-->

sosial media

Friday, 24 February 2017

SEJARAH KATEKETIKA



SEJARAH KATEKETIKA

(1)     Kateketika pada masa reformasi                                  (2) Kateketika di Indonesia
 (3) Kateketika pada masa Zending                                      (4) Kateketika pada masa setelah  Zending

I.       Pendahuluan
Perkembangan kateketika semakin banyak mengalami perubahan, mulai dari zaman reformasi yang merupakan awal dari sejarah kateketika banyak mengalami perubahan. Namun bukan berarti ajaran-ajaran lama seluruhnya dihilangkan, namun banyak ajaran yang dikolaborasikan dengan lingkungan dan tuntutan zaman.

II.    Pembahasan
2.1.1.      Gereja Katolik Roma[1]
Reformasi gereja pada abad ke-16 sangat besar dampaknya bagi kehidupan Gereja Katolik Roma. Kontra Reformasi menyambut tantangan reformasi, terutama dalam bidang katekese. Konsili trente (1545-1563) memutuskan penyusunan sebuah katekismus yang bisa menjadi sarana untuk mengingat kaum muda lebih erat pada gereja Roma. Untuk itu sejak anak-anak sudah harus diberi ajaran gereja. Arti serta jalannya upacara gereja juga harus di tekankan , sehingga mereka manjadikan itu sebagian dari hidupnya.
Katekismus Romanus atau Tridentinus yang ditulis oleh Borromeus dan beberapa orang lain berdasarkan keputusan konsili di atas, rampung tahun 1566. Susunan buku itu sederhana; hanya terdiri dari kata pengantar dan pembahasan keempat unsur katekese tradisional. Tapi buku tersebut khusus untuk guru, bukan untuk murid. Baru pada tahun 1570 terbit diringkasan Katekismus Romanus yang dikhususkan untuk untuk anak-anak.

2.1.1.a.   Petrus Kanisius
Sebelum Katekismus Romanus terbit, golongan Yesuit sebenarnya sudah mengkaji masalah katekese secara mendalam pada tahun 1555, Petrus Kanisius telah menulis katekismusnya yang besar dan kecil untuk digunakan di sekolah-sekolah. Kedua-duanya dalam bahasa Latin, tapi tahun 1558 Edisi kecil itu sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman. Kemudian pada tahun 1559 ia menulis lagi sebuah buku berukuran ‘’sedang’’ dalam bahasa Latin, yakni Parvus Katekismus Katolikkorum. Dalam buku itu, bagian kuno Apostelikum, Doa Bapa Kami, dan Dasa Titah di tempatkan di bawah judul iman, harapan, dan kasih. Setelah itu berulah bab mengenai sakramen. Sedangkan bab terakhir berisi uraian mengenai beberapa kewajiban untuk hidup dalam kebenaran. Di sini soal dosa juga di bahas, terutama mengenai tujuh dosa utama dan tujuh kebajikan utama. Isi bab terakhir ini merupakan sisa pengaruh katekese pengakuan dosa dari abad pertengahan. Katekismus Kanisnius, khususnya jenis yang sedang itu, berpengaruh luas dan dipedomi oleh banyak pihak. Selain itu Kanisius juga menerbitkan sejumlah buku yang agak bercorak abad pertengahan mengenai cara yang benar untuk mengikuti upacara gereja.

2.1.2.      Gereja Ortodoks Timur[2]
Yang sangat berbeda adalah dampak reformasi terhadap Gereja Ortodoks Timur. Di sini, dampak tersebut bukan hanya berupa reaksi yang menjadi perangsang munculnya kesadaran baru, tetapi lebih jauh lagi, yakni terjadinya perubahan positif dalam isi ajaran. Sudah sejak permulaan reformasi terjadi kontak langsung antara reformasi dan Gereja Ortodoks Timur, khususnya melalui pertukaran surat antara Melanchon dengan beberapa tokoh terkemuka gereja tersebut. Dalam paroan kedua abad ke-17 bahkan ada pertukaran pikiran secara tertulis antara para teolog Tubingendan Patriakh, Konstatinopel, Cyrillus Lukaris.


