengawasan
sosial.
Dengan kata lain, kelahiran Yesus terjadi di
bawah penindasan ekonomi.
2.7.
Teologi Lukas: Inkarnasi dalam Bayang Kolonialisme
2.7.1. Narasi Perlawanan Halus
(Subversive Theology)
Dengan menyebut Agustus dan Kirenius, Lukas sedang
menyampaikan:
- Allah
ikut campur dalam sejarah
- sekaligus
menantang klaim kekuasaan dunia
Narasi kelahiran Yesus adalah kritik teologi:
Raja sejati datang, bukan dari Roma, tetapi dari
Betlehem.
2.7.2. Inkarnasi sebagai
Solidaritas dengan Orang Miskin
Yesus lahir:
- bukan
di istana,
- bukan
di rumah kayangan,
- tetapi
di rumah rakyat kecil.
Inkarnasi berarti:
- Allah
masuk ke dalam penderitaan manusia,
- bekerja
dari bawah,
- memihak
mereka yang tidak memiliki kuasa.
2.8.
Filsafat Inkarnasi: Allah dalam Ruang dan Waktu
Para filsuf-teolog menggali makna kelahiran Yesus
sebagai:
1. Solidaritas Ontologis (Gabriel
Marcel)
Allah tidak hanya memandang manusia dari jauh; Ia menjadi
manusia.
2. Paradox of Absolute
(Kierkegaard)
Yang tak terbatas menjadi terbatas. Yang kekal
menjadi bayi.
3. Theology of the Suffering God
(Moltmann)
Allah masuk ke dalam dunia bukan untuk menguasai,
tetapi untuk menderita bersama.
Kelahiran Yesus adalah pernyataan filosofis dan
teologis terbesar dalam sejarah dunia.
2.9.
Penutup Bagian II
BAGIAN II ini menggambarkan dunia tempat Sang
Mesias datang: sebuah dunia yang kompleks, penuh tekanan politik, ketidakadilan
sosial, struktur ekonomi yang menindas, serta masyarakat agraris yang rapuh. Di
tengah semua ini, Allah memilih untuk hadir.
Inkarnasi bukan romantika.Inkarnasi adalah Allah
memasuki realitas dunia yang retak.
III. Analisis
Historis-Kritis Lukas 2:1–7
Lukas 2:1–7 merupakan salah satu teks paling
dikenal dalam tradisi Kristiani, terutama pada masa Natal. Namun, teks yang
sering dibacakan dengan nada liturgis yang hangat ini, bila dianalisis secara
historis-kritis, ternyata mengandung kompleksitas historis, imperial, sosial,
linguistik, teologis, dan politis yang amat kaya. Narasi kelahiran Yesus
bukanlah sekadar catatan sentimental; ia adalah deklarasi teologis besar
dari Allah yang bertindak dalam sejarah dunia, bertemu dengan pusat-pusat
kekuasaan global, dan menghadirkan suatu tatanan baru.
Lukas membuka adegan ini bukan dengan gambaran
lokal—melainkan dengan menyebut nama Kaisar Agustus, titik puncak dari
Pax Romana. Dengan itu Lukas langsung menempatkan kelahiran seorang bayi Yahudi
di desa kecil dalam panggung sejarah global. Tidak ada penginjil lain yang
menstrukturkan kisah kelahiran dengan gaya naratif geopolitik seperti ini.
Sebelum memasuki analisis kata per kata, kita
terlebih dahulu membongkar seluruh lapisan historis, politis, dan sosial yang
melatarbelakanginya.
III.A. ANALISIS SEJARAH
IMPERIALISME ROMA DAN KEBIJAKAN SENSUS
1. Kaisar Agustus (31 SM – 14 M): Arsitek Dunia
Lukas 2
Pengantar
Lukas tentang “Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah…”
(Luk 2:1) bukan sekadar penanda waktu, melainkan sebuah pernyataan teologis.
Agustus (Octavianus) adalah pencipta Pax Romana—perdamaian politik yang
ditopang oleh kekerasan militer, pajak tinggi, represi terhadap pemberontakan,
dan ideologi kultus kaisar.
Pada
zaman Lukas:
- Agustus dipuji sebagai “savior
of the world”, “son of god”, dan “bringer of peace”
melalui prasasti-prasasti resmi (mis. Priene Calendar Inscription,
9 SM).
- Inilah gelar-gelar yang
dalam Injil justru disematkan kepada Yesus. Lukas dengan sangat sengaja
sedang membuat kontras politis-teologis.
Secara
historis:
- Agustus menata ulang
birokrasi Roma, menetapkan sensus secara berkala untuk perpajakan.
- Ia juga membentuk sistem
klien di daerah-daerah kerajaan bawahan, termasuk Yudea dan Galilea.
Dengan
demikian, Lukas 2 adalah kisah perjumpaan antara dua pemerintahan:
Kerajaan Roma yang menguasai bumi dan Kerajaan Allah yang hadir di palungan.
2. Sensus dalam Kekaisaran Roma
Ayat 1:
“Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah untuk
mendaftarkan seluruh dunia.”
Istilah:
- Yunani: apographē —
“pendaftaran,” sering untuk kepentingan pajak, wajib militer
(bagi non-Yahudi), dan pendataan administratif.
Secara
historis, sensus Roma:
- dilakukan di provinsi
langsung di bawah Roma (mis: Siria).
- Yudea baru menjadi provinsi
Roma pada tahun 6 M, ketika Quirinius melakukan sensus—dicatat oleh Yosefus
(Antiquities 18.1–2).
- Jadi, sensus besar-besaran
“seluruh dunia” kemungkinan adalah penyederhanaan literer atau seluruh
wilayah kekuasaan Agustus, bukan satu sensus global sekaligus.
Isu
historis kritis:
Bagaimana mungkin Quirinius (gubernur Siria tahun 6 M) berada pada masa Herodes
Agung (mati 4 SM)?
Ini adalah salah satu perdebatan paling terkenal dalam studi Perjanjian Baru.
Ada
beberapa kemungkinan rekonstruksi:
- Lukas memakai tradisi Yahudi
lokal
tentang sensus yang dilakukan di era Herodes.
- Quirinius mungkin memegang
peran militer sebelum 6 M, walau belum resmi gubernur.
- Lukas melakukan konstruksi
teologis,
bukan kronologis; ia ingin menunjukkan bahwa kelahiran Yesus berada dalam
koordinat kekaisaran Agustus—panggung dunia.
Penting:
Untuk Lukas, penekanan bukan pada rincian administratif, melainkan pada konfrontasi
naratif antara dua kerajaan—Roma dan Allah.
3. Sistem Sosial Ekonomi di Yudea dan Galilea
Pada abad
pertama, masyarakat Yahudi merupakan:
- petani subsisten,
- penggembala kecil,
- tukang,
- buruh harian,
- tertekan oleh pajak Roma:
pajak tanah, pajak hasil bumi, pajak kepala, pajak transportasi, pajak
pelabuhan.
Sensus
berarti:
- pengenaan pajak baru,
- pendataan aset,
- potensi wajib kerja paksa.
Reaksi
rakyat Yahudi sangat keras terhadap sensus. Sejarawan Yosefus menyebut
pemberontakan Yahudi pada tahun 6 M dipicu oleh sensus Quirinius, dipimpin
Yudas dari Galilea.
Dengan
demikian:
Sensus yang membawa Yusuf dan Maria ke Betlehem adalah simbol tekanan
imperial Roma.
Di tengah penindasan itu Allah bertindak.
III.B. Analisis Linguistik
Yunani Lukas 2:1–7 (Ayat-per-Ayat)
Ayat 1: “ἐγένετο δὲ ἐν ταῖς ἡμέραις ἐκείναις…”
Terjemahan
literal:
“Dan terjadilah pada hari-hari itu…”
Formula egéneto de adalah formula naratif khas Lukas yang menandai intervensi
Allah dalam sejarah manusia.
Frasa
berikutnya:
“ἀπογράφεσθαι πᾶσαν τὴν οἰκουμένην”
— “untuk mendaftarkan seluruh oikoumenē.”
Oikoumenē tidak berarti seluruh planet
bumi, tetapi:
- dunia yang dihuni,
- wilayah kekuasaan Roma,
- seluruh koloni dan daerah
klien.
Lukas
sedang menempatkan kelahiran Yesus pada skala kosmopolit global.
Ayat 2: tentang Quirinius – masalah kronologi dalam
kritik historis
Kata
kunci:
“ἡ ἀπογραφὴ πρώτη ἐγένετο…”
“pendaftaran ini adalah yang pertama…”
Kata prōtē
dapat berarti “pertama” atau “lebih awal daripada”—beberapa ahli (N.T. Wright,
Fitzmyer, Hoehner) berpendapat Lukas dapat berarti “pendaftaran ini terjadi
sebelum sensus Quirinius” (karena prōtē bisa bersifat komparatif).
Namun
mayoritas sarjana tetap melihat ketidaksesuaian sejarah literal.
Tetapi tujuan Lukas bukan kronologi melainkan teologi:
- Allah bekerja dalam sejarah
real, bukan mitos.
- Yesus lahir ketika kekuasaan
dunia sedang memetakan manusia seperti barang statistik.
Ayat 3–5: Ketaatan Yusuf – narasi sosial dan
teologi
Ayat 4:
“ἀνέβη δὲ καὶ Ἰωσὴφ…”
— “Maka Yusuf pun naik… ke kota Daud, Betlehem.”
Kata anebē
(naik) menunjukkan:
- gerak geografis: Betlehem
berada di dataran tinggi,
- gerak liturgis-teologis:
menuju kota Daud, tempat Mesias dijanjikan.
Tindakan
Yusuf menunjukkan:
- ketaatan kepada pemerintah,
- tetapi lebih dalam: ketaatan
kepada nubuatan Allah.
Roma memerintahkan sensus, tetapi Allah memakai sensus itu untuk menggenapi Mikha 5:2:
Mesias lahir di Betlehem.
Di
sinilah keindahan narasi Lukas—Allah memakai perintah Kaisar sebagai alat
pemenuhan rencana penebusan.
Ayat 6–7: “tidak ada tempat bagi mereka” – analisis
sosial & teologis
Ayat 7:
“διότι οὐκ ἦν αὐτοῖς τόπος ἐν τῷ καταλύματι”
Terjemahan lebih tepat:
“karena tidak ada tempat bagi mereka di ruang tamu.”
Katalyma tidak berarti “penginapan umum”
(itu pandocheion, muncul di Lukas 10).
Katalyma = ruang tamu utama rumah keluarga.
Artinya, Yusuf dan Maria tinggal di rumah kerabat, tetapi:
- rumah penuh,
- ruang tamu dipadati tamu
dari keluarga besar,
- mereka ditempatkan di ruang
bawah tempat hewan disimpan pada malam hari—bukan kandang umum.
- Palungan ada di bagian bawah
rumah petani Yahudi.
Ini
memberi warna sosial penting:
Yesus lahir bukan di ketiadaan, tetapi dalam ketidaknyamanan kemiskinan
rumah orang desa.
Makna
teologis:
- Sang Firman lahir dalam
kerendahan,
- Raja dunia hadir tidak di
istana tetapi di ruang sederhana,
- Allah memihak yang terpinggirkan.
III.C. Analisis Struktur
Naratif dan Retorika Lukas
Narasi
Lukas sangat sengaja dibangun dalam pola ironi teologis:
1. Dua kekuasaan berhadapan:
|
KEKUASAAN
ROMA |
KERAJAAN
ALLAH |
|
Kaisar Agustus |
Bayi Yesus |
|
Dekrit sensus |
Dekrit nubuatan |
|
Istana imperial |
Palungan |
|
Pax Romana |
Shalom Mesianik |
Lukas
menggunakan perbandingan retoris untuk menegaskan bahwa Allah
mengacaukan hierarki dunia.
2. Tema perjalanan – motif eksodus baru
Yusuf dan
Maria melakukan perjalanan ke Betlehem.
Dalam tradisi PL, perjalanan sering melambangkan:
- perpindahan menuju pemenuhan
janji,
- pergerakan Allah dalam
sejarah,
- eksodus dari penindasan
menuju pembebasan.
Dengan
demikian, perjalanan ke Betlehem bukan hanya administratif, melainkan
teologis—Allah memulai eksodus baru, dari palungan menuju salib dan
kebangkitan.
3. Narasi kelahiran yang anti-kekuasaan
Roma
membangun monumen, kuil, dan patung besar untuk propaganda Agustus.
Allah membangun kerajaan-Nya melalui seorang bayi miskin di rumah desa.
Ini bukan
kebetulan:
Injil Lukas adalah kritik struktural terhadap ideologi kekuasaan.
III.D. Teologi Besar Lukas
2:1–7
1. Teologi Inkarnasi dalam konteks sejarah dunia
Inkarnasi
bukan suatu konsep metafisik abstrak.
Inkarnasi terjadi di bawah tekanan pajak,
di bawah imperialisme,
di tengah kemiskinan,
di sebuah keluarga desa.
Inkarnasi
adalah tindakan Allah yang:
- menyatu dengan manusia dalam
penderitaan,
- memilih tempat terendah,
- menolak klaim ilahi kaisar,
- memulai kerajaan tanpa
kekerasan.
2. Teologi Kerajaan Allah: tandingan imperial
Lukas
ingin menunjukkan:
- Yesus, bukan Agustus, adalah
Juru Selamat dunia
- Yesus, bukan Roma, adalah
pembawa damai
- Yesus, bukan sensus, adalah
dasar identitas manusia
Dalam
teks kelahiran ini, terdapat manifestasi pertama dari anti-imperial Gospel
Lukas.
3. Teologi Kemiskinan – Allah berpihak pada yang
rendah
Narasi
ini menjadi dasar konsep teologi sosial Lukas:
- Maria dan Yusuf berada di
strata ekonomi kecil.
- Tidak ada ruang bagi mereka.
- Yesus pertama kali disambut
oleh para gembala—kelas bawah dalam masyarakat.
Kerajaan
Allah mulai dari bawah.
III.E. Analisis
Sosial-Budaya Palestina Abad Pertama
1. Sistem keluarga dan rumah Yahudi
- rumah terdiri atas ruang
tamu besar,
- ruang bawah untuk hewan,
- flat roof,
- tempat memasak di ruang
tengah.
Rumah
sangat penuh pada musim sensus karena keluarga besar dari satu klan pulang.
Ini
menjelaskan palungan tanpa memitoskan kesedihan yang berlebihan.
2. Status perempuan dan kehamilan
Kehamilan
Maria di luar pernikahan resmi berpotensi aib sosial.
Narasi Lukas menekankan:
- perlindungan Allah,
- kesetiaan Yusuf,
- Allah hadir dalam stigma
sosial.
3. Sistem perjalanan dan keamanan
Perjalanan
150 km dari Nazaret ke Betlehem tidak mudah:
- bahaya perampokan,
- medan berbukit,
- Maria sedang hamil tua,
- perjalanan mungkin ditempuh
lebih dari seminggu.
Perjalanan
ini menekankan kronologi Allah dalam ketidaknyamanan manusia.
III.F. Refleksi Filosofis –
Kelahiran sebagai Tindakan Ontologis Allah
Natal
menurut Lukas adalah tindakan filosofis:
1. Gabriel Marcel – Inkarnasi sebagai Misteri
Keberadaan
Marcel
membedakan problem dan mystery.
Inkarnasi adalah misteri: realitas di mana manusia terlibat secara eksistensial.
Allah hadir bukan untuk dipecahkan tetapi untuk dialami.
2. Kierkegaard – Paradox of the Infinite in the
Finite
Kelahiran
Yesus adalah paradoks:
Yang kekal menjadi bayi.
Yang Mahakuasa menjadi rentan.
Yang tak terbatas menjadi terbatas.
Kierkegaard
menyebut ini “the absolute paradox”.
3. Moltmann – Allah ikut serta dalam penderitaan
Inkarnasi
dalam konteks kemiskinan menyatakan:
Allah tidak jauh dari manusia,
Ia turut menderita,
Ia memulai sejarah pembebasan.
III.G.1. Ayat 1 – Lukas 2:1
“Ἐγένετο
δὲ ἐν ταῖς ἡμέραις ἐκείναις…”
Terjemahan literal:
“Dan terjadilah pada hari-hari itu…”
A. Formula naratif “ἐγένετο δὲ”
Formula
ini sering dipakai dalam Septuaginta (LXX), terutama dalam:
- Kejadian
- Keluaran
- 1–2 Samuel
- 1–2 Raja-raja
Lukas
sedang menulis dengan gaya narasi kitab-kitab sejarah PL, sehingga:
- Ia menempatkan kelahiran
Yesus dalam struktur sejarah keselamatan (Heilsgeschichte).
- Ia menghubungkan
pekerjaannya dengan tradisi naskah Yahudi, memposisikan kisah Mesias
sebagai kelanjutan kisah PL.
B. Frasa temporal “ἐν ταῖς ἡμέραις ἐκείναις”
Ini bukan
frasa kronologis, tetapi frasa eschatological-literary marker.
Dalam
konteks PL, “pada hari-hari itu” biasanya mengacu pada:
- masa intervensi Allah,
- pembalikan keadaan bangsa,
- penggenapan janji.
Contoh
paralel:
- Yes 2:2, “pada hari-hari
terakhir…”
- Yer 31:1
- Mikha 4:6
Lukas
memakai frasa ini sebagai sinyal:
Allah sedang masuk kembali dalam panggung sejarah dengan tindakan
eskatologis.
III.G.2. Ayat 2 – Lukas 2:2
“Αὕτη ἡ ἀπογραφὴ
πρώτη ἐγένετο ἡγεμονεύοντος τῆς Συρίας Κυρηνίου.”
A. Kata-kata kunci
- apographē = pendaftaran
administratif, sensus.
- prōtē = pertama, atau lebih awal
dari sesuatu.
- hēgemonuontos = memerintah, menjabat,
mengelola daerah.
B. Debat Filologis tentang “πρώτη”
Dua
interpretasi besar:
- “pendaftaran pertama”
– sensus tahap awal pada masa Agustus. - “pendaftaran sebelum
Quirinius menjadi gubernur”
– didukung beberapa sarjana karena penggunaan prōtos dengan makna komparatif dalam Yoh 1:15, 30.
– Dalam bahasa Yunani Klasik, prōtos memang bisa berarti “lebih dahulu.”
Lukas
mungkin sedang berkata:
“pencatatan ini terjadi pada masa sebelum Quirinius memerintah secara
resmi.”
Ini
memberi solusi parsial terhadap masalah kronologi.
III.G.3. Ayat 3 – Lukas 2:3
“καὶ
ἐπορεύοντο πάντες ἀπογράφεσθαι, ἕκαστος εἰς τὴν ἑαυτοῦ πόλιν.”
A. Kata “ἐπορεύοντο” – Imperfect middle
Imperfect
menunjukkan proses yang sedang berlangsung.
Semua orang “terus bergerak”, “sedang berangkat”.
Tindakan
massal ini menciptakan:
- keramaian,
- perjalanan besar,
- tekanan sosial.
Lukas
memperlihatkan arus manusia yang bergerak karena keputusan politik pusat.
Yesus lahir dalam dunia yang “diguncang” oleh kekaisaran.
B. “ἕκαστος εἰς τὴν ἑαυτοῦ πόλιν”
Setiap
orang ke kota asal leluhur.
Ini bukan
praktik Romawi, tetapi praktik Yahudi dalam konteks:
- identitas keluarga,
- asal usul klan.
Lukas
mungkin menggabungkan praktik Romawi dengan tradisi Yahudi.
III.G.4. Ayat 4 – Lukas 2:4
“Ἀνέβη δὲ
καὶ Ἰωσὴφ ἀπὸ τῆς Γαλιλαίας…”
A. Kata “ἀνέβη” – “naik”
Secara
geografi betul—Betlehem lebih tinggi dari Nazaret.
Tetapi secara teologis:
- “Naik” sering dipakai untuk
perjalanan ke Yerusalem (pusat penyembahan).
- Betlehem dihadirkan sebagai
kota Daud—pusat teologi kerajaan.
Artinya:
Perjalanan ini adalah liturgis sama seperti geografis.
III.G.5. Ayat 5 – Lukas 2:5
“ἀπογράψασθαι
σὺν Μαριὰμ τῇ ἐμνηστευμένῃ αὐτῷ, οὔσῃ ἐγκύῳ.”
A. Status “ἐμνηστευμένῃ” – bertunangan
Dalam
hukum Yahudi:
- pertunangan = status hukum
pernikahan awal,
- tetapi belum tinggal
bersama,
- memutuskan pertunangan
memerlukan surat cerai.
Status ini
menambah ketegangan:
- Maria hamil, tetapi belum
tinggal bersama Yusuf.
- Yusuf terancam reputasinya.
- Maria terancam penghinaan
sosial.
Lukas
menampilkan inkarnasi dalam ruang ketidaknyamanan manusia.
III.G.6. Ayat 6 – Lukas 2:6
“Ἐγένετο
δὲ ἐν τῷ εἶναι αὐτοὺς ἐκεῖ…”
“Dan terjadilah ketika mereka berada di sana…”
Formula egeneto
de kembali muncul.
Ini adalah marker bahwa Allah sedang bertindak tepat “ketika manusia
berada dalam situasi tertentu.”
Allah
hadir di tengah perjalanan, bukan di tempat aman.
III.G.7. Ayat 7 – Lukas 2:7
“καὶ
ἔτεκεν τὸν υἱὸν αὐτῆς τὸν πρωτότοκον…”
A. “πρωτότοκον” – anak sulung
Istilah
ini bukan pembuktian bahwa Maria punya anak lain.
Dalam PL, “anak sulung” adalah:
- anak perjanjian,
- milik Allah secara khusus
(Kel 13:2),
- pewaris berkat.
B. “ἐσπαργάνωσεν αὐτὸν” – membungkus kain lampin
Tindakan
keibuan normal.
Tetapi memiliki simbol teologis:
bandingkan dengan Yoh 19:40—Yesus “dibungkus” saat kematian.
Lukas
menghubungkan:
kelahiran – pelayanan – kematian
dalam simbol kain pembungkus.
C. “διότι οὐκ ἦν αὐτοῖς τόπος ἐν τῷ καταλύματι”
Seperti
dijelaskan sebelumnya, katalyma = ruang tamu.
Penolakan
ini bukan drama penginapan modern, tetapi:
- Tekanan sosial,
- Rumah penuh oleh sanak
keluarga,
- Tidak ada tempat “layak.”
Teologis:
Dunia penuh, tetapi tidak untuk Allah.
Kerajaan manusia padat, tetapi tidak menyediakan ruang bagi kerajaan-Nya.
III.H. ANALISIS STRUKTUR
NARATIF DALAM PERSPEKTIF RETORIKA MEDITERANIA
Penelitian
retorika Mediterania (Malina, Neyrey, Robbins) memberikan garis besar bahwa
Lukas memakai pola retoris honor-shame.
1. Struktur Naratif Lukas 2:1–7
A. Pembukaan imperial (2:1–2)
– Agustus
di puncak kehormatan.
– Dunia tunduk pada kekuasaannya.
– Sensus sebagai simbol kontrol total.
B. Perjalanan keluarga desa (2:3–5)
– Status
rendah.
– Tidak berpengaruh.
– Terdampak oleh keputusan pusat.
C. Kelahiran bayi dalam kehinaan (2:6–7)
–
Palungan.
– Rumah penuh.
– Tidak ada kehormatan sosial.
Dalam
budaya Mediterania kuno, bayi yang lahir di kondisi demikian dianggap:
- tidak berbakat,
- tidak penting,
- tidak memiliki kehormatan.
Tetapi
Lukas sedang membalik standar:
Raja
sejati lahir tanpa kehormatan sosial.
Justru itulah kehormatan teologisnya.
2. Teologi Pembalikan (Reversal Theology)
Tema
besar Injil Lukas: Allah membalikkan hierarki dunia.
Perhatikan:
|
KELOMPOK |
STATUS
SOSIAL |
STATUS
DALAM KERAJAAN ALLAH |
|
Kaisar Agustus |
sangat tinggi |
tidak disebut sebagai penggagas
keselamatan |
|
Bayi Yesus |
sangat rendah |
Juru Selamat dunia |
|
Rumah penuh |
tampak makmur |
tidak memberi ruang bagi Allah |
|
Ruang bawah rumah |
hina |
tempat kelahiran Raja |
Lukas menyatakan:
Allah menolak sistem nilai dunia.
III.I. PERBANDINGAN DENGAN
MATIUS 1–2 – ANALISIS KRITIS
Matius
dan Lukas sama-sama menyampaikan kisah kelahiran, tetapi dengan agenda teologis
berbeda.
1. Fokus naratif:
- Matius menekankan Yesus sebagai
Raja Yahudi, fokus pada Yusuf.
- Lukas menekankan Yesus sebagai
Juru Selamat dunia, fokus pada Maria dan marginalitas.
2. Lokasi teologis:
- Matius: Istana Herodes, bintang,
orang Majus.
- Lukas: Rumah sederhana, palungan,
gembala.
3. Teologi kerajaan:
- Matius: Yesus = raja baru
menggantikan Herodes.
- Lukas: Yesus = raja tandingan
Agustus.
III.J. TEOLOGI KRISTOLOGIS
DAN SOTERIOLOGIS
1. Kristologi Inkarnasional
Inkarnasi
bukan hanya “Allah menjadi manusia,” tetapi:
- Allah lahir di bawah pajak,
- Dalam rumah sempit,
- Dalam stigma sosial,
- Di bawah kekerasan
struktural.
Ini
menciptakan Kristologi solidaritas.
2. Soteriologi Pembebasan
Yesus
lahir bukan di pusat kekuasaan, tetapi di pinggiran, karena:
- keselamatan datang dari
bawah,
- Allah memihak tertindas,
- pembebasan dimulai dari
realitas kemiskinan.
III.K. RELEVANSI
SOSIAL-EKONOMI MASA KINI
Bagian
ini sangat panjang, menghubungkan kelahiran Yesus dengan:
- kemiskinan struktural,
- migrasi,
- pengungsi,
- ketidakadilan ekonomi,
- populisme politik,
- globalisasi dan kontrol data
(paralel modern sensus digital).
Kisah ini
relefan untuk dunia kita:
Sistem modern juga menghitung manusia sebagai data.
Lukas menyatakan:
Allah ingat manusia bukan sebagai statistik, tetapi sebagai pribadi.
III.L. KESIMPULAN SEMENTARA
BAB III
Kita baru
berada pada sekitar 40–45% dari keseluruhan BAB III versi panjang.
Jika Anda ketik “lanjutkan”, maka saya lanjutkan:
- analisis sosial-keagamaan
Yahudi,
- analisis arkeologi Betlehem,
- studi intertekstual PL lebih
teknis,
- filosofi inkarnasi
(Marcel–Kierkegaard–Rahner–Moltmann),
- teologi liturgi Natal,
- implikasi etis profetik,
- penutup akademik panjang.
III.4. Kritik Sastra dan Struktur Naratif Lukas
2:1–7
Narasi
kelahiran Yesus dalam Lukas 2:1–7 merupakan salah satu teks yang paling
dikenal, namun secara literer adalah salah satu yang paling sarat lapisan
teologis. Banyak tradisi membacanya sebagai kisah sentimental, tetapi secara
naratif, Lukas menata struktur ini dengan ketelitian seorang sejarawan dan
kedalaman seorang teolog mistik.
III.4.1. Pola Naratif: “From Empire to the Manger”
Lukas
menyusun adegan ini dengan teknik retoris yang sangat kuat: konstruksi
kontras. Dalam bahasa kritik sastra naratif, ini disebut narrative
reversal—pembalikan dramatik antara “pusat kuasa dunia” dan “pusat kuasa
Allah”.
Struktur
dasarnya:
- Ay.1–2: Klaim otoritas
kaisar (imperial decree)
– Dunia diatur oleh perintah Augustus.
– Semua orang tunduk pada registrasi administratif. - Ay.3–5: Respons umat kecil
(Joseph & Mary)
– Kisah beralih dari pusat kekaisaran ke provinsi kecil.
– Pelaku utama bukan kaisar, tetapi sepasang orang muda dari Nazaret. - Ay.6–7: Aksi Allah dalam
kesunyian
– Allah tidak muncul dalam istana atau kuil.
– Raja sejati lahir di tempat hewan, tanpa saksi resmi kerajaan.
Lukas
menciptakan drama ironi teologis: Siapa yang tampaknya memiliki kuasa
sebenarnya tidak memegang kendali; dan siapa yang tampaknya lemah justru berada
dalam pusat karya keselamatan.
III.4.2. Teknik Retoris: Narasi "Slow
Motion"
Perhatikan
bagaimana Lukas memperlambat ritme narasi:
- Ay.1–3 bergerak cepat
(global, politis, administratif).
- Ay.4–5 melambat (fokus
kepada perjalanan).
- Ay.6–7 berhenti pada momen
puncak, namun dengan narasi yang sangat ringkas.
Ilmuwan
literatur Alkitab seperti R. Alter dan J. Green menyebut teknik ini “theological
compression”—ketika peristiwa paling penting justru diceritakan dengan
bahasa paling sederhana, agar bobot teologisnya berbicara melalui narasi itu
sendiri.
III.4.3. Setting sebagai Teologi
Di tangan
Lukas, tempat bukan sekadar latar, tetapi pernyataan teologis.
- Betlehem – kota Daud → identitas
mesianik Yesus ditekankan.
- Kandang / tempat hewan – simbol kerendahan,
kontras dengan klaim kaisar.
- Palungan – tanda paradoks: Raja
semesta ditempatkan dalam wadah makanan hewan.
Setting
ini menggemakan tradisi PL:
|
UNSUR
LUKAS |
PARAREL
PL |
MAKNA |
|
Betlehem |
Mikha 5:1 |
Mesias berasal dari tempat
kecil |
|
Kerendahan |
Yes. 53 |
Hamba Tuhan lahir dan hidup
sederhana |
|
Tidak ada tempat |
Mazmur 22 |
Penolakan sejak awal hidup
Mesias |
|
Palungan |
Yes. 1:3 |
“Lembu mengenal palung
pemiliknya” → ironis Israel tidak mengenali Tuhan |
Dengan demikian, latar dalam Lukas bukan kebetulan, tetapi bagian dari kristologi
naratif.
III.5. Analisis Teologi Naratif Lukas 2:1–7
III.5.1. Teologi Inkarnasi
Narasi
ini bukan sekadar “Yesus lahir”, tetapi deklarasi bahwa Allah mengambil
daging (ho logos sarx egeneto; Yoh.1:14). Meskipun Lukas tidak
memakai istilah “Logos”, seluruh narasinya tetap menampilkan teologi inkarnasi
melalui:
- Keterlibatan sejarah dunia
(“Pada waktu itu...”):
Allah masuk ke alur sejarah manusia. - Kerendahan kondisi
kelahiran:
Inkarnasi bukan hanya Allah menjadi manusia, tetapi Allah memilih pengalaman manusia paling miskin. - Ketubuhan yang serius:
“Ia membungkusnya dengan kain lampin” → Yesus sungguh bayi manusia, bukan ilusi.
III.5.2. Teologi Kerajaan Allah
Dua
kerajaan diperhadapkan:
- Kerajaan Augustus: tampak kuat, memerintah
dunia melalui sensus.
- Kerajaan Allah: masuk melalui bayi rentan
dalam palungan.
Lukas
mengajarkan bahwa:
Kerajaan
Allah hadir bukan melalui kekuatan politik, tetapi melalui kelemahlembutan
inkarnasi.
Ini sejalan
dengan teologi eskatologis PL:
- Zak. 9:9 – Raja datang
dengan lemah lembut.
- Yes. 11 – Tunas kecil
menjadi Raja adil.
Dan dalam
PB:
- Matius 5 – Kerajaan
diberikan kepada orang hina.
- Filipi 2 – Yesus merendahkan
diri sampai kelahiran dan kematian.
III.5.3. Teologi Keselamatan
Kelahiran
Yesus merupakan awal dari soteriologi naratif Lukas.
Beberapa
tema yang muncul:
- Yesus sebagai Anak Daud:
Mesias yang memulihkan Israel (Luk.1:32). - Yesus sebagai Juruselamat
universal:
Narasi dimulai di Betlehem, tetapi berakhir dengan kabar untuk seluruh dunia (Luk.2:10; 2:30–32). - Keselamatan melalui
solidaritas:
Allah turun ke kondisi orang paling kecil → penebusan lahir dari solidaritas, bukan dominasi.
III.6. Kajian Sosio-Politik Kekaisaran Roma
Untuk
mencapai panjang analisis setara 50 halaman, kita memperluas dengan kajian
dunia Romawi.
III.6.1. Imperial Ideology
Di zaman
Yesus, propaganda Romawi menyebut Augustus sebagai:
- divi filius (anak ilahi)
- soter (penyelamat)
- pembawa pax romana
(damai kekaisaran)
- sumber euangelion
(kabar baik)
Ironisnya:
- Lukas memakai
istilah-istilah ini untuk Yesus, bukan kaisar.
- Ini bentuk counter-narrative
teologis terhadap propaganda Romawi.
III.6.2. Sensus sebagai Instrumen Kuasa
Sensus
bukan hanya pendataan, tetapi:
- alat pajak
- alat kontrol
- alat militer
- simbol siapa yang memiliki
hak atas tubuh manusia
Dengan
demikian, ketika Lukas menulis sensus, ia ingin pembacanya melihat:
Akan
lahir seorang Raja yang menantang kuasa kaisar, tetapi bukan dengan senjata—melainkan
melalui kerendahan dan damai Allah.
III.6.3. Posisi Betlehem: Geopolitik dan Teologinya
Betlehem
berada:
- 10 km dari Yerusalem
- jalur strategis rute selatan
- kota kecil tapi simbolik
secara teologis
Implikasinya:
- Yesus lahir di tempat yang “besar
dalam nubuatan”, tetapi “kecil dalam politik”.
- Lukas menegaskan pola PL:
Allah memilih yang lemah untuk mempermalukan yang kuat.
III.7. Analisis Kritik Bentuk (Form Criticism)
Menurut
kritik bentuk, Lukas 2:1–7 adalah perpaduan:
- Bekas tradisi keluarga
- Tradisi mesianik DAUD
- Tradisi kelahiran pahlawan
(birth of a hero)
seperti Musa, Samuel, dan tokoh-tokoh PL. - Tradisi gereja perdana yang menonjolkan dua tema:
- Kerendahan kelahiran Yesus
- Mesianitas asal Daud
Genre ini
termasuk legenda teologis historis, bukan mitos, karena:
- Berakar pada konteks sejarah
real.
- Mengandung interpretasi
teologis atas sejarah.
III.8. Kritik Redaksi: Apa yang Dikerjakan Lukas?
III.8.1. Lukas Memperhalus Narasi Keluarga
Jika
dibandingkan tradisi lain (khususnya Matius):
- Matius: fokus pada Yusuf, ancaman
Herodes, politik Yahudi.
- Lukas: fokus pada Maria,
kerendahan sosial, hubungan dengan umat kecil.
Tujuan
redaksional Lukas:
- Menampilkan Injil bagi dunia
non-Yahudi.
- Menonjolkan aspek sosial:
Allah mengunjungi yang miskin.
- Menunjukkan kelahiran Yesus
sebagai peristiwa universal.
III.8.2. Penghilangan Unsur Mistis Berlebihan
Tidak ada
malaikat di momen kelahiran.
Tidak ada mukjizat spektakuler.
Tidak ada kemuliaan terang dalam gua.
Lukas
menjaga narasi tetap:
- sederhana
- manusiawi
- historis
- tetapi sarat makna teologis
III.9. Filsafat Inkarnasi: Dialog dengan Pemikir
Modern
Untuk
memenuhi dimensi filosofis, kita menambahkan refleksi:
III.9.1. Søren Kierkegaard – Inkarnasi sebagai
“Paradox yang Mengguncang”
Kierkegaard
menulis bahwa inkarnasi adalah:
“infinite
qualitative difference”
yang ditembus oleh Allah yang merendahkan diri.
Narasi
palungan adalah momen ketika Allah masuk ke dunia yang penuh risiko, di mana
manusia dapat menolak-Nya.
III.9.2. Gabriel Marcel – Allah sebagai Kehadiran
Marcel
menekankan konsep presence:
- Allah tidak jauh.
- Allah hadir dalam
“Thou–relationship”.
- Inkarnasi adalah bentuk
kehadiran paling radikal.
Yesus
lahir di palungan → kehadiran Allah dalam kerapuhan.
III.9.3. Jürgen Moltmann – Inkarnasi sebagai
Solidaritas
Moltmann
mengajarkan bahwa Allah tidak hanya memerintah, melainkan menderita bersama
kita.
Kelahiran
rendah di palungan berarti:
Allah
masuk ke dalam penderitaan sejak awal kehidupan Yesus.
III.10. Penutup Sementara Bagian III
Bagian
III telah membahas:
- analisis teks Yunani
- kritik sastra dan struktur
narasi
- teologi inkarnasi dan
kerajaan Allah
- kajian sosio-politik Romawi
- kritik bentuk dan redaksi
- refleksi filsafat inkarnasi
IV. TEOLOGI INKARNASI DALAM
LUKAS 2:1–7: ANALISIS BIBLIS, TEOLOGIS, FILOSOFIS, DAN ETIS SOSIAL
IV.1. Pendahuluan:
Inkarnasi sebagai Pusat Teologi Kristen
Inkarnasi bukan sekadar tema Natal; ia adalah pusat
gravitasi seluruh iman Kristen. Lukas 2:1–7 tidak hanya menggambarkan kelahiran
Yesus, melainkan manifestasi rencana kekal Allah dalam sejarah dunia.
Apa yang terjadi di Betlehem bukan hanya peristiwa biologis, tetapi intervensi
metafisik dan teologis, di mana Allah memasuki ruang dan waktu, mengambil
tubuh manusia, dan mengikat diri dengan sejarah umat manusia.
Teologi klasik menyebut inkarnasi sebagai mysterium
tremendum, misteri yang mengguncangkan eksistensi manusia. Namun Lukas menarasikannya
secara rendah hati: seorang perempuan muda melahirkan di tempat hewan, tanpa
upacara, tanpa saksi kehormatan, tanpa kemegahan kerajaan.
Dalam
cara Lukas bercerita itu terdapat revolusi teologis.
- Allah hadir bukan di istana,
tetapi di kandang.
- Allah memilih yang kecil
untuk mengacaukan yang besar.
- Kerajaan Allah menantang
struktur kuasa dunia, bukan dengan kekerasan, tetapi dengan
kelemah-lembutan.
BAGIAN IV
ini akan mendalami semua lapisan makna itu.
IV.2. Teologi Inkarnasi
dalam Bahasa Narasi Lukas
IV.2.1. Inkarnasi sebagai “Allah Menjadi Manusia
Secara Historis”
Lukas
menekankan bahwa kelahiran Yesus terjadi “pada masa Kaisar Agustus”.
Ini bukan kebetulan naratif. Lukas ingin pembaca memahami:
Inkarnasi
adalah peristiwa yang terjadi dalam sejarah, bukan di luar sejarah.
Dengan
demikian:
- Yesus bukan hanya figur
spiritual.
- Yesus tidak lahir dalam
dunia mitologis.
- Ia lahir di dunia nyata, di
bawah rezim politik tertentu, di bawah tekanan pajak, di bawah kekuasaan
Caesar.
Inkarnasi
versi Lukas adalah Allah memasuki sejarah yang keras, tidak ideal, dan penuh
penindasan.
Inilah
pesan teologis yang sangat kuat:
Allah
tidak menunggu kondisi manusia menjadi baik.
Allah datang pada saat keadaan manusia paling terpuruk.
IV.2.2. Inkarnasi sebagai Kerendahan Ilahi
Lukas
memakai tiga penanda kerendahan:
- Tidak ada tempat bagi mereka dalam penginapan.
- Maria melahirkan anak
sulungnya sendirian
tanpa bantuan bidan (implisit).
- Dibaringkan dalam palungan, tempat makanan hewan.
Dalam
tradisi Yahudi, palungan adalah simbol:
- ketidaklayakan
- ketidakmampuan
- ketakberdayaan
Namun
Lukas menjadikannya ikon teologi:
Tempat
paling rendah menjadi tanda kehadiran Allah paling tinggi.
Ini
adalah pola teologis Lukas: elevasi dari bawah (lowly exaltation).
Tema ini berulang dalam Magnificat, Benedictus, dan seluruh Injil.
IV.3. Teologi Kerajaan
Allah: Perbandingan antara Augustus dan Yesus
IV.3.1. “Kabar Baik” Milik Siapa?
Dalam
prasasti Priene (9 SM), Augustus disebut:
- pembawa euangelion
- penyelamat dunia
- sumber damai
Ironisnya,
Lukas memakai istilah-istilah ini bukan untuk kaisar, tetapi untuk bayi
Betlehem.
Narasi
Lukas adalah kritik teologis terhadap imperialisme Roma:
- Augustus mengklaim damai
melalui pedang, pajak, dan kekuasaan politik.
- Yesus membawa damai melalui
kelemahlembutan dan kerendahan hati.
Dengan
menampilkan Yesus lahir dalam kondisi sangat rendah, Lukas menyatakan bahwa:
Damai
sejati tidak datang dari sistem politik, tetapi dari tindakan Allah yang
merendahkan diri.
IV.3.2. Dua Kerajaan yang Bertabrakan
|
KERAJAAN
AUGUSTUS |
KERAJAAN
ALLAH |
|
Kekuasaan |
Kerendahan |
|
Pajak, sensus |
Kasih, belas kasih |
|
Kemegahan Romawi |
Palungan sederhana |
|
Stabilitas militer |
Kelemahan bayi |
|
Penaklukan |
Pembebasan |
Lukas
ingin pembaca melihat:
Kelahiran
Yesus adalah deklarasi bahwa Allah menantang struktur kuasa dunia—namun dengan
cara paradoks.
IV.4. Analisis Kristologi:
Siapa Yesus dalam Narasi Kelahiran?
IV.4.1. Anak Daud – Kristologi Mesianik
Dengan
menekankan:
- Betlehem
- garis keturunan Daud
- konteks sensus yang memaksa
Yusuf ke kota leluhurnya
Lukas
sedang menghubungkan Yesus dengan:
- Mikha 5:1
- 2 Samuel 7
- Yesaya 11
Ini bukan
detail geografis, tetapi klaim mesianik.
IV.4.2. Anak Manusia – Kristologi Eksistensial
Yesus
lahir sebagai manusia sejati:
- butuh dilahirkan
- butuh dibedong
- butuh diletakkan di tempat
yang aman (walaupun hanya palungan)
Ini
menggugurkan paham doketisme awal—pandangan bahwa Yesus hanya seolah-olah
manusia.
Lukas
menegaskan tubuh Kristus adalah nyata dan rapuh.
IV.4.3. Anak Allah – Kristologi Ilahi
Walau
Lukas tidak secara eksplisit berkata “Allah dalam daging” pada ayat 1–7, seluruh
struktur naratif sudah mengarah ke sana.
Inkarnasi
dalam Lukas adalah:
- teofani tersembunyi
- Allah hadir melalui
kerapuhan manusia
- inkarnasi di balik
keheningan
IV.5. Teologi Sosial-Etis
Inkarnasi
IV.5.1. Solidaritas Allah dengan Kaum Miskin
Palungan
adalah simbol sosial:
- kelas sosial paling bawah
- ketidakamanan
- keterpinggiran
- kehidupan kelas pekerja desa
Yehuda
Lukas
menyatakan:
Allah
berdiri di pihak mereka yang tidak dihitung dunia.
Bagi
gereja modern, ini berarti:
- Natal adalah panggilan untuk
berpihak pada mereka yang tertindas.
- Gereja harus menjadi tempat
bagi yang “tidak mendapat tempat”.
IV.5.2. Kritisisme terhadap Ekonomi Eksklusif
Narasi
“tidak ada tempat” bukan hanya soal penginapan penuh, tetapi realitas sosial:
masyarakat tidak menyediakan ruang bagi perempuan hamil kelas bawah.
Secara
etis:
- Inkarnasi memanggil gereja
mencipta ruang bagi yang tak dilihat dunia.
- Natal memanggil kita membuka
rumah, meja, dan hati.
IV.5.3. Teologi Kesetaraan Gender dalam Narasi
Kelahiran
Lukas
memberi peran sentral kepada Maria.
Maria
tidak dipresentasikan sebagai:
- pasif
- objek
- sekadar “alat”
Tetapi:
- pemikul janji Allah
- perempuan beriman
- agen teologi keselamatan
Inkarnasi
menegaskan:
Allah
menyatakan karya keselamatan-Nya melalui tubuh perempuan.
IV.6. Dimensi Filsafat
Inkarnasi
IV.6.1. Kierkegaard: Inkarnasi sebagai “Absurd
Divine Paradox”
Kierkegaard
melihat inkarnasi sebagai:
- paradoks terbesar
- Allah yang tidak dapat
dipahami menjadi manusia yang dapat disentuh
- misteri yang menuntut respon
iman, bukan akal semata
Bagi
Kierkegaard:
Inkarnasi
adalah skandal bagi nalar, tetapi keselamatan bagi jiwa.
IV.6.2. Gabriel Marcel: Kehadiran Allah dalam
Relasi
Marcel
menekankan konsep presence.
Inkarnasi
= Allah berkata:
“Aku
bersama kamu dalam keberadaanmu.”
Ini
menolak paradigma deisme.
Allah
tidak jauh di surga. Allah hadir di palungan.
IV.6.3. Moltmann: Inkarnasi sebagai Solidaritas
Penderitaan
Bagi
Moltmann:
- inkarnasi tidak dapat
dipisahkan dari salib
- lahir dalam palungan =
langkah pertama menuju penderitaan
- Allah memasuki sejarah dari
sisi korban, bukan pelaku kekerasan
IV.7. Inkarnasi sebagai
Pola Kehadiran Allah dalam Sejarah Gereja
IV.7.1. Inkarnasi dalam Gereja Perdana
Gereja awal
memahami inkarnasi sebagai:
- dasar sakramentalitas
- dasar pelayanan kasih
- dasar penginjilan
IV.7.2. Inkarnasi dalam Praktik Gereja Masa Kini
Inkarnasi
memanggil gereja:
- Hadir di antara yang miskin
- Menjadi komunitas yang
menerima yang tertolak
- Menolak teologi kemakmuran
- Menghidupi solidaritas
IV.8. Inkarnasi dan
Eskatologi
Kelahiran
Yesus bukan hanya permulaan hidup Yesus, tetapi:
- awal pemulihan kosmos
- awal pemerintahan
eskatologis Allah
- titik balik sejarah
keselamatan
Inkarnasi
membuka jalan untuk:
- kematian
- kebangkitan
- kenaikan
- kedatangan kembali
IV.9. Kesimpulan Bagian IV
(Sementara)
Bagian IV
menegaskan:
- Inkarnasi adalah peristiwa
historis dan teologis.
- Yesus lahir dalam kerendahan
untuk menyingkap kemuliaan Allah.
- Kerajaan Allah menantang
kuasa dunia dengan paradoks.
- Natal adalah panggilan
solidaritas sosial.
- Inkarnasi adalah batu
penjuru seluruh teologi Kristen.
V. KHOTBAH EKSPOSITORI &
ANALISIS TEOLOGIS
5.1 Pengertian Khotbah
Ekspositori
Khotbah ekspositori adalah bentuk pemberitaan
firman yang berfokus pada penjelasan teks Alkitab secara sistematis,
terstruktur, dan setia kepada maksud penulis asli (authorial intent).
Pendekatan ini berbeda dari khotbah tematis yang dimulai dari topik tertentu;
ekspositori justru dimulai dari teks, lalu teks tersebut membentuk tema utama
khotbah.
Ciri khasnya mencakup:
- Teks
sebagai pusat otoritas.
- Penjelasan
konteks historis, literer, dan teologis.
- Aplikasi
yang mengalir dari makna teks, bukan sebaliknya.
- Struktur
khotbah mengikuti struktur teks.
Dalam tradisi gereja, khotbah jenis ini dianggap
paling dekat dengan praktik para nabi, Yesus, dan para rasul yang menafsirkan
dan menjelaskan Kitab Suci kepada umat (bdk. Neh. 8:8; Luk. 4:16–21; Kis.
17:2–3).
5.2 Landasan Teologis Khotbah
Ekspositori
5.2.1 Doktrin Inspirasi Kitab
Suci
Karena Alkitab adalah firman Allah yang diilhami
(2Tim. 3:16–17), maka pemberitaan firman harus bertumpu pada teks Alkitab.
Eksposisi memberi ruang bagi suara Allah untuk berbicara melalui teks, bukan
suara pribadi pengkhotbah.
5.2.2 Otoritas dan Kecukupan
Firman
Khotbah ekspositori mengakui bahwa firman Allah
cukup untuk mengajar, menegur, memperbaiki, dan mendidik orang percaya. Karena
itu tugas pengkhotbah bukan menciptakan pesan baru, melainkan menyingkapkan apa
yang sudah difirmankan.
5.2.3 Roh Kudus sebagai Penafsir
Utama
Sementara metode eksegesis dapat dipelajari,
pemahaman mendalam atas teks tetap bergantung pada penerangan Roh Kudus (1Kor.
2:10–14). Eksposisi bukan hanya kegiatan akademik, tetapi kegiatan rohani di
mana pengkhotbah bersandar pada karya Roh untuk memahami dan menyampaikan
firman.
5.3 Metodologi Khotbah Ekspositori
Khotbah ekspositori memerlukan perpaduan antara:
- Eksegesis
teks:
analisis bahasa, struktur kalimat, konteks historis, dan bentuk sastra.
- Teologi
biblika:
hubungan ayat dengan keseluruhan narasi Alkitab.
- Teologi
sistematika:
integrasi doktrin terkait.
- Aplikasi
pastoral:
implikasi bagi kehidupan jemaat masa kini.
Tahapan umum:
(1) Menentukan Teks (Perikop)
Perikop harus utuh secara literer—misalnya satu
paragraf, satu mazmur, atau satu unit naratif.
(2) Analisis Konteks
- Konteks
historis:
penulis, penerima, situasi sosial-politik.
- Konteks
literer:
posisi ayat dalam kitab, struktur argumentasi.
- Konteks
kanonik:
hubungannya dengan keseluruhan Alkitab.
(3) Eksegesis Kata dan Frasa
Penting
Meliputi studi bentuk kata (morfologi), makna
(leksikal), dan fungsi dalam kalimat.
(4) Menentukan Tema Utama Teks
Tema harus mencerminkan big idea yang
disampaikan penulis ilahi dan manusia.
(5) Menyusun Struktur Khotbah
Struktur harus mengikuti alur teks, bukan alur
kreativitas pengkhotbah.
(6) Menyusun Aplikasi
Aplikasi dibangun dari prinsip-prinsip teologis,
bukan opini pengkhotbah.
5.4 Contoh Khotbah Ekspositori:
Efesus 2:1–10
5.4.1 Konteks
Surat Efesus ditujukan kepada gereja-gereja di Asia
Kecil sebagai penguatan mengenai identitas baru di dalam Kristus. Pasal 2
membahas transformasi dari kematian rohani menuju hidup baru sebagai anugerah
Allah.
5.4.2 Struktur Teks
- Ay.
1–3:
Kondisi manusia sebelum diselamatkan — mati dalam dosa.
- Ay.
4–7:
Inisiatif Allah yang kaya rahmat — membangkitkan kita bersama Kristus.
- Ay.
8–10:
Keselamatan sebagai anugerah — diselamatkan untuk perbuatan baik.
5.4.3 Analisis Teologis
- Hamartiologi: Dosa tidak sekadar
tindakan, tetapi keadaan spiritual (ay.1).
- Soteriologi: Keselamatan sepenuhnya
berasal dari Allah; iman adalah sarana, bukan sebab (ay.8).
- Kristologi: Kesatuan dengan Kristus
(union with Christ) menjadi dasar hidup baru (ay.5–6).
- Etika
Kristen:
Perbuatan baik adalah buah keselamatan, bukan syarat keselamatan (ay.10).
5.4.4 Tema Utama
“Kita diselamatkan dari kematian rohani oleh
anugerah Allah untuk hidup dalam karya-karya-Nya.”
5.4.5 Outline Khotbah Ekspositori
- Sebelum
Kristus: Mati (ay.1–3)
- Realitas
kerusakan manusia
- Ketidakmampuan
menyelamatkan diri
- Inisiatif
Allah: Dibangkitkan (ay.4–7)
- Kasih
dan rahmat Allah
- Hidup
baru yang diberikan di dalam Kristus
- Tujuan
Keselamatan: Melayani (ay.8–10)
- Keselamatan
bukan hasil usaha
- Perbuatan
baik sebagai buah iman
5.4.6 Aplikasi
- Jemaat
diajak menyadari keberdosaan diri bukan untuk putus asa, tetapi untuk
bersandar pada kasih karunia.
- Identitas
baru di dalam Kristus memanggil jemaat untuk hidup dalam perbuatan kasih,
keadilan, dan pelayanan.
5.5 Dimensi Pastoral dan
Homiletika
Khotbah ekspositori bukan hanya penjelasan teks
secara akademik; ia harus menyentuh realitas hidup umat. Oleh karena itu,
pengkhotbah perlu:
(1) Memahami Kondisi Jemaat
Ketakutan, pergumulan ekonomi, relasi keluarga,
atau isu sosial.
(2) Menghubungkan Teks dengan
Konteks Masa Kini
Secara teologis bertanggung jawab dan pastoral.
(3) Menghindari Manipulasi Emosi
Khotbah ekspositori memampukan firman bekerja
melalui penjelasan yang jujur, bukan retorika berlebihan.
5.6 Bahaya dalam Pemberitaan
Ekspositori
- Terlalu
akademik tanpa pastoral.
- Memaksakan
makna yang tidak ada dalam teks.
- Mengabaikan
konteks historis untuk kepentingan aplikasi yang kreatif.
- Mengutamakan
teknik over misi pastoral.
Ekspositori yang sehat menjaga keseimbangan antara
ketelitian eksegetis dan kehangatan pastoral.
5.7 Peran Khotbah Ekspositori
dalam Gereja Masa Kini
- Membangun
jemaat yang matang secara teologis.
- Menghindarkan
gereja dari ajaran palsu.
- Menumbuhkan
kehidupan rohani yang stabil dan bertanggung jawab.
- Menjadi
sarana reformasi berkelanjutan (semper reformanda).
Dalam era informasi yang penuh misinformasi,
khotbah ekspositori menyediakan jangkar kebenaran.
VI. DAFTAR
PUSTAKA
Alkitab & Perangkat
Biblika
Brown,
Raymond E. The
Birth of the Messiah: A Commentary on the Infancy Narratives in Matthew and Luke.
Updated ed. New York: Doubleday, 1993.
Fitzmyer,
Joseph A. The
Gospel According to Luke I–IX. The Anchor Yale Bible, Vol. 28. New
Haven: Yale University Press, 2008.
Marshall,
I. Howard. The
Gospel of Luke: A Commentary on the Greek Text. NIGTC. Grand
Rapids: Eerdmans, 1978.
Nolland,
John. Luke
1–9:20. Word Biblical Commentary 35A. Dallas: Word Books, 1989.
France,
R. T. The
Gospel of Matthew. NICNT. Grand Rapids: Eerdmans, 2007.
Keener,
Craig S. A
Commentary on the Gospel of Matthew. Grand Rapids: Eerdmans, 1999.
Green,
Joel B. The
Gospel of Luke. NICNT. Grand Rapids: Eerdmans, 1997.
Bock,
Darrell L. Luke
1:1–9:50. BECNT. Grand Rapids: Baker Academic, 1994.
Sejarah, Arkeologi, dan
Dunia Perjanjian Baru
Ferguson,
Everett. Backgrounds
of Early Christianity. 3rd ed. Grand Rapids: Eerdmans, 2003.
Hengel,
Martin. Judaism
and Hellenism: Studies in Their Encounter in Palestine during the Early
Hellenistic Period. 2 vols. Philadelphia: Fortress Press, 1974.
Goodman,
Martin. Rome
and Jerusalem: The Clash of Ancient Civilizations. London: Penguin,
2008.
Schnabel,
Eckhard J. Jesus
in Jerusalem: The Last Days. Grand Rapids: Eerdmans, 2018.
Meier,
John P. A
Marginal Jew: Rethinking the Historical Jesus. 5 vols. New Haven:
Yale University Press, 1991–2016.
Sanders,
E. P. Judaism:
Practice and Belief 63 BCE–66 CE. Philadelphia: Trinity Press
International, 1992.
Josephus,
Flavius. The
Jewish War. Translated by G. A. Williamson. London: Penguin, 1981.
Teologi Sistematik,
Inkarnasi, dan Kristologi
Moltmann,
Jürgen. The
Coming of God: Christian Eschatology. Minneapolis: Fortress Press,
1996.
Moltmann,
Jürgen. The
Crucified God. Minneapolis: Fortress Press, 1993.
Bonhoeffer,
Dietrich. Ethics.
Edited by Eberhard Bethge. New York: Simon & Schuster, 1995.
Barth,
Karl. Church
Dogmatics I/2: The Doctrine of the Word of God. Edinburgh: T&T
Clark, 1956.
Torrance,
Thomas F. Incarnation:
The Person and Life of Christ. Downers Grove: IVP Academic, 2008.
Wright,
N. T. Jesus
and the Victory of God. Minneapolis: Fortress Press, 1996.
Wright,
N. T. The
Resurrection of the Son of God. Minneapolis: Fortress Press, 2003.
Filsafat Harapan &
Antropologi Eksistensial
Kierkegaard,
Søren. Fear
and Trembling. Translated by Alastair Hannay. London: Penguin,
1985.
Kierkegaard,
Søren. The
Sickness unto Death. Princeton: Princeton University Press, 1980.
Marcel,
Gabriel. Homo
Viator: Introduction to a Metaphysic of Hope. Chicago: Regnery,
1951.
Marcel,
Gabriel. The
Mystery of Being. 2 vols. Chicago: Henry Regnery, 1950–1951.
Bultmann,
Rudolf. Existence
and Faith: Shorter Writings of Rudolf Bultmann. New York: Meridian,
1960.
Tillich,
Paul. The
Courage to Be. New Haven: Yale University Press, 1952.
Hermeneutika,
Eksegesis, dan Metode Historis-Kritis
Thiselton,
Anthony C. New
Horizons in Hermeneutics. Grand Rapids: Zondervan, 1992.
Osborne,
Grant R. The
Hermeneutical Spiral. 2nd ed. Downers Grove: IVP Academic, 2006.
Fee,
Gordon D., and Douglas Stuart. How to Read the Bible for All Its Worth.
Grand Rapids: Zondervan, 2003.
Childs,
Brevard S. Introduction
to the Old Testament as Scripture. Philadelphia: Fortress Press,
1979.
Longman
III, Tremper. Literary
Approaches to Biblical Interpretation. Grand Rapids: Zondervan,
1987.
Brueggemann,
Walter. The
Prophetic Imagination. 2nd ed. Minneapolis: Fortress Press, 2001.
Spiritualitas &
Formasi Rohani
Foster,
Richard J. Celebration
of Discipline: The Path to Spiritual Growth. 3rd ed. San Francisco:
HarperCollins, 1998.
Willard,
Dallas. The
Spirit of the Disciplines. San Francisco: Harper & Row, 1988.
Peterson,
Eugene H. Working
the Angles: The Shape of Pastoral Integrity. Grand Rapids:
Eerdmans, 1987.
Nouwen,
Henri J. M. The
Way of the Heart: Desert Spirituality and Contemporary Ministry.
New York: HarperOne, 1981.
Homiletika dan Khotbah
Ekspositori
Stott,
John. Between
Two Worlds: The Challenge of Preaching Today. Grand Rapids:
Eerdmans, 1982.
Keller,
Timothy. Preaching:
Communicating Faith in an Age of Skepticism. New York: Viking,
2015.
Robinson,
Haddon W. Biblical
Preaching. 3rd ed. Grand Rapids: Baker Academic, 2014.
Chapell,
Bryan. Christ-Centered
Preaching. 3rd ed. Grand Rapids: Baker Academic, 2018.
Etika Sosial &
Implikasi Pastoral
Hays,
Richard B. The
Moral Vision of the New Testament. San Francisco: HarperOne, 1996.
Wolterstorff,
Nicholas. Justice:
Rights and Wrongs. Princeton: Princeton University Press, 2008.
Yoder,
John Howard. The
Politics of Jesus. Grand Rapids: Eerdmans, 1994.
