MINGGU IV SET EPIPHANIAS; MAZMUR 71 : 1 - 6 ( TUHAN ADALAH BUKIT BATU DAN PERTAHANAN KITA )
BAHAN SERMON RESORT MEDAN VII
MINGGU IV SET. EPIPHANIAS, 02 Februari 2025
“TUHAN ADALAH BUKIT
BATU DAN PERTAHANAN KITA”
EVANGELIUM : MAZMUR 71 :1-6, EPISTEL : IBRANI 2 : 14-18
I.
PENDAHULUAN
Dalam Kitab Mazmur 71 : 1-6 adalah bagian dari doa yang menggam barkan iman dan pengharapan pemazmur kepada Allah sebagai tempat perlindungan, terutama di tengah kesulitan dan ancaman. Pemazmur menuliskan mazmur ini di masatuanya, sebagaimana yang terlihat di beberapa perikop di dalamnya. Perikop-perikop ini membuat banyak orang beranggapan bahwa mazmur ini dituliskan pada masa pemberontakan Absalom, sebab itulah kesukaran besar yang melandanya di hari-harituanya. Mungkin juga mazmur ini ditulis karena perlawanan Syeba, atau kesukaran tertentu yang menimpanya selama bagian masa hidupnya saat itu. Akan tetapi, pemazmur tidak terlalu memperinci perkaranya sendiri dalam mazmur ini, sebab ia menuliskannya dengan maksud supaya mazmur ini dapat dipakai secara umum oleh umat Allah ketika mereka mengalami kesesakan, terutama kesesakan-kesesakan yang dialami di masa-masa kemunduran. Pemazmur memulai Mazmur ini dengan doa-doa yang penuh keyakinan, dengan doa-doa bahwa Allah akan melepaskan dan menyelamatkan dia, bahwa Allah tidak akan membuangnya, dan bahwa musuh-musuhnya akan mendapat malu.
II.
KETERANGAN
TEKS
Ayat 1: "Kepadamu, ya
TUHAN, aku berlindung, jangan sekali-kali aku mendapat malu."
Kalimat pembukaan ini adalah bentuk
pengakuaniman pribadi. Secara historis, "berlindung" (chasah) adalah metafora umum dalam tradisi
Yahudi untuk menggambarkan hubungan antara umat Allah dengan YHWH. Ini menunjukkan
kepercayaan penuh pemazmur pada Allah sebagai pelindungnya. Kepercayaan penuh pemazmur
kepada Allah sebagai satu-satunya tempat berlindung. Dalam konteks teologis,
ini menggambarkan karakter Allah sebagai El
Elyon (Allah Yang Mahatinggi) dan Jehovah
Jireh (Allah yang menyediakan). Permintaan "jangan mendapat malu"
mencerminkan budaya kehormatandan rasa malu yang sangat penting dalam masyarakat
kuno Timur. Malu di sini tidak hanya berarti rasa gagal, tetapi juga kehilangan
status di hadapan masyarakat dan Allah. Kepercayaan pemazmur menunjukkan ketergantungan
total kepada Allah, di mana rasa malu menjadi simbolik kegagalan atau kekalahan
di hadapan musuh. Dalam Perjanjian Baru, konsepini sejalan dengan keyakinan
Paulus bahwa mereka yang percaya kepada Kristus tidak akan dipermalukan (Roma
10:11).
Ayat 2: "Lepaskanlah aku dan
luputkanlah aku oleh karena keadilan-Mu, sendengkanlah telinga-Mu kepadaku dan selamatkanlah
aku."
Frasa "keadilan-Mu" (tsedaqah) menggambarkan keyakinan pemazmur
pada sifat Allah yang setia kepada perjanjian-Nya. Dalam konteks historis,
keadilan Allah sering dikaitkan dengan pembebasan umat Israel darimusuh atau penindasan,
sebagaimana terlihat dalam tradisi Keluaran. Permohonan"sendengkanlah telinga-Mu" adalah ungkapan puitis yang
mengilustrasikan Allah yang dekat dan siap menanggapi doa umat-Nya. Keadilan
Allah sebagai dasar tindakan penyelamatan. Allah tidak hanya adil dalam menghukum
dosa, tetapi juga dalam membela umat-Nya yang setia. Dalam pengertian teologis,
keadilan Allah terpenuhi secara sempurna dalam karya penebusan Yesus Kristus. Keadilan
dan kasih Allah bertemu di salib, di mana manusia berdosa memperoleh keselamatan
melalui iman.
Ayat 3: "Jadilah bagiku gunung
batu tempa tperlindungan, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku, sebab Engkaulah
bukit batuku dan pertahananku."
Metafora "gunungbatu" dan "kubupertahanan" mencerminkan gambaran geografis dan militer dari dunia kuno.Di wilayah Palestina, kota-kota yang kuat sering dibangun di atas bukit atau gunung untuk memberikan perlindungan dari musuh. Dengan menggunakan metafora ini, pemazmur menegaskan bahwa Allah adalah sumber perlindungan yang lebih kokoh dibandingkan benteng fisik mana pun. Dalam konteks ini, pemazmur melihat Allah sebagai tempat perlindungan yang kokoh di tengah badai kehidupan. Secara Kristologis, Yesus sering kali digambarkan sebagai BatuPenjuru (1 Petrus 2:6), fondasi yang kuat bagi iman Kristen.
Ayat 4: "Ya Allahku,
luputkanlah aku dari tangan orang fasik, dari cengkeraman orang lalim dan kejam."
Permohonan ini menunjukkan adanya ancaman nyata yang dihadapi pemazmur. Secara historis, "orang fasik" bias merujuk pada individu atau bangsa yang melawan hukum Allah. Dalam konteks pasca-pembuangan, ini bias merujuk pada penjajah asing seperti Babel atau Persia, atau kelompok-kelompok internal yang dianggap mengkhianati iman. Orang fasik di sini juga bukan hanya sekadar musuh manusia, tetapi juga melambangkan kuasa dosa dan kejahatan. Ini memberikan pengajaran bahwa perlindungan sejati dari semua bentuk kejahatan hanya bias ditemukan dalam Allah. Hal ini mengingatkan kita pada doaYesus dalam Matius 6:13, "Jauhkanlah kami dari yang jahat."
Ayat 5: "Sebab Engkaulah harapanku,
ya Tuhan, kepercayaanku sejak masa mudaku, ya Allah."
Pemazmur menyoroti perjalanan iman yang panjang sejak masa mudanya. Dalam tradisi Israel, hubungan dengan Allah sering kali dimulai sejak dini melalui pendidikan keluarga dan komunitas (Ulangan 6:7). Ungkapan ini juga menggambarkan bahwa kepercayaan kepada Allah adalah pengalaman yang berakar dalam sejarah hidup umat-Nya.Perjalanan iman pemazmur yang telah dimulai sejak masa muda hingga usia lanjut, Allah menjadi harapan dan sandaran hidupnya sejak dia masih dalam kandungan. Ini mengajarkan bahwa relasi manusia dengan Allah adalah perjalanan yang panjang dan berkesinambungan. Dalam konteks Perjanjian Baru, ini menekankan panggilan untuk membangun hubungan pribadi dengan Allah sejak dini (2 Timotius 3:15).
Ayat 6: "Kepada-Mu aku bertopang
sejak kandungan, Engkau telah mengeluarkan aku dari perut ibuku; Engkau yang
selaluku puji-puji."
Pemazmu rmenyatakan bahwa hidupnya sejak
awal merupakan karya Allah. "Sejak kandungan"
adalah pengakuan teologis bahwa hidup manusia sepenuhnya ada dalam tangan
Allah. Pernyataan ini memperlihatkan kepercayaan pada penyelenggaraan ilahi sejak
kelahiran. Dalam masyarakat Israel kuno, kehidupan dianggap sebagai anugerah
Allah yang harus dihormati dan dihidupi dalam ketaatan kepada-Nya. Pemazmur menutup
dengan pengakuan bahwa Allah layak dipuji karena karya-Nya dalam hidupnya. Pujian
ini adalah respons teologis terhadap pengalaman keselamatan dan pemeliharaan
Allah. Ini selaras dengan pemahaman bahwa kehidupan orang percaya harus dipenuhi
dengan pujian dan pengucapan syukur kepada Allah (Efesus 5:20).
III.
APLIKASI
TEOLOGIS
1. Percaya
Sepenuhnya kepada Allah: Mazmur ini mengajarkan pentingnya bergantung kepada
Allah dalam segala keadaan. Sebagai orang percaya, kita diajak untuk terus mengandalkan-Nya
sebagai sumber pengharapan dan perlindungan.
2. Keselamatan
dalam Kristus: Dalam terang Perjanjian Baru, pemazmur berbicara tentang keadilan
dan perlindungan Allah yang akhirnya diwujudkan secara penuh dalam Yesus Kristus.
Kita diingatkan bahwa hanya melalui Kristus kita dapat mengalami keselamatan yang
sejati.
3. Pujian
Sebagai Respons Iman: Pemazmur mengajarkan bahwa pujian kepada Allah adalah respons
alami dari hati yang menyadari karya-Nya dalam hidup kita. Ini menjadi pola hidup
yang harus terus dipelihara oleh setiap orang percaya.
4. Iman
yang Berkesinambungan: Doa ini menunjukkan pentingnya membangun iman sejak dini
dan menjaganya hingga akhir hayat. Relasi dengan Allah adalah perjalanan seumur
hidup yang penuh dengan kepercayaan dan pengharapan.
Oleh:C.Pdt. Boima Hengki
Banurea, S.Th
Tags :
BPPPWG MENARA KRISTEN
KOMITMEN DALAM MELAYANI
PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
- ORA ET LABORA
- : Pdt Hendra C Manullang
- : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
- : crisvinh@gmail.com
- : menarakristen@gmail.com
Post a Comment