2.1.3.   Kateketika pada masa reformasi dalam konteks
            2.1.3.a.   Konteks Keagamaan
Sejak abad ke-5 Paus semakin memperlihatkan dan mengklaim supremasi atau keunggulanny atas seluruh gereja. Klaim supremasi ini kemudian disusul dengan penetapan berbagai ajaran di gereja yang tidak hanya bersumber dari Alkitab, melainkan juga melalui tradisi yang di dalamnya dinyatakan banhwa pauslah yang memiliki dan menentukan keselamatan manusia, dan dalam upaya memperoleh keselamatan itu manusia harus ikut berperan dalam bentuk beramal atau berbuat baik. Jadi menuju keselamatan dalam bidang keagamaan ini tidak hanya cukup mengandalkan iman da kasih karunia Allah. Dimana dalam konteks ini seseorang menuju kehidupan kekal hrus melalui api penyucian dan ia harus berbuat banyak hal bagi gereja serta harus membeli surat penghapusan siksa dari pejabat Gereja sesuai dengan timbangan dosanya.[3]

            2.1.3.b.   Konteks Sosial Politik
Dalam konteks sosial politik terdapat gejala yang semakin sekuler yakni para paus mengejar dan mengurus pemerintahan duniawi. Dalam konteks politik dimana raja ingin mengatur urusan negeri atau wilayah kekuasaannya masing-masing dan tidak mau lagi mengakui mengklaim supremasi gereja atau paus atas Negara. Banyak wilayah yang dipimpin oleh raja ata pangeran yang mempunyai otonomi dan kedaulatannya sendiri, raja tidak suka tunduk pada kaisar atau kepada Negara.[4]

            2.1.3.c.   Konteks Kebudayaan
Sejak abad ke-15 timbul renaisans, yaitu semangat untuk kembali ke kejayaan masa lalu sehingga perlu mengggali sumber-sumber serta menemukan kekayaan masa lalu sekaligus mengembangkannya. Renaisans dalam kebudayaan berupa menggabungkan filsafat Yunani dengan iman kristiani dengan upaya melahirkan paham humanisme. Reanisans ini juga mendorong bangkitnya semangat menggembangkan ilmu dan teknologi modern salah satu hasilnya dalam penemuaan mesin cetak, dan penemuaan inikelak berjasa mendukung dlam penyebaraan dalam reformator. [5]

            2.1.3.d.   Konteks Ekonomi
 Sejak akhir abad ke-15 pertumbuhan ekonomi mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, dimana kelas pedangang dan pengusaha di bidang perdagangan dan industri, menjadi cikal bakal kapitalisme. Seiring berlangsungnya feodalisme di dalam masyarakat maka banyak pandangan yang tidk cocok dengan hal ini karna tidak sesuai dengan pandangan dan kebutuhan mayarakat, sehingga melalui feodalisme ini melhirkan sikap kritis terhadap keadaan yang berlaku di dalam masyarakat. [6]

2.1.4.   Tokoh Kateketika pada masa reformasi
            2.1.4.a.   Marthin Luther
Menurut martin Luther PAK bertujuan untuk menyadarkan anak-anak dan dewasa tentang keadaan mereka yang sebenarnya banhwa mereka merupakan orang berdosa dan karna itu mereka berbuat dosa. Dalam pencapaian hal ini Luther membahas arti dasr titah dalam katekismunya dengan cara mengetahu hukum yang menyatakan tuntutan Allah, para warga jemaat diantar unutuk mengerti betapa lebarnya jurang yang memisahkan manusia dari Allah. Luther menegaskan agar para pelajar memahami doa serta melaksanakan kehidupan berdoa.[7]
Ada empat dasar teologi yang menjadi landasan bagi teori dan praktek Pendidikan Agama Kristen yaitu:

1)            Keadaan berdosa dari setiap jemaat
Luther berpendapat bahwa ia menghubungkan alasan menganggap pendidikan perlu ada dengan tabiat berdosa yang lebih terbuka dengan campur tangan iblis. Akan tetapi dengan percaya akan perbuatan Allah dalam Yesus Kristus, semua warga dikaruniakan dengan mengatasi akibat buruk yang berlangsung dalam diri setiap warga karena tabiatnya yang berdosa dan daya tarik iblis yang bermaksud menyesatkan orang Kristen .

2)            Pembenaraan oleh iman
Melalui penderitaan jiwanya Luther diyakinkan tentang kebenaran dosa sebagai factor dalam diri setiap orang pembenaran iman milik kunci, iman setiap warga yang menaruh seluruh kehidupan kepada Allah dalam Yesus Kristus.

3)            Imammat orang percaya
Di dalam pengalaman pembenaran karena iman tersebut tersirat pula persamaan hak setiap orang dihadapan Allah. Tidak satu golongan tertentu yang menjadi penyalur anugerah Tuhan kemudian disampaikan kepada orang yang lebih rendah martabatnya. Semua orang Kristen mempunyai hak istimewakarena orang yang dibenarkan oleh iman telah dijadikan makhluk baru oleh Yesus Kristus, dengan kata lain setiap warga adalah imam bagi warga seimannya.


4)            Firma Allah
a.             Yesus secara pribadi dan ajarannya adalah firman Allah
b.            Alkitab sebagai firman
c.             Firman amanat adalah  yang diberitakan kepada warga Kristen. [8]

            2.1.4.b.   Yohanes Calvin
Kalvinisme adalah system teologi kedaulatan dan kemuliaan Allah yang dirumuskan oleh Yohanes. Salah satu teologi kalvinis yaitu predestinasi atau penebusan yang terbatas, dibangun atas keyakinan akan kedaulatan dan kemuliaan Allah, namun keyakinan dan pengajaran bersumber dari Alkitab. Alkitab dipandang sebagai aturan bagi iman. Dimana Alkitab mengajarkan tentang Allah dan tugas-tugas orag percaya terhadap Allah dan sesame manusia. Kewibawaan Alkitab terjamin oleh pekerjaa Roh Kudus. Sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, ia dapat mencapai kebajikan melalui kuasa alamiah namun kejatuhan manusia ke dalam dosa telah mengubah hakekat manusia sehingga sekarang semua manusia berada dibawah kuasa dosa. Semua perbuatan manusia hanya dibenarkan karena rahmat Allah saja. Kalvin mengajarkan sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, bahwakan sebelum penciptaan Allah telah menetapkan beberapa orang untuk menerima keselamatan serta memperoleh penghukuman. Kalvinisme membela teokrasi di dalam gereja dimana Negara dan Gereja haru bersama-sama untuk menegakkan keadilan serta memuliakan Allah. Keduanya harus berdampingan dan masing-masing mendapat tertentu dari Allah yang harus dipertanggungjawabkannya dalam panggilannya terhadap Allah.[9] Pendidikan agama Kristen menurut Yohanes Kalvin adalah pemupukan akal orang-orng percaya degan firman Allah di bawah bimbingan Roh Kudus melalui sejarah pengalaman belajar yang dilaksanakan Gereja sehingga dalam diri mereka dihasilakn pertumbuhan rohani yang bersinambung yang semakin mendalam pengertiannya untuk kita pahami serta iman dengan pengapdian diri kepada Yesus Kristus berupa tinakan-tindakan kasih terhadap sesamanya. Yohanes kalvin berpendapat bahwa tujuan PAK adalah agar karakter Kristen tampak dalam diri warga gereja sebagai akibat kehidupan mereka bersama, khususnya dalam kehidupan beribadah dan belajar PAK juga melengkapi warga gereja mengambil keputusan yang bertanggungjawab yang sesuai dengan Alkitab. [10]
Dasar Teologi PAK menurut pandangan Kalvinis adalah:[11]
1)                  Kedaulatan Allah
Allah yang wajib dilayani berdaulat atas dirinya dan semua pembicaraan manusia tentang Allah harus bertitik tolak dari sudut bagaimana Allah sendiri ingin diketahuinya. Dalam kedaulatannya Ia menyatakan dirinya sebagai tiga pribadi, Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
2)                     Alkitab sebagai firman Allah
Alkitab adalah firman yang diucapkan demi kemajuan gereja secara rohaniah. Menurut Kalvin isi pokok Alkitab bukan menyatakan diri allah sebagai dia adalah sebenarnya namun sebagai mana dia ada dalam hubungannya dalam orang-orang, dimana firman Allah tidak dibatasi dengan Alkitab saja tetapi melalui perkataan manusia juga dapat dijadikan sebagai firman yang diberitakan pada orang-orang banyak.
3)                     Ajaran tenatang manusia
Ajaran dibahas dari dua sudut :
a.                      Manusia sebagai makhluk yang diciptakan seambar dengan rupa Allah yang kemudian jatuh dengan dampak luas yang tersiratkan di dalamnya.
b.                     Kita diberitahukan oleh Yesus Kristus sebagai manusia sejati harus dapat memenuhi dalam dirinya rancangan ataupun panggilan allah terhadap manusia.


4)                        Ajaran gereja
Gereja merupakan persekutuan kaum yang terpilih dalam Yesus Kristus yang di didik melalu saran kebaktian, yang pada pokonya pemberitaan firman dan sakramen baptisan dan perjamuan kudus, agar kaum percaya itu mengejawantakan pemilihan dlaam tindakan-tindakan kasih demi sesamanya manusia.
5)                Ajaran tenatang hubungan gereja dan Negara
Pengertian Kalvin tentang pokok teologis ini bertitik tolak ada empat praduga utama :
a.                Dia tidak membayangkan Negara yang terbagi menurut isi iman warganya. Demi keamanan Negara semua warga wajib mengakui iman yang sama.
b.               Setiap pemerintah yang dikenalnya terdiri dari warga yang menganggap dirinya pengikut Kristus.
c.                Sungguhpun demikian para pemimpin Negara manusia yang berdosa juga.
d.               Meskipun hubungan antara gereja dan Negara begitu erat, namun para pelayan wajib menentukan isi firman yang diproklamasikan dan siapa yang boleh menerima sakramen. 

2.1.5.   Kateketika di Indonesia
            Sejak serdadu, pedagang dan imam portugis tiba di pulau Ternate pada tahun 1538 untuk pertama kalinya ,maka sejak waktu itu dimulailah sejarah pendidikan agama Kristen di Indonesia. Sesuai dengan perintah yang diberikan kepada panglima ekspedisi portugis oleh rajanya,ia mendirikan sekolah di pantai Ternate sebagai sarana untuk memberitakan Injil. Tidak lama kemudian lagi pelaksanaan pendidikan di sana diambil-alih oleh Ordo Yesuit. Pendidikan yang disediakan ditempat itu sederhana sekali tarafnya. Para murid disuruh menghafalkan Doa Bapa Kami, Sepuluh Hukum dan Pengakuan Iman Rasuli.Disamping itu mereka belajar membaca,menulis,berhitung dan diperkenalkan pada bahasa portugis itu sendiri. Pola serupa diulangi di tempat lain , umpanya di Ambon , Solor dan Flores sampai tahun 1605, tatkala kekuatan Belanda mulai menggantikan kekuasaan Portugis di tanah air.Bila tujuan perusahaan perdagangan Belanda (VOC) di nusantara indonesia dibandingkan dengan yang dianut Portugis, maka tentu saja tujuan VOC lebih mementingkan urusan perdagangan di atas hal-hal agamawi.Namun sebagai anggota gereja Reformasi, mereka pun merasa perlu bertindak bertanggung jawab terhadap keadaan jiwa anak-anak pribumi.Demikianlah mereka meneruskan kebijakan pedogagis yang dipelopori kaum Portugis. Tetapi ada juga tujuan pelengkap .Dengan mendidik anak pribumi bahasa Belanda , kekuasaan atas orang tuanya dapat diperkukuh. Tujuan pelengkap ini tersirat dalam Perintah Umum kepada Gereja pada tahun 1643, yang menentukan tugas yang diberi kepada para guru.Rupanya wakil VOC terlampau sibuk dengan urusan politik , militer dan perdagangan untuk sungguh-sungguh merencanakan hal-hal pedagogis.
Pada masa berakhirnya piagam VOC , pada akhir abad ke 18,pemerintah baru di Belanda mengambil-alih segala urusan di Hindia Belanda. Di antara sekian banyak prakarsa baru yang dibuat pemerintah Belanda,perlu disebutkan disini sikapnya terhadap pendidikan di daerah jajahannya. Agar tidak menyulitkan hubungan dengan para pemeluk agama Islam khususnya,pemerintah tidak lagi memihak pada urusan Kristen di sekolah.Tetapi,gereja dan badan misi atau zending diizinkan mendirikan sekolah swasta .
Hasil dari gerakan injili di Eropa termasuk Belanda,berbagai awam Belanda di Indonesia mendirikan Sekolah Minggu yang cenderung sama sifatnya dengan Sekolah Minggu di Inggris dan Amerika pada zaman yang sama yakni pendiriannya diprakarsai oleh kaum awam ,diluar struktur gereja dan bersifat injili.Pola ini tidak berlaku untuk semua gereja di seluruh Indonesia ,umpamanya di HKBP,di mana tata usaha gereja diadakan secara sinode dan melarang segala kegiatan gerejawi di luar kekuasaan para pemimpin sinode itu sendiri.Jadi kegiatan Sekolah Minggu diatur oleh sinode sendiri. Keadaan serupa dikenal di gereja lain pula,umpamanya di Gereja Kalimantan Evangelis,Gereja Toraja dan Gereja Kristen Sulawesi Tengah. [12]
2.1.6.   Kateketika pada masa zending
Kebiasaan-kebiasaan yang dipakai oleh gereja-gereja di Eropa di bidang katekese, dibawa masuk oleh pendeta-pendeta sending ke Indonesia dan dipakai juga dalam jemaat-jemat di sini. Hal itu nyata dengan jelas dari Ketetapan Sidang Raya Agung, yang diselenggarakan pada tanggal 6 Agustus sampai 20 Oktober 1624 di Betawi. Dalam siding raya  itu ditetapkan, bahwa “ anak-anak Belanda dan anak-anak yang bukan Belanda harus dididik secara Kristen di sekolah-sekolah” dan bahwa “ untuk pengajaran agama selanjutnya anak-anak itu harus mengunjungi pengajaran katekese Gereja”.
Izin untuk membuka dan mengusahakan sekolah baru diberikan, kalau orang yang mau melakukannya telah lulus dari ujian, yang dihadiri oleh wakil-wakil Gereja dan Pemerintahan.
Untuk dapat mengajar guru-guru harus mendatangi dahulu “ pengakuan – iman Gereja-Gereja Belanda”, “Katekismus Heidelberg” dan “dasar-dasar ajaran Sinode Nasional di Dordrecht”. Mereka tidak boleh menyerahkan pekerjaan mereka kepada guru-guru pembantu. Hal itu hanya diizinkan dalam hal-hal darurat, umpamanya kalau jumlah murid terlalu besar, sehingga guru-guru tidak dapat memberikan pengajaran sendiri.
Pada tahun 1776 peraturan sekolah ini diganti dengan suatu Reglemen Sekolah baru. Lanjutan pengajaran agama di sekolah – seperti yang dikatakan di atas – ialah pengajaran katekese yang diberikan oleh pendeta-pendeta di Gereja. Theoritis pekerjaan itu diatur dengan baik dan secara terinci dalam tata gereja-tata gereja. Dan dalam keputusan-keputusan lain dari Majelis Gereja. Tetapi dalam praktik ia sukar dikerjakan, terutama karena kekurangan tenaga pendeta. Di beberapa Jemaat Majelis Gereja berusaha mengatasi kesulitan ini dengan jalan mengangkat tenaga-tenaga pembantu, tetapi secara umum usaha itu juga tidak banyak menolong sama seperti guru-guru sekolah, tenaga-tenaga pembantu ini tidak cukup diperlengkapi, sehingga mereka tidak dapat menunaikan tugas mereka dengan baik. Untuk sekedar menolong pendeta-pendeta dan pembantu-pembantu mereka dalam pekerjaan mereka, diusahakan penterjemahan buku-buku pengajaran katekese yang dipakai dalam Gereja – Gereja di Belenda.[13]

2.1.7.   Kateketika pada masa setelah zending
Situasi katekese dalam Gereja-Gereja kita pada waktu ini berbeda dengan situasi katekese dalam Gereja-Gereja itu pada waktu sending.Perbedaan ini terdapat di berbagai-berbagai bidang.Yang terpenting di antaranya ialah di bidang tenaga pengajar dan buku-buku yang digunakan dalam pengajaran katekese. Tenaga – tenaga pengajar katekese dalam Gereja-Gereja kita pada waktu ini memperoleh pendidikan P.A.K.umumnya lebih baik dipersiapkan daripada tenga-tenaga pengajar katekese pada waktu sending. Mereka diperlengkapi dengan  rupa-rupa pengetahuan yang merka butuhkan untuk pekerja mereka, seperti: pengetahuan tentang pengikut-pengikut pengajaran katekese, pengetahuan tentang dunia mereka, pengetahuan tentang perkembangan mereka,pengetahuan tentang bahan-bahan katekese yang mereka gunakan,pengetahuan tenatang methode pengajaran,pengetahuan tentang alat-alat pembantu untuk katekese, dan lain-lain. Juga buku-buku yang digunakan dalam pengajaran katekese tidak sama dengan buku-buku yang digunakan pada waktu sending.Benar,ada Gereja yang masih tetap menggunakan buku-buku katekese yang dipakai pada waktu sending seperti:Katekismus Heidelberg, Katekismus Kecil dari Luther ,dan lain-lain, tetapi umumnya Gereja-Gereja kita pada waktu ini menggunakan buku-buku atau bahan-bahan lain.[14]

III.             Kesimpulan
Dari pemaparan tema diatas dapat dengan jelas kita pahami bersama bahwa didalam perubahan – perubahan didalam katekisasi banyak dipengaruhi dari berbagai faktor dan aspek-aspek yang berasal dari dalam dan luar Gereja. Titik besar perubahan yang terjadi pada katekese, yaitu pada awal reformasi. Dimana perubahan yang besar terjadi di dalam tubuh gereja. Namun dibalik itu semua, pengajaran-pengajaran katekese tentunya tidak hilang, namun banyak mengalami penambahan maupun pengurangan. Walaupun demikian ajaran pokok-pokok kristus tetap ada sampai saat ini.




IV.             Daftar Pustaka
Riemer.G, Ajarlah mereka. Jakarta: LITINDO, 1998
Aritonang,Jan S, Berbagai Aliran didalam dan disekitar Gereja, Jakarta:BPK-GM,1995
Brotosudarmo,R.M.Drie S, Pendidikan Agama Kristen Untuk Perguruan Tinggi, Yogyakarta:ANDI,2008
Boelke,Robert.R, Sejarah Perkembangan Pikiran dan praktek PAK, Jakarta: BPK-GM,2013
        Boelke,Robert.R, Sejarah Perkembangan Pikiran dan praktek PAK, Jakarta: BPK-GM,2003       
        Stepanus, Daniel,sejarah PAK, Bandung: BMI,2009
      Abineno,J.L,CH,SEKITAR KATEKESE GEREJAWI PEDOMAN GURU, Jakarta : BPK-GM,2005

                                                   


[1]  G.Riemer, Ajarlah mereka. (Jakarta: LITINDO, 1998)114
[2]  G.Riemer, Ajarlah mereka. (Jakarta: LITINDO, 1998),116
[3]  Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran didalam dan disekitar Gereja, (Jakarta:BPK-GM,1995),24-25
[4]  R.M.Drie S. Brotosudarmo, Pendidikan Agama Kristen Untuk Perguruan Tinggi, (Yogyakarta:ANDI,2008),62
[5]  Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran didalam dan disekitar Gereja, (Jakarta:BPK-GM,1995),26
[6]  Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran didalam dan disekitar Gereja, (Jakarta:BPK-GM,1995),26
[7]  Daniel,Stepanus,sejarah PAK, (Bandung: BMI,2009),73-74
[8]  Robert.R.Boelke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan praktek PAK, (Jakarta: BPK-GM,2013),326
[9]  Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran didalam dan disekitar Gereja, (Jakarta:BPK-GM,1995),63-65
[10]  Daniel,Stepanus,sejarah PAK, (Bandung: BMI,2009),78-79
[11]  Robert.R.Boelke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan praktek PAK, (Jakarta: BPK-GM,2013),384-407
[12]  Robert.R.Boelke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan praktek PAK, (Jakarta: BPK-GM,2003),767-769
[13] J.L.CH.Abineno,SEKITAR KATEKESE GEREJAWI PEDOMAN GURU, (Jakarta : BPK-GM,2005), 47-  52
[14] J.L.CH.Abineno,SEKITAR KATEKESE GEREJAWI PEDOMAN GURU, (Jakarta : BPK-GM,2005), 54-55

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

1 Reviews:

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim