-->

sosial media

Sunday, 27 June 2021

PERANAN DIDIKAN KELUARGA/ORANG TUA DALAM MENCERDASKAN SPIRITUALITAS ANAK


 

I.                   Pendahuluan

Di Zaman modern ini, terdapat banyak masalah di sekitar keluarga Kristen. Istilah keluarga Kristen hampir tinggal nama saja. Tanggung jawab yang dipercayakan Tuhan bagi orang tua untuk mendidik anak dan mendekatkan diri anak pada Tuhan, kini hampir terlupakan oleh orang tua. Ada orang tua Kristen yang kurang mengacuhkan perkembangan batin anak-anak mereka. Orang tua menuntut banyak dari anak sementara kebutuhan dalam masa perkembangan anak tidak diperdulikan sama sekali. Kesibukan di luar rumah membuat waktu kebersamaan dengan anak dan waktu untuk memperhatikan anak sangat tidak memungkinkan. Akhiranya orang tua mempercayakan anak sepenuhnya pada Gereja atau Sekolah agar mereka dibekali dengan pendidikan.

Akan tetapi ketika melihat kenyataan tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka orang tua akan kecewa pada anak dan akhirnya menyalahkan lembaga-lembaga yang sudah dipercaya tersebut. Bagaimana mungkin seorang anak dapat belajar tentang hal percaya dan kasih serta tanggung jawab seorang Kristen jikalau hal itu semua tidak pernah dilihat, dikenal dan dirasakan dalam keluarganya sendiri? Bagaimana mungkin anak memiliki moral dan spiritual yang baik bila unsur-unsur ini tidak dibekali dalam keluarga? Oleh sebab itulah didikan orang tua sangat berperan dalam mencerdaskan spiritualitas anak.

Dalam sajian ini, penyaji memberikan batasan pembahasan di sekitar didikan keluarga {orang tua} dalam hal agama, karena bidang inilah yang lebih dekat dengan kecerdasan spiritualitas anak. Oleh sebab itu, penyaji membuat sistematika sebagai berikut:

 

I.                   Pendahuluan

II.                Dasar Teologi Pendidikan Agama

III.             Pengertian

3.1  Spiritualitas

3.2  Pendidikan agama Kristen dalam keluarga

IV.             Pembahasan

4. 1 Mengenal Perkembangan Anak

4. 2 Usaha PAK dari Orang tua demi Mencerdaskan Spiritualitas Anak

V.                Kesimpulan

Daftar Pustaka

 

II.                Dasar Teologi pendidikan agama

Dalam Ulangan 6:6-8, terdapat perintah Allah kepada Orang Israel setelah mereka menerima hukum taurat Allah. Perintah ini bersifat “mengingatkan” bangsaNya agar tetap mengajarkannya berulang-ulang kepada generasi muda. Berulang-ulang berarti sekuat tenaga, dan dengan memakai segala keahlian yang ada supaya penyataan kehendak Allah dihayati oleh generasi mendatang[1]. Orang Yahudi pada saat itu memasukkan bagian-bagian hukum tertulis dalam kotak-kotak kecil yang diikatkan pada tangan dan dahi mereka {Mat 23:5}. Artinya hendaklah taurat Tuhan menjadi pedoman yang mengendalikan segala kegiatan tangan dan mengarahkan segala pandangan mata; hendaklah taurat juga yang mengatur pergaulan di rumah tangga, dan segala kegiatan hidup[2].

Sebagaimana Ishak meneruskan pengajaran yang penting itu dan kemudian anaknyaYakub pula menanamkan segala ajaran ini ke dalam batin anaknya. Yusuf menyimpan pelajaran-pelajaran itu dalam batinnya ke mana saja ia pergi, biar dalam pengasingan sekalipun sehingga pengetahuan akan janji Tuhan itu tetap terpelihara oleh bangsa Israel. Jadi seluruh pendidikan itu bersifat agama yang dimulai dalam masing-masing rumah tangga dan diteruskan dalam kebaktian umum. Tuhan sendirilah yang merupakan pusat dan tujuan segala pendidikan  itu.

Dalam Efesus 6:4, terdapat perintah yang sangat penting bahkan merupakan kewajiban Orang tua untuk melatih anak dalam pendidikan disiplin hidup Kristen {paideia: pendidikan dengan disiplin dan Nouthesia: pendidikan dengan lisan}. Alkitab meletakkan tanggung jawab untuk pendidikan religius pada orang tua.[3] Tuhan menahbiskan rumah sebagai lembaga untuk melatih anak-anak bagaimana mereka seharusnya bertindak. Tujuan dari pemberian perintah ini agar anak percaya pada Tuhan, supaya anak tidak melupakan tindakan Tuhan dan supaya anak bertumbuh dan berkembang menjadi orang yang memiliki kepribadian dan spiritualitas yang baik. Yesus sendiri menghendaki agar anak-anak juga diikutsertakan dalam pengajaran Kristen. Ia memperlihatkan apa yang dimaksudkanNya ketika Ia memeluk anak-anak dan memberkati mereka.

III.             Pengertian

3. 1 Spiritualitas

Spiritualitas pada umumnya dimaksudkan sebagai hubungan pribadi seorang beriman dengan Allahnya dan aneka perwujudannya dalam sikap dan perbuatan. Spiritualitas dapat dirumuskan sebagai hidup berdasarkan Roh Kudus dengan cara mengembangkan iman, harapan dan cinta kasih sebagai usaha mengintegrasikan segala segi kehidupan ke dalam cara hidup yang secara sadar bertumpu pada iman akan Yesus Kristus.

Segala bidang khususnya kehidupan berkeluarga harus diresapi oleh nilai – nilai kristiani seperti cinta kasih, kesetiaan, semangat berkorban, kejujuran, ketekunan dan kerendahan hati. Jadi membentuk orang beriman yang dewasa dalam Kristus {Efesus 4: 13} dan sekaligus ulet serta bijaksana dalam urusan yang duniawi adalah tujuan lembaga – lembaga pembinaan umat[4].

Kehidupan spiritual tidaklah bertentangan dengan kehidupan kodrati manusia, tetapi tumbuh dan menjadi dewasa dalam keserasian dalm kehidupan kodrati. Melalui kehidupan spiritual manusia memasuki pengetahuan dan cinta yang melebihi kodrat. Di sini dia berpikir dan bertindak tidak atas budaya dan nalar melainkan atas dasar iman[5]. Jadi spiritualitas merupakan dasar untuk bertindak atau mempraktekkan kehidupan iman kristiani karena spiritualitas dibangun atas dasar pengalaman pendidikan agama Kristen.

3. 2 Pendidikan agama Kristen dalam keluarga

Keluarga Kristen adalah pemberian Tuhan yang tidak ternilai harganya. Keluarga kristenlah yang memegang peranan yang terpenting dalam PAK, bahkan lebih penting pula dari segala jalan lain yang dipakai gereja untuk didikan itu. Pada umumnya keluarga memang besar nilainya bagi manusia. Ilmu sosiologi menjunjung keluarga sebagai komunitas pokok bagi seluruh masyarakat. Suami-istri dapat memberi contoh terindah dari hal kasih-mengasihi, tolong- menolong dan hal saling berkorban. Jikalau suami-istri Kristen dianugrahi anak, mereka merupakan segitiga yang suci. Persekutuan rumah tangga Kristen itu tidak ada taranya di seluruh dunia ini, justru persekutuan itulah yang dipakai Tuhan untuk kepentingan spiritualitas anak. Tuhan menghendaki agar keluargalah yang dapat menanamkan dalam batin anak – anak muda pengertian akan dua hal yang merupakan inti dari pengajaran Kristen yakni, Taurat dan Anugerah[6]. Melalui keluargalah akhirnya mereka lambat laun diajak berintegrasi dalam masyarakat. Oleh karena itu hendaklah orang tua menyadari betapa pentingnya pendidikan agama kristiani dalam keluarga demi kehidupan dan kemajuan umat Allah sendiri.

Pendidikan agama bukan berarti pemaksaan secara sewenang- wenang perintah moral kepada anak. Pendidikan agama berarti suatu pemahaman yang selalu berkembang maju agar anak dibantu untuk memahami Allah, manusia dan tugas moral sesuai dengan umur serta pendidikannya. Keingintahuan alamiah dari seorang anak perlu dimanfaatkan dalam setiap usaha pendidikan.

IV.             Peranan orang Tua Dalam mencerdaskan Spiritualitas Anak

4. 1 Mengenal Perkembangan Anak

Dalam psikologi perkembangan dipahami bahwa manusia berkembang dari janin, kanak-kanak menjadi dewasa dan lanjut usia. Masa kanak-kanak merupakan awal kehidupan di dalam dunia, dan pada usia dini ini anak memandang ke masa depan dalam pertumbuhannya. Anak adalah manusia dalam perkembangan tertentu. Ia berbeda dari orang dewasa dalam segi kualitasnya. Cara berpikir, cara belajar dan sebagainya. Masa kanak-kanak dapat dibagi dalam 4 bagian yakni: bayi {0-2 tahun}, anak kecil {3-6 tahun}, anak tanggung {7-9 tahun}, dan anak besar {10-12 tahun}. Perkembangan pada masa kanak-kanak merupakan perkembangan yang paling pesat disbanding masa dewasa misalnya. Dalam kurun waktu lima tahun pada masa kanak-kanak {misalnya dari lahir hingga usia 5 tahun} terjadi perubahan yang sangat besar sedangkan lima tahun pada masa dewasa 40-45 tahun tidak begitu banyak perubahan yang tampak[7].

Ada beberapa keperluan anak yang khas pada waktu ia bertumbuh. Makin lama makin besar hasratnya untuk mengemudikan hidupnya, ia ingin melihat adanya keseimbangan antara kejayaan dan kegagalan, adanya keselarasan dengan kenyataan yang bertambah sempurna dan ia ingin menjadi orang yang berkepribadian. Bersama dengan keperluan ini seorang anak wajib memenuhi beberapa tugas pertumbuhan tertentu waktu ia bertumbuh. Ada tugas yang tidak berulang seperti belajar berjalan dan bercakap, ada pula yang berulang seumur hidup seperti belajar menyesuaikan diri dengan orang lain atau belajar melihat perbedaan antara yang benar dan yang salah. Semua tugas ini akan dilalui bersama dengan keadaan dan pengaruh di masyarakat, gereja, di sekolah dan terutama di rumah[8].

Dalam upaya memperoleh sosok pribadi yang kita harapkan, proses pertumbuhan dan perkembangan anak mutlak harus dipengaruhi. Lingkungan hidup anak yang utama dan paling ideal adalah lungkungan orang tua, lingkungan keluarga yang menjadi sumber yang melakukan tindakan terhadap anak yang sedang tumbuh dan berkembang[9]. Stimulasi {perangsangan}menjadi suatu yang penting dan dibutuhkan oleh anak untuk merangsang perkembangan semua aspek kepribadian seperti aspek kognitif, emosi, social, moral dan spiritual. Sumber stimulasi yang penting bagi anak adalah orang tuanya sendiri dan lingkungan keluarga. Di sinilah tugas orang tua untuk menjadi pembimbing anaknya, supaya perkembangan anak dapat berlangsung sebaik-baiknya. Dengan demikian, pengenalan akan perkembangan kepribadian anak menjadi langkah utama dan awal untuk dapat menanamkan pendidikan agama pada langkah selanjutnya demi mencerdaskan spiritualitas anak.


4. 2 Usaha PAK dari Orang tua demi mencerdaskan spiritualitas anak

Pada saat kelahiran anak dimulailah suatu proses penerusan nilai-nilai yang secara bertahap dalam rangka mengembangkan dan memperkaya kehidupan roh, membimbing anak kepada kematangan psikologis dan rohani {spiritualitas}. Oleh sebab itu sebagai dasar dalam tugas mendidik anak adalah cinta kasih Allah kepada mereka dan cinta kasih timbale balik di dalam perkawinan, pasangan suami-istri yang terus mengalir melalui pelayanan pendidikan kepada anak-anaknya. Jika mereka secara penuh merupakan gambar dan citra Allah dari sang pencipta, maka suami-istri akan  menggunakan waktunya untuk memelihara, melindungi, menumbuhkembangkan dan membantu anak mencapai kedewasaan walau telah melakukannya hanya 9 bulan di kandungan.

Anak-anak sudah sejak dini harus diajar mengenal Allah serta berbakti kepadaNya dan mengasihi sesama. Usaha pendidikan dari orang tua harus menjangkau seluruh kepribadian anak. Orang tua yang cermat, akan secara kritis menganalisis akibat dari tindakan yang mereka lakukan terhadap anak-anaknya serta sering berdiskusi bersama-sama, hal-hal yang disiplin, perkembangan sosial anak, hukuman serta penghargaan, gangguan-gangguan emosional dan kebutuhan pribadi[10]. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu komunikasi yang baik.

Tidaklah cukup merasa mencintai dan menyayangi si anak. Rasa cinta dan sayang harus juga dikomunikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan harus mewarnai suasana keluarga. Perasaan marah diungkapkan secara terbuka dan jujur tanpa berusaha menggunakan teknik yang destruktif {merusak}. Cara mengkomunikasikan rasa cinta dan sayang antara lain menyediakan waktu untuk anak-anak, menunjukkan minat terhadap kegiatannya, menganggap penting penyataan dan pendapatnya dan menanamkan disiplin dengan tegas tetapi penuh kasih sayang[11].

 Jadi ada 7 kebutuhan anak yang harus dipenuhi dan diperhatikan oleh orang tua yakni: kebutuhan untuk berarti, rasa aman, diterima, mencintai dan dicintai, dipuji, disiplin dan yang paling utama adalah kebutuhan untuk Tuhan. Anak dapat memahami siapa Tuhan, cinta, anugerah, pengampunan, penerimaan dan kebenaran Firman Tuhan sejauh mereka mengalami hal-hal itu dalam hubungan, terutama di rumah. Orang tua tidak cukup hanya memberitahukan fakta religius dan harus mengajarkan caranya. Instruksi sebaik apapun yang diberikan orang tua pada anak namun contohnya buruk, sama dengan memberikan makanan pada tangan yang satu dan racun pada tangan yang lain.

Berdasarkan Alkitab, ada 4 prinsip yang harus diperhatikan orang tua mendidik anak[12].

1.      Pertama-tama orang tua harus memiliki hubungan yang benar dengan Tuhan. Orang tua tidak dapat begitu saja mengatakan pada anaknya jalan yang harus dilalui. Bila pengaruh mereka diperhitungkan, mereka harus menjadi seperti apa yang mereka harapkan dari anak. Orang tua tidak hanya tahu apa caranya, tetapi juga mengajarkan bagaimana caranya.

2.      Allah mempercayakan tanggung jawab pendidikan religius pada orang tua. Tuhan menahbiskan rumah sebagai lembaga untuk melatih anak-anak bagaimana mereka seharusnya bertindak. Dalam hal ini orang tua memang membutuhkan bantuan gereja atau sekolah untuk menanamkan pendidikan  agama akan tetapi tanggung jawab utama tetap terletak pada orang tua. Orang tua tidak seharusnya menyalahkan gereja, pendeta, sekolah atau lembaga lainnya. Tujuan dari pemberian perintah ini jelas yakni agar anak percaya pada Tuhan, agar anak tidak melupakan tindakan Tuhan melainkan melakukan perintah Tuhan, dan supaya anak tidak keras kepala dan melawan

3.      Alkitab mengajarkan bahwa perintah orang tua harus berlaku tetap dan terus menrus. Perintah agama harus diteruskan dalam kata dan perbuatan setiap saat. Anak-anak tumbuh secara spiritual ketika orang tua mengaitkan Tuhan dengan kehidupan di sekeliling mereka.

4.      “Didiklah anak itu dalam jalan yang harus dilaluinya dan ketika ia dewasa ia tidak akan jauh dari jalan itu. Bimbingan diberikan melalui contoh hidup orang tua sehari-hari. Bagaimana orang tua mendidik anak jika orang tua tidak mempunyai waktu senggang bersama anak-anaknya. Anak-anak kehilangan panutan, kasih dan bimbingan sehingga mereka terbiasa hidup dalam kekerasan. Tidak sedikit anak/pemuda masuk ke lembaga pemasyarakatan berasal dari keluarga yang kurang harmonis. Permasalahan dalam keluarga adalah sekaligus masalah kehidupan jemaat. Keluarga Kristen bukan saja dilihat sebagai unsur masyarakat, tetapi juga lebih sebagai unsur kerajaan Allah, keluarga Allah {Familia Dei} di bumi ini.

Dengan demikian upaya pendidikan agama dalam keluarga dapat mencapai tujuan mencerdaskan spiritualitas anak seperti[13]:

v  Anak mengenal Allah sebagai Pencipta dan pemerintah seluruh alam ini, Yesus Kristus sebagai penebus, pemimpin dan penolong mereka.

v  Mereka mengerti akan kedudukan panggilan mereka selaku anggota gereja Tuhan, dan suka turut bekerja bagi perkembangan gereja di bumi ini.

v  Mereka mengasihi sesama oleh karena Tuhan telah mengasihi mereka sendiri melalui kasih yang diperkenalkan orang tuanya.

v  Mereka insaf akan dosanya dan selalu mau bertobat pula, minta ampun dan pembaharuan hidup

v  Mereka suka belajar terus mengenai berita Alkitab, suka mengambil bagian dalam kebaktian jemaat, dan suka melayani Tuhan di segala lapangan hidup

v  Mereka tidak akan mudah diombang-ambingkan oleh ajaran palsu, karena Firman dan Roh Allah akan mendasari kehidupan mereka setiap hari.

v  Mereka menjadi generasi penebus untuk membangun keluarga Kristen yang berdasar pada kasih Allah.

Jadi Ayah dan Ibu mengajar anak-anaknya tentang anugerah. Betapa indahnya seorang anak kecil memohon dan menerima keampunan. Di dalam pengakuan dan penyesalan itu ia sudah belajar merendahkan diri, dan dalam keampunan itu ia sudah mengecap bahagia yang memenuhi hati manusia, jikalau ia diperdamaikan pula dengan sesama manusia. Dengan demikian lama-kelamaan hukum-hukum dan karunia Allah terungkap dalam hidupnya. Tempat yang mula-mula masih dipegang oleh orang tua kemudian akan diambil oleh Tuhan sendiri, supaya Dialah yang memimpin seluruh hidup anak itu. 

VI.             Kesimpulan

Keluarga Kristen merupakan komunitas yang memiliki peran utama untuk mewujudkan kerajaan Allah di dunia ini. Oleh karena itu, Allah telah menetapkan tanggung jawab penuh bagi orang tua untuk berperan aktif dalam usaha mendekatkan diri anak pada Tuhan. Agar nilai-nilai kepercayaan akan karya Tuhan tetap tertanam dalam batin anak. Orang tua yang sadar akan tugas ini akan bersedia mengisi masa pertumbuhan anak dengan menciptakan suasana yang hangat dalam kebersamaan dengan keluarga. Sebab perkawinan bukan hanya menghasilkan kelahiran anak-anak manusia, tetapi juga kelahiran anak-anak Allah yang menghayati hidup baru, yang diterima dari Kristus melalui Roh Kudus. Tentu sekali bahwa Tuhan akan tetap menguatkan orang tua yang mau mempersembahkan anaknya pada tangan Tuhan serta meminta pertolongan Tuhan.    

 


[1] D. Guthrie BD, Tafsiran Masa Kini 2, BPK-GM, Jakarta: 1982, hlm. 317

[2] I.J. Cairns, Tafsiran Kitab Ulangan 1-11, BPK-GM, Jakarta: 1997, hlm. 135

[3] D. Guthrie BD, Tafsiran Masa Kini 3, BPK-GM, Jakarta: 1981, hlm. 627

[4] A. Heuken Sj, Ensiklopedia Gereja IV, Cipta Loka Caraka, Jakarta: 1994, hlm. 277-282

[5] ------, Ensiklopedia Nasional Indonesia,  Adi Pustaka, Jakarta: 1994, hlm. 219

[6] E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, BPK-GM, Jakarta: 2007, hlm. 128-129

[7] Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, BPK-GM, Jakarta: 1999, hlm. 129

[8] Iris V. Cully, Dinamika Pendidikan Kristen, BP-GM, Jakarta: 1976, hlm. 125

[9] Singgih D. Gunarsa, Dari Anak Sampai Usia Lanjut, BPK-GM, Jakarta: 2004, hlm 388

[10] Maurice Eminyan, Sj, Teologi keluarga, Kanisius, Yogyakarta: 2001, hlm. 152-155

[11] Sven Wahlroos Ph. D, Komunikasi Keluarga, BPK-GM, Jakarta: 2002, hlm. 246

[12] John M. Drescher, Tujuh Kebutuhan Anak, BPK-GM, Jakarta: 1992, hlm. 120-125

[13] E. G. Homrighausen dan I. H. Enklaar, Op-cit, hlm. 122

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim