-->

sosial media

Wednesday, 11 January 2023

PENDAMAIAN (Suatu Tinjau Eksegetis –Historis Kritis Terhadap Pendamaian Berdasarkan Efesus 2:11-22 Dan Relevansinya Bagi Gereja Saat Ini)


I.                        Pengantar


   Persoalan gereja saat ini adalah ketidak satuannya dengan yang lain dan tidak mengangkap bahwa mereka adalah satu Tubuh. Jangan-jangan gereja atau jemaat yang ada di dalam gereja itu belum berdamai. Atau perseteruan dan perbedaan di dalam gereja adalah bagian yang belum berdamai. Oleh karena itu saya sebagai penyeminar mencoba mengumuli topik pendamaian itu sendiri secara tafsiran Historis Kritis dari Surat Efesus 2:11-22. Hal ini kita akan melihat bagaimana situasi dan kodisi Efesus yang hidup sebagai Yahudi dan non Yahudi. Dan dilanjutkan bagaimana pendamaian yang penulis maksudkan sehingga mereka dipersatukan di dalam Kristus Yesus.

II.                     Pembahasan

2.1.                  Pengertian Pendamaian Secara Umum

Pendamaian dalam bahasa inggris disebut Peacen yang diartikan dengan perdamaian, ketentraman hati, ada suka, damai, ketenagan. Semuanya itu mengarah kepada perdamaian.[1] Perdamaian berasal dari kata damai yang diartikan dengan tidak ada perang, tidak ada kerusuhan, aman, tentram.[2] Dalam pengertiannya juga digunakan dengan kata berdamai, berdamai, mendamaikan, perdamaian, memperdamaikan, terdamaikan, pendamai, kedamaian. Semuanya kata ini mengarah kepada sebuah ketentraman dan keadaan baik.

Secara normatif, telah tersedia sejumlah petunjuk bagaimana seharusnya umat beragama menyelenggarakan keadilan dan perdamaian. Masalahnya adalah bahwa justru hal itu yang tidak terjadi. Pada aras praksis kita memang selalu menghadapi hal yang berbeda dengan yang diidealkan. Dalam kaitan dengan hal itu, beberapa fakta dapat diangkat.

1.                       Umat beragama sendiri menyelewengkan ajaran-ajaran agama demi tujuan mereka sendiri. Mereka menafsirkan keadilan dan perdamaian sedemikian rupa sehingga berorientasi pada tujuan mereka sendiri.

2.                       Agama diselewengkan oleh pihak-pihak tertentu untuk tujuan tertentu yang tidak luhur, misalnya demi mencapai kekuasaan. Ajaran-ajaran agama yang luhur mengenai keadilan dan perdamaian dimanipulasi sedemikian rupa sehingga menjadi sempit dan picik.

3.                       Watak ajaran agama yang bersifat memperbudak ditonjolkan sedemikian rupa sehingga agama sungguh-sungguh menampilkan wajah yang kejam. Allah ditampilkan sebagai Allah yang siap menghukum, padahal Dia adalah Allah yang mengasihi.[3]

Sebagai penuntun kehidupan umat manusia, agama pada prinsipnya terdiri dari nilai-nilai yang mencerminkan kepedulian tinggi terhadap nilai-nilai kemanusiaan, dan karena itu agama menolak segala bentuk sikap dan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut. Dalam tataran ajaran, agama manapun sangat menekankan kehidupan yang penuh kedamaian dan sejenisnya, serta melarang segala bentuk kekerasan.[4]

Menurut Eka Darma Putera, menekankan bahwa agama mempunyai dimensi dalam perwujudannya: dimensi mitos, dimensi ritus dan dimensi etis. Dimensi mitos memberi pegangan mengenai apa yang harus dipercayai. Dimensi ritus adalah dimensi di mana orang mengekspresikan apa yang ia percayai. Dan akhirnya dimensi etis adalah di mana orang mengaktualisasikan apa yang dipercayainya itu di dalam kehidupan praktis.

Pada dimensi inilah, agama mempunyai nilai praksis. agama-agama bila mau berfungsi, harus bersiteguh hati menerobos kebekuan dogmatisme dan ritualismenya, dan mulai menaruh perhatian yang amat serius terhadap tantangan-tantangan etis. Ketika  agama-agama secara sendiri-sendiri menyadari tantangan-tantangan etis ini, ia akan menyadari bahwa tantangan-tantangan etis ini adalah tantangan-tantangan bersama. Masalah-masalah etis mendasar yang sedang kita hadapi semuanya adalah masalah-masalah bersifat “lintas agama”. Masalah-masalah yang menyangkut kemiskinan, ketidakadilan, kebebasan, HAM, demokrasi, lingkungan hidup, kesenjangan sosial dan sebagainya adalah masalah-masalah yang tidak membeda-bedakan agama. Dan sesungguhnya kekuatan-kekuatan yang memiskinkan, menindas, yang menimbulkan rasa takut, yang merampas hak-hak asasi manusia, kekuatan yang merusak alam ciptaan, keserakahan dan kerakusan akan kuasa dan kebendaan dan sebagainya itu, itulah personifikasi dari kekuatan demonis abad ini. Kekuatan-kekuatan itu adalah setan, atau iblis dalam arti yang seriil-riilnya. Musuh agama bukanlah agama lain, melainkan setan-setan  itu.[5]

Jika sumber-sumber agama dilihat, dapat disebutkan bahwa semua agama bersikap kritis dalam penggunaan kekerasan. Taoisme dan Konfucianisme memiliki apa yang disebut sebagai golden rule: “apa yang tidak ingin dilakukan kepadamu, jangan lakukan kepada orang lain”. Ini bukan sekedar soal perasaan saja yang kemudian menjadi relatif, tetapi hal ini merupakan seruan untuk mengatasi kekerasan. Brahmanisme Hindu dan Budha jelas memiliki ajaran ahimsa, doktrin untuk melampaui segala bentuk kekerasan, karena penyebab segala perilaku buruk adalah ahimsa. Mahatma Gandhi sepanjang hidupnya menaruh perhatian besar pada ahimsa ini. Budha menyerukan toleransi dan menetapkan larangan tanpa syarat untuk membunuh. Kebaikan budi, simpati, merasakan kesenangan dan kedamaian merupakan empat budi utama yang harus ditanamkan dalam semua perilaku. Islam sebagai agama damai selalu didengang-dengungkan sebagai hakikat dari keislaman. Dalam istilah Islam saja sudah berarti kepatuhan yang di dalamnya ada pengabdian, ketaatan. Juga dalam agama Kristen, jelas sekali bahwa panggilan damai dengan mengasihi sesama menjadi perhatian penting dari kitab suci.

   Tidak diragukan bahwa agama berperan penting dalam penciptaan masyarakat yang damai. Perdamaian dapat diartikan sebagai tidak adanya atau berkurangnya segala jenis kekerasan dan juga transformasi konflik kreatif non-kekerasan, sehingga kerja perdamaian adalah upaya mengatasi kekerasan dengan cara damai.[6] 

2.2.                 Pendamaian Dalam PL

Pendamaian dalam PL secara umum biasanya berkaitan dengan pemaknaan kurban sebagai persembahan unutuk Tuhan. perlunya mereka mempersembahkan persembahan kepada Tuhan dimulai dari awal kitab Kejadian. Setelah Adam dan Hawa berdosa, Allah mengenakan pada mereka pakaian dari kulit binatang yang telah disembeli. Bahkan barang kali Ia juga mengejarkan tentang perlunya mempersembahkan kurban (Kej. 3:21). Dalam PL kata pendamaian yang digunakan adalah כּׅפֶּר kipper yang diartikan menutup, mengadakan pendamaian (Kel 32:30). Kata ini juga dihubungkan kepada kata koper yang artinya  Tebusan. Hal ini melambangkan bagaimana bagaimana nyawa yang tidak bersalah dari binatang itu diserahkan sebagai ganti kesalahan si pembawa persembahan. Secara khusus dalam hari pendamaian (Dosa), Imam besar menggambil seekor lembu jantan dan seekor kambing lalu memercikkan darahnya ke atas tutup pendamaian. Hal ini juga digambarkan oleh tindakan Yakub yang pada persiapan pertemuannya dengan Esau, yang telah menyakiti hatinya Kejadian 32:20. Pada waktu Yakub berkata berharap Esau mendamaiakan hatinya. Kata itu digunakan kata kipper כּׅפֶּר  sebagai kata kerja dari pendamaian itu.[7]

Dengan singkat dapat dikatakan bahwa terjadinya pendamaian adalah karena renggangnya hubungan manusia dengan Pencipta. Hal ini jelas digambarkan dalam kejadian 3, dimana laki-laki dan perempuan setelah kedapatan atau ketahuan oleh Allah melakukan penyimpangan dari PerintahNya, mereka menjadi takut dihadapan Allah. Mereka sadar bahwa Allah mengetahui manusia itu tidak patuh kepada Allah.[8] Akibat ketidaktaatan manusia kepada Allah, maka manusia akan binasa. Tetapi Allah telah berjanji untuk tidak membinasakan umatNya dari bumi yang telah diciptakanNya, karena itu  Allah mendamaikan manusia dengan diriNya sendiri, supaya manusia bebas dari maut. Jadi pendamaian dalam PL itu harus dijawab (oleh bangsa Israel) dengan korban-korbannya sebagai tanda bahwa mereka berada di dalam perjanjian dengan Allah.

Pendamaian tersebut dilatarbelakangi oleh:

1.                       Dosa yang ada pada manusia bersifat universal (1 Raja 8:46 ; Mzm 14:3)

2.                       Bobot dari dosa tersebut sudah amat berat (Hab 1:13 ; Yes 59:2)

3.                       Manusia sudah tidak mampu lagi untuk mengatasinya (Bil 32:23 , 20:9)[9]

Korban yang mau dipersembahkan tidak boleh tercela, perlu adanya kesempurnaan, pendamaian tidak murah dan mudah karena bobot dosa sangat berat. Kematian korban adalah segi yang sangat penting dari pengorbanan itu. Hal itu terungkap sebagian dalam kiasan ‘darah’, sebagian dalam sifat umum upacara pengorbanan itu. Untuk itulah Kristus, Anak Allah datang kedunia untuk menyelamatkan manusia.


2.3.                 Pendamaian Dalam PB

Pendamaian dalam PB dihubungkan dengan penghapusan dosa atas Allah dengan manusia, yang pada awalnya manusia karena dosa menjadikannya memberontak terhadap Allah sehingga hubungan manusia dengan Allah menjadi terpisah. Tetapi Allah yang kasih adanya mengutus AnakNya untuk memulihkan hubungan itu menjadi seperti semula antara Bapa dan Anak. Dan dengan penyelamatan itu Yesus Kristus mendamaikan diriNya dengan manusia Bnd Mat 20:28; Rom 3:25; II Kor 5:18 dlln.[10]

Untuk mengungkapkan gagasan tentang pendamaian dalam Perjanjian baru digunakan kata “καταλλασσω” (Katallasso). Dan yang serumpun dengannya sangat sedikit digunakan dalam Septuaginta (LXX). Akar kata hanya muncul sekali dalam Yeremia 31:39 (καταλλαζην) dan artinya disitu bukanlah ‘pendamaian’ melainkan ‘perubahan’. Kata yang lain yaitu dalam Yesaya 9:5 (LXX), ‘ειρηνην’ dan 1 Samuel 29:4 (LXX), ‘κατεστησας’, tetapi hanya kata eirenen itulah yang benar-benar menunjuk pada pendamaian dua orang.[11] Dalam Yudaisme mula-mula, gagasan pendamaian dipakai untuk menunjukkan keinsafan bahwa manusia harus diperdamaikan satu kepada yang lain sebelum dapat berdamai dengan Allah. Sedangkan dalam dunia Hellenis, kata kerja “kattalessein dan diallassein” juga diartikan sebagai “mendamaikan”. Tetapi hampir tidak pernah dipakai untuk menyatakan hubungan antara Allah dan manusia.[12]

Kemungkinan karena inilah Paulus sering menggunakan istilah “kattalessein” (mendamaikan) dalam bentuk infinitive, yang artinya menunjukkan “hubungan antara Allah dengan manusia”. Dan kata ini sering dihubungkan dengan kata “diallassein” (Mat. 5:24). Kedua kata ini sama-sama menunjukkan arti penyelesaian antara dua belah pihak melalui suatu pekerjaan yang hebat, yang tidak ditemukan di dunia ini. Dalam kesusasteraan orang Kristen, pada abad I, kata ini hanya didapatkan dalam surat Paulus, yang diartikan sebagai pekerjaan Paulus. Allah yang telah berjanji dalam FirmanNya kepada manusia (bangsa Israel) akan menanggapinya dengan cara menciptakan suatu hubungan baru. Untuk mencapai hal ini, Allah telah menjadi manusia. Dengan cara inilah kita dapat berbicara tentang pendamaian diantara Allah dan manusia. Jadi pendamaian dalam PB itu adalah karya yang telah dilakukan oleh Kristus untuk mengatasi keterasingan manusia dari Allah sebagai wujud dari kasih Allah kepada manusia. Allah tidak butuh pendamaian dari manusia, tetapi Ia mengambil prakarsa bagi pendamaian dan manusia atau dunia menjadi obyeknya sebab Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus (2Kor 5:19), kita diperdamaikan dengan Allah oleh kematian anakNya (Rm. 5:10).[13]

Sebab hanya melalui Kristus, pelanggaran yang terjadi dibawah perjanjian pertama memperoleh penebusan (Ibr. 9:15). Pendamaian terlaksana oleh kematian itu, jadi pendamaian adalah pemberian yang harus diterima  (Rm. 5:11). Hal itu berasal dari Allah dan diberikan kepada manusia hal tersebut secara langsung atau tidak langsung bukan merupakan perbuatan manusia itu sendiri. Allah dalam Kristus telah mendamaikan manusia dengan diriNya dan telah memberikan kepada para rasul pelayanan pendamaian itu. Allah telah mengaruniakan kepada manusia berita yang harus disampaikan kepada sesamanya, berita itu adalah bahwa pendamaian itu telah terlaksana. Hal itu merupakan proklamasi bahwa Allah telah melakukan sesuatu bagi manusia. Berdasarkan karya yang telah selesai ini, maka Paulus menasihati manusia agar diperdamaikan dengan Allah. Manusia harus menunjukkan ketaatan yang penuh kasih kepada Allah yang mengasihi. Jadi karya pendamaian dalam pengertian PB adalah karya yang telah selesai, dan kita harus menerimanya  sebagai karya yang sudah selesai sebelum injil itu diberitakan.[14]

Pendamaian (ειρηνη) dalam Perjanjian Baru

1.                       Ειρηνη dalam pengertian yang luas atas banyak pemikiran

2.                       Ειρηνη sebagai keselamatan eskatologi bagi semua orang

3.                       Ειρηνη sebagai pendamaian dengan Allah

4.                       Ειρηνη sebagai pendamaian seorang terhadap manusia yang lain

5.                       Ειρηνη sebagai pendamaian dari jiwa


2.4.                  Pendamaian dan Salib Kristus

Pendamaian Allah didalam Yesus Kristus tidak terlepas dari Salib Kristus, Salib merupakan lambang penderitaan dan kematian Yesus Kristus, salib menandakan tempat dimana manusia yang berdosa berjumpa dengan Allah. Salib berdiri dimana arus kehidupan manusia keruh dan arus kasih karunia ilahi yang tidak henti-hentinya berjumpa untuk ditransformasikan oleh kepribadian Yesus. Dengan salib Kristus, dosa manusia dihapuskan dan orang-orang berdosa diperbaharui (adanya pengampunan dan pembaruan).[15] Salib adalah inti iman, tanpa salib keselamatan manusia tidak akan pernah menjadi kenyataan. Salib atau Kasih penebusan Allah terungkap dalam Yesus dan merupakan dinamika sentral dari seluruh sejarah. Semuanya ini terjadi antara lain karena perbuatan yang mendamaikan. Sementara Paulus menyebutkan bahwa salib Kristus merupakan kekuatan, kemenangan, kemegahan, dan hikmat Allah.[16]

Bagi umat Allah, salib berarti kebebasan, manusia telah menjadi budak dosa, namun melalui kematian Kristus kita telah dibebaskan untuk menjadi abdi Kristus dengan sukacita. Salib mencipta perbedaan antara penghambatan dalam kehidupan lama dengan kemerdekaan dalam ketaatan. Kemerdekaan di sini maksudnya kebebasan anak-anak Allah yang dimotivasi oleh kasih bukan oleh hukum.[17] Adapun makna salib Kristus bagi kita adalah agar kita bisa hidup melalui diriNya, agar kita bisa hidup demi diriNya dan agar kita bisa hidup bersama diriNya. Karya Allah dalam diri Yesus dinyatakan dalam terang salib dan kebangkitaNya. Dengan salib Kristus, Ia telah memperdamaikan kita dengan diriNya sendiri (2 Kor 5:19). Hasil karya pendamaian Kristus adalah bahwa sekarang kita beroleh jalan masuk kepada Bapa dalam satu Roh (Ef. 2:18). Kematian Kristus mengacu kepada pengorbanan kudus, yang melukiskan pelayanan Kristus yang telah melakukan penyucian dosa (Rm. 5:8-9). Sehubungan dengan hal itu , Paulus juga menekankan bahwa pelayanan Kristus telah memberi gambaran kebenaran (Justification), penebusan dari perbudakan (Redemption), persembahan korban penebusan di altar  dan pendamaian (Reconciliation) untuk melanjutkan keadilan Allah yang penuh dalam Kristus melalui kasih karuniaNya.[18] Tujuan Allah melalui karya Anak dan RohNya adalah menciptakan suatu masyarakat yang telah diperdamaikan, yang tidak ditolerir lagi oleh tembok pemisah atau penyekat-penyekat lain, dan dalam pengaruh ras, nasionalisme, kedudukan dan perbedaan gender yang cenderung memecah belah.[19]


2.5.                 Langkah-langkah Penafsiran Historis Kritis

Menafsir adalah sebuah disiplin ilmu yang disebut juga ilmu Hermeneutik, Eksegese, dan Interpretasi. Semuanya ini tujuannya adalah untuk mencari, menggali makna teks yang mau ditafsirkan. Namun sebelum memuli hal ini penafsir harus ditolong dengan beberapa sumber dan buku-buku yang lain dalam membantu menggali teks misalnya dalam mencarai konteks  dan situasi yang ada, dan seluruh latarbelakang setiap teks yang ingin ditafsir yang mempengaruhi tafsiran tersebut.[20] Oleh karena itu dalam lenagkah menafsir ada beberapa langkah-langkahnya sebagai beriku:

 

2.5.1.           Analisa Sejarah

2.5.1.1.      Latarbelakang Penulisan

Pergumulan penulis surat ini terlihat dari isi surat itu sendiri, karena penulis merasa perlu menulis kepada Filemon dan mengirimkannya ke Asia. Dengan hal inilah penulis mempunyai kesempatan untuk mengirimkan surat-surat yang lainnya. Dan sebagai surat edaran umum yang harus dikirmkan maka ia juga mengirimkan surat itu sampai ke jemaat di Efesus, dan Kolose yang pada masa itu masih berkomunikasih dengan jemaat Kolose. Pergumulan jemaat Efesus berkaitan dengan pengiriman surat itu sendiri. Efesus dituliskan ketika gereja telah didirikan  dan setelah penulis mempunyai kesempatan untuk merenungkan hakikat organisasi. Mengingat akan pentingnya pemberitaan kesaksian kepada bangsa-bangsa yang asing. Penulis bermaksud jemaat itu bukanlah sebuah kelompok namun gereja yang universal yang tidak membatasi hal-hal yang mejadikan tembok pemisah. Dimana gereja itu hadir sebagai tubuh Kristus yang beranggotakan Yahudi dan Yunani bahkan tidak ada lagi majikan dan budak.[21]


2.5.1.2.      Penulisan, Waktu dan tempat Penulisan

Memulai dari penggunaan gaya bahasa yang sering menujukan surat ini dengan bahasa-bahasa Holistik yang termuat didalamnya kepada orang-orang Kudus, kepada umat pilihan Allah, dan ditujukan kepada jemaat yang pengertiannya adalah gereja. Pemhaman gereja dalam surat Efesus merupakan gaya bahasa dari tradisi Paulus.[22] Dalam Efesus 1: 1 dan 3: 1, jelas bahwa kitab ini ditulis oleh Paulus yang sedang dalam penjara dan dari kesaksian bapa-bapa gereja (Irenius, Clement dari Alexandria, Tertulianus) menyokong pandangan tradisional bahwa surat ini ditulis oleh Paulus.[23] Tetapi pandangan ini seringkali ditolak. Paulus diragukan sebagai penulis, itu terlihat pada Ef. 1: 3-14, 15-23; 2: 1-9; 3: 1-7 merupakan perikop-perikop yang terdiri dari kalimat panjang berliku-liku. M’Niele menyebutkan bahwa surat Efesus sebagai suatu “sajak dalam prosa”. Semuanya ini menunjukkan bahwa dengan gaya surat Efesus sungguh berlainan dengan gaya Paulus yang biasa[24].

Namun disamping itu kalau kita dapat perhatikan dengan menggunakan terminology Gnostik, ia menafsirkan Gereja sebagai sebuah tubuh, yang merupakan gagasan Paulus, namun kemudian menambahkan gagasan “kepala”; Kristuslah kepala itu. Ini adalah gagasan yang ditemukan dalam Paulus. Tidak hanya itu, pengarang dengan tegas menyatakan dengan demikian, ‘Paulus’ telah menulis secara singkat sebelumnya, dan orang dapat membaca apa yang ditulisnya (3: 3-4).[25]

Surat kepada jemaat Efesus, Kolose, dan Filemon secara umum dikenal sebagai surat-surat penjara karena di dalam semua surat itu Paulus menulis ketika ia sebagai seorang tahanan. Paulus menulis surat Efesus dari penjara (3:1; 4:1) dan juga menyebutkan bahwa dia menyuruh Tikhikus sebagai pembawa surat (6:21) demikian juga dengan surat Kolose (4:7), serta surat Filemon (Flm. 1:24). Dalam Kisah Para Rasul 28:30-32; 23:23; 16:23, ada tiga tempat yang disebut yakni Roma, Kaisarea, dan Filipi. Sementara itu Donald memberikan kemungkinan satu tempat yakni Efesus, karena Paulus harus menghadapi binatang buas di Efesus dalam arena (1 Kor. 15:32), serta penderitaan Paulus di Asia kecil (2 Kor. 1:8). Di Efesus ada bangunan yang dikenal sebagai penjara Paulus. A. Sherington Wood lebih memilih penjara di Roma sebagai tempat surat ditulis berdasarkan pertimbangan disebutkannya pengawal istana dan keluarga kaisar (Flp. 1:13; 4:22).[26]

Tenney juga berpendapat sama dengan Sherington dengan alasan yang sama dan menambahkan bahwa penulis surat berada di bawah pusat jalur perjalanan dan rekan-rekannya dapat datang dan pergi dengan leluasa. Sehingga keadaan itu lebih menunjukkan di Roma daripada Kaisarea.[27] Ahli lain seperti Albert mengatakan bahwa Paulus di duga berada di Roma sebagai seorang terpenjara sebanyak dua kali dan telah menderita martir di Roma kira-kira tahun 65 M.[28]


2.5.1.3.     Penerima Kitab Efesus

Di dalam Ef. 1:1 dengan jelas surat ini ditujukan kepada orang-orang kudus di Efesus. Akan tetapi naskah-naskah kuno (Vatikanus) dan menurut para ahli pada abad III (Origenes, Tertulianus dan Basiledes) tidak memuat kata di Efesus. Yang menjad pertanyaan sekarang, jika tidak dikirim ke Efesus, kemanakah gerangan? Sebahagian ahli mengikuti jejak Marcion yang berpendapat surat Efesus ini sebenarnya adalah surat Laodikia (Kol. 4:16). Dengan dugaan lain, bahwa Paulus menulis dua surat. Menurut Duyverman, hipotesa yang paling mendekati yang sebenarnya adalah Laodikia yang disebutkan dalam Kolose itu adalah surat yang bersifat pribadi, dan kemudiannya hilang tidak tahu kemana. Surat Efesus sekarang ini adalah surat edaran yang diperuntukkan bagi jemaat-jemaat baru di Asia (Kis. 19:22, 26).[29] Di samping naskah aslinya, maka Tikhikus membawa pola naskah-naskah salinannya dan pada alamat tiap-tiap naskah diberi tempat kosong untuk diisi masing-masing jemaat yang akan dikirim naskah itu. Patokan duga tersebut dikuatkan oleh kenyataan bahwa surat ini tidak banyak menurut salam pribadi seperti surat-surat Paulus lainnya, mengingat bahwa Paulus telah tinggal di Efesus selama tiga tahun.[30]

Terhadap perbedaan-perbedaan di atas, penulis menunjukkan bahwa surat Efesus adalah surat edaran kepada orang-orang Kristen di Efesus dan sekitarnya. Sebagaimana juga dikatakan oleh Duyverman bahwa surat Laodikia adalah surat yang hilang kemudian, sedangkan surat Efesus adalah surat edaran yang diperuntukkan  bagi jemaat-jemaat baru di Asia. Namun di dalam Gereja mula-mula surat Efesus ini biasanya dikenal dan dialamatkan kepada Efesus.[31]


2.5.1.4.     Tujuan Penulisan Surat Efesus

Efesus adalah sebuah daerah yang diduduki oleh masyarakat Yahudi dan juga Yunani, namun jelas Paulus mengalamatkan suratnya kepada mereka yang tinggal di Efesus. Efesus yang ketika itu sudah banyak gereja yang telah didirkan dan setalah penulis mempunyai kesempatan untuk merenungkan hakikat dari organisasi yang berbentuk itu. Namun gereja yang dianut Efesus adalah gereja yang secara pemahaman lokal. Dengan surat ini penulis mengarahkan jemaat itu adalah jemaat berarti gereja yang universal bukan sesuatu kelompok lokal. Dan pengarang mengungkapkan misteri tubuh Kristus dimana tidak ada Yahudi dan Yunani. Pertolongan sosial yang diharapkan pengarang tidak ada lagi majikan atau budah, tidak ada lagi perseteruan yang secara teologis dan sosial.[32]


2.5.1.5.      Ciri Khas Surat Efesus

Dalam penulisan Surat ini memiliki ciri khas yang menandakan surat ini sebagai surat Efesus: - penyikapan tentang teologi doa yang begitu berkuasa dalam surat ini, dua doa yang mencakup adalah doa memohon hikmat dan wahyu dalam pengenalan akan Allah (1:15-23). – pembicaraan dan pembahasan akan topik di dalam Kristus, sehingga semua persoalan praktis yang berhubungan dengan hidup berbicara perihal di dalam Kristus. – ada penekanan akan misi Allah kepada gereja dalam konteks Efesus. – berbagai penekanan akan makna Roh Kudus di dalam kehidupan Kristen (1:13-14, 17; 2:18; 3:5,16 dlln). – surat ini sering disebut dengan surat kembar karena memiliki kesamaan dengan Kolose.[33]


2.5.1.6.      Struktur Surat Efesus

Ada pun Struktur Surat Efesus sebagai Berikut:[34]

              I.     Ajaran Yang Penuh Kuasa--Penebusan Orang Percaya (1:3--3:21)

A.                     Keutamaan Kristus Dalam Penebusan (1:3-14)

1.                       Keutamaan-Nya Dalam Rencana Bapa (1:3-6)

2.                       Keutamaan-Nya Dalam Partisifasi Orang Percaya (1:7-12)

3.                       Keutamaan-Nya Dalam Penerapan Roh Kudus (1:13-14)

Doa: Agar Orang Percaya Memperoleh Penerangan Rohani (1:15--23)          

B.                      Hasil-Hasil Penebusan Dalam Kristus (2:1--3:21)

1.                       Membahas Kita dari Dosa dan Kematian Kepada Hidup Baru di Dalam Kristus (2:1-10)

2.                       Memperdamaikan Kita Dengan Orang Lain Yang Sedang Diselamatkan (2:11-15)

3.                       Mempersatukan Kita Dalam Kristus Di Dalam Satu Rumah Tangga (2:16-22)

4.                       Menyatakan Hikmat Allah Melalui Gereja (3:1-13)

Doa: Agar Orang Percaya Memperoleh Kepuasan Rohani

C.                     Pengarang-pengarang Praktis-Kehidupan Orang Percaya (3:14--6:20)

A.                     Hidup Baru Orang Percaya (4:1--5:21)

1.                       Selaras Dengan Maksud Allah Bagi Gereja (4:1-16)

2.                       Hidup Baru Yang Kudus (4:17—5:7)

3.                       Hidup Sebagai Anak-Anak Terang (5:8-14)

4.                       Hati-hati Dan Penuh Dengan Roh (5:15-21)

B.                      Hubungan Rumah Tangga Orang Percaya (5:22—6:9)

1.                       Suami Dan Istri (5:22-23)

2.                       Anak-Anak Dan Orang Tua (6:1-4)

3.                       Hamba Dan Tuan (6:5-9)

C.                     Peperangan Rohani Orang Percaya (6:10-20)

1.                       Sekutu Kita—Allah (6:10-11a)

2.                       Musuh Kita—Iblis Dan Pasukannya (6:11b-12)

3.                       Perlengkapan Kita—Senjata Allah (6:13-20)

Penutup (6:21-24)

 

2.5.2.           Analisa Struktur Teks

Penyeminar memberiakn struktur teks yang saya tafsirkan dalam Efesus 2:11-22 sebagai berikut:

A.                     Hidup tanpa Kristus (Ayat 11-12)

B.                      Pembaharuan oleh Yesus (ayat 13-14)

C.                      Pendamaian oleh Yesus (15-18)

D.                     Semua orang dipersatukan (19-22)

 

2.5.3.           Sitz Im Leben

2.5.3.1.      Geografis

Kota Efesus merupakan sebuah kota yang cukup besar, subur di Asia, yang sekarang hanya tersisa puing-puingnya saja di negeri Turki. Dizaman PB, kota Efesus terletak di pantai laut tengah menjadi ibukota Provinsi Asia.[35] Tempat ini merupakan pusat dimana Paulus dengan mudah dapat mengadakan hubungan melalui darat atau laut dengan jemaat-jemaat baru yang telah didirikannya di Asia Kecil dan di Eropah. Kota ini juga merupakan pusat dimana ia dan rekan-rekannya  dapat pergi keseluruh provinsi Asia.[36] Sementara Adina menyebutkan kota Efesus merupakan kota yang termaju dan yang terkenal sebagai pusat perniagaan di Provinsi itu. Jalan raya dari Timur ke Barat melintasi Efesus, sehingga boleh dikatakan di Efesus, Timur dan Barat bertemu. Bahasa Yunani menjadi bahasa pengantar dan kebudayaan Yunani berkembang pesat di kota itu.[37]

 

2.5.3.2.     Konteks Agama

Dikekaisaran Romawi khususnya di dunia Hellenis, walaupun sebenarnya sesat, namun mereka sangat mengindahkan agama (Kis 17:22, tentang orang Athena di mata Paulus sebagai orang yang beribadah kepada dewa-dewa). Orang berhasrat mencari Allah dengan menempuh berbagai-bagai jalan. Konteks religious adalah yang tidak boleh dilupakan dalam kritik sosiologis, karena justru agama adalah yang selalu dijumpai para Rasul pembawa Injil dalam menunaikan tugas mereka setiap hari adalah agama kafir dan agama Kristen. Mengenai agama kafir, sifat dan praktek agama Yunani mempengaruhi dunia Hellenis digambarkan oleh Sizzo, sebagai berikut: agama Yunani Hellenis tumbuh dari pemujaan kodrat alam, mis. : Matahari, bulan, guruh dan petir, bumi, laut, sungai, dan segala kejadian dan kekuatan alam, dipandang sebagai ilah. Setiap kota mendapat dewa perlindungan yang dipuja dengan usaha dan biaya pemerintah. Begitu berjumpa dengan dewa-dewa yang disembah oleh penduduk asli, maka di sana dilakukan percampuran dengan dewa mereka sendiri, sehingga beberapa daerah mempunyai sifat yang berlainan.[38]

Mengenai agama Kristen, di Efesus berkembang juga agama Kristen, namun agama Kristen juga merupakan persoalan, di mana kelangsungan ajaran Yohanes Pembaptis dipertanyakan setelah Yohanes Pembaptis wafat. Sementara murud-muridnya masih aktif. Kehadiran Paulus yang membawa agama Kristen, menolak sinkretisme dan menentang ibadah kepada kaisar menjadi perlawanan dari pihak agama yang sudah mapan. Jadi dapat disimpulkan situasi keberagaman di kota Efesus beragam-ragam ditambah lagi kebebasan yang diberikan oleh pemimpin pemerintahan propinsi.

 

2.5.3.3.     Konteks Politik

Bangsa Romawi memasuki kota  Efesus bukanlah melalui peperangan. Romawi menggolongkan dua bentuk pemerintahan atas daerah jajahannya, yakni daerah yang rawan (memberontak), pemerintahannya langsung dibawah kaisar dengan menempatkan perwakilannya, sedangkan daerah yang dinilai cukup damai dan setia, pemerintahannya diserahkan kepada Gubernur-gubernur propinsi. Efesus digolongkan kepada bentuk yang kedua dimana mereka sebagai Ibu kota provinsi Asia bebas menjalankan pemerintahan sendiri. System pemerintahan kekuasaan dipegang oleh sidang rakyat yang diselenggarakan secara resmi (Kis. 19:39), sedangkan para pemimpin atau senat kota itu berfungsi sebagai pembuat undang-undang. Sekretaris kota atau Panitera kota adalah pejabat yang bertanggung jawab, ia bertugas memelihara pengakuan dan mengajukan kesalahan kepada sidang rakyat.[39] Namun walaupun bebas melakukan pemerintahan sendiri, sistemnya selalu mengikuti pola Romawi di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial ekonomi, maupun kepercayaan atau budaya. Apapun yang dilakukan Romawi, jajahan akan mengikutinya supaya tidak dianggap memberontak.[40]

Memang tidak ada data yang autentik menjelaskan tentang historis perpolitikan di kota Efesus ini, hanya saja pada tahun 560 SM, Efesus ditaklukan oleh Krusus, dan sebagian dari kemegahan seni Efesus (gedung teater, tempat pemandian, perpustakaan, dll) dihari kemudian dikatakan adalah berkat kemurahan hati raja itu. Efesus ditaklukan oleh orang Persia  tahun 557 SM, dan sesudah itu sejarahnya beraneka ragam sampai 133 SM, tatkala kota itu merupakan bagian dari kerajaan Perganum, yang diwariskan oleh Raja Atalus II kepada Roma.[41] Paulus dalam perjalanan penginjilannya yang ketiga yaitu kekota Efesus pernah tinggal lebih dari dua tahun (Kis. 19:8-10 , 20:31), hal ini karena tertarik oleh keutamaan Efesus yang strategis sebagai pusat perdagangan, politik, dan agama.

 

2.5.3.4.     Konteks Sosial-Budaya

Kota yang cukup terkenal di Asia salah satunya adalah kota Efesus yang cukup berkebang dengan penduduknya. Kota ini digelar dengan Neokros = penjaga kuil, namun gelar ini gelar terhormat bagi kebiasaanya. Kebiasaan mereka yang secara umum masih menyembah di kuil-kuil, dan kerap kali ada pertemuan-pertemuan yang cukup besar bagi pembesar-pembesar kota. Siklus kependudukan yang menyulitkan adalah ada kelas kecil dan kelas besar sehingga terjadi peseteruan.[42] Persoalan yang cukup tersoroti dalam kehidupan di masyarakat Efesus adalah persoalan yang terjadi di jemaat itu sendiri yang mendambakan sosial Yahudi dan non Yahudi. Gereja yang tumbuh dalam oragnisasinya meninggalkan mereka yang di luar Yahudi itu sendiri. Dipihak lain memang hal ini adalah persolaan teologi, namun secara sosial mereka diasingkan dari jemaat itu sendiri.

 

2.5.3.5.     Konteks Ekonomi

Sehubungan dengan letak geografis di atas, maka dapat disimpukan bahwa kehidupan ekonomi kota Efesus adalah tergolong makmur. Diberbagai-bagai tempat didirikan patung-patung, gapura-gapura kemenangan, gedung-gedung perpustakaan, dan jalan-jalan yang baru bersimpang siur. Kota Efesus merupakan kota pelabuhan, hal ini tentu akan meningkatkan pendapatan Negara dan kota Efesus sudah memiliki mata uang yang mempunyai tulisan ukir Diana Ephesia (Kis 19:34), jadi pada masa kemegahan kota Efesuslah, Paulus datang ke kota Efesus.[43]

 

2.5.3.6.     Kritik  Bentuk

Penulis sebagai orang yang cukup tersohor dalam menggunakan beberapa karangan yaitu Paulus cukup berbeda-beda dalam hal penulisan. Dalam teks ini sendiri penulis menjelaskan dengan memulai penjelasan dari kedaan konteks Yahudi dan non Yahudi dimana mereka yang selama ini hidup di dalam daging. Penyataan keras penulis mempengaruhi bahwa situasi teks ini adalah perbedaan pemahaman. Bahasa yang cukup tegas dalam membasakan pendamaian itu serta penulis menggunakan istilah-istilah hal ini terlihat dari kata bangunan, batu penjuru dlln.

 

2.5.3.7.     Kritik Sastra

Sepertinya penulis hadir sebagai orang yang memiliki pengetahuan yang tinggi tentang pergumalan dan konteks kemana surat tersebut ditujukan. Karena dalam memulai surat ini penulis menggunakan pendahuluan dalam mendahului salamnya secara terhormat. Gaya bahasa yang digunakan oleh penulis disusun dengan cara distinktif, ia memulai dari thema-thema secara berurut dengan tenang berpindah ke thema lainya. Seperti kebiasaan surat-surat lainnya penulisa menyapa gereja itu dengan orang-orang percaya atau jemaat. Sejumlah kata yang ditemukan dala surat ini seperti dalam surat-surat Paulus lainnya. Ini mencakup beberapa ciri penting, seperti acuan terhadap Surga (Ef 1:3; 1:20; 2:6; 3:10; 6:12) yang merupakan istilah pokok dalam surat ini tetapi tidak pernah dipakai dalam tulisan-tulisan lainnya.[44]

 

2.5.3.8.     Kritik Sumber

Pemahaman para sejarawan memandang surat ini adalah surat kembar dari surat Kolose. Karena pada dasarnya ada bagian-bagian yang menyatakan kesamaan tersebut. Pertimbangan itu dihitung karena kepenulisan ini juga diasumsikan lebih tua surat Kolose. Beberapa kali surat Efesus mengutip secara harfiah Kolose seperti dalam ayat 6:21-22=Kolose 4:7-8. Menurut Havener ada beberapa kesamaan dalam kedua surat tersebut, hal itu dapat kita lihat dalam susunan berikut:[45]

Kolose

Efesus

Salam 1:1-2

Salam 1:1-2

Berkat 1:4-14

Syukur 1:1-14

Madah 1:15-20

Syukur 1:15-23

Injil Rasul1:21-23

Rencana Allah untuk orang Kristiani bukan Yahudi 2:1-10

Pewahyuan rasuli tentang misteri 1:24-2:3

Peranan rasul 3:1-13

Doa rasuli 3:14-21

Masalah ajaran yang sesat 2:4-23

Kesatuan tubuh dan keberbagaian karunia 4:1-16

Macam-macam nasihat 3:1-17

Macam-macam nasihat 4:17-5:20

Kewajiban rumah tangga 3:18-4:1

Kewajiban rumah tangga 5:21-6:9

Melawan kekuatan kosmis 6:10-17

Doa 4:2-6

Doa 6:18-20

Kedatangan Tikhikus dan Onesimus 4:7-9

Kedatangan Tikhikus dan Onesimus 6:21-22

Salam dari teman-teman kerja Paulus 4:10-14

 

Berkat akhir 4:15-18

Berkat akhir 6:23-24

Jika dilanjutkan maka saya juga sebagai penafsri melihat penulis sering mengulangi bahasa-bahasa dari surat-surat lainnya. Hal ini dibuktikan paulus seing menggunakan kata di dalam Kristus, sebagian hal ini juga merupakan kata yang biasa digunakan oleh Paulus dalam surat-surat lainnya, terkhusus kepada sebuah jemaat-jemaat.

 

2.5.3.9.     Kritik Redaksi

Dalam point ini tidak terlepas dari kritik sumber yang hadir secara nyata dalam memantu membahasakan dan menjelasakan setiap bahasa yang digunakan dalam surat ini. Dalam ayat 20 tentang bagunan yang dibangun di atas dasar Yesus Kristus, penyataan ini juga sudah dijelaskan kepada jemaat Korintus tentang semua orang juga harus dibangun di atas dasar Yesus Kristus (I Kort 3:10-11). Nasehat-nasehat seperti ini jug sering digunakan dalam menjelaskan akan semua orang yang dipersatukan di dalam Kristus. Redaksi mencoba memperlihatkan gaya bahasa yang cukup tepat dalam menjelaskan semua orang sudah dipersatukan di dalam Kristus.

III.                  Kritik Apparatus

Ayat 21

Pada ayat 21 terdapat kata pasa iokodome yang artinya keseluruhan bangunan, kata ini memiliki tingkat keragu-raguan yang rendah, kata ini didukung oleh naskah Sinaitikus, Vatikanus, Klaromaontanus, naskah yang disimpan di Cambridge dan naskah yang disimpan di London. Kata ini juga didukung oleh minuskul-minuskul yang berisi injil pada kode 0150, 33, 104, 256, 263, 365, 424, 436, 459, 1175, 1319, 1573, 1739, 1962, 2127, 2200, 2464 (Abad 9, 10, 11 dan 13). Kata ini juga didukung oleh naskah Bizantium, Lektionary, naskah Georgia dan bapa gereja Clemant, Origenes Chrysostom. (Bijaksana dalam mengcopy yah, dukung kami di website dan media sosial lainnya. Trima kasih.) Apparatus mengusulkan agar kata ini diganti menjadi Passa he oikodome yang artinya Seluruh Bangunan Itu . Kata ini didukung oleh naskah Alexsanrinus, Ephraemi Rescriptus dan naskah yang disimpan di Wolfenbuttel, usulan ini juga didukung oleh minuskul-minuskul pada kode 075, 6, 81, 1881, 1912, 751, (abad 10, 13,11, 14,). Usulan ini juga didukung oleh naskah Coptik Versi Sahidi dan Versi Buhairi dan juga naskah dari Armenia.

Keputusan: Penafsir menolak usulan Apparatus karena usulan Apparatus tidak mengubah makna teks yang ada dan usulan Apparatus lebih muda daripada teks yang ada di dalam Alkitab.

 

3.1.1.           Perbandingan Bahasa

Dalam memperbandingkan perlu menggunakan beberapa terjemahan, dalam hal ini penafsir menggunakan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), Bibel (B), dan New International Version (NIV), yang penafsir akan coba bandingkan dengan Greek Of The New Tastement (GNT).

Ayat 11

B                        : Sipelebegu (penyembah berhala)

LAI                    : Orang-orang bukan Yahudi

NIV                   : Gentiles  (orang-orang kafir)

GNT                  :έθνη εν σαρκί (bangsa yang hidup dalam kedagingan)

Keputusan         : Tidak ada yang mendekati GNT

Ayat 12

B                        : Dibalian harajaon ni Israel  (di ladang kerajaan Israel )

LAI                    : Tidak termasuk kewargaan Israel

NIV                   : Excluded from citizenship in Israel (di luar dari kewargaan israel)

GNT                  :  άπηλλοτρωμένοι τής πολιτείας τού Ισραήλ  (terasing dari kewarganegaraan Israel)

Keputusan         : Tidak ada yang mendekati GNT

Ayat ayat 15

B                        : Diloha (Dibukakan)

LAI                    : Membatalkan

NIV                   : Abbolishing (penghapusan)

GNT                  : καταργήσας (membatalkan)

Keputusan         : yang mendekati GNT adalah LAI

Ayat 15

B                        : Pajongjong dame (mendirikan)

LAI                    : Mengadakan damai

NIV                   : Making peace (membuat damai)

GNT                  : ποιών είρήνην (membuat damai)

Keputusan         : yang mendekati GTN adalah NIV

Ayat 16

B                        : Binahen ni silang  (karena salib)

LAI                    : Oleh salib

NIV                   : Through the cross (melalui salib)

GNT                  : διά τού σταυρου  (melalui salib)

Keputusan         : yang mendekati GNT adalah NIV

 

3.1.2.           Terjemahan Akhir

2:11 Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu -- sebagai bangsa yang hidup dalam kedagingan, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya "sunat", yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, --

2:12 bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, terasing dari kewarganegaraan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia.

2:13 Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu "jauh", sudah menjadi "dekat" oleh darah Kristus.

2:14 Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan,

2:15 sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu membuat damai sejahtera,

2:16 dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah melalui salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.

2:17 Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang "jauh" dan damai sejahtera kepada mereka yang "dekat",

2:18 karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa.

2:19 Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,

2:20 yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.

2:21 Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan.

2:22 Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh.

 

3.1.3.           Tafsiran ayat 11-22

Ayat 11-12

Dalam memulai nats ini diungkapkan adalah karena itu ingatlah. Hal ini menandakan lanjutan dari pasal di atas tentang penyataan Paulus terkhusus dalam pasal 2 akan keselamatan oleh karena Kasih Karunia kamu diselamatkan oleh iman. Paulus secara langsung menyampaikan kepada pendengarnya di Efesus, yaitu orang-orang percaya yang pada mulanya bukan orang Yahudi. Kata  kamu dalam bahasa Yunani disebut humeis (ύμεις). Kamu dalam hal ini adalah orang-orang percaya bukan Yahudi yang dianggap tidak bagian dari pada keselamatan Yesus. Yang mengingatkan pembaca bahwa kata kamu menyebutkan kepada situasi kepada orang yang belum Kristen adalah hidup dalam daging.[46] Untuk menjelaskan kamu yaitu orang-orang yang bukan Yahudi juga adalah mereka yang tidak ber”sunat” Akrobustia (άκρο-βυστια) atau keadaan tidak ber”sunat”. Bagi pemahaman orang Yahudi bahwa bangsa diluar mereka adalah ­orang berkulup artinya mereka yang kafir, Yahudi hadir sebagai penerima janji Allah melalui upacara “sunat”. Jadi mereka yang tidak di”sunat” adalah mereka yang diasingkan dari jemaat Allah dan tidak mendapat bagian dari kerajaan Allah. [47]

Karena itu Paulus menghubungkan mereka dengan apa yang ditulisnya dimana, orang-orang Kristen non Yahudi ingin menjadi Kristen Yahudi denga cara di”sunat”, karena mengingat bahwa orang Yahudi merasa mereka adalah umat Allah. Hal ini berarti bahwa orang-orang Yahudi harus menyunatkan dirinya dahulu karena “sunat” adalah tanda lahiriah atas perjanjian hubungan dengan Allah dan itu adalah “sunat” itu sendiri. Barang siapa yang tidak di”sunat” berarti ia di luar perjanjian tersebut. Paulus ingin menjelaskan bahwa pemahaman yang seperti itu adalah pemahaman  sebelum mereka mengenal Kristus, setelah mereka mengenal Kristus maka lebih jauh lagi Paulus mengenalkan pengajaran Predestinasi. Yaitu siapa yang berada di dalam Kristus dia berada di dalam perjanjian yang baru dan tidak berada di dalam perjanjian dengan Abraham. Dan tanda “sunat” bukanlah berarti bahwa semua orang Yahudi diselamatkan atau semua orang diluar Yahudi tidak diselamatkan.[48](Bijaksana dalam mengcopy yah, 

dukung kami di website dan media sosial lainnya.By BPPPWG-MENARA KRISTEN Trima ka

sih.)

Bagi pemahaman Yahudi ““sunat”” pertama-tama mewujudkan tanda rohani, kedua mempunyai arti kebangsaan, yang mencirikan bahwa mereka adalah bangsa Israel. Namun sifat kebangsaan itu ditafsirkan hanyalah dampak sampingan saja, karena umat Israel pemilik “sunat” itu disamakan dengan bangsa Israel PL (Kej 17:10, 11, 13, 14).[49] Penekanan Paulus tidak menghilangkan akan kondisi dan budaya “sunat” menyunat itu. Kegelisahan Paulus kepada jemaat Efesus tentang perbedaan itu bukan menghilangkan tradisi tersebut, namun mengubah paradikma dan pemahaman tentang sunat yang dimaksudkan orang Yahudi. Lebih jauh lagi dalam nats selanjutnya akan diterangkan bahwa kondisi pendamain yang disuntikkan itu adalah pekerjaan Allah di dalam Yesus Kristus.  Kebanggaan Yahudi juga adalah mereka disebut kewargaan Israel, hal ini didasari dari pemilihan adalah dan umat kepunyaan Allah. Namun Paulus menasehatkan supaya tidak mengunakan alamat-alamat yang lain untuk mendapatkan dan memiliki janji dari Tuhan selain oleh darah Yesus. Penggunaan non Yahudi juga adalah sebuatan bagi mereka Yunani yang tidak mendapat nilai spesial dari bangsa Israel sebagai bangsa pilihan Allah. Dengan perjanjian Allah dengan Abraham, keturunan Abraham dibedakan dari semua bangsa lainnya. Israel menyadari dirinya sebagai satu bangsa yang unik dibedakan dari bangsa-bangsa lain, karena dipisahkan bagi Tuhan Allah sesudah keluar dari Mesir. Bahkan yang lebih lagi bangsa non Yahudi digelari sebagai ethnikos (ἐθνικὀς) artinya kafir, yang tidak mengenal Allah, ini sebuah hinaan magi mereka hal ini sama seperti ia menghina seorang “pemungut cukai”[50]

Ayat 13

Yang kontras dari pengajaran Paulus adalah di dalam Kristus yaitu bahwa segala sesuatu dapat dibatalkan, dapat dibuat yang baru, dapat mati tanpa Allah. Melalui darah Kristus dan melalui pengorbananNya kita harus mengerti bahwa Allah telah datang membawa kita lebih dekat kepadaNya. Hanya melalui kematianNya, hanya dengan kematian satu orang semua orang mendekat kepada Allah dan memiliki hubungan denganNya.[51]

Ayat 14

Peranan kematian Yesus yang dimaksudkan oleh penulis mengarah kepada damai sejahtera kita. Pergantian kata kamu ayat 11 mejadi kita dalam ayat 14 adalah suatu bahan yang cukup jelas bagi beberapa penafsir. Karena kalau menggunakan kita berati berarti orang pertama jamak, sehingga tidak ada lagi pembedaan. Hal ini yang dijelaskan penulis peranan Yesus untuk mempersatukan kedua pihak yaitu antara manusia dengan Allah. Dan penulis juga menggunkan kata merobohkan temboh pemisah yaitu perseteruan. Permusuhan itu adalah tembok pemisah (μεσο τοιχον) dalam pemaham disebut dengan pagar-pagar, tembok pemisah, yang memisahkan (Hukum taurat). itu artinya “sunat” menjadikan tembok pemisah antara Yahudi dan non Yahudi. Dibawah pemberian anugrah hal ini sangat relatif sulit diterima oleh orang-orang Kristen non Yahudi untuk mengenal Allah karena mereka tidak mempunyai injil dan tempat ibadah, mereka tidak di”sunat”, mereka tidak mengadakan ritual-ritual yang diperintahkan oleh Allah. Hal ini juga menjadi tembok pemisah antara Kristen Yahudi dan Kristen non Yahudi.[52] Karena bagi pemahaman orang Yahudi hukum Taurat adalah dasar bersekutu dengan Tuhan sehingga mereka yang melanggar hukum taurat berarti mereka melanggar janji Allah.

Ayat 15-16

Untuk penanggulangan itu penulis hadir dengan mengalamatkan kepada hal-hal yang holistik, supaya tidak bergantung kepada pagar yang dimaksudkan. Pengarang mengalamatkan Kristus menbawa damai dan menghancurkan tembok pemisah itu, Dia melakukan hal itu melalui penggenapan hukum itu dan pengorbanan Nya. Jadi diriNya adalah pengenapan, pengorbananya adalah penghapusan atas hukum-hukum itu. Ini yang sangat penting untuk diingat bahwa Dia tidak menganjurkan hukum moral tetapi perintah atau ganjaran atas hukum itu. Dengan kata lain hukum Allah atau kesepuluh firman sepenuhnya memiliki pengaruh untuk membimbing dan memerintah atau dapat disebut dengan moral thingking. Dampak dari apa yang dilakukan oleh Kristus dari apa  yang Dia buat Kristus menjadikan dua pihak menjadi satu dengan jalan Ειρηνη yaitu pendamain. Tentu melalui itu dapat dikatakan sekarang bahwa orang Yahudi dan non Yahudi berada di dalam kesatuan dan damai. Tidak lagi dikatakan sebagai orang percaya dan orang tidak percaya karena keduanya telah menjadi umat Allah melalui iman di dalam Yesus Kristus tanpa tunduk kepada ritual hukum taurat dan seremonialnya.[53] Bahkan dalam ayat 16 kata yang digunkan dalam menjelaskan pendamaian itu adalah καταλλαζην yang diartikan dengan kata perubahan. Gereja di Efesus yang sudah memiliki organisasi dan teologi walaupun masih gereja yang masih mudah telah memiliki organisasi. Hanya saja pengorganisasian itu diintimidasi lewat hukum taurat yang sudah berakar tadi. Hal ini terlihat dari penekanan penulis akan bahwa dahulu kamu orang-orang belum mengenal Kristus. Organisai di Efesus dirubah menjadi sebuah organisasi yang hanya mematasi diri dengan hukum taurat sekarang setelah kedatangan Yesus arahanya adalah damai sejahtra oleh Yesus Kristus atau perubahan oleh Yesus. 


Ayat 17-18

Rencana Kristus dalam bagian ini sentralnya ialah menghancurkan kebiasaan-kebiasaan yang menganggap lebih tinggi satu dengan lainnya melalui Kristus sebagai damai karena kedua pihak antara Yahudi dan non Yahudi sangat ditentukan oleh tradisi Yahudi yang sangat mendominasi. Hasil dari pengorbanan Kristus dikayu salib menjadikan mereka menjadi satu. Kehadiran Kristus bukan saja menghanjurkan kehidupan di dalam daging tetapi membawa keduanya di dalam diriNya. Para pendengar kemudia benar-benar lebih nyata merasakan dan menikmati kehadiran Allah, karena kesatuan yang telah dibentuk oleh Kristus itu yang dianggap sebagai karunia Allah sebagai kasihNya kepada kita. Ειρηνη  datang bukan saja dari Allah Bapa tetapi juga dari Tuhan Yesus Kristus dimana Kristus adalah damai itu sendiri sebagai anugarah Allah atas kasihnya kepada kita.[54] Penyorotan para penafsir jugakalau bisa kita ulang kembali melihat penggunaan gaya bahasa Paulus yang menjelaskan perseteruan itu adalah kepada kamu yang jauh (μακράν) dan kepada kamu yang dekat (ἐγγύς) yang keduanya menunjuk kepada sebuah keterangan. Makran yang ditafsirkan orang non Yahudi, dan eggus adalah mereka orang Yahudi itu sendiri. Bentuk damai yang Yesus sampaikan menurut penulis adalah kepada semua orang baik mereka yang ber”sunat” dan yang tidak ber”sunat”. Karena setralnya bukan persoalan “sunat” namun persolan Yesus sudah mendamaikan kedua pihak itu masuk dan dekat kepada Yesus. Sehingga mereka yang jauh dan mereka yang dekat sama-sama dipanggil menjadi satu di dalam Roh. Persolan yang mau diangkatkan penulis adalah persolan nilai kerohanian tentang peranan Yesus sebagai Pendamai yang benar.

Ayat 19

Jika dikembalikan kepada asalnya orang percaya non Yahudi mereka hidup di dalam daging, hidup di dalam kemarahan, dan hidup di dalam kesia-siaan. Begitu juga dengan orang Yahudi merekapun hidup di dalam daging, kemarahan dan kesia-siaan. Namun setelah mereka masuk ke dalam perjanjian Allah dan didamaikan oleh Yesus Kristus, orang Kristen Yahudi dan non Yahudi adalah anggota-anggota keluarga Allah. Keluarga yang dimaksud adalah House Hold (rumah tangga) sehingga mereka (Yahudi non Yahudi) adalah menyatu dengan Allah/. oleh karena itu kamu (humeis) menjadi bangunan bersama tempat Allah tinggal di dalam Roh (en pneumati). Dan orang-orang Kristen non Yahudi “kamu” yang menjadi pendengar Paulus dengan kata lain dapat disebutkan sebagai komunitas atau kewarganegaraan Allah. Orang-orang Kristen non Yahudi tidak lagi tinggal di belakang rumah tetapi telah berada di dalam rumah Allah bersama-sama orang-orang Kristen Yahudi. [55]

Ayat 20-21

Kedua pihak itu juga dijelaskan paulus sebagai orang asing/pendatang yang tinggal dalam tempat yang bukan tempat asalnya. Namun dengan pendamian itu Yahudi dan non Yahudi dijadikan sebagai kawan sewarga, sesama warga, saudara serumah atau anggota keluarga.[56] Bagian ini merupakan bentuk kegembiraaan bagi orang-orang non Yahudi dimana mereka melihat fakta orang-orang berdosa dan Yahudi yang sangat ekslusife pada akhirnya dapat diganti menjadi sebuah mujizat, yaitu menjadi anggota keluarga Allah. Dimana sebagai anggota keluarga Allah satu dengan yang lainnya baik antara kelompok Yahudi dan non Yahudi diajak untuk berbagi menjalankan hak dan tanggungjawabnya sebagai umat Allah. Gambaran ini dibangun di atas nabi dan rasul, dimana Yesus sebagai batu penjuru yang menjadi teladan bagi semuannya. Hal ini berarti dalam faktanya ialah bahwa pengajaran rasul berpusat pada Soterilogi Kristus, Inkarnasi kristus, pelayanan Kristus, kematian dan kebangkitan Kristus dimana, pada bagian ini Kristus adalah pusat dan pondasi bagunan itu.[57] Perbandingan penulis dengan menggunakan sosok para Nabi dan Rasul menandakan akan pentingya susunan itu dibangun berdasarkan Yesus Kristus. Barang kali ini mengarah kepada susunan organisasi gereja di Efesus dan teologi yang dibangun oleh jemaat itu. Dengan memperkenalkan nilai dari Nabi dan Rasul yang memperkenalkan Kristus dan pembawa wahyu Tuhan. Serta pedoman para Nabi dan Rasulhanya memualinya dari dasar Yesus itu sendiri.

Ayat 22

Di dalam Tuhan seluruh bangunan itu bertumbuh menjadi sebuah bait yang Kudus bahkan sebagi satu-satunya bait yang Kudus adalah merupakan dari kesatuan di dalam Tuhan, dimana Kristus sebagai kepala atau puncak dari bangunan itu. Dan Allah memberikan kepada gereja sebagai anggota dan itu adalah pemberian kasih. Hal ini terjadi karena kesatuan orang-orang Yahudi dan non Yahudi yang telah beroleh jalan masuk kepada Allah melalui Yesus, yang telah didamaikan oleh Kristus dan yang dikasihi Allah.[58]

Semuanya ini terjadi karena inisiatif Kristus dan Kristus sebagai dasarnya, Dia yang memegang hati orang-orang Yahudi dan non Yahudi sehingga mereka dapat dipersatukan dan menjadi umat Allah. Bait Allah yang dibangun adalah Yesus itu sendiri yang merupakan batu penjuru. Kristus adalah titik permulaan pengajaran dan pemimpin dan injil adalah dasar spiritual dan intelektual.[59] Oleh karena itu semua bangsa Yahudi dan non Yahudi dibangun menjadi bait Allah, kata yang digunakan adalah εις ναον άγιον εν κυριώ di dalam bait Allah yang Kudus.


3.1.4.           Kesimpulan Tafsiran

1.                       Penulis mengelamatkan nats ini kepada jemaat yang sudah ada namun terjadi persolan teologi yang cukup menciptakan perseteruan atau tembok pemisah. Penulis dalam tafsiran ini mengubah pola dan konsep tentang tradisi dan hukum Taurat

2.                       Peranan Yesus dalah bagian yang sentral dalam kehidupan Yahudi dan non Yahudi sebagai keselamatan bersama bukan persolan “sunat” Lahiria, walaupun tidak harus menghilangkan budaya hukum taurat yang sebagai Moral Thinking

3.                       Situasi yang memperlihatkan bagi mereka yang jauh dan yang dekat, bagi mereka pendatang, orang saing, semuanya itu sudah dijadikan sebagai anggota keluarga Allah.

4.                       Peranan Yesus yang mati dikayu salib adalah sebuah pendamaian bagi semua orang, dan semua Yahudi dan non Yahudi dipersatukan dan dibangun dalam susunan yang rapi sehingga semua itu berpondasi kepada Yesus Kristus.

 

3.1.5.           Skopus

Semua orang telah dijadikan mejadi anggota-anggota keluarga Allah melalui pendamaian oleh Yesus


3.2.                  Refleksi

Memang dalam setiap organisasi gereja yang tersusun dalam bagian-bagian yang berbeda-beda. Perbedaan itu adalah sebuah kenyataan dan realitas yang pasti dalam setiap mahluk. Gereja juga lahir sebagai organisasi yang memiliki anggota dan memiliki peranan yang berbeda. Hanya saja sering perbedaan itu dijadikan menjadi sebuah tembok pemisah, dan dalam bahasa Efesus itu disebut dengan persetruan. Pertanyaanya adalah mengapa sering sekalai terjadi perseteruan di negara, institusi maupun terkhusus gereja saa ini? Apakah mereka belum diperdamaikan dengan Kristus. Asumsi saya memberanikan diri gereja yang masih memandang perbedaan itu sebagai perseteruan sehingga menjadikan tembok pemisah seperti gereja Efesus, saya sebagai penafsir menitik beratkan bahwa gereja itu belum menghidupi pendamaian dari Yesus.

   Dewasa ini banyak gereja yang konflik sehingga gereja tertutup, terpecah atau menggabil untuk tidak pergi kegereja lagi, adapakah sebarnya yang terjadi di dalam gereja saat ini?. Oleh karena itu sebagai Paulus yang baru harus mampu mejawab persoalan ini sehingga gereja sekarang ini tidak lagi membicarakan persolan perseteruan atau level kita sekarang bukan lagi level perseteruan namun levelnya adalah bagaimana gereja membawa pendamaian yang sesaunggunya di dalam Kristus. Pendamaian yang penafsir maksudkan adalah mereka merasakan bahwa hubugan saya dengan Tuhan sudah diperbaiki dengan inisiatif dari Allah, oleh karena sebagai orang yang sudah diperdamaikan oleh Allah seharusnyalah saya harus berdamai dengan orang lain.(Bijaksana dalam mengcopy yah, dukung kami di website dan 

media sosial lainnya.By BPPPWG-MENARA KRISTEN. Trima kasih.)

     Hal kedua sebagai lanjutan, gereja adalah bahwa semuah orang telah dipilih sebagai umat kepunyaan Allah, peringatan ini juga menyatakan bahwa yang dahulu kamu bukan umat kepunyaan Allah, tetapi sekarang dijadikan umat kepunyaan Allah (I Ptr 2:9-10). Umat kepunyaa itu buakanlah berdasarkan akan keperibadian bangsa, namun atas kepribadian Yesus sebagai pendamai yang sesungguhnya. Jelaslah sebagai dasar sosial gereja atau jemaat Tuhan sekarang ini harus berporos kepada Yesus  Kristus. Berdamai dengan orang lain bukanlah persoalan apakah mereka sudah pernah berdamai dengan kita, atau orang itu sudah melakukan hal yang baik dalam hidup kita. Namun berdamai yang sesungguhnya adalah karena Yesus sudah memperdamiakan kita dengan diriNya (Rom 5:11). Sehingga untuk itu skop jemaat kita adalah saling mendahuli dalam memperdamaikan.

Sebagai gereja yang secara iman bahwa semua orang telah dijadikan Tuhan sebagai tempat kediaman Allah yang tersusun rapi dan sudah dipersatukan di dalam Kristus. Bukan hanya itu ternyata gereja yang tersusun rapi itu adalah anggota-anggota keluarga Allah, sehingga kita mendapatkan bagaian dari visi Allah. Dengan benarlah gereja itu harus menyuarakan bagian dari visi Allah yang sesungguhnya ditengah-tengah dunia yang banyak perseteruan ini. Dan anggota-anggota keluarga Allah juga adalah bahwa gereja tinggal di dalam tempat kudusnya sehingga gereja itu harus menjadi terang dan garam didalam dunia ini.   Amin

 

IV.                  Kesimpulan

Sebagai jemaat Efesus yang hidup dalam situasi dan konteksnya yang cukup berkembang telah disentuh oleh injil melalui Paulus. Untuk menyampaikan terkhusus dalam nats ini adalah mengubah situasi yang ada dan menyatakan bahwa hukum taurat yang di dalanya juga adalah kebiasaan “sunat”. Paulus hadir menyampaiakan pendamiana itu hanya oleh Yesus Kristus saja dan bukan hukum taurat dan persoalan “sunat”. Oleh karena itu dapat penafsir simpulkan jemaat Efesus dipengaruhi oleh budaya sekitar. Dibalik itu juga pemahaman akan Yahudi dan non Yahudi yang berbeda sehingga ada nilai stratifikasi sosial, bahkan ada budak dan tuan. Pengarang surat Efesus yang disimpulkan adalah Paulus mengarahkan gereja kepada gereja yang hadir secara Universal dan yang kudus.  

 

V.                     Daftar Pustaka

A’la Abd, Melampaui Dialog Agama, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002

Abbot T. K., A Critical and Exegetical Commentary on the Epistle the Ephesians and to the Colossians in The International Critical Commentary, ed. S.R. Driver, dkk, Edinburgh: T & T Clark, 1964

Barclay William, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Galatia-Efesus, Jakarta: BPK-GM, 1983

Barnest Abert, Ephesians, Fhilipians, Colossians in Notes on The Testament: ex Planatory and Partical, ed. Robert Frew, Grand Rapids Michigan: Baker Book House X, 1950

Bingham Geoffrey C, Ephesianis A Commentary, Australia: New Creation Publications, 2001

Blair P.A, Yahudi non Yahudi Dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid II M-Z, Jakarta: YKBK/OMF, 2001

Bruce F.F., Dokumen-dokumen Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 2006

Bruce F.F., Tyndale New Testament Commentaries, Michigan: Wm. Eerdmans Publishing Company, Grand Rapids, 1987

Butrick George Arthur (ed), The Interpreters Dictionary Of The Bible Vol 4, R-Z, Nashville: Abingdon Press, 1962

Chapman Adina, Pengantar Perjanjia Baru, Bandung: Kalam Hidup, 1993

Cheung Vincent, Comentary On Ephesians, Boston: Jondervan Publishing House, 2004

Darmaputera Eka, Kebangkitan Agama dan Keruntuhan Etika dalam Meretas Jalan Teologi Agama-agama di Indonesia, Tim Balitbang PGI (Peny.), Jakarta: BPK-GM, 2007

Douglas J.D. (Peny.) Ensiklopedi Alkitab MAsa Kini, Jilid I, A-L, Jakarta: YKBK/OMF, 1992

Drane,John Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 1996

Drewes B.F., kunci Bahasa Yunani Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 2010

Duyverman M. E., Pembimbing Kedalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 1981

Foulkes Francis, Tyndale New Testament Commentaries Ephesians, Grand Rapids, Michigan: Intervarsity Press, 1983

Goppelt Leonard., Theology Of The New Testament, Vol. 2, Michigan: Wm. B. Eerdmans, 1982

Groenen C., Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1984

Havener Ivan, Efesus dalam Tafsiran Alkitab Perjanjian Baru, Yogyakarta: KANISIUS, 2009

Havener Ivan, Efesus dalam Tafsiran Alkitab Perjanjian Baru, Yogyakarta: KANISIUS, 2009

Heil John Paul, Studies In Biblical Literature (Ephesians), USA: Society Of Biblical Literature, 2007

Hornby A.S., & E.C.Parnwell, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: PT. Aditoya Media, 1999

Horowith Edward N., Salib Kristus, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2004

Jacobs,Tom Paulus, Hidup, Karya dan Teologi, Jakarta: BPK-GM & Kanisius, 1983

Ladd George Eldon, Theologi Perjanjian BAru, jilid 2, Bandung: Kalam Hidup, 1993

Malley, Penuntun Ke dalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1979

Martin Ralph P., Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1982

Marxsen Willi, Pengantar Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 2009

Motyer J. A, “sunat” Dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid II M-Z, Jakarta: YKBK/OMF, 2001

Muholland, In New Testament Critism and Interpretation, Michigan: Zondervan Publishing House, 1985

Rahlfs D, Septuaginta, Stuttrgart: Deutsche Bible Gesellscaft, 1979

Saragih Jon Renis, Radikalisme Agama: Antara Kekerasan dan Perdamaian dalam Jurnal Teologi TABERNAKEL STT Abdi Sabda Medan Edisi XXII Juli-Desember 2009

Scheunemann Rainer, Panduan Lengkap Penafsir Alkitab PL & PB, Yogyakarta: ANDI, 2010

Sizoo, Dari Dunia Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 1972

Soedarmo R., Kamus Istilah Teologi, Jakarta:BPK-GM, 1991

StooJohn t, Isu-isu Global, Jakarta: YKBK/OMF, 1995

Tenney Merrill C., Survei Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2009

Tim Penyusun, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Jakarta: LAI, 2000, hlm. 1958

Tim penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991, Jakarta: Balai Pustaka

Wolf Herbert, The Old Testament  Pentateuch, Chicago: Moody Press

Wood A. Sherington, Ephesians, In NIV Bible Commentary, ed. Kenneth Baker and Verlyn Verbrugge D., Michigan: Zondervan Publishing House, 1994

Yewangoe A. A., Agama dan Kerukunan, Jakarta: BPK-GM, 2009

Yewangoe A.A., Theologia Crucis di Asia, Jakarta: BPK-GM, 1989

 



[1] A.S. Hornby, E.C.Parnwell, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: PT. Aditoya Media, 1999, hlm. 234

[2] Tim penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991, Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 206

[3] A. A. Yewangoe, Agama dan Kerukunan, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 152

[4] Abd A’la, Melampaui Dialog Agama, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002, hlm. 11

[5] Eka Darmaputera, Kebangkitan Agama dan Keruntuhan Etika dalam Meretas Jalan Teologi Agama-agama di Indonesia, Tim Balitbang PGI (Peny.), Jakarta: BPK-GM, 2007, hlm.69-70

[6] Jon Renis Saragih, Radikalisme Agama: Antara Kekerasan dan Perdamaian dalam Jurnal Teologi TABERNAKEL STT Abdi Sabda Medan Edisi XXII Juli-Desember 2009, hlm. 36

[7] Herbert Wolf, The Old Testament  Pentateuch, Chicago: Moody Press, pg. 43-44

[8] George Arthur Butrick (ed), The Interpreters Dictionary Of The Bible Vol 4, R-Z, Nashville: Abingdon Press, 1962, pg. 16-17

[9] J.D. Douglas (Peny.) Ensiklopedi Alkitab MAsa Kini, Jilid I, A-L, Jakarta: YKBK/OMF, 1992, hlm. 226

[10] R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, Jakarta:BPK-GM, 1991, hlm. 66

[11] Rahlfs D, Septuaginta, Stuttrgart: Deutsche Bible Gesellscaft, 1979, p. 570-578

[12] Leonard. Goppelt, Theology Of The New Testament, Vol. 2, Michigan: Wm. B. Eerdmans, 1982, pg. 138-139

[13] George Eldon Ladd, Theologi Perjanjian BAru, jilid 2, Bandung: Kalam Hidup, 1993, hlm. 206

[14] Ibid., hlm. 208

[15] A.A. Yewangoe, Theologia Crucis di Asia, Jakarta: BPK-GM, 1989, hlm. 70

[16] Tom Jacobs, Paulus, Hidup, Karya dan Teologi, Jakarta: BPK-GM & Kanisius, 1983, hlm. 147-150

[17] Edward N. Horowith, Salib Kristus, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2004, hlm. 128-129

[18] F.F. Bruce, Tyndale New Testament Commentaries, Michigan: Wm. Eerdmans Publishing Company, Grand Rapids, 1987, pg. 102

[19] John Stoot, Isu-isu Global, Jakarta: YKBK/OMF, 1995, hlm. 401

[20] Rainer Scheunemann, Panduan Lengkap Penafsir Alkitab PL & PB, Yogyakarta: ANDI, 2010, hlm. 2-5

[21] Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2009, hlm. 393-394

[22] Ivan Havener, Efesus dalam Tafsiran Alkitab Perjanjian Baru, Yogyakarta: KANISIUS, 2009, hlm. 341

[23] Ralph P. Martin, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1982, hlm. 598

[24] Willliam Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Galatia-Efesus, Jakarta: BPK-GM, 1983, HLM. 97

[25]  Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 239

[26] A. Sherington Wood, Ephesians, In NIV Bible Commentary, ed. Kenneth Baker and Verlyn D. Verbrugge, Michigan: Zondervan Publishing House, 1994, pg. 473

[27] Merill C. Tenney., Op.Cit., hlm. 398

[28] Abert Barnest, Ephesians, Fhilipians, Colossians in Notes on The Testament: ex Planatory and Partical, ed. Robert Frew, Grand Rapids Michigan: Baker Book House X, 1950, pg. 125

[29] M. E. Duyverman, Pembimbing Kedalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 1981, hlm. 106, bnd. Francis Foulkes, Tyndale New Testament Commentaries Ephesians, Grand Rapids, Michigan: Intervarsity Press, 1983, pg. 23

[30] Malley, Penuntun Ke dalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1979, hlm. 231 ; John Drane, Op. Cit, hlm. 385

[31] T. K. Abbot, A Critical and Exegetical Commentary on the Epistle the Ephesians and to the Colossians in The International Critical Commentary, ed. S.R. Driver, dkk, Edinburgh: T & T Clark, 1964, pg.11, bnd. J. H. Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah 2, Jakarta: BPK-GM, 1990, hlm. 890-891

[32] Merill C. Tenney., Op.Cit., hlm. 394

[33] Tim Penyusun, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Jakarta: LAI, 2000, hlm. 1958

[34] Ibid, hlm. 1957

[35] C.Groenen, Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 1984, hlm. 289

[36] John Drane, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 1996, hlm. 346

[37] Adina Chapman, Pengantar Perjanjia Baru, Bandung: Kalam Hidup, 1993, hlm. 83

[38] Sizoo, Dari Dunia Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 1972, hlm. 177

[39] Merill C. Tenney, Op.Cit., hlm, hlm. 363

[40] Muholland, In New Testament Critism and Interpretation, Michigan: Zondervan Publishing House, 1985, pg. 310

[41] J.D. Douglas, Op.Cit., hlm. 267-268

[42] F.F. Bruce, Dokumen-dokumen Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 2006, hlm. 82

[43] Merill C. Tenney., Op.Cit, hlm. 16-17

[44] John Drane., Op.Cit, hlm. 388

[45] Ivan Havener., Op.Cit, hlm. 341-342

[46] John Paul Heil, Studies In Biblical Literature (Ephesians), USA: Society Of Biblical Literature, 2007, hlm. 110

[47] Ivan Havener, Efesus dalam Tafsiran Alkitab Perjanjian Baru, Yogyakarta: KANISIUS, 2009, hlm. 345

[48] Vincent Cheung, Comentary On Ephesians, Boston: Jondervan Publishing House, 2004, hlm. 73-74

[49] J. A Motyer, “sunat” Dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid II M-Z, Jakarta: YKBK/OMF, 2001hlm. 426

[50] P.A Blair, Yahudi non Yahudi Dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid II M-Z, Jakarta: YKBK/OMF, 2001, hlm. 544. (Bijaksana dalam mengcopy yah, dukung kami di website dan media sosial lainnya. By BPPPWG-MENARA KRISTEN . Trima kasih.)

[51] Geoffrey C Bingham, Ephesianis A Commentary, Australia: New Creation Publications, 2001, hlm. 17

[52] Vincent Cheung, Op,Cit, hlm. 74-75

[53] Ibid, hlm. 76

[54] John Paul Heil, Op., Cit hlm. 121

[55]Ibid, hlm.126

[56] B.F. Drewes, kunci Bahasa Yunani Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 2010, hlm. 160

[57] Geoffrey C Bingham, Op., Cit hlm. 32-33

[58] John Paul Heil, Op., Cit hlm. 130

[59] Vincent Cheung, Op,Cit, hlm. 78

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim