-->

sosial media

Friday, 3 March 2017

ETIKA DAN KULTUS AGAMA HINDU



ETIKA DAN KULTUS AGAMA HINDU
I.                   Pendahuluan
           Dalam kehidupan bermasyarakat seseorang tidak terlepas dari perbuatan yang baik maupun buruk. Maka untuk menuntun agar seseorang berprilaku baik terhadap sesama diperlukan adanya pedoman atau petunjuk, dalam hal ini yaitu Etika Agama. Etika merupakan suatu hal yang sangat penting sebagai acuan dalam berprilaku. Baiknya suatu masyarakat atau individu dapat dilihat dari bagaimana dia menempatkan suatu pada tempatnya, dan bagaimana dia berprilaku. Etika merupakan rasa cinta kasih, rasa kasih sayang, dimana seseorang yang menjalani dan melaksanakan etika itu karena dia mencintai dirinya sendiri dan menghargai orang lain, untuk mengetahui lebih lanjut kami para penyaji akan memaparkan tentang Etika dan Kultus menurut ajaran Agama Hindu semoga dengan memaparkan sajian ini kita dapat menabah wawasan  dan pengetahuan kita masing-masing tentang Agama Hindu.
II.                Pendalaman
2.1.Pengertian Etika Secara Umum
      Menurut KBBI Etika adalah ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan yang buruk, serta tentang hak dan kewajiban moral, atau nilai yang benar dan yang salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Istilah “etika” pun berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos, dalam bentuk tunggal mempunyai arti; sikap, perasaan dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak artinya adalah adat istiadat, dan dapat disimpulkan etika berarti; ilmu  tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. [1]
2.2.Pengertian  Etika dalam Agama Hindu
Etika dalam Agama Hindu adalah suatu kewajiban ataupun pedoman yang harus dilakukan bagi penganut Agama Hindu untuk menentukan tingkah lakunya dan dijadikan sebagai titik tolak berpikir dan bertindak, suatu pola kepercayaan yang didasarkan dari sebuah kitab yang dimilikinya, yaitu Kitab Weda. Dalam ruang lingkup kehidupan bersama, ini terjadi karena adanya moral yang bertindak dalam hidup Agama Hindu. Sehingga dalam Agama Hindu terdapat dua tingkah laku, yaitu tingkah laku yang baik dan tingkah laku yang buruk.[2] Pada dasar nya Etika merupakan rasa cinta kasih, rasa kasih sayang, dimana seseorang yang menjalani dan melaksanakan Etika itu karena dia mencintai dirinya sendiri dan menghargai orang lain.[3] Dapat diartikan juga, etika itu menurut ajaran Hindu adalah suatu peraturan hidup ataupun dasar yang menentukan hal yang baik berdasarkan dari segala yang diyakini oleh tradisi dan kebiasaan-kebiasaan.[4] Kebiasaan tersebut ialah suatu kewajiban yang ditetapkan oleh susunan kasta bagi orang Hindu supaya dilakukan. Konsep Etika dalam Agama Hindu  berkaitan dengan tata tertib kosmis yaitu sebuah tata tertib kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat. Etika dalam Agama Hindu juga berkaitan dengan hal magis, seperti hal nya peresmian pemberian nama kepada seorang anak, bisanya yang diumumkan kepada setiap orang ialah nama yang biasa, sedangkan nama rahasianya tidak diumumkan, sebab apabila diketahui setiap orang maka seorang musuh perseorangan dapat menyalah gunakannya dalam perbuatan sihir. Contoh lainnya mengenai hal janji, dimana bagi mereka harus menjaga kata-katanya ataupun yang dijanjikannya,maka kalau tidak demikian akan terjadi kecelakaan-kecelakaan.[5]
2.2.1.      Etika dalam Agama Hindu
Etika dalam Agama Hindu pada dasarnya mengerjakan aturan tingkah laku yang baik dan mulia. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan seluruh umat hidup dapat menjalani serta memahami secara baik dan benar. Kerangka dasar Etika dalam Agama Hindu antara lain:
A.    Tri Kaya Parisuda
Tri Kaya Parisuda berasal dari kata Tri artinya tiga, Kaya berarti tingkah laku dan Parisuda artinya mulia  dan bersih. Tri Kaya Parisuda dengan demikian berarti tingkah laku yang mulia(baik). Adapun tiga tingkah laku yang yang dimaksud adalah:
1.      Manacika (berpikir yang baik dan suci). Seseorang yang dapat dikatakan manicika apabila dia; tidak menginginkan sesuatu yang tidak halal, tidak berpikir buruk terhadap sesama manusia atau makhluk lainnya, yakin dan percaya terhadap hukum karma.
2.      Wacika (berkata yang baik dan benar). Seseorang dapat dikatakan sebagai wacika, apabila dia; tidak mencaci maki orang lain, tidak berkata-kata yang kasar kepada orang lain, tidak memfitnah atau mengadu domba, tidak ingkar janji.
3.      Kayika (berbuat yang baik dan jujur). Seseorang dapat dikatakan kayika, apabila dia; tidak menyiksa, menyakiti atau membunuh, tidak berbuat curang, mencuri atau merampok, tidak berzinah[6]
B.     Kasta
            Kasta adalah pengalaman universal semua orang Hindu. Kasta merupakan nilai inti dalam cara pandang Hindu. Kasta-kasta tersebut dikenal dengan Varna yang berarti Warna. Jumlah Varna ada 4:
1.Brahmana,yaitu kasta yang tertinggi terdiri dari Pendeta dan Ulama (warna putih).
2.Ksatria, terdiri dari Perwira, Tentara dan Pegawai Negeri (warna merah).
3.Waisya, terdiri dari kaum buruh,tani dan saudagar (warna kuning)
4.Sudra, yaitu hamba sahaya dan orang-orang hina.
5.paria, yaitu golongan gelandangan/ orang hina (warna tanah)[7]
Susunan kasta tersebut didalamnya memuat hal-hal yang berkenan dengan:
a.       Peraturan-peraturan untuk perkawinan yang sah.
b.      Peraturan-peraturan untuk menjalankan pekerjaan atau jabatan.
c.       Peraturan-peraturan untuk hak mengadakan makan bersama.
d.      Upacara memberi penghormatan.
e.       Peraturan perhubungan untuk perniagaan barang-barang tertentu.
f.       Peraturan untuk para Hakim yang dipilih oleh tiap-tiap kasta[8]
                  C.  Catur Paramitha
Catur Paramitha dalam Agama Hindu yaitu pada hakekatnya hanya dari adanya pikiran yang benar akan menimbulkan perkataan yang benar sehingga mewujudkan perbuatan yang benar juga. Dengan ungkapan lain adalah satunya pikiran, satunya perkataan, dan satunya perbuatan dalam Catur Paramitha. Hal ini adalah tuntutan susila yang membawa manusia kearah kemuliaan.
Catur Paramitha adalah empat bentuk budi luhur, yaitu:
1.      Maitri yang artinya lemah lembut, yang merupakan bagian budi luhur yang berusaha untuk kebahagiaan    segala makhluk.
2.      Karuna adalah belas kasihan atau kasih sayang, yang merupakan bagian dari budi luhur, yang menghendaki terhapusnya penderitaan segala makhluk.
3.      Mudita artinya sifat dan sikap menyenangkan orang lain.
4.      Upeksa artinya sifat dan sikap suka menghargai orang lain[9]
                  2.3  Pengertian Kultus dalam Agama Hindu
     Kultus adalah totalitas praktik dan ketaatan keagamaan yang bersifat eksternal. Kultus merupakan pola adat ritual yang berkaitan dengan benda tertentu, yang berada dalam suatu cakupan khusus. Ritualnya biasanya meliputi doa, kurban, persembahan nazar, kompetisi, monumen,dll.[10] Ritual-ritual tersebut disebut sebagai ritual keagamaan Vedis dan Agamis. Ritual Vedis pada pokoknya meliputi kurban-kurban untuk sebagai upacara persembahan kepada para dewa. Ritual Vedis bertujuan untuk mengangkat dan memperkuat prosedur-prosedur sekular yang berkaitan. namun lebih dari itu, ritual ini menetapkan suatu hubungan antara dunia ilahi dan dunia manusia. Ritual Agamis memusatkan perhatian kepada penyembahan pujaan-pujaan, pelaksanaan puasa serta pesta-pesta yang termasuk bagian dalam Agama Hindu.[11] Kultus Agama Hindu sering kali kita dikejutkan oleh upacara-upacara yang menurut pendapat kita sangat cemar. Maka haruslah selalu kita ingat, bahwa Agama Hindu adalah suatu Agama naturalistis, yakni Agama yang berdasarkan Alam, dan oleh karena itu tidaklah mengherankan, jika segala kecondongan hati dan nafsu manusia itu mencari jalan keluar di dalam kultus. Suatu contoh tentang hal ini ialah umpamanya pemujaan Lingga atau phallus, yakni Phallus Shiwa.[12]
      Bentuk khas dari praktik keagamaan Hindu adalah cara penyembahan yang disebut Puja. Dalam suatu rangkaian ritual, modelnya sebagian didasarkan pada kitab Veda, patung-patung diminyaki, diberi pakaian, dihiasi dan diberi wangi-wangian. Dari antara semua upacara keagamaan Hindu,Puja adalah satu-satunya yang paling sering dilakukan dalam segala perayaan. Setiap Brahmana harus mempersembahkan sekurang-kurangnya sekali sehari untuk dewa pilihan. Sebelum menghaturkan persembahan ini, para pemuja merecikkan sedikit air ke atasnya dan meniarapkan diri dihadapan sang dewata[13]
     2.4 kultus dalam Agama Hindu
           2.4.1 Pembakaran Mayat
           Pembakaran mayat bagi golongan Brahmana dan Ksatria dilakukan secepat mungkin. akan tetapi rakyat biasanya menunggu hingga ada orang dari golongan atas yang mengadakan pembakaran, untuk menghemat biaya. Upacara pembakaran mayat terdiri dua bagian.
A.    Persiapan
Persiapan terdiri dari pembuatan alat-alat pembakaran, sesajen yang diperlukan,memasak,dan sebagainya.Alat-alat yang digunakan  untuk pembakaran mayat terdiri dari:
1.      Bade untuk golongan Triuwangsa (kasta yang bukan sudra) dan Wadah untuk para sudra, yaitu                                               tempat jenajah  diangkut ketempat pembakaran. Bade terdiri dari 3 bagian, yaitu: Tumpang, kerancangan, dan dasar.
Yang dimaksud Tumpang adalah atap bade yang tersusun. Kerancang adalah bagian tengah bade, tempat jenajah diletakkan dalam perjalanannya menuju tempat pembakaran, dan Dasar adalah alas tempat kerancangan diletakkan, yang terbuat dari bambu.
2.      Tangga Kehormatan, dibuat dari bambu untuk menaikkan jenajah ke kerancangan serta untuk         menurunkan  lagi ketempat pembakaran.
3.      Petulungan, yaitu peti jenajah, tempat tulang-tulang jenajah yang dibakar.
B.     Pembakaran Mayat dilakukan
                 Sebelum pembakaran dilakukan diadakan perayaan pembakaran mayat dengan pawai mengelilingi desa, bersama-sama seluruh keluarga dan orang banyak. Setelah menjelang tengah hari jenajah dibawa ketempat pembakaran(sema). Setelah jenajah dinaikkan kebade lalu diberangkatkan, di perjalanan jenajah tidak langsung ketempat pembakaran, tetapi membelok berputar melalui jalan yang lebih jauh, maksudnya untuk membelokkan perhatian roh-roh jahat. Ditempat pembakaran pun dilakukan juga pawai dengan cara mengelilingi tempat pembakaran sebanyak tiga kali, wadah dan bade diturunkan, jenajah dipindahkan ketempat pembakaran. Sesudah diperciki air suci, diucapkan mantra-mantra, serta sesajen ditimbun disekitar pembakaran, lalu jenajah dibakar, disertai dengan pengucapan mantra-mantra suci. Setelah selesai pembakaran abu jenajah dikumpulkan dan ditaburkan di sungai atau dilaut.demikianlah bentuk upacara pembakaran mayat bagi umat Hindu[14].   
2.5 Etika dan Kultus dalam Agama Hindu
 Etika dan Kultus Agama Hindu merumuskan tujuan-tujuan terakahir dari pada usaha manusia didalam pengertian-pengertian berikut ini:
1.      Artha: guna;
2.      Kama: Kenikmatan
3.      Dharma: Jasa keagamaan, yang pada suatu waktu akan dialami orang sebagai kebahagiaan di Surga.
4.      Moksha: Kelepasan dari setiap bentuk kejadian, pada bentuk segala yang ada di sepanjang masa berlaku sebagai sumber kesengsaraan.
      Pada perumusan semacam itu dari pada tujuan usaha segala manusia, tidak dapat diharapkan adanya moral yang keras. Tetapi moral tetap bertindak memerintah didalam hidup.yang disebut baik ialah segala yang diakui oleh tradisi dan adat kebiasaan. Ada pun yang disebut amat baik ialah jalan yang sempit, yakni kewajiban yang ditetapkan oleh susunan kasta bagi orang Hindu supaya dilakukan. Seperti juga dibagian-bagian lain didunia, dimana orang memikirkan tentang pertanyaan: Apakah yang baik dan yang buruk?, begitu pula lah dalam ajaran Hindu terdapat larangan-larangan umum, yakni larangan membunuh, mencuri dan bercerai dalam perkawinan. Tetapi yang sangat aneh ialah caranya orang Hindu membagi-bagi pelanggaran tersebut menjadi pelanggaran besar dan pelanggaran kurang besar. Sehingga pembunuhan atau pencurian, dimana seorang Brahmana menjadi korban, dianggap sebagai pelanggaran yang lebih besar dari pada jika seseorang warga dari kasta yang lebih rendah terbunuh atau kecurian[15]
III.             Kesimpulan
Etika adalah sebuah norma agama yang dijadikan titik tolak berpikir dan bertindak. dan menurut ajaran Hindu etika itu merupakan ajaran atau perbuatan yang baik dan yang buruk, yang dimana menurut agama Hindu itu sendiri adalah segala yang diakui oleh tradisi dan adat adat kebiasaan. Etika ini dilakukan agama Hindu supaya mereka mencapai keselamatan atau moksha. Keselamatan itu dapat dicapai apabila orang Hindu melakukan ritual-ritual yang ada pada ajaran mereka, seperti ritual Vedis dan Agamis dan juga kultus-kultus lainnya yang wajib yang dilakukan oleh umat Hindu. Etika yang bersamaan dengan Agama Hindu adalah semakin ingin mendapatkan keselamatan maka dituntut untuk menolong orang lain. Dan apabila semasa hidup melakukan perbuatan yang melanggar etika dalam ajaran Hindu maka pada reinkarnasi selanjutnya mungkin akan menjadi berubah sesuai dengan karma yang didapatkan, yaitu ketika melakukan perbuatan yang buruk semasa hidup, maka akan direinkarnasi kembali sesuai pebuatan yang dilakukan.
IV.             Refleksi Teologis
           Etika dalam Agama Kristen adalah tatanan kehidupan yang bersumber kepada Firman Tuhan (Alkitab), etika kristen yang mengatur praktek hidup manusia yang berkaitan dengan kasihnya kepada Allah, yang sebenarnya merupakan dasar bersusila terhadap sesama manusia. Etika kristen bukan saja dibutuhkan oleh umat manusia untuk memperbaiki budi pekertinya atau karakter dan tingkah lakunya ditengah-tengah sesamanya, tetapi etika kristen sangat dikehendaki dan ditetapkan oleh Allah sendiri demi keselamatan umat manusia. Oleh karena itu kita umat manusia harus sungguh-sungguh ber etika kepada sesama terutama kepada Allah, supaya pedoman hidup kita berjalan dengan baik. Seperti yang tertulis di Galatia 6:7b “karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya”.
Didalam Agama kristen Kultus dipandang sebagai sekumpulan agama yang menyangkal satu atau lebih kebenaran Alkitabiah yang asas, hal ini dapat mengakibatkan seseorang belum diselamatkan.




[1] K.Bertens, Etika, ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), 4
[2] Harun Hadiwijono, Agama Hindu-Budha, ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989),22
[3] Gede Puja, Agama Hindu, ( Jakarta: Mayasari, 1984), 28
[4] Honig.A.G. J.r. Ilmu Agama, ( jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 124
[5] Honig.A.G. J.r. Ilmu Agama, 145-146
[6] K.M.Suhardana Pengantar Etika dan Moralitas Hindu, (Surabaya: Paramita, 2006), 28
[7] David w. Sahenk, Ilah-ilah Global (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 97-98
[8] Toni Tedjo, Mengenal Agama Hindu,Budha,Kong Hu Cu, (Bandung: Pionir Jaya, 2011), 38
[9] http://id. Wikepedia org/ Etika dan Moralitas Agama Hindu, diakses 20 februari 2017
[10] http://id. Wikipedia org/wiki/Kultus/Agama Hindu, diakses 23 februari 2017
[11] Mariasusai Dhavamony, Fenomenalogi Agama, (Yokyakarta: Kanasius, 1995),  172
[12] A.G.Honig Jr. Ilmu Agama, 147
[13] Mariasusai Dhavamony, Fenomenalogi Agama, 173
[14] Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Budha, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 164
[15] A.G.Honig Jr. Ilmu Agama, 145-146.

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim