-->

sosial media

Wednesday, 1 March 2017

Kitab Ayub




Kitab Ayub
I.                   Pendahuluan
Kitab ayub merupakan salah satu kitab hikmat yang menceritrakan tentang seorang hamba yang saleh dan setia bernama Ayub, yang dalam kesetiannya Tuhan menguji kesetian Ayub. Walaupun ayub kehilangan segala harta, istri, bahkan sahabat-sahabatnya telah hilang, serta penyakit yang dia derita, ia tetap setia kepada Tuhan. Karena kesetian dan kecintaannya kepada Tuhan bahkan tak ada kata yang dapat mengungkapkannya, Tuhan pun memulihkannya dan menambahkan seluruh hartanya.

II.  Pembahasan
2.1.            Pengertian Kitab Ayub
Kitab Ayub merupakan kitab hikmat yang terbesar di dalam Perjanjian Lama, yang ditulis sebagian besar dengan puisi.[1] Kitab Ayub adalah sebuah cerita yang mengisahkan seseorang yang kehilangan ayah sebagai pegangan hidup.[2]Nama Ayub (Ibr. Iyyov), yang di tafsir oleh Albright sebagai “Di mana Bapa(ku)?”, yang terdapat dalam surat Amarna (kira-kira 1350 sM) dan dalam naskah-naskah kutukan dari Mesir (kira-kira 2000 sM)[3].

2.2.            Latar Belakang Kitab Ayub
Walaupun memastikan latar belakang sejarah tidaklah mungkin selain tidak relevan, adalah perlu untuk membicarakan latar belakang sastra sebuah kitab seperti kitab ayub. Kitab ini berisi aneka ragam gaya sastra, termasuk dialog (ps. 4-27); percakapan diri (lihat ps. 3), wacana, (misalnya, ps. 29-41), narasi (ps. 1-2), dan nyanyian pujian (ps. 28).[4]
Kitab Ayub tergolong sebagai salah satu kitab hikmat dan syair dalam PL: “Hikmat” karena membahas secara mendalam soal-soal universal yang penting dari umat manusia; “Syair” karena hampir seluruh kitab ini berbentuk syair. Akan tetapi, semua syair ini berdasarkan seorang tokoh sejarah yang nyata (lih. Yeh 14:14,20) dan suatu peristiwa sejarah yang nyata (lih. Yak 5:11). Tempat terjadinya peristiwa dalam kitab ini ialah “tanah Us” (1:1) yang kemudian menjadi wilayah Edom, terletak di bagian tenggara Laut Mati atau di sebelah utara Arabia (bd. Rat 4:21); jadi latar belakang sejarah Ayub bersifat Arab dan bukan Ibrani.[5]
Kitab Ayub termasuk sastra Hokma (Hikmat), karena itu kitab ini tidak mempunyai hubungan dengan sejarah-sejarah Israel. Raja-raja Israel dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah Israel tidak disebutkan di sini. Bahkan kitab Ayub pada mulanya bukanlah sebuah kitab dari Israel, melainkan  kitab ini berasal dari Endom, seban bahasa yang dipakai di dalam kitab ini dipengaruhi oleh bahasa Semitis selatan. Juga terasa pengaruh bahasa Arab dan Aram di dalamnya. Justru kitab ini di pengaruhi pula oleh bahas Aram, jadi kitab ini berasal dari masa sesudah masa pembuangan di Babylon.[6]

2.3.            Waktu dan Penulisan Kitab Ayub
Baik para rabi dahulu maupun para ahli modern tidak sepakat mengenai waktu penulisan kitab ayub. Ada tada-tanda bagian pendahuluan (Ayb 1-2) dan bagian penutup (Ayb 42:7-17) berasal dari zaman kuno.
Pada umumnya para ahli menganggap bagian-bagian puisi kitab Ayub (3:1-42:6) berasal dari waktu yang lebih kemudian. Kemiripan kitab Ayub dengan kitab Yeremia (bnd. Ayb 3:3-26) dengan (Yer 20:14-18), walupun biasanya kitab Ayub diduga di selesaikan pada masa pembuangan atau sesudahnya, namun tidak ada alasan yang kuat untuk berpendapat demikian. Kitab ini mempermasalahkan penderitaan pribadi, bukan penderitaan suatu bangsa, yaitu mengenai kebebasan Allah mengizinkan orang tidak bersalah mengalami penderitaan, dan kerelaan untuk menerimanya tanpa kehilangan iman. Dalam kitab Ayub hikmat tradisional, tetapi itu tidak tentu berarti kitab tersebut disusun setelah kitab Amsal, masalah-masalah yang di hadapi Ayub tentu sudah biasa, lama sebelum penyusunan akhir kitab Amsal. Angaknya masuk akal bahwa kitab Ayub diselesaikan antara tahun 700 dan 600 sM.[7]
Ada tiga pandangan utama mengenai tanggal kitab ini ditulis. Kitab ini mungkin disusun (1) selama zaman para leluhur (sekitar 2000 SM) tidak lama sesudah semua peristiwa ini terjadi dan mungkin di tulis oleh Ayub sendiri; (2)selama zaman Salomo atau tidak lama sesudah itu (sekitar 950-900 SM), karena bentuk sastra dan penulisannya mirip dengan kitab-kitab sastra hikmat masa itu; atau (3) selama masa pembuangan (sekitar 586-538 SM), penulisan yang tidak di kenal, jikalau bukan ayub, yang dipakai di  bawa dorongan dan ilham ilahi untuk menulis kitab ini sebagai mana adanya sekarang.[8]

2.4.            Tujuan Penulisan
Tujuan kitab Ayub adalah untuk menyelidiki keadilan perilaku Allh terhadap orang benar. Penyelidikan ini mengusut dua pokok utama. Pertama, iblis secara tidak langsung menyatakan dalam pasal 1:9-11 bahwa keajaiban Allah dalam memberkati orang benar justru menghalangi perkembangan kebenaran yang sejati. Berkat menyebabkan orang-orang mau hidup benar karena keuntungan yang akan mereka peroleh. In]blis mengatakan bahwa pernyataan dapat di buktikan dengan cara-cara menghentikan berkat-berkat Ayub. Iblis beranggapan bahwa tidak ada orang yang mau hidup benar tanpa pamrih, dan hal itu tidak mungkin ada dalm system yang di jalankan Allah. Dalam kasus ini, kebijaksanaan Allah yang di uji, bukan Ayub. Kedua, Ayub bertanya-tanya bagaimana mungkin Allah dapat membiarkan orang benar menderita. Sekali lagi kebijaksanaan Allah di uji.
Pesan yang disampaikan kitab ini sehubungan dengan masalah setan ialah bahwa kebiasaan Allah untuk memberkati orang benar tidaklah menghalangi pengembangan kebenaran yang sejati. Berkenan dengan situasi Ayub, pesannya adalah bahwa Allah tidak berkewajian untuk memastikan bahwa orang benar menerima berkat dan hanya berkat. Dalam kedua hal ini keadilan Allah tersimpul dalam hikmat-Nya.[9]
Perkataan lain yang dimaksud dengan hikat adalah refleksi terhadap pengalaman hidup manusia yang berusaha memberikan jawaban terhadap berbagai masalah kehidupan manusia yang Eksistensial. Kitab Ayub adalah salah satu kitab yang memberikan pemahaman tentang makna kehidupan berdasarkan kenyataan hidup manusia itu sendiri. Kitab Ayub yang sangat menekankan transendensi Allah yang telah membuat manusia menderita yang tidak tertahan. Manusia tersebut tidak dapat memahami maksud dari hikamat Allah.[10]

2.5.             Struktur Kitab Ayub
Terdapat lima bagian tertentu di dalam struktu kitab Ayub:
(1)   Prolog (ps. 1-2) yang melukiskan musibah Ayub dan penyebabnya
(2)   Tiga rangkaian dialog di antara Ayub dan ketiga orang temannya, ketika mereka mencari jawaban-jawaban yang masuk akal untuk penderitaan Ayub (ps. 3-31)
(3)   Empat monolog oleh Elihu, seorang yang lebih mudah dari pada Ayub dan ketiga temannya, yang berisi sekilas pengertian mengenai makna (sekalipun belum mengenai penyebab) penderitaan Ayub (ps. 32-37)
(4)   Allah sendiri, yang menegur ketidaktahuan dan keluhan Ayub serta mendengar tanggapan Ayub atas pernyataan-Nya (ps.38:1-42:6)
(5)   Epilog (42:7-17) yang mencatat pemulihan Ayub. Kitab Ayub seluruhnya ditulis dalam bentuk syair, kecuali tiga bagian.[11]

2.6.            Tema-Tema Teologis
a.             Kebebasan Allah
Seperti halnya dengan seluruh Alkitab, pengarang kitab ayub menggambarkan Allah yang tidak terikat pada rancangan manusia atau pada pengertian manusia tentang dirinya. Apa yang ia lakukan muncul dengan bebas dari kehendak-Nya dan sifatnya sendiri, tanpa pedoman yang harus disesuaikannya. Selain itu nyata pula, manusia hanya dapat menemukan kebebasan jika mereka mengenal kebebasan Allah.

b.             Pencobaan oleh Iblis
Dari satu segi peranan iblis dalam kitab Ayub mengulangi perannya dalam bagian lain dari Alkitab. Strategi iblis bukanlah untuk menggoda ayub melakukan dosa-dosa tertentu. Seperti perzinahan, kecurangan, kekejaman,atau sebagainya. Melainkan mencobainya ke arah dosa untuk meninggalkan Allah.

c.             Kekuatan untuk Menderita
Tidak setiap orang harus tahan terhadap penderitaan seperti yang dialami Ayub, namun penderitaan yang terus berlangsung merupakan beban setiap manusia. Tentu salah satu tujuan kitab Ayub adalah untuk menolong kita agar dapat menahan penderitaan itu. Kitab Ayub juga mengajarkan tentang pentingnya persahabatan dalam penderitaan.[12]
                         
2.7.            Ciri-ciri Kitab Ayub
Tujuh ciri-ciri utama kitab Ayub :
1.      Ayub, penduduk Arab utara, seorang bukan israel yang benar dan takut akan Allah, mungkin telah hidup sebelum keluarga perjanjian israel ada.
2.      Kitab ini menyajikan pembahasan terdalam yang pernah ditulis mengenai rahasia penderitaan. Sebagai puisi dramatik, drama dalam kitab ini berisi rasa kesedihan yang mengharukan dan dialog intelektual yang menggugah perasaan.
3.      Kitab ini menyingkapkan suatu dinamika penting yang beroprasi dalam setiap ujian berat yang di alami orang saleh.
4.      Kitab ini memberikan sumbangan tak ternilai kepada seluruh pernyataan alkitabiah tentang pokok-pokok penting seperti Allah, umat manusia, penciptaan, iblis, dosa, kebenaran, penderitaan, keadilan, pertobatan, dan iman.
5.      Kitab ini mencatat penilaian teologi yang salah tentang penderitaan Ayub oleh teman-temannya.
6.      Peranan iblis sebagai penuduh orang benar ditunjukan dengan lebih jelas.
7.      Secara dramatis kitab Ayub mempertunjukkan prinsip alkitabiah bahwa orang percaya diubah oleh pernyataan dan bukan informasi.[13]

2.8.            Refleksi Teologis
Refleksi teologis yang kami kutip dari Ayub 34 : 16-17 “ Jikalau engkau berakal budi, dengarkanlah ini, pasanglah telinga kepada apa yang kuucapkan. Dapatkah pembenci keadilan memegang kekuasaan, dan apakah engkau mau mempersalahkan Dia yang adil dan perkasa”. Kerap sekali dalam hidup kita, saat cobaan dan masalah yang kita hadapi baik dalam keluarga maupun perkuliahan kita langsung mempersalahkan Tuhan dengan seenak hati kita, bahkan kita langsung menghakimi Tuhan sendiri dengan perkataan-perkataan yang kasar atas apa yang telah Ia lakukan kepada kita, seketika kita lupa bahwa sesungguhnya Ia Tuhan yesus kita adalah Maha Adil dan dia tidak pernah berlaku curang terhadap kita anak-Nya.

III.             Kesimpulan

Dalam segala aspek, pesan mendasar dari kitab Ayub adalah hikmat yang berkaitan dengan pertanyaan seperti bagaimana keterlibatan Allah di dalam penderitaan yang dialami manusia. Di dalam setiap generasi, protes bermunculan dan menyatakan bahwa jika Allah itu baik, seharusnya tidak ada penderitaan, penyakit, maupun kematian di dunia ini. Bersama dengan protes yang menentang hal-hal buruk yang terjadi di dalam kehidupan orang baik, ada juga beberapa usaha untuk menciptakan rumusan dari penderitaan, dengan mengasumsikan bahwa porsi penderitaan seseorang terkait dengan rasa bersalah yang mereka miliki, juga dosa yang sudah mereka lakukan.Apa yang berharga dari pelajaran ini adalah bahwa Allah tidak pernah secara langsung menjawab pertanyaan-pertanyaan Ayub. Allah tidak mengatakan, "Ayub, alasan kamu mengalami penderitaan adalah ini dan itu." Sebaliknya, apa yang Allah lakukan di tengah misteri penderitaan yang hebat itu adalah dengan menjawab Ayub dengan Diri-Nya sendiri. Ini adalah hikmat yang menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan penderitaan manusia bukan jawaban mengenai kenapa saya harus menderita dengan cara, situasi, dan waktu tertentu, namun di manakah (kepada Siapakah) pengharapan saya berlabuh di tengah penderitaan itu.

IV.             Daftar Pustaka

David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama, Jakarta : BPK GM,2008
Agus Jetron Saragih, Kitab Ilahi Pengantar Kitab-Kitab Perjanjian Lama, Medan : Bina Media Perintis,2016
W.S lasor, Pengantar Perjanjian Lama II,Jakarta : BPK GM,2012
Andrew  E Hill & John H Walton, Survei Perjanjian Lama, Malang : Penerbit Gandum Mas,2013
Tnp, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Malang : Gandum Mas dan LAI,2008
J.Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, Jakarta : Gunung Mulia,2005
Bamabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2, Bandung : Bina Media Informasi,2009



[1] David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama, (Jakarta : BPK GM,2008), 91
[2] Agus Jetron Saragih, Kitab Ilahi Pengantar Kitab-Kitab Perjanjian Lama, (Medan : Bina Media Perintis,2016), 143
[3] W.S lasor dkk, Pengantar Perjanjian Lama II, (Jakarta : BPK GM,2012), 107
[4] Andrew  E Hill & John H Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang : Penerbit Gandum Mas,2013), 427
[5] Tnp, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang : Gandum Mas dan LAI,2008),754
[6] J.Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, (Jakarta : Gunung Mulia,2005),150
[7] W.S Lasor dkk, Pengantar Perjanjian Lama II, (Jakarta : BPK GM,2012), 108-109
[8]T np, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang : Gandum Mas dan LAI,2008),755
[9] Andrew  E Hill & John H Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang : Penerbit Gandum Mas,2013), 433
[10] Bamabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2, (Bandung : Bina Media Informasi,2009), 202
[11] Tnp, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang : Gandum Mas dan LAI,2008),755
[12] W.S lasor dkk, Pengantar Perjanjian Lama II, (Jakarta : BPK GM,2012), 139-142
[13] Tnp, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, (Malang : Gandum Mas dan LAI,2008),756

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim