ERAUNATEOLOGI MKI : FIRMAN ALLAH DAN TRADISI MANUSIA : ANALISIS TEOLOGIS - BIBLIS MARKUS 7:1–23
© [2025] [Hendra Crisvin Manullang]. Seluruh hak cipta dilindungi undang-undang.
Tulisan ini tidak boleh diperbanyak, disalin, atau dipublikasikan dalam bentuk apa pun, baik sebagian maupun seluruhnya, tanpa izin tertulis dari penulis. Setiap kutipan atau penggunaan sebagian dari tulisan ini wajib mencantumkan sumber secara jelas sesuai etika akademik.
Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Firman Allah dan Tradisi Manusia: Analisis Teologis-Biblis Markus 7:1–23
I. Pendahuluan
Salah satu perdebatan besar dalam pelayanan Yesus adalah mengenai hubungan antara firman Allah dan tradisi manusia. Injil Markus 7:1–23 menampilkan konflik antara Yesus dan orang Farisi serta ahli Taurat mengenai praktik pencucian tangan sebelum makan. Tradisi tersebut telah dianggap sebagai bagian dari kekudusan hidup, padahal asalnya hanyalah adat istiadat nenek moyang.
Yesus menegur keras mereka dengan menyatakan bahwa tradisi yang tidak sesuai dengan firman Allah justru meniadakan kehendak Allah itu sendiri. Perikop ini relevan bagi gereja masa kini, yang seringkali berada di antara dua kutub: mempertahankan tradisi atau kembali pada otoritas firman.
Tulisan ini bertujuan menganalisis Markus 7:1–23 secara teologis-biblis dengan memperhatikan konteks Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB), lalu memberikan refleksi bagi kehidupan bergereja kontemporer.
II. Kajian Teks Markus 7:1–23
1. Tradisi Manusia vs. Firman Allah (ay. 1–13)
Konflik berawal ketika orang Farisi dan ahli Taurat menegur murid-murid Yesus karena tidak mencuci tangan sebelum makan. Bagi mereka, tindakan itu dianggap najis. Yesus menjawab dengan mengutip nubuat Yesaya: “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku” (Yes. 29:13).
Yesus menegur bahwa mereka lebih mementingkan tradisi dibandingkan firman Allah. Kasus korban (ay. 11–13) adalah contoh nyata. Dengan dalih mempersembahkan sesuatu kepada Allah, seseorang bisa mengabaikan kewajibannya untuk menolong orang tua. Dengan demikian, tradisi digunakan untuk membatalkan hukum Allah tentang menghormati orang tua (Kel. 20:12; Ul. 5:16)¹.
2. Sumber Kenajisan Sesungguhnya (ay. 14–23)
Yesus kemudian mengajarkan prinsip radikal: “Tidak ada sesuatu pun dari luar yang masuk ke dalam seseorang dapat menajiskannya, tetapi yang keluar dari seseorang itulah yang menajiskannya” (ay. 15). Perkataan ini menekankan bahwa hati manusia adalah sumber kenajisan rohani.
Yesus memberikan daftar dosa yang lahir dari hati: pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, keserakahan, kelicikan, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan (ay. 21–22). Dengan demikian, inti persoalan manusia bukanlah pada ritual lahiriah, tetapi pada kondisi hati yang berdosa².
III. Analisis Teologi Perjanjian Lama (PL)
Dalam PL, hukum kemurnian (ritual dan makanan) berfungsi untuk:
-
Menegaskan kekudusan umat Israel – Umat dipanggil untuk berbeda dari bangsa lain melalui hukum makanan dan ritual (Im. 11; Ul. 14).
-
Mendidik umat akan kekudusan Allah – Setiap aspek kehidupan diatur untuk menanamkan kesadaran bahwa Allah itu kudus (Im. 19:2).
-
Mempersiapkan jalan bagi penekanan hati – Para nabi sering menegur Israel bahwa ketaatan lahiriah tanpa hati yang benar adalah sia-sia (Yes. 1:11–17; Mi. 6:6–8; Yer. 7:22–23)³.
Dengan demikian, PL tidak semata-mata legalistis. Justru PL sudah mengantisipasi bahwa yang terpenting adalah hati, bukan sekadar ritual. Markus 7 adalah penggenapan prinsip tersebut.
IV. Analisis Teologi Perjanjian Baru (PB)
PB memperdalam ajaran ini melalui:
-
Yesus Kristus sebagai penggenap Taurat – Dalam Markus 7, Yesus menegaskan bahwa makanan tidak menajiskan, yang menjadi dasar perubahan paradigma dalam gereja mula-mula. Petrus menerima penglihatan tentang makanan tahir (Kis. 10:15), yang menandai keterbukaan Injil bagi bangsa-bangsa lain⁴.
-
Paulus dan hukum kasih – Paulus menulis: “Kerajaan Allah bukan soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus” (Rm. 14:17). Dengan demikian, ukuran kekudusan bukan lagi hukum makanan, tetapi hidup dalam Roh Kudus.
-
Ibadah sejati – PB menekankan ibadah batiniah. Roma 12:1 menegaskan bahwa ibadah sejati adalah mempersembahkan tubuh sebagai persembahan hidup. Ini sejalan dengan Markus 7: bahwa ibadah tanpa hati yang murni adalah sia-sia.
V. Implikasi bagi Gereja Masa Kini
-
Tradisi harus tunduk pada Firman Allah
Gereja perlu membedakan antara tradisi yang memperkuat iman dan tradisi yang meniadakan Injil. Liturgi, simbol, atau adat hanya bermanfaat sejauh menunjang firman. -
Bahaya formalisme ibadah
Gereja harus waspada agar tidak jatuh ke dalam formalisme: rajin beribadah, bernyanyi, atau berdoa, tetapi hati jauh dari Allah. -
Pembinaan iman yang menekankan transformasi hati
Pendidikan rohani harus menekankan perubahan karakter, bukan sekadar kepatuhan ritual. Spiritualitas Kristen adalah hidup yang lahir dari hati yang diperbarui oleh Roh Kudus.
VI. Kajian Penulis
Penulis menilai bahwa Markus 7:1–23 adalah teks yang sangat relevan untuk konteks gereja masa kini, khususnya di Indonesia, di mana tradisi gereja, budaya lokal, bahkan kebiasaan denominasi sering kali lebih diutamakan daripada firman Allah.
Pertama, teks ini menegur kecenderungan gereja untuk memelihara tradisi tanpa evaluasi teologis. Tradisi seperti tata ibadah tertentu, aturan berpakaian, atau pola pelayanan bisa menjadi baik, tetapi tidak boleh menggantikan otoritas firman.
Kedua, teks ini menekankan bahwa akar persoalan manusia adalah hati yang berdosa. Gereja harus menolong jemaat mengalami pembaruan hati, bukan sekadar mematuhi aturan luar. Dengan demikian, pelayanan yang menekankan disiplin rohani tanpa pembaruan batin hanya menghasilkan kepatuhan formal, bukan iman sejati.
Ketiga, teks ini mengingatkan gereja agar selalu kembali pada inti Injil: Kristus sebagai pusat ibadah. Tradisi tanpa Kristus akan menjadi beban; tetapi tradisi yang berpusat pada Kristus akan menjadi sarana pertumbuhan iman.
Tags : ERAUNATEOLOGI
BPPPWG MENARA KRISTEN
KOMITMEN DALAM MELAYANI
PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
- ORA ET LABORA
- : Pdt Hendra C Manullang
- : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
- : crisvinh@gmail.com
- : menarakristen@gmail.com
Post a Comment