-->

sosial media

Wednesday, 14 October 2020

Konfesi Augsburg 1530 (Tinjauan Dogmatis Tentang Hubungan HKI Suka Makmur, Singkil-Aceh dan Pemerintah Aceh untuk memperoleh IMB Gereja dengan ajaran Huria Kristen Indonesia dalam Pokok Kepercayaan dan Pengajaran Konfesi Augsburg 1530 Pasal XVI) Ditulis Oleh Hendra Crisvin Manullang, Teologi STT ABDI SABDA



 

I.                   Abstraksi

Konfesi Augsburg 1530 menjadi bahagian dari ajaran yang dipegang oleh Huria Kristen Indonesia, secara khusus hubungan antara gereja dan pemerintah tertulis dalam Bab I Pasal XVI Konfesi Augsburg 1530. Hal tersebut juga menjadi pedoman bagi HKI Suka Makmur Aceh Singkil dalam menjalin hubungan dengan pemerintah. Sebab HKI Suka Makmur adalah bahagian dari Huria Kristen Indonesia, sikap egois disingkirkan demi terciptanya suatu ketaatan dan kedamaian sejati yang berasal dari Alkitab.Demikian juga Alkitab turut menyerukan hubungan yang baik antara gereja dan pemerintah.

 

Kata Kunci: Konfesi Augsburg, HKI Suka Makmur, Aceh

 

II.                Pendahuluan

2.1.  Latar Belakang Masalah

Konflik yang terjadi di HKI Suka Makmur pada 13 Oktober 2015, bukan yang pertama terjadi di Aceh Singkil. Sejak 1979, beberapa konflik terkait pendirian gereja terjadi di kabupaten Aceh Singkil . Seiring dengan bertambahnya jumlah umat Kristen di Aceh Singkil, jumlah gereja dan undung-undung yang dibangun di Aceh Singkil pun terus bertambah. Hal itu diprotes warga Muslim yang merasa bahwa pembangunan rumah ibadah-rumah ibadah tersebut menyalahi Qanun Aceh.

      Banyaknya Jemaat Kristen yang mulai resah, bahkan perlawanan pun dilakukan oleh masyarakat Kristen yang tinggal di daerah Aceh Singkil, demikian Jemaat HKI Suka Makmur, tidak sedikit Jemaat yang memberikan masukan kepada Pendeta untuk mengambil sikap tegas dan memberikan perlawanan kepada masyarakat dan pemerintah Aceh yang dengan keji bekerjasama membakar dan mempersulit orang-orang Kristen yang berada di Aceh, khususnya gereja HKI Suka Makmur. Pendeta melalui komunikasinya dengan Pucuk Pimpinan HKI terus memberikan dukungan pastoral, pendampingan dan pemahaman-pemahan yang dipegang oleh gereja HKI kepada Jemaat HKI Suka Makmur. Proses dan perjuangan gereja HKI Suka makmur dalam menjalin hubungan dengan pemerintah dan hubungannya dengan ajaran HKI yang akan diterangkan dalam seminar ini.

      Dengan demikian penulis mengambil 5 sumber wawancara, dengan pertimbangan bahwa kelima tokoh tersebut adalah mereka yang bersentuhan langsung dengan permasalahan yang dihadapi oleh HKI Suka Makmur.

2.2. Temuan-Temuan Penelitian

1.      Nama               : Pdt. Ester Naibaho,S.Th

Jabatan                        : Pendeta Jemaat

Alamat            : Rumah Dinas HKI Suka Makmur, Singkil-Aceh.

Gereja HKI Suka Makmur mengalami kebakaran Pada tanggal 13 Oktober 2015, Gereja HKI Suka Makmur mengalami penolakan dari para masyarakat mayoritas setempat dan pembakaran gedung gereja pun terjadi yang dilakukan karena IMB gereja tidak ada, dan sebenarnya itu bukan pertama kali kebakaran terjadi pada gereja HKI Suka Makmur.Namun kebakaran kali ini sangat terlihat jelas para kelompok masyarakat secara terang-terangan membakar gereja.[1] Rekonsiliasi telah dilakukan dan dampak dari Rekonsiliasi tersebut HKI Suka Makmur tidak mendapatkan Dana Perdamaian yang dikeluarkan dari Pemerintah Pusat dan sampai hari ini setiap peribadahan atau acara Gereja HKI Suka Makmur harus melapor kepada pihak pemerintah setempat seperti Camat, Kepala Desa, Koramil, Kodim, Polsek, Babinsa, Kantibnas, dan Polres.[2]

 

2.      Nama               : Lamijar Tumangger

Jabatan                        : Tokoh Jemaat HKI Suka Makmur

Alamat            : Rumah Amang Lamijar Tumangger, Desa Suka Makmur, Singkil-Aceh.

Pimpinan Pusat selalu memberikan dukungan-dukungan terhadap Jemaat HKI Suka Makmur, mulai dari segi pastoral. Secara administrasi tahun 2016 HKI Suka Makmur telah menyelesaikan berkas persyaratan sampai pada tingkat Kepala Desa, Camat, Kantor Urusan Agama, Kemenag, FKUB, Dinas PU, Kantor Pertanahan dan pada tingkat Bupati terjadi permasalahan mengenai berkas yang harus diminta kepada Kepala Mukim.[3]

 

3.      Nama               : St. Masariani Berutu

Jabatan                        : Sintua HKI Suka Makmur

Alamat            : Rumah Inang St. Masariani Berutu , Desa Suka Makmur, Singkil-Aceh.

HKI Suka Makmur dalam usaha-usahanya mendapatkan IMB terus menjalin komunikasi dengan pihak Bupati Aceh Singkil sehingga pada tanggal 15 Oktober 2018, Bupati menerbitkan Surat Keputusan Bupati Aceh Singkil dengan Nomor 172 Tahun 2018 dengan hal Pembentukan Tim Percepatan Rekonsiliasi Penyelesaian Konflik Rumah Ibadah Kabupaten Aceh Singkil.[4]

 

4.      Nama               : Salmen Berutu

Jabatan                        : Kepala Desa Suka Makmur

Alamat            : Rumah Kepala  Desa Suka Makmur, Singkil-Aceh.

 

Melalui Rekonsiliasi yang ditengahi oleh Bupati ditemukan dan diketahui pada tanggal 19 Desember 2019 melalui anggota Tim Percepatan Rekonsiliasi Penyelesaian Konflik Rumah Ibadah Kabupaten Aceh Singkil, bahwa telah disepakati dan ditandatanganinya Surat Perdamaian Penyelesaian Konflik  Rumah Ibadah Kabupaten Aceh Singkil dalam kaitan perizinan/pemberian IMB bagi Gereja hanya 7 ( Tujuh Gereja ) di Kabupaten Aceh Singkil, dan HKI Suka Makmur tidak ada dalam Ke 7 Gereja tersebut.[5]

 

5.      Nama               : St.Rasmen Manik

Jabatan                        : Sintua HKI Suka Makmur

Alamat            : Rumah Dinas HKI Suka Makmur, Singkil-Aceh.

Jemaat HKI Suka Makmur lebih mengedepankan dan menjunjung tinggi ajaran dan pemahaman yang dipegang oleh Huria Kristen Indonesia, bahkan Pdt Ewen J.Silitonga dan Pdt. Ester Naibaho yang bertugas di Ressort HKI Manduamas dan Jemaat HKI Suka Makmur selalu memberikan dorongan-dorongan dan himbauan kepada jemaat untuk menahan diri dari segala bentuk tindakan-tindakan anarkis masyarakat Aceh dan peraturan-peraturan pemerintah yang sangat menekan rakyat Kristen di Aceh Singkil, khususnya Jemaat HKI Suka Makmur. Pendeta Ester Naibaho, S.Th selalu berjuang dan tak henti mengedepankan solusi dan berjuang membangkitkan semangat jemaat-jemaat untuk selalu berjuang dan bersabar, meskipun banyak jemaat yang telah lelah berjuang dan bersabar.[6]

 

III.             Pembahasan

3.1. Latar Belakang

3.1.1.      Konfesi Augsburg 1530

Pada tanggal 21 Januari 1530, Kaisar Charles V memanggil sidang kerajaan untuk bertemu pada bulan April berikutnya di Augsburg, Jerman. la menghendaki suatu front kesatuan dalam operasi-operasi militernya melawan orang Turki dan hal ini rupanya memerlukan penyelesaian persengketaan agama yang telah timbul di negara itu sebagai akibat dari Reformasi. Oleh sebab itu Kaisar mengundang para pangeran dan wakil-wakil dari kota-kota otonom di seluruh ke-Kaisaran itu untuk membahas perbedaan-perbedaan agama pada persidangan yang akan datang, dengan harapan akan dapat mengatasinya dan memulihkan kesatuan.

Sejalan dengan undangan ini Elektor Sakson meminta kepada para Theolognya yang ada di Wittenberg untuk mempersiapkan suatu laporan mengenai kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan Gerejani di daerahnya. Oleh karena sesuatu pernyataan dogma yang disebut sebagai pasal Schwabach telah dipersiapkan pada musim panas 1529, hanya dibutuhkan sekarang suatu tambahan mengenai perubahan-perubahan dalam kebiasaan Gerejani yang berlaku di Sakson. Oleh sebab itu suatu pernyataan yang demikian telah dipersiapkan oleh para Theolog dari Wittenberg, dan karena pasal itu telah disahkan (diterima) pada pertemuan di Torgau pada akhir bulan Maret 1530 pasal itu disebut pasal-pasal Torgau.[7]

Bersama-sama dengan naskah lainnya, pasal Schwabch dan Torgau dibawa serta ke Augsburg. Keadaan juga memerlukan kejelasan dalam pernyataan itu bahwa golongan Lutheran tidak dapat disamakan begitu saja dengan semua penentang-penentang lainnya kepada Gereja Roma, pertimbangan pertimbangan lain hendaknya ditekakkan persetujuan dengan Roma daripada perbedaan dengan Gereja Roma. Semua faktor-faktor ini berperanan dalam penentuan ciri dari naskah yang akan dipersiapkan oleh Philip Melanthon. Pasal Schwabach ini merupakan dasar utama dari bagian pertama dan Pasal Torgau merupakan dasar utama dari dari bagian kedua dari apa yang kemudian disebut Konfesi Augsburg. Nasehat Luther diminta melalui korespondesi, tetapi penambahan dan perbaikan diadakan terus sampai pada hari menjelang penyerahan resmi kepada Raja pada tanggal 25 Juni 1530.

Setelah penandatangan oleh tujuh orang pangeran dan dua utusan dari kota otonom, Konfesi itu menjadi hal yang penting sebagai pernyataan kepercayaan yang umum. Sesuai dengan perintah Kaesar, nats konfesi itu dipersiapkan dan diserahkan dalam bahasa Jerman dan Latin. Dalam sidang dibacakan dalam bahasa Jerman, karena dianggap lebih resmi, Sayang, kini tidak ada satupun didapati dari aslinya baik dalam bahasa Jerman maupun dalam bahasa Latin yang diserahkan dahulu.

Namun demikian, lebih dari limapuluh naskah yang berasal dari tahun 1530 telah diperoleh termasuk beberapa konsep yang menunjukkan berbagai- bagai tahap dalam persiapan sebelum tanggal 25 Juni dan juga beberapa salinan yang mengandung perobahan perobahan dalam rumusan kata-kata yang baru, setelah tanggal 25 Juni. Salinan-salinan ini merupakan bahan studi yang kritis dan memakan waktu yang lama bagi pihak para ahli, dan disusunlah kembali suatu nats berbahasa Jerman dan beberapa bahasa Latin yang dapat dianggap keasliannya, mirip sekali, meskipun tidak dapat dikatakan sama dengan naskah yang diserahkan kepada Kaisar. Diantara kedua naskah itu, ada perbedaan dan karena itu kedua-duanya dimuat dalam terjemahan yang berbahasa Jerman sebelah atas dan berbahasa Latin sebelah bawahnya.[8]

3.1.2.      Berdirinya Gereja HKI Suka Makmur, Singkil – Aceh

Semula gereja HKI Suka Makmur adalah gereja HKBP, awal mula lahirnya gereja ini dipicu dengan sebuah peristiwa, dimana ketika itu pada tanggal 15 bulan maret tahun 1978 seorang anak Jemaat HKBP meninggal dunia, yaitu anak dari amang St. D. Berutu. Pendeta yang ketika itu melayani lebih mendahulukan rapat di sebuah kampung, sehingga dilakukan dan dilayani secara terburu-buru oleh sintua lainnya. Setelah acara penguburan, yaitu keesokan harinya, 16 Maret 1978 diadakan sebuah musyawarah yang dipelopori oleh St. D.Berutu, St.Lemat, St. Durea Berutu, dan Medal Berutu untuk membentuk suatu perkumpulan kebaktian dengan dibawah naungan gereja Huria Kristen Indonesia, mereka segera mendaftarkan jemaat ke Praeses Daerah V, yang berada di Tapanuli Tengah. Pelayan yang pertama melayani ditempat tersebut adalah Evangelis.St. B. Banurea.[9]

3.1.3.      Nangroe Aceh Darussalam

Aceh atau secara resmi, Nangroe Aceh Darussalam adalah sebuah Daerah Istimewa yang terletak di Pulau Sumatra. Secara geografis Aceh terdiri atas 9 kabupaten, 2 kodya, 3 kotip, 142 kecamatan dan 5463 desa. Luas wilayahnya adalah 57,365.57 km per segi atau merangkumi 12.26% pulau Sumatra persegi, yang meliputi 119 pulau, 35 gunung, dan 73 sungai dengan status daerah istimewa. Aceh terletak di barat laut Sumatra[10]. Aceh mempunyai lahan hutan terluas yaitu mencapai 39.615.76 km persegi, diikuti lahan perkebunan kecil seluas 3.135.22 km persegi, sedangkan lahan pertambangan mempunyai luas terkecil yaitu 4,42 km persegi. Aceh mempunyai luas perairan 56.563 km persegi yang terdiri dari laut teritorial 23.563 km persegi dan perairan laut dalam 33.000 km persegi. Di samping zona ekslusif ekonomi (ZEE) 200 mil dari pantai.[11]

Indonesia telah mengalami beberapa konflik internal, beberapa konflik horisontal dan ada juga konflik vertikal salah satu konflik yang terjadi di Indonesia adalah konflik Aceh. Konflik di Aceh merupakan konflik vertikal yang cukup panjang yang terjadi selama bertahun-tahun karena adanya kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Sejak dari tahun 1945 sampai dengan terjadinya perdamaian pada tahun 2005, konflik Aceh telah banyak menelan korban akibat pertempuran antara militer dan tentara GAM. Gerakan Aceh Merdeka yang menuntut pemisahan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak mendapat tanggapan dari pemerintah. Perlawanan yang dilakukan oleh GAM, ditanggapi pemerintah Indonesia dengan mengirimkan tentara untuk menaklukkan pemberontak di Aceh.[12]

Konflik Aceh terus bergejolak mulai sejak Presiden Soeharto, BJ Habibie, Abdurrrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan terakhir pada Susilo Bambang Yudhoyono, konflik antara pemerintah Indonesia dan Aceh dapat diselesaikan melalui nota kesepakatan antara pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (perjanjian Helsinki). Dengan diberikannya otonomi khusus Aceh melalui dasar nota kesepakatan antara pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (perjanjian Helsinki) yang dirasa akan menghentikan gejolak separatisme memang dirasa berhasil namun ada permasalahan baru lagi yang timbul dimana pemberian otonomi khusus kekuasaannya terlalu berlebihan.[13]

 

3.2.Pokok Ajaran Kepercayaan dan Pengajaran  Konfesi Augsburg Pasal XVI dan Dasar Hukum Pendirian Gereja Menurut Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016

3.2.1.      Pokok Kepercayaan dan Pengajaran  Konfesi Augsburg 1530 Pasal XVI

Gereja kami mengajarkan bahwa peraturan serta undang-undang sipil adalah perbuatan baik bagi Allah. Gereja kami mengajarkan bahwa orang Kristen boleh menduduki jabatan pemerintahan, bertugas sebagai hakim-hakim, membuat keputusan-keputusan dan menjatuh- kan hukuman sesuai dengan undang-undang kekaisaran dan undang- undang lainnya yang berlaku, melaksanakan hukuman mati atas para penjahat, ikut berperang untuk menegakkan keadilan, menjadi serdadu, berniaga, mengangkat janji bila perlu, memiliki harta, berke-luarga dan sebagainya (Rm 13; 1Kor. 7:2).[14] Gereja kami mengutuk kaum Anabaptis yang menolak jabatan politik bagi orang Kristen. Gereja kami juga mengutuk mereka yang mengajarkan, bahwa demi kesempurnaan Kristen, orang harus meninggalkan rumah dan keluarga, anak istri, serta menolak kegiatan- kegiatan politik. Karena Injil mengajarkan kebenaran kekal di dalam hati (Rm. 10:10), Pada waktu bersamaan, Injil tidak mengajarkan penolakan pemerintah sipil atau keluarga. Injil sangat menghendaki supaya semua hal itu dipelihara sebagai ketentuan-ketentuan Allah yang benar, dan setiap orang, sesuai dengan panggilannya sendiri, mewujudkan kasih dan perbuatan baik dalam semua hal itu. Karena itu, orang Kristen wajib tunduk kepada pemerintah dan undang- undangnya. Kecuali mereka memerintahkan untuk berbuat dosa. Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia (Kis. 5:29)[15]

 

3.2.2.      Dasar Hukum Pendirian Rumah Ibadah Menurut Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016

BAB V[16]

SYARAT PENDIRIAN TEMPAT IBADAH

Pasal 13

(1)  Pendirian Tempat Ibadah didasarkan pada kebutuhan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah Gampong atau nama lain.

(2)  Pendirian Tempat Ibadah dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, sesuai dengan rencana  tata ruang wilayah, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum serta mematuhi peraturan perundangundangan.

(3)  Dalam hal kebutuhan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah Gampong atau nama lain sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi pertimbangan komposisi jumlah penduduk, digunakan batas wilayah Kecamatan dalam wilayah Aceh.

Pasal 14

(1)  Pendirian Tempat Ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.

(2)  Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian Tempat Ibadah harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:

a.   daftar nama paling sedikit 140 (seratus empat puluh) orang penduduk setempat sebagai pengguna Tempat Ibadah yang bertempat tinggal tetap dan dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk  dan Kartu Keluarga yang disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat batas wilayah;

b.   dukungan masyarakat setempat paling sedikit 110 (seratus sepuluh puluh) orang yang bukan pengguna Tempat Ibadah disahkan oleh Keuchik atau nama lain;

c.   rekomendasi tertulis dari Keuchik atau nama lain setempat;

d.   rekomendasi tertulis dari Imuem Mukim atau nama lain setempat;

e.   rekomendasi tertulis Camat, Kantor Urusan Agama  Kecamatan setempat;

f.    surat keterangan status tanah dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat;

g.   rencana gambar bangunan yang disahkan oleh Instansi Teknis yang berwenang di  Kabupaten/Kota setempat;

h. keputusan  tentang susunan pengurus/panitia pembangunan Tempat Ibadah yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang;

i.    rekomendasi tertulis Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota; dan

j.    rekomendasi tertulis FKUB Kabupaten/Kota.

(3)  Dalam hal pemberian rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, huruf d, huruf e, huruf h, huruf i, dan huruf j bersifat berdiri sendiri dan tidak memiliki keterhubungan antara satu dengan yang lain.

(4)  Kartu Tanda Penduduk dan Kartu keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a hanya berlaku untuk pendirian 1 (satu) Tempat Ibadah.

(5)  Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b terpenuhi sedangkan persyaratan huruf c sampai dengan huruf j belum terpenuhi, Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan Tempat Ibadah.

(6)  Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung Tempat Ibadah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 15

Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf j merupakan hasil musyawarah mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam bentuk tertulis.

Pasal 16

(1)  Permohonan izin pendirian Tempat Ibadah diajukan oleh

Panitia Pembangunan Tempat Ibadah kepada Bupati/Walikota untuk memperoleh izin pendirian Tempat Ibadah.

(2)  Khusus izin pendirian Tempat Ibadah di Ibu kota Aceh diberikan oleh Gubernur berdasarkan rekomendasi Walikota Banda Aceh.

(3)  Gubernur dan Bupati/Walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak permohonan pendirian Tempat Ibadah diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(4)  Gubernur dan Bupati/Walikota memberikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dalam bentuk:

a.   persetujuan;

b.   penangguhan; atau

c.   penolakan.

Pasal 17

Pemerintah Kabupaten/Kota memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung Tempat Ibadah yang telah memiliki izin pendirian Tempat Ibadah dan Izin Mendirikan Bangunan yang dipindahkan karena perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah.

Pasal 18

Gubernur dan Bupati/Walikota wajib menertibkan dan/atau melarang penggunaan bangunan untuk Tempat Ibadah yang tidak memiliki izin.

Pasal 19

Dalam rangka penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan Syariat Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antar umat beragama, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 18, tidak berlaku untuk pendirian Tempat Ibadah umat Islam.

3.3.Tinjauan Dogmatis Hubungan  HKI Suka Makmur – Singkil,Aceh dalam menjalin hubungan kepada Pemerintah untuk memperoleh IMB Gereja dengan Pokok Kepercayaan dan Pengajaran Konfesi Augsburg 1530 Pasal XVI

Kuasa apapun, dalam pandangan iman Alkitab, termasuk kuasa yang dimiliki oleh pemerintahan duniawi adalah berasal dari Allah, yang adalah Pencipta dan Penguasa atas bangsa-bangsa serta Tuhan atas sejarah dunia. Dengan demikian suatu negara atau pemerintah terbentuk,pertama-tama, oleh karena ada kuasa yang diberikan dari atas, sebagaimana dikatakan oleh Yesus Kristus kepada Pilatus, “Engkau tidak mempunyai kuasa apapun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas” (Yoh. 19:11). Negara ada tidak semata-mata karena keinginan manusia tetapi karena Allah menghendakinya, sebagaimana yang dikatakan oleh Rasul Paulus:“... sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada ditetapkan oleh Allah” (Rm. 13:1). Meskipun demikian, tidak dapat dikatakan bahwa setiap bentuk pemerintahan yang ada di dunia ini selalu sesuai dengan kehendak Allah. Yang ditekankan di sini adalah kuasa yang dimiliki oleh setiap bentuk apapun pemerintahan yang ada di dunia ini semuanya berasal atau bersumber dari Allah.[17]

Dalam perjalanan HKI Suka Makmur untuk memperoleh IMB gereja, banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi gereja HKI Suka Makmur, adapun beberapa permasalahan tersebut ialah:

Pergumulan HKI Suka makmur sangatlah berat, belum lagi Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2015 Bab V Pasal 19 “Dalam rangka penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan Syariat Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antar umat beragama, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 18, tidak berlaku untuk pendirian Tempat Ibadah umat Islam.” Sungguh sangat mendiskriminasi kalangan umat Kristen yang berada di Kabupaten Aceh Singkil, khususnya HKI Suka Makmur.[18]

HKI Suka Makmur dalam perjuangan membangun dan mendapatkan IMB gereja sangat memegang kuat ajaran-ajaran HKI, hal ini sangat sejalan dengan apa yang tertuang dalam ajaran Huria Kristen Indonesia di Konfesi Augsburg 1530 tentang bagaimana seharusnya Gereja dan Pemerintah dalam menjalin hubungan.Meskipun perlakuan yang diterima oleh kalangan umat Kristen berat, khususnya gereja HKI Suka Makmur – Singkil, Aceh.[19]

Sikap yang dominan dari gereja atau jemaat mula-mula di masa PB dalam relasinya terhadap negara atau pemerintah pada waktu itu adalah penerimaan (acceptance) dan ketaatan (obedience). Gereja mempunyai sikap ini karena percaya bahwa negara ada di dalam dunia untuk melakukan tugas pemeliharaan ilahi. Sikap gereja ini direpresentasikan secara utama dalam pandangan teologi Rasul Paulus (Rm. 13:1-7) dan Rasul Petrus (1Ptr. 2:13-14). Dua pandangan teologi ini terlihat sangat jelas dan fokus dalam mengatur sikap gereja dalam relasinya dengan negara di PB. Alasan-alasan untuk mengambil sikap penerimaan dan ketaatan sedikitnya didasari oleh dua hal. Pertama, karena gereja pada waktu itu ada dalam posisi minoritas dan kebanyakan dari kelompok masyarakat kelas bawah yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa; kedua, karena gereja mengira bahwa kedatangan Kristus yang kedua kali akan terjadi dalam waktu yang dekat.[20]

Gereja berharap bahwa zaman waktu itu segera berlalu dan Kerajaan Allah datang segera. Konsekuensi dari sikap tersebut adalah bahwa gereja pada waktu itu cenderung untuk tidak mempunyai sikap lain selain ketaatan kepada negara. Jika negara tidak melakukan tugasnya dengan baik sebagai hamba Allah dan malahan bertindak sewenangwenang maka gereja pada waktu itu percaya bahwa Tuhan Allah sendiri yang akan datang segera mengakhiri zaman waktu itu melalui merealisasikan Kerajaan-Nya.  Sikap penerimaan dan ketaatan menjadikan gereja mempunyai sikap untuk tunduk kepada negara sekalipun gereja mengalami penganiayaan yang teramat berat. Penganiayaan akan berakhir dengan sendirinya dan gereja dianjurkan untuk tetap berbuat baik supaya melalui perbuatanperbuatan baik mereka dapat membungkamkan kepicikan orangorang yang bodoh (1Ptr. 2:15).[21]

Saat ini juga Jemaat dan penduduk Kristen yang tinggal di wilayah Kabupaten Aceh Singkil akan menghadapi ketakutan, dimana telah dikeluarkannya surat Bupati Aceh Singkil Nomor 450/1168 tanggal 1 September 2020 tentang Qanun Kabupaten Aceh Singkil Nomor 18 tahun 2015 tentang bangunan Gedung Pasal 10 ayat (1) dan (2) bahwa setiap bangunan gedung harus memiliki persyaratan administrasi,meliputi: status hak atas tanah, izin pemanfaatan dari pemegang ha katas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan IMB.Sehingga bukan hanya rumah ibadah namun tempat tinggal pun masyarakat Kristen akan mengalami kesulitan.[22]

 

3.3.1.       Penjabaran Pasal XVI Konfesi Augsburg 1530 BAB I

Sebab Pasal XVI tidak bisa lepas dari ADK. Maka dalam hal ini, kita menyetujui isi pasal XVI tersebut adalah menjelaskan hubungan gereja dengan negara. Walaupun Melanchthon punya andil besar dalam Konfesi Augsbur yang sudah dijelaskan dilatar belakang. Pikiran Luther-lah yang dipakainya untuk menerangkan pasal XVI.

Pikiran Luther tentang hubungan ini dilandasi oleh teologi Abad Pertengahan yang sudah ada di gereja itu sendiri. Teologi Abad Pertengahan membagi kehidupan dalam dua tingkatan yaitu temporal dan spiritual. Katolisisme Abad Pertengahan memandang perbedaan yang fundamental antara “tingkatan spiritual” dan “tingkatan temporal”. Luther menyatakan bahwa perbedaan ini kosong dan tidak mempunyai arti, suatu rekaan manusia, bukan suatu ketetapan dari Allah. Jadi, setelah menghapuskan perbedaan dari Abad Pertengahan antara tingkatan “temporal” dan “spiritual”, Luther melanjutkan untuk mengembangkan suatu teori alternatif tentang bidang-bidang kekuasaan yang didasarkan atas suatu perbedaan antara “Dua Kerajaan” atau “Dua Pemerintahan.” Ajaran tentang “Dua Kerajaan” inilah yang sangat penting bagi pemikiran sosial Luther dan yang sekarang ini menjadi pusat perhatian kita.[23]

Luther menarik suatu perbedaan antara pemerintahan “spiritual” dan “duniawi” atas masyarakat. Pemerintahan “spiritual” dari Allah diberlakukan melalui Firman Allah dan tuntunan Roh Kudus. Pemerintahan “duniawi” dari Allah diberlakukan melalui raja-raja, pangeran-pangeran dan hakim-hakim, dengan mempergunakan pedang dan hukum negara. Dengan demikian, kewenangan spiritual dari gereja bersifat membujuk (persuasif), tidak memaksa, dan menyangkut jiwa seorang individu daripada tubuhnya atau harta miliknya. Sedangkan kewenangan temporal (baca: duniawi) dari negara bersifat memaksa daripada membujuk serta menyangkut tubuh dan harta milik seorang individu daripada jiwanya. Luther juga memperkuat kewenangan politis dunia dengan melandaskannya di dalam pemeliharaan ilahi. Allah memerintah dunia, termasuk gereja, melalui pangeran-pangeran dan hakim-hakim. Gereja berada di dalam dunia dan dengan demikian harus menundukkan dirinya pada peraturan dari dunia.[24] Dalam apologi Konfesi Augsburg, dituliskan bahwa [3] Injil tidak memperkenalkan suatu peraturan yang baru tentang pemerintahan umum, tetapi memerintahkan kita untuk mematuhi undang-undang yang berlaku, tidak soal apakah itu buatan kafir atau yang lain, dan dalam kepatuhan ini kita harus melakukan kasih.[25]

Dalam hal ini, pastinya  apa yang dicetuskan oleh Martin Luther telah menjadi obyek kritik yang hebat. Etika sosial Luther telah dijelaskan sebagai bersifat mengalah (defeatis) dan menolak aksi (quietist) yang selanjutnya mendorong orang Kristen untuk membiarkan (atau sekurangnya tidak menentang) struktur-struktur sosial yang tidak adil.[26] Hal senada dikatakan oleh Mangisi, secara etis Luther menuntut kepatuhan mutlak kepada pemerintah. Tetapi sebenarnya doktrin ini mengandung konsekuensi yang sangat luas, a.l. sejauh mana orang Kristen akan toleran (setia) pada kekuasaan yang menindas? Apakah kepatuhan yang dimaksudkan dalam Roma 13: 1-7 adalah keputusan mutlak atau masih terbuka kepada penafsiran? Jawabnya terletak pada pemahaman teologis Kristen bahwa Paulus berbicara tentang penghindaran anarki dan pembangunan kepentingan damai di tengah masyarakat. Tindakan etis di sini sosio-kultural dan politis, sebab tidak ada manusia yang tidak mempunyai keterikatan dengan kultur dan politik.[27]

3.4. Refleksi Teologis

“HKI Suka Makmur selalu mengabdi kepada Allah dan Pemerintah” ada beberapa kebenaran yang tersirat dari frase ini:  Pertama, bahwa kita harus takluk kepada penguasa sebab mereka adalah  mewakili Allah. Bila menghadapi penguasa, kita tidak sekadar berurusan dengan manusia yang sederajat, tetapi secara tidak langsung berurusan dengan Tuhan sendiri.  Kedua, bahwa Keberadaan pemerintah berdasar pada  ketetapan Allah. Dasarnya bukanlah kepercayaan bahwa orang atau golongan tertentu merupakan keturunan dewa. Bukan juga kepercayaan pada kesaktian  seseorang yang dianggap telah menerima wahyu. Dasarnya bukan juga kekerasan senjata atau kemauan rakyat semata-mata. 

Persoalannya adalah, yang duduk dalam pemerintahan seharusnya adalah orang-orang yang pantas, yang mengusahakan kesejahteraan masyarakat, namun kenyataannya, tidak ada pemerintahan yang baik. Pemerintah dipilih oleh manusia, dari kelompok tertentu, dan ada rekayasa politik di dalamnya sehingga terpilihlah orang-orang yang tidak layak yang mengusahakan  kepentingan sendiri, kebutuhan keluarga.

Ternyata ini bukan masalah zaman ini saja. Orang  Roma termasuk Paulus juga mengalami pemerintahan yang tidak kalah buruknya,  tapi dalam suratnya Paulus tetap menggunakan kalimat imperatif, “harus”,  Seakan-akan untuk orang Kristen tidak ada pilihan.  Tuhan mengijinkan berjalannya pemerintahan  yang kurang  baik supaya orang Kristen dapat menunjukan perannya lebih baik baik di dalam doa dan juga dalam tindakan. Kebenaran bahwa pemerintah berasal dan ditetapkan Allah tidak bisa direvisi, sehingga kita harus tetap hormat kepada mereka.  Ini memang sebuah misteri Allah, di satu sisi Allah menetapkan  pemerintahan dan meminta kita taat dan hormati, di sisi lain pemerintahan yang ada tidak  menjalankan fungsinya dengan baik. Bagaimanapun orang Kristen harus puas dengan misteri itu, demikian dalam ajaran HKI di dalam Konfesi Augsburg 1530 tentang bagaimana sikap gereja terhadap pemerintahan. Bahwa HKI Suka Makmur benar-benar menjalankan pemahaman Konfesi Augsburg 1530, apapun yang telah dilakukan pemerintahan Aceh, HKI Suka Makmur terus menaati pemerintah dan menekankan jalan perdamaian.

IV.             Kesimpulan

Dari uraian di atas maka kita peroleh beberapa kesimpulan penting yang dapat kita pegang sebagai kebenaran yang bersumber dari iman Kristen, antara lain:

1.      Kewenangan yang terlalu berlebihan di otonomi khusus Aceh adalah soal nota kesepakatan antara pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka, dimana dalam partisipasi politik di nota kesepakatan antara pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka menunjukan bahwa kewenangan kepala pemerintahan memiliki kewenangan yang luas dan muktlak. Kewenangan otonomi khusus yang terlalu berlebihan, tentang kewenangan menggunakan asas Islam dan kewenangan menjalankan syariat Islam, sistem rekrutmen khusus dengan membuka parpol lokal serta memilih calon-calon independen untuk mengisi jabatan publik, pemberian ruang yang besar dalam hubungan luar negeri, pengakuan dalam pemerintahan adat dan serta kekhususan dalam pembangunan rumah ibadah. Hal inilah yang menyebabkan kuatnya Qanun Aceh diterapkan dibandingkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia, sehingga Gereja dan masyarakat Kristen dipaksa untuk tunduk dan taat terhadap Qanun Aceh bukan lagi Undang-Undang Republik Indonesia.

2.      Sebelum terjadi peristiwa pembakaran HKI Suka Makmur pemberitahuan pemerintah bahwa yang ada hanyalah pembongkaran, tetapi HKI Suka Makmur tidak dirobohkan oleh pihak berwajib sesuai prosedur resmi, melainkan dibakar massa. “Para polisi diam saja, hari itu, penghianatan pemerintah jelas dipertontonkan” Empat orang terluka dalam bentrokan fisik yang menyusul kejadian itu. Satu orang lainnya meninggal, dan sebanyak 1.900 penduduk beragama Kristen kemudian meninggalkan Singkil karena takut. Banyak dari mereka tidak memiliki tujuan, dan berakhir menjadi pengungsi domestik di berbagai wilayah Sumatera Utara.

3.      Gereja HKI telah menyatakan dalam Sinodenya, sebagaimana tertulis di dalam Tata Gereja HKI sebagai berikut: "HKI berpedoman kepada Pengakuan Iman Apostolicum, Niceanum, Athanasianum, dan Konfesi Augsburg 1530" (Tata Gereja HKI tahun 2005, Pasal 6). Ini berarti, bahwa kita sebagai Warga HKI, non Pendeta atau Pendeta telah menjadikan Konfesi Augsburg ini sebagai Pengakuan Iman kita secara pribadi. Kita telah menerima Konfesi Augsburg sebagai ringkasan penjelasan Firman Allah yang benar dan kita telah mengikatkan diri kepadanya. Karena Konfesi Augsburg itu dirumuskan sesuai dengan Firman Allah, dengan demikian kita telah mengikrarkan bahwa kita akan membaca dan menafsirkan Alkitab sesuai dengan Konfesi Augsburg, kita akan mengkhotbahkan, mengajarkan Konfesi Augsburg sebagai "doktrin umum (publica doctrina)" Gereja HKI. Kita telah mengikatkan diri kepada Konfesi Augsburg sebagai dokumen yang menyatakan kebenaran Firman Allah.

 

V.                Daftar Pustaka

a.      Sumber Buku

…, Aceh Damai dengan Keadilan? Mengungkap Kekerasan Masa Lalu, Jakarta: Kontras, 2006

…, Ajaran Huria Kristen Indonesia Selaku Huria Lutheran, P.Siantar: Huria Kristen Indonesia, 2013

…, KONFESI AUGSBURG, Medan: CV.Tried Rogate, 1970

Brownlee Malcolm, Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan: Dasar Teologis Bagi Pekerjaan Kristen dalam Masyarakat , Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993

Gardner E. Clinton, Biblical Faith and Social Ethics, New York: Harper and Row

Husin  Zulkifli, Keadaan Sosial Ekonomi dan Pengembangan Masyarakat Nelayan di Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala dan Jakarta

McGrath Alister E. Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016

 

Sihbudi Riza, Bara Dalam Sekam: Identifikasi akan Masalah dan Solusi Atas KonflikKonflik Lokal di Aceh, Maluku, Papua, dan Riau, Bandung: Mizan 2001

Syamsuddin Nazaruddin, Integrasi Politik di Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1987

Simorangkir Mangisi S.E., Ajaran Dua Kerajaan dan Relevansinya di Indonesia, Bandung: Penerbit Satu-satu, 2011

Tappert, Theodore G., Buku Konkord: Konfesi Gereja Lutheran, peny. Mangisi S.E. Simorangkir , Jakarta: BPK Gunung Mulia, 200

 

b.      Sumber Undang-Undang

Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016 Bab V

 

c.       Sumber Wawancara

Wawancara dengan Kepala Desa Suka Makmur Bpk Salmen Berutu pada tanggal 29 Agustus 2020 hari Sabtu, pukul 12.02 – 14.29 di Rumah Kediaman Bpk.Salmen Berutu, Desa Suka Makmur, Singkil-Aceh.

Wawancara dengan Lamijar Tumangger pada tanggal 29 Agustus 2020 hari Sabtu, pukul 21.40 – 22.58 di Rumah Kediaman Bpk.Lamijar Tumangger, Desa Suka Makmur, Singkil-Aceh.

Wawancara dengan Pdt. Ester Naibaho,S.Th pada tanggal 30 Agustus 2020 hari Minggu, pukul 10.11 – 12.16 di Rumah Dinas HKI Suka Makmur, Singkil-Aceh.

Wawancara dengan Pdt. Ester Naibaho,S.Th pada tanggal 2 september 2020 hari Kamis, pukul 12.08 – 12.16 Via Telepon

Wawancara dengan St, Masariani Berutu pada tanggal 29 Agustus 2020 hari Sabtu, pukul 20.15 – 21.20 di Rumah Kediaman St. Masariani, Desa Suka Makmur, Singkil-Aceh.

Wawancara dengan St Rasmen Manik  pada tanggal 29 Agustus 2020 hari Sabtu, pukul 18.14 – 19.07 di Rumah Dinas HKI Suka Makmur, Singkil-Aceh.


[1] Wawancara dengan Pdt. Ester Naibaho,S.Th pada tanggal 30 Agustus 2020 hari Minggu, pukul 10.11 – 12.16 di Rumah Dinas HKI Suka Makmur, Singkil-Aceh.

[2] Wawancara dengan Pdt. Ester Naibaho,S.Th pada tanggal 30 Agustus 2020 hari Minggu, pukul 10.11 – 12.16 di Rumah Dinas HKI Suka Makmur, Singkil-Aceh.

[3] Wawancara dengan Lamijar Tumangger pada tanggal 29 Agustus 2020 hari Sabtu, pukul 21.40 – 22.58 di Rumah Kediaman Bpk.Lamijar Tumangger, Desa Suka Makmur, Singkil-Aceh.

[4] Wawancara dengan St, Masariani Berutu pada tanggal 29 Agustus 2020 hari Sabtu, pukul 20.15 – 21.20 di Rumah Kediaman St. Masariani, Desa Suka Makmur, Singkil-Aceh.

[5] Wawancara dengan Kepala Desa Suka Makmur Bpk Salmen Berutu pada tanggal 29 Agustus 2020 hari Sabtu, pukul 12.02 – 14.29 di Rumah Kediaman Bpk.Salmen Berutu, Desa Suka Makmur, Singkil-Aceh.

[6] Wawancara dengan St Rasmen Manik  pada tanggal 29 Agustus 2020 hari Sabtu, pukul 18.14 – 19.07 di Rumah Dinas HKI Suka Makmur, Singkil-Aceh.

[7] …, Ajaran Huria Kristen Indonesia Selaku Huria Lutheran, (P.Siantar: Huria Kristen Indonesia, 2013), 8

[8]  …, Ajaran Huria Kristen Indonesia Selaku Huria Lutheran, (P.Siantar: Huria Kristen Indonesia, 2013), 9

[9] Wawancara dengan Pdt. Ester Naibaho,S.Th pada tanggal 30 Agustus 2020 hari Minggu, pukul 10.11 – 12.16 di Rumah Dinas HKI Suka Makmur, Singkil-Aceh.

[10] Riza Sihbudi, Bara Dalam Sekam: Identifikasi akan Masalah dan Solusi Atas KonflikKonflik Lokal di Aceh, Maluku, Papua, dan Riau, (Bandung: Mizan 2001), 31

[11] Zulkifli Husin,  Keadaan Sosial Ekonomi dan Pengembangan Masyarakat Nelayan di Daerah Istimewa Aceh, (Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala dan Jakarta), 8

[12] Nazaruddin Syamsuddin, Integrasi Politik di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1987), 70

[13] …, Aceh Damai dengan Keadilan? Mengungkap Kekerasan Masa Lalu, (Jakarta: Kontras, 2006), 154.

[14] …, KONFESI AUGSBURG, (Medan: CV.Tried Rogate, 1970), 23

[15] …, KONFESI AUGSBURG, (Medan: CV.Tried Rogate, 1970), 24

[16] Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016 Bab V

[17] Malcolm Brownlee, Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan: Dasar Teologis Bagi Pekerjaan Kristen dalam Masyarakat , (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 48

[18] Wawancara dengan Pdt. Ester Naibaho,S.Th pada tanggal 30 Agustus 2020 hari Minggu, pukul 10.11 – 12.16 di Rumah Dinas HKI Suka Makmur, Singkil-Aceh.

[19] Wawancara dengan Pdt. Ester Naibaho,S.Th pada tanggal 30 Agustus 2020 hari Minggu, pukul 10.11 – 12.16 di Rumah Dinas HKI Suka Makmur, Singkil-Aceh.

[20] E. Clinton Gardner, Biblical Faith and Social Ethics, (New York: Harper and Row), 312.

[21] E. Clinton Gardner, Biblical Faith and Social Ethics, 313

[22] Wawancara dengan Pdt. Ester Naibaho,S.Th pada tanggal 2 september 2020 hari Kamis, pukul 12.08 – 12.16 Via Telepon

[23] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 267-269.

[24] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, 269-272.

[25] Theodore G. Tappert, Buku Konkord: Konfesi Gereja Lutheran, peny. Mangisi S.E. Simorangkir,(Jakarta: BPK Gunung Mulia,2004), 270.

[26] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, 273.

[27] Mangisi S.E. Simorangkir, Ajaran Dua Kerajaan dan Relevansinya di Indonesia, 183.

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim