-->

sosial media

Friday, 3 March 2017

Sejarah/Cerita tentang kampung Riau



Sejarah/Cerita tentang kampung Riau

Hasil kajian Hasan Junus, seorang peneliti naskah Melayu di Riau mencatat paling kurang ada 3 kemungkinan asal nama Riau. Pertama troponomi Riau berasal dari penamaan orang portugis dengan kata Rio yang berarti sungai. Kedua mungkin berasal dari tokoh sinbad Al-bahar dalam kitab Alfu Laila Wa laila (seribu satu malam) yang menyebut Riahi,yang berarti air atau laut. Yang ke dua ini pernah di kemukakan oleh Oemar amin Husin. Seorang tokoh masyarakat dan pengarang Riau dalam salah satu pidatonya mengenai terbentuknya provinsi Riau. Yang ketiga berasal dari penuturan masyarakat setempat. Di angkat dari kata Rioh atau Riuh, yang berarti ramai, Hiruk pikuk orang bekerja. Nama Riau yang berasal dari penuturan orang melayu setempat, kabarnya ada hubungannya dengan peristiwa didirikannnya negeri baru di sungai Carang, Untuk dijadikannya pusat Kerajaan. Hulu sungai inilah yang kemudian bernama Ulu Riau. Adapun peristiwa itu kira-kira mempunyai teks sebagai berikut:
Tatkala perahu-perahu dagang yang semula pergi ke makam Tuhid (ibu kota kerajaan johor) di perintahkan membawa barang dagangannya ke sungai Carang di pulau Bintan (suatu tempat Sedang didirikan negeri baru) di muara sungai itu mereka kehilangan arah. Bila ditanyakan kepada awak-awak perahu yang hilir, “dimana tempat orang-orang raja mendirikan negeri” mendapat jawaban “Di sana di tempat yang rioh”, Sambil mengisaratkan ke hulu sungai menjelang sampai ketempat yang di maksud jika di tanya ke mana maksud mereka, selalu mereka jawab “mau ke rioh”
Berdasarkan beberapa keterangan di atas maka nama Riau besar kemungkinan memang berasal dari penamaan rakyat setempat, yaitu orang melayu yang hidup di daerah Bintan. Nama itu besar kemungkinan telah mulai terkenal semenjak Raja kecik memindahkan pusat kerajaan melayu dari johor ke ulu Riau pada tahun 1719. Setelah itu nama ini di pakai sebagai salah satu negeri dari 4 negeri utama yang membentuk kerajaan Riau, Linggar, Johor dan pahang, Kemudian dengan perjanjian London 1824 antara Belanda dengan Inggris, kerajaan ini terbelah dua.
Provinsi Riau yang di diami oleh sebagian puak Melayu dewasa ini masih dapat di telusuri ke belakang,Mempunyai suatu perjalanan yang cukup panjang. Riau yang daerahnya meliputi Kepulauan Riau sampai Pulau tujuh dilaut Cina selatan lalu kedaratan Sumatera meliputi daerah aliran sungai dari Rokan sampai Kuantan dan Inderagiri. Sebenarnya juga telah pernah di rintis oleh sang Sapurba, seorang diantara raja-raja Melayu yang masih punya kerinduan terhadap kebesaran Melayu sejak dari Sri Wijaya sampai Malaka. Seperti di ceritakan dalam sejarah Melayu (Sulalatus Salatin) dalam cerita yang kedua, sang Sapurba telah mencoba menyatukan daerah Bintan (kepulauan Riau) dengan Kuantan di belahan daratan Sumatera. Kemudian Raja Kecil juga punya ambisi untuk menyatukan daerah Selat Melaka itu dengan Siak di belahan Sumatera. Yang terakhir Raja Haji Fisabilillah mencoba menyatukan daerah kepulauan Riau dengan Inderagiri, Diantaranya Pekan Lais.
Dalam Sejarahnya, daerah Riau pernah menjadi penghasil berbagai hasil bumi dan barang lainnya. Pulau Bintan pernah di juluki sebagai pulau seganteng lada, karena banyak menghasilkan Lada. Daerah Pulau tujuh, terutama pulai Midai pernah menjadi penghasil Kopra terbesar di Asia tenggara,paling kurang sejak tahun 1906 sampai tahun 1950-an. Bagan siapi-api sampai tahun 1950-an adalah penghasil ikan terbesar di Indonesia, Batu bata yang di buat perusahaan raja Aji kelana di pulau Batam,pasarannya mencapai Malaysia sekarang ini. Kemudian dalam bidang penghasil karet alam, dengan sisitem kupon tahun 1930-an belahan daratan seperti Kuantan,Inderagiri dan kampar juga daerah yang amat potensial.
Kisah Lancang Kuning
Lancang Kuning Perlambang Riau Gemilang

Mukadimah
Daerah Riau (rumpun melayu Riau) memiliki ribuan pulau yang bertebaran dari lautan cina selatan sampai ke Selat Melaka. Alat perhubungan yang utama adalah perahu layar. Karenanya di daerah ini terdapat berpuluh macam jenis perahu, yang telah dikenal sejak berabad-abad yang silam. Untuk pelayaran jauh dipergunakan perahu layar yang besar, sedangkan untuk pelayaran dekat dipakai perahu berukuran sedang dan kecil. Perahu besar disebut : Kici, Pinisi, Tongkang, Kotak dan sebagainya. Perahu berukuran sedang di sebut : Nadi, Kolek, Keteman, Jung dan sebagainya. Perahu berukuran kecil dinamakan : Jalur, Sampan Kampar, Sampan Siak, Biduk, dan sebagainya. Disamping itu ada pula perahu yang khusus dipergunakan untuk berperang. Yang paling terkenal adalah : Lancang dan Penjajab.
Lancang dipergunakan pula untuk kenaikan para Raja dan merupakan “Kapal Komando” dalam angkatan laut kerajaan. Lancang yang menjadi kenaikan raja dan menjadi “Kapal Komando” itu disebut “LANCANG KUNING”.
Lancang Kuning adalah sebagai lambang kebesaran, kejayaan, kekuasaan, dan kepahlawanan. Karenanya Lancang Kuning diabadikan dalam nyanyian rakyat, dijadikan salah satu unsur utama dalam upacara pengobatan tradisional (Belia dan Ancak), dan dituangkan dalam cerita-cerita rakyat serta dalam tarian rakyat.
Belum diketahui sejak kapan Lancang ini bermula dan dipergunakan di daerah Riau ini. Demikian pula penciptanya. Namun demikian, Lancang umumnya dan Lancang Kuning khususnya sudah disebut dalam nyanyian rakyat (Lagu : Lancang Kuning), disebut dalam cerita rakyat ( Kisah : Lancang Kuning di Bukit Batu, si Lancang di Kampar Kiri, Batang Tuaka di Indragiri Hilir, Pulau Dedap di Kabupaten Bengkalis). Ditarikan dalam tarian rentak Zapin ( Tari Zapin : Lancang Kuning), dijadikan upacara pengobatan tradisional (upacara : Belian dan Ancak) dan sebagainya, maka kita cenderung berpendapat bahwa Lancang Kuning ini telah demikian berakarnya dalam kehidupan rakyat daerah ini sejak beratus-ratus tahun yang silam. Dugaan ini dikuatkan lagi dengan disebut-sebutnya Lancang sebagai kendaraan penting dalam kisah-kisah kerajaan Riau Bintan, Kerajaan Pekantua, Kerajaan Siak Sri Indrapura, Kerajaan Rokan, Kerajaan Pelalawan, Kerajaan Keritang, Kerajaan Kandis, dan Kerajaan Indragiri, dan lainnya. Oleh sebab itu, negeri Riau disebut pula sebagai Bumi Melayu Lancang Kuning.
Penduduk daerah melayu ini dahulunya mempercayai bahwa malam adalah lambang kegelapan. Malam penuh ancaman, tantangan, mengandung aneka bahaya dan kejahatan. Sehingga bagi masyarakat melayu apabila waktu malam telah tiba, oleh keluarga wajib baginya dan anak cucu nya untuk kembali masuk ke dalam rumah atau pergi ke masjid untuk menunaikan ibadah sholat Maghrib dan selepas itu kembali ke rumah masing-masing. Sampai saat ini tradisi wajib masuk rumah bila waktu petang telah tiba masih dilakukan oleh masyarakat melayu. Dengan demikian dapat pula ditafsirkan bahwa Lancang Kuning merupakan kendaraan yang memegang peranan penting, tidak saja bagi kehidupan nyat, tetapi juga untuk makhluk gaib. Dan ini tentu saja merupakan kepercayaan turun-temurun dari nenek moyang masa lampau.


Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim