PELITA HIDUP JUMAT AGUNG; MARKUS 15 : 33 - 41 ( YESUS MENYERAHKAN NYAWA-NYA )
I.
Pendahuluan
Jumat Agung adalah momen sentral dalam iman Kristen, di mana Gereja di seluruh dunia memperingati penderitaan dan kematian Yesus Kristus. Teks Markus 15: 33–41 membawa kita menyaksikan langsung peristiwa klimaks dari pengorbanan Anak Allah: penyerahan nyawa-Nya di kayu salib. Dalam narasi yang penuh kesunyian dan penderitaan ini, kita menemukan kedalaman teologi salib dan kekuatan historis yang membentuk dasar keselamatan umat manusia.
II.
PenjelasanTeks
1.
Kegelapan
yang Menyelubungi Dunia (ayat 33)
Ketika
waktu menunjuk jam 12 siang, tiba-tiba kegelapan menyelimuti seluruh negeri sampai
jam 3 sore. Secara historis, ini bukan fenomena alam biasa. Dalam pemahaman Yahudi,
kegelapan sering kali menjadi lambing murka Allah atau penghakiman (band. Amos
8:9). Kegelapan ini menjadi tanda bahwa sesuatu yang dahsyat sedang terjadi:
Sang Pencipta sedang menghakimi dosa dunia, dan Sang Anak sedang menanggung murka
tersebut dalam tubuh-Nya.
Teologisnya,
kegelapan ini melambangkan pemisahan antara Yesus dan Bapa. Ia yang tidak mengenal
dosa telah dijadikan dosa karena kita (2 Korintus 5:21). Kegelapan menjadi saksi
bisu bahwa dosa membawa keterpisahan dari Allah, dan Yesus masuk sepenuhnya kedalam
realitas itu demi menebus kita.
2.
SeruanKesakitandanPemutusanRelasi
(ayat 34–36)
Seruan
Yesus, “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?” adalah kutipan dari Mazmur 22, yang
mengungkapkan perasaan ditinggalkan oleh Allah. Ini adalah momen terdalam penderitaan
Yesus, bukan karena paku atau cambuk, tetapi karena relasi kekal dengan Bapa diputuskan
untuk sesaat. Inilah inti penderitaan-Nya: penyerahan total dalam keterpisahan,
agar kita tidak pernah dipisahkan dari kasih Allah.
Secara
historis, orang-orang di sekitar-Nya gagal memahami seruan ini, mengira Yesus memanggil
Elia. Hal ini menyoroti ketidakpekaan rohani mereka, meskipun mereka menyaksikan
langsung karya penebusan yang sedang berlangsung.
3.
Kematian
yang Membuka Tabir (ayat 37–38)
Yesus
bukan sekadar meninggal— Dia menyerahkan nyawa-Nya. Markus dengan tegas mencatat
bahwa Yesus “berseru nyaring dan menyerahkan nyawa-Nya.” Ini bukan seruan kekalahan,
melainkan deklarasi kemenangan. DalamYohanes 10:18, Yesus berkata: "Tidak seorang
pun mengambil nyawa-Ku daripada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku
sendiri."
Segera
setelah itu, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas kebawah. Ini sangat signifikan
secara teologis dan historis. Tabir memisahkan ruang kudus dari ruang maha
kudus, tempat hadirat Allah bersemayam. Kini, dengan kematianYesus, pemisah itu
dihancurkan. Jalan masuk kepada Allah telah terbuka bagi semua orang,
bukanhanya imam besar.
4.
Pengakuan
dari Bangsa Lain (ayat 39)
Perwira
Romawi, seorang penyembah berhala, orang non-Yahudi, wakil dari kekaisaran penjajah—menyatakan iman:
“Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!” Ini adalah momen puncak pengakuan iman dalam
Injil Markus. Ironisnya, pengakuan ini tidak datang dari murid-murid Yesus,
tetapi dari seorang asing.
Secara
historis dan teologis, ini memperlihatkan bahwa kematian Kristus adalah untuk seluruh
dunia. Dari titik ini, Injil akan bergerak keluar batas Israel, menjangkau bangsa-bangsa,
dan membuka jalan bagi gereja untuk menjadi komunitas lintas suku dan bangsa.
5.
Kesaksian
Para Perempuan (ayat 40–41)
Di
tengah kepergian para murid laki-laki, para perempuan tetap hadir: Maria
Magdalena, Maria ibu Yakobus, dan Salome. Mereka menjadi saksi setia di kaki
salib. Dalam konteks masyarakat patriarki abad pertama, kesaksian perempuan tidak
dianggap sah. Namun, Injil menempatkan mereka sebagai saksi utama kematian, penguburan,
dan kebangkitan Yesus.
Ini
adalah pesan radikal: Allah memakai yang lemah untuk mempermalukan yang kuat.
Kesaksian mereka menjadi penopang historis dan spiritual bagi berita Injil.
III.
Penutup
Salib
Sebagai Takhta Kemuliaan
Markus
15:33–41 mengajak kita melihat bahwa salib bukan hanya tempat penderitaan,
tetapi juga tempat penyerahan, penggenapan nubuat, dan pembukaan jalan keselamatan.
Yesus tidak menjadi korban keadaan, melainkan Raja yang secara sukarela menyerahkan
nyawa-Nya. Di dalam kegelapan salib, ada terang pengharapan. Di dalam seruan penderitaan,
ada suara kasih penebusan.
Pada
Jumat Agung ini, kita tidak hanya mengenang kematian Yesus, tetapi merenungkan makna
terdalam dari pengorbanan-Nya: bahwa dalam penyerahan-Nya, kita memperoleh kehidupan.
Tags :
BPPPWG MENARA KRISTEN
KOMITMEN DALAM MELAYANI
PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
- ORA ET LABORA
- : Pdt Hendra C Manullang
- : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
- : crisvinh@gmail.com
- : menarakristen@gmail.com
Post a Comment