ERAUNATEOLOGI : DARI KEFANAAN MENUJU KEMULIAAN : KAJIAN HISTORIS - BIBLIS - TEOLOGIS 1 KORINTUS 15 : 35 - 58 TENTANG KEBANGKITAN
© [2025] [Hendra Crisvin Manullang]. Seluruh hak cipta dilindungi undang-undang.
Tulisan ini tidak boleh diperbanyak, disalin, atau dipublikasikan dalam bentuk apa pun, baik sebagian maupun seluruhnya, tanpa izin tertulis dari penulis. Setiap kutipan atau penggunaan sebagian dari tulisan ini wajib mencantumkan sumber secara jelas sesuai etika akademik.
Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Dari Kefanaan Menuju Kemuliaan: Kajian Historis-Biblis-Teologis 1 Korintus 15:35–58 tentang Kebangkitan
PENULIS
: PDT. HENDRA CRISVIN MANULLANG
Nomor : eAMK011025007
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Salah satu tema sentral
dalam iman Kristen adalah kebangkitan. Kebangkitan Yesus Kristus
merupakan dasar iman yang membedakan Kekristenan dari agama-agama lain. Paulus
dengan tegas menuliskan, “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah
pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (1Kor. 15:14). Dengan
demikian, kebangkitan bukan sekadar sebuah doktrin tambahan, melainkan inti dan
pusat pengharapan Kristen.
Namun, pemahaman tentang kebangkitan tidaklah
sederhana. Dalam tradisi Israel, terdapat benih-benih pengharapan akan
kebangkitan, misalnya dalam nubuat Yesaya (Yes. 26:19) dan Daniel (Dan. 12:2),
walaupun pemahamannya masih bersifat eskatologis kolektif. Pada zaman
Perjanjian Baru, khususnya di dunia Yunani-Romawi, muncul berbagai pengaruh
filsafat yang menolak kebangkitan tubuh. Filsafat Platonisme, misalnya,
memandang tubuh jasmani sebagai penjara jiwa yang fana. Karena itu, ide tentang
kebangkitan tubuh dianggap tidak masuk akal bagi banyak orang Yunani.
Situasi ini tampak
jelas di jemaat Korintus. Sebagian jemaat mempertanyakan bahkan menolak
kebangkitan tubuh. Bagi mereka, kehidupan setelah kematian mungkin dapat
dipahami dalam bentuk keabadian jiwa, tetapi tidak dalam bentuk tubuh yang bangkit
kembali. Paulus menanggapi persoalan ini dengan menulis pasal 15 dalam
suratnya, di mana bagian ayat 35–58 menjadi puncak argumentasi teologisnya.
Dalam perikop ini, Paulus menjawab dua
pertanyaan utama: “Bagaimanakah orang mati dibangkitkan? Dan dengan tubuh
apakah mereka akan datang kembali?” (ay. 35). Jawaban Paulus bukan sekadar
penjelasan logis, melainkan suatu argumentasi teologis yang kaya dengan
metafora (misalnya benih yang ditabur), kontras (tubuh kefanaan vs kemuliaan),
serta perbandingan antara Adam yang pertama dan Adam yang terakhir, yaitu
Kristus.
Kajian terhadap 1
Korintus 15:35–58 menjadi penting bukan hanya untuk memahami konteks jemaat
Korintus, tetapi juga untuk membangun dasar iman Kristen tentang kebangkitan
tubuh. Bagi gereja masa kini, tema kebangkitan memberi penghiburan dalam
menghadapi penderitaan, pengharapan dalam menghadapi kematian, serta motivasi
etis untuk hidup dalam kekudusan.
Atas dasar itulah, penulis merasa perlu
melakukan penelitian yang mendalam dengan pendekatan historis-biblis-teologis
terhadap 1 Korintus 15:35–58. Pendekatan historis akan menolong memahami latar
belakang jemaat Korintus dan konteks dunia kuno; pendekatan biblis akan
menggali makna teks secara eksegetis; sementara pendekatan teologis akan menyusun
pemahaman doktrinal kebangkitan tubuh bagi iman Kristen.
1.2 Rumusan Masalah
-Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian
ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
-Bagaimana konteks historis jemaat Korintus
memengaruhi cara mereka memahami kebangkitan?
-Bagaimana penjelasan Paulus dalam 1 Korintus
15:35–58 tentang kebangkitan tubuh?
-Apa makna teologis kebangkitan tubuh menurut
Paulus?
-Bagaimana relevansi ajaran kebangkitan tubuh
dalam kehidupan orang percaya masa kini?
1.3 Tujuan Penelitian
-Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
-Mendeskripsikan konteks historis jemaat
Korintus dalam pergumulan iman mereka terkait kebangkitan.
-Melakukan analisis biblis-eksegetis terhadap 1
Korintus 15:35–58.
-Menguraikan implikasi teologis ajaran Paulus
tentang kebangkitan tubuh.
-Merelevansikan pesan kebangkitan tubuh bagi
kehidupan iman Kristen masa kini.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat
sebagai berikut:
a.Manfaat Teoretis
-Menambah khazanah teologis khususnya dalam studi
Perjanjian Baru mengenai kebangkitan.
-Memberikan kontribusi akademis bagi
pengembangan teologi eskatologi dalam konteks Indonesia.
b.Manfaat Praktis
-Bagi jemaat Kristen, penelitian ini dapat
memperkuat pengharapan akan kehidupan kekal.
-Bagi pelayan gereja, penelitian ini menjadi
bahan khotbah dan pengajaran yang meneguhkan iman jemaat.
-Bagi penulis dan mahasiswa teologi, penelitian
ini dapat menjadi referensi bagi studi lebih lanjut.
1.5 Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif
dengan pendekatan kepustakaan (library research). Data dikumpulkan melalui
studi literatur berupa tafsiran Alkitab, kamus teologi, artikel jurnal, serta
buku-buku akademik terkait.
-Jenis penelitian: kualitatif dengan analisis
teks.
-Pendekatan penelitian:
historis-biblis-teologis.
-Pendekatan historis: menggali konteks kehidupan
jemaat Korintus serta pengaruh budaya Yunani-Romawi.
-Pendekatan biblis: melakukan eksegesis 1
Korintus 15:35–58.
-Pendekatan teologis: menyusun sintesis doktrin
kebangkitan tubuh dalam terang iman Kristen.
-Metode analisis: eksegesis gramatikal,
historis, dan literer.
Sumber data:
-Primer: Alkitab (Teks Yunani Perjanjian Baru,
LAI, terjemahan internasional).
-Sekunder: tafsiran Paulus (Fee, Bruce, Wright),
literatur eskatologi, jurnal akademik.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
I : PENDAHULUANMenjelaskan latar belakang,
rumusan masalah, tujuan, manfaat, metodologi, dan sistematika penelitian.
II : KONTEKS HISTORIS KEHIDUPAN JEMAAT KORINTUS
Menguraikan latar belakang sosial, budaya, dan
religius jemaat Korintus serta permasalahan teologis yang mereka hadapi terkait
kebangkitan.
III : ANALISIS BIBLIS 1 KORINTUS 15:35–58
Menyajikan kajian eksegetis terhadap perikop
tersebut, termasuk struktur teks, analisis kata-kata kunci, dan sintesis
biblis.
IV : KAJIAN TEOLOGIS
Membahas doktrin kebangkitan tubuh dalam
teologi Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, serta implikasi teologisnya bagi
orang percaya.
V : PENUTUP
Menyajikan kesimpulan hasil penelitian dan
saran untuk penelitian lebih lanjut maupun penerapan praktis.
II. KONTEKS HISTORIS
KEHIDUPAN JEMAAT KORINTUS
2.1 Kondisi Sosial, Politik, dan Budaya
Kota Korintus
Kota Korintus pada abad
pertama merupakan salah satu pusat metropolitan dunia Yunani-Romawi. Terletak
di jalur perdagangan yang menghubungkan Laut Aegea dan Laut Ionia, Korintus
memiliki posisi strategis sebagai kota pelabuhan dan perdagangan. Akibatnya,
kota ini dihuni oleh berbagai lapisan masyarakat: pedagang, budak, orang merdeka,
orang Yahudi perantauan, serta para filsuf dan seniman.
Secara politis, Korintus adalah kota koloni
Romawi yang dibangun kembali oleh Julius Caesar pada tahun 44 SM setelah
sebelumnya dihancurkan oleh bangsa Romawi pada 146 SM. Sebagai koloni, Korintus
dihuni oleh banyak veteran tentara Romawi yang diberi tanah di sana. Kehidupan
politik kota ini sangat dipengaruhi oleh kekuasaan Romawi, tetapi budaya Yunani
tetap mendominasi cara berpikir masyarakat.
Budaya Korintus
terkenal dengan kemewahan, kekayaan, dan juga kemerosotan moral. Istilah “hidup seperti orang Korintus”
(korinthiazesthai)
bahkan digunakan untuk menggambarkan gaya hidup penuh pesta pora dan kebejatan
seksual. Salah satu simbol kota ini adalah kuil dewi Afrodit yang konon
melibatkan ratusan pelacur kuil dalam praktik keagamaannya. Dengan demikian,
Korintus dikenal sebagai kota yang kosmopolitan, pluralistik, dan permisif.
Faktor-faktor inilah yang menjadikan Korintus
sebagai lahan misi yang subur sekaligus penuh tantangan bagi Paulus. Gereja
Korintus berdiri di tengah dunia yang dipenuhi pengaruh ekonomi, politik,
filsafat, dan agama yang beragam.
2.2 Kondisi Kehidupan Jemaat Korintus
Jemaat Korintus lahir dari pelayanan Paulus
selama ±18 bulan di kota itu (Kis. 18:1–18). Komposisi jemaat sangat heterogen:
ada orang Yahudi diaspora, orang Yunani, juga kelompok non-Yahudi lain yang
berasal dari berbagai strata sosial. Ada orang kaya (misalnya Khuat di Kis. 18)
tetapi juga banyak dari kalangan sederhana, bahkan budak (1Kor. 1:26–28).
Keberagaman latar belakang ini menciptakan
berbagai problem internal di jemaat Korintus. Paulus dalam suratnya menegur
perpecahan (1Kor. 1:10–17), penyalahgunaan karunia rohani (1Kor. 12–14),
konflik etika seksual (1Kor. 5–6), serta persoalan seputar perjamuan kudus
(1Kor. 11:17–34). Salah satu persoalan serius yang dihadapi jemaat adalah penolakan sebagian jemaat terhadap
kebangkitan tubuh (1Kor. 15:12).
Mengapa ada penolakan? Hal ini dapat dijelaskan dari pengaruh budaya. Filsafat Yunani, terutama Platonisme dan Stoa, memandang tubuh jasmani sebagai sesuatu yang fana, lemah, dan najis, sedangkan jiwa dianggap sebagai sesuatu yang murni dan abadi. Konsep keabadian jiwa diterima, tetapi ide tentang tubuh yang dibangkitkan kembali dipandang tidak masuk akal. Tidak heran jika sebagian jemaat Korintus—yang dipengaruhi filsafat Yunani—lebih mudah menerima gagasan keabadian jiwa daripada kebangkitan tubuh.
2.3 Masalah Teologis Jemaat Korintus:
Penolakan Kebangkitan Tubuh
Penolakan terhadap
kebangkitan tubuh menjadi salah satu isu teologis paling serius di jemaat
Korintus. Dalam 1 Korintus 15:12, Paulus menulis: “Jadi, apabila diberitakan bahwa Kristus dibangkitkan dari
antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa
tidak ada kebangkitan orang mati?”
Hal ini menunjukkan bahwa persoalan kebangkitan
bukan sekadar masalah filsafat, melainkan menyentuh inti iman Kristen. Jika
tidak ada kebangkitan, maka iman Kristen runtuh. Paulus menegaskan bahwa
kebangkitan Kristus menjadi bukti dan jaminan bagi kebangkitan orang percaya
(1Kor. 15:20–23). Dengan kata lain, menyangkal kebangkitan tubuh berarti
menyangkal inti Injil itu sendiri.
Selain itu, persoalan
kebangkitan juga berkaitan dengan konsep eskatologi. Sebagian jemaat Korintus
mungkin menganut pandangan eskatologi “sudah” tanpa “belum”—yaitu bahwa
keselamatan dan hidup kekal sudah dialami secara penuh di dunia ini, sehingga
tidak diperlukan kebangkitan tubuh di masa depan. Paulus meluruskan pandangan
ini dengan mengajarkan kebangkitan tubuh sebagai peristiwa eskatologis pada
kedatangan Kristus yang kedua kali.
2.4 Posisi Paulus sebagai Rasul dan
Pengajar
Paulus menulis surat
ini dari Efesus (sekitar tahun 55 M), dalam rangka menanggapi laporan tentang
persoalan di jemaat Korintus. Posisi Paulus sangat penting: ia bukan hanya
pendiri jemaat, tetapi juga seorang rasul yang memiliki otoritas dari Kristus.
Karena itu, ajaran Paulus tentang kebangkitan bukan sekadar opini pribadi,
melainkan kesaksian rasuli yang didasarkan pada kebangkitan Kristus sendiri. Paulus
menggunakan pendekatan retoris yang kuat untuk membela doktrin kebangkitan. Ia
menjawab keberatan dengan analogi pertanian (benih yang mati lalu tumbuh
menjadi kehidupan baru), dengan kontras antara tubuh yang fana dan tubuh yang
mulia, serta dengan teologi perbandingan Adam pertama dan Adam terakhir.
Paulus menekankan bahwa kebangkitan Kristus adalah “buah sulung” (ἀπαρχή, aparchē) dari semua orang mati (1Kor. 15:20). Dengan demikian, kebangkitan orang percaya dijamin karena mereka bersatu dengan Kristus. Rasul menutup bagian 1 Korintus 15:35–58 dengan nada kemenangan: “Hai maut, di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?” (ay. 55).
2.5 Sintesis Historis
Dari uraian historis di
atas, dapat disimpulkan bahwa jemaat Korintus menghadapi dilema iman: di satu
sisi mereka percaya kepada Kristus, tetapi di sisi lain mereka masih
dipengaruhi filsafat Yunani yang menolak kebangkitan tubuh. Paulus menanggapi
masalah ini dengan argumentasi historis (kesaksian kebangkitan Kristus), biblis
(perbandingan dengan Adam), dan teologis (transformasi tubuh dari kefanaan
menuju kemuliaan).
Kajian historis ini menjadi landasan penting sebelum masuk pada analisis biblis (BAB III), sebab pemahaman konteks historis menolong untuk membaca teks 1 Korintus 15:35–58 secara lebih akurat.
III. ANALISIS BIBLIS 1
KORINTUS 15:35–58
3.1 Pendahuluan Analisis Biblis
Pasal 15 surat 1 Korintus merupakan salah satu
bagian terpenting dalam Perjanjian Baru tentang kebangkitan. Paulus menulis
bagian ini untuk menanggapi persoalan di jemaat Korintus yang meragukan
kebangkitan tubuh. Puncak argumentasi Paulus terdapat pada ayat 35–58, di mana
ia menjawab pertanyaan logis sekaligus skeptis: “Bagaimanakah orang mati dibangkitkan? Dan dengan tubuh
apakah mereka akan datang kembali?” (ay. 35).
Paulus menjawab dengan pendekatan yang sangat retoris,
menggunakan metafora, kontras, dan tipologi teologis. Bagian ini bukan sekadar
penjelasan doktrinal, melainkan pengajaran yang meneguhkan iman dan memberikan
pengharapan eskatologis.
3.2 Struktur Teks 1 Korintus 15:35–58
Analisis literer menunjukkan bahwa perikop ini
memiliki struktur argumentatif yang jelas:
Pertanyaan skeptis
jemaat (ay. 35–36) Paulus membuka dengan mengutip pertanyaan retoris jemaat
Korintus. Jawaban Paulus bersifat tajam: “Hai
orang bodoh!” (ἄφρων, aphrōn).
Ini menunjukkan keseriusan persoalan yang mereka hadapi.
Metafora benih dan
tubuh (ay. 37–41) Paulus membandingkan kematian dengan penaburan benih.
Benih yang mati tidak sama dengan tumbuhan yang hidup, tetapi ada kesinambungan
identitas.
Kontras antara tubuh
kefanaan dan tubuh kemuliaan (ay. 42–44) Empat pasang kontras ditunjukkan:
kefanaan ↔ ketidakbinasaan, kehinaan ↔ kemuliaan, kelemahan ↔ kekuatan, tubuh
alamiah ↔ tubuh rohani.
Tipologi Adam pertama
dan Adam terakhir (ay. 45–49) Paulus mengontraskan Adam yang pertama
(manusia jasmani) dengan Kristus (Adam yang terakhir, manusia rohani). Kristus
memberi kehidupan baru dan tubuh yang dimuliakan.
Rahasia kebangkitan dan
kemenangan atas maut (ay. 50–58) Paulus menyingkapkan mystērion (rahasia) tentang
transformasi tubuh pada kedatangan Kristus. Puncaknya adalah nyanyian
kemenangan: maut telah dikalahkan oleh Kristus.
Struktur ini menunjukkan pergerakan argumentasi Paulus: dari pertanyaan skeptis menuju jawaban teologis yang penuh kemenangan.
3.2.1. Sitz im Leben (Situasi Hidup)
Sitz im Leben perikop ini adalah situasi jemaat Korintus
yang hidup di bawah pengaruh filsafat Yunani. Dalam pandangan dunia Yunani,
tubuh jasmani dianggap penjara jiwa, sehingga gagasan kebangkitan tubuh
ditolak. Bagi mereka, kehidupan setelah mati hanyalah keabadian jiwa.
Namun, bagi Paulus, kebangkitan tubuh adalah
bagian esensial dari Injil. Ia menegaskan bahwa Kristus telah bangkit secara
tubuh, bukan hanya secara spiritual. Karena itu, orang percaya juga akan
dibangkitkan dalam tubuh yang baru, serupa Kristus.
Dengan demikian, Sitz im Leben ini menegaskan bahwa perikop ini bukan spekulasi metafisik Paulus, melainkan respons teologis terhadap konteks jemaat yang skeptis.
3.3 Analisis Eksegetis
3.3.1 Ayat 35–36: Pertanyaan Skeptis
Frasa Yunani “Πῶς ἐγείρονται οἱ νεκροί; ποίῳ δὲ σώματι ἔρχονται;” (“Bagaimanakah orang mati dibangkitkan? Dengan tubuh apakah mereka datang kembali?”) menunjukkan keraguan mendasar. Paulus menjawab dengan keras: ἄφρων (bodoh), bukan sekadar menghina, melainkan mengingatkan bahwa mereka gagal memahami karya Allah.
3.3.2 Ayat 37–41: Perumpamaan Benih
Metafora pertanian sangat kuat. Paulus menulis
bahwa benih yang ditaburkan harus mati terlebih dahulu untuk menghasilkan
kehidupan baru. Kata σπείρεις
(speireis –
menaburkan) menekankan proses penyerahan benih ke tanah. Tubuh lama bagaikan
benih yang ditanam, sedangkan tubuh kebangkitan bagaikan tanaman baru yang
muncul.
Perbedaan kemuliaan juga diilustrasikan dengan matahari, bulan, dan bintang (ay. 41). Setiap tubuh memiliki kemuliaannya masing-masing. Paulus sedang menegaskan bahwa tubuh kebangkitan berbeda kualitasnya dari tubuh sekarang.
3.3.3 Ayat 42–44: Kontras Kefanaan dan
Kemuliaan
Paulus membuat empat kontras:
Fana (φθαρτόν, phtharton) ↔ Tidak binasa (ἀφθαρσία,
aphtharsia)
Hina (ἀτιμία, atimia) ↔ Mulia (δόξα, doxa)
Lemah (ἀσθένεια, astheneia) ↔ Kuat (δύναμις, dynamis)
Tubuh jasmani (σῶμα
ψυχικόν, sōma
psychikon) ↔ Tubuh rohani (σῶμα πνευματικόν, sōma pneumatikon)
Istilah sōma psychikon bukan berarti tubuh yang terdiri dari jiwa, melainkan tubuh yang terbatas pada kehidupan alamiah. Sebaliknya, sōma pneumatikon adalah tubuh yang dikuasai oleh Roh Kudus. Ini bukan tubuh non-material, tetapi tubuh yang ditransformasi oleh kuasa Roh.
3.3.4 Ayat 45–49: Adam Pertama dan Adam
Terakhir
Paulus mengutip Kejadian 2:7: “Manusia pertama,
Adam, menjadi makhluk yang hidup (ψυχὴν ζῶσαν, psychēn zōsan).” Lalu ia menambahkan: “Adam
yang terakhir menjadi roh yang menghidupkan (πνεῦμα ζῳοποιοῦν, pneuma zōopoioun).”
Adam pertama melambangkan keberdosaan,
kefanaan, dan kematian. Kristus, Adam yang terakhir, melambangkan kebangkitan,
kehidupan, dan kemuliaan. Orang percaya yang sekarang serupa dengan Adam akan
kelak menjadi serupa dengan Kristus.
3.3.5 Ayat 50–58: Rahasia Kebangkitan
dan Kemenangan
Paulus menyingkapkan μυστήριον (mystērion, “rahasia”): tidak
semua akan mati, tetapi semua akan diubah (πάντες
ἀλλαγησόμεθα, pantes
allagēsometha). Transformasi ini terjadi “sekejap mata, pada bunyi
nafiri yang terakhir.”
Kebangkitan menandai perubahan tubuh fana menjadi tubuh abadi. Dengan penuh keyakinan Paulus menantang maut: “Hai maut, di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?” (ay. 55). Sengat maut adalah dosa, tetapi Kristus telah menaklukkannya. Akhirnya, Paulus menutup dengan seruan praktis: “Karena itu, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan!” (ay. 58). Artinya, doktrin kebangkitan bukan hanya untuk masa depan, tetapi berdampak langsung pada kehidupan etis orang percaya sekarang.
3.4 Sintesis Biblis
3.4.1 Kesinambungan dengan Perjanjian
Lama
Pengharapan kebangkitan telah muncul dalam
Perjanjian Lama. Nabi Yesaya menulis: “Orang-orangmu
yang mati akan hidup kembali” (Yes. 26:19). Nabi Daniel menubuatkan:
“Banyak dari antara
orang-orang yang tidur di dalam debu tanah akan bangun” (Dan.
12:2). Walau pemahamannya belum sejelas Perjanjian Baru, benih pengharapan ini
menjadi fondasi teologis.
3.4.2 Pemenuhan dalam Perjanjian Baru
Yesus sendiri mengajarkan kebangkitan (Yoh. 11:25–26). Kebangkitan-Nya menjadi bukti historis dan jaminan bagi semua orang percaya (Rm. 8:11). Paulus dalam 1 Tesalonika 4:13–18 juga menegaskan kebangkitan orang mati pada kedatangan Kristus. Akhirnya, kitab Wahyu menggambarkan kebangkitan dalam kerangka langit dan bumi yang baru (Why. 21).
3.5 Pandangan Beberapa Tokoh Teolog
N.T. Wright Wright menegaskan
bahwa kebangkitan tubuh adalah pusat eskatologi Paulus. Kebangkitan bukan
imortalitas jiwa, melainkan transformasi ciptaan, termasuk tubuh manusia.
Gordon D. Fee Fee menekankan bahwa
istilah σῶμα πνευματικόν
bukan berarti tubuh non-fisik, melainkan tubuh yang dikuasai dan dipenuhi Roh
Kudus.
Anthony C. Thiselton Thiselton melihat
bahwa Paulus menggunakan bahasa retoris untuk menegaskan realitas baru yang
radikal dalam Kristus. Kebangkitan adalah misteri ilahi yang tidak dapat
dipahami sepenuhnya oleh akal manusia, tetapi nyata dalam Kristus.
Wolfhart Pannenberg Pannenberg menekankan
dimensi historis kebangkitan Kristus sebagai jaminan kebangkitan universal.
Kebangkitan bukan hanya peristiwa iman, tetapi fakta sejarah yang membuka masa
depan baru.
3.6 Sintesis Biblis dan Teologis
Dengan menggabungkan analisis teks, aparatus,
sitz im leben, serta pandangan para teolog, dapat dirumuskan bahwa:
Paulus menegaskan kesinambungan identitas
tubuh sekarang dengan tubuh kebangkitan.
Kebangkitan adalah transformasi, bukan
reinkarnasi atau imortalitas jiwa.
Kristus sebagai Adam terakhir adalah pola dan jaminan
kebangkitan orang percaya.
Kebangkitan membawa implikasi etis: iman yang tidak
goyah, pelayanan yang giat, dan hidup kudus dalam pengharapan eskatologis.
3.7. Implikasi Eksegetis
Dari analisis biblis ini dapat disimpulkan
beberapa hal penting:
Kebangkitan tubuh adalah transformasi yang
nyata, bukan sekadar simbolis.
Ada kesinambungan identitas antara tubuh
sekarang dan tubuh kebangkitan, tetapi dengan kualitas baru.
Kristus sebagai Adam yang terakhir menjadi
sumber kehidupan baru.
Kebangkitan tubuh membawa pengharapan
eskatologis sekaligus etis: hidup kudus dan giat dalam pelayanan.
IV. KAJIAN TEOLOGIS ATAS 1 KORINTUS 15:35–58
4.1 Pendahuluan Kajian Teologis
Kajian teologis bertujuan menyingkapkan makna terdalam dari kebangkitan yang dikemukakan Paulus dalam 1 Korintus 15:35–58, dengan memperbandingkan kesaksian Alkitab (PL & PB) dan refleksi teologi gereja sepanjang zaman. Perikop ini tidak hanya menjawab pertanyaan eksistensial tentang “bagaimana tubuh dibangkitkan”, tetapi juga membangun dasar pengharapan eskatologis Kristen.
4.2 Kebangkitan dalam Perspektif Perjanjian Lama
Perjanjian Lama memuat kesaksian yang masih samar
mengenai kebangkitan. Namun, ada perkembangan progresif:
|
Kitab |
|
Konsep Kematian & Kebangkitan |
Relevansi dengan 1 Kor 15 |
|
Mazmur 16:10 |
|
Keyakinan tidak ditinggalkan di dunia orang mati
(Sheol). |
Paulus menegaskan kemenangan atas maut. |
|
Yesaya 26:19 |
|
“Orang-orangmu yang sudah mati akan hidup
kembali.” |
Nubuat kebangkitan kolektif umat Allah. |
|
Yehezkiel 37 |
|
Tulang kering hidup kembali (metafora restorasi
Israel). |
Gagasan kebangkitan komunitas. |
|
Daniel 12:2 |
|
“Banyak dari antara orang yang tidur di dalam
debu tanah akan bangun.” |
Gambaran paling jelas tentang kebangkitan
eskatologis. |
Dalam PL,
kebangkitan dipahami dalam konteks pemulihan umat, bukan
sekadar individu. Paulus kemudian memperluasnya: kebangkitan Kristus menjamin
kebangkitan semua orang percaya.
4.3 Kebangkitan dalam Perspektif Perjanjian Baru
PB menegaskan bahwa kebangkitan adalah pusat iman
Kristen.
|
Sumber PB |
Pokok Ajaran Kebangkitan |
Keterkaitan dengan 1 Kor 15:35–58 |
|
Injil (Mat, Mrk, Luk, Yoh) |
Kebangkitan Yesus sebagai peristiwa historis dan
eskatologis. |
Paulus menghubungkan kebangkitan Yesus dengan
pola kebangkitan orang percaya. |
|
Kisah Para Rasul |
Kebangkitan sebagai inti khotbah apostolik (Kis
2, Kis 17). |
Sama seperti Paulus di Korintus, jemaat awal
menegaskan realitas tubuh kebangkitan. |
|
Surat Paulus lain |
Roma 6:5: orang percaya dipersatukan dalam
kematian & kebangkitan Kristus. |
Paralel dengan konsep “tubuh rohani” di 1 Kor 15. |
|
Kitab Wahyu |
Kebangkitan & kehidupan kekal (Why 20:6). |
Dimensi eskatologis kebangkitan dipertegas. |
PB meneguhkan bahwa kebangkitan bukanlah simbolis,
melainkan transformasi konkret dari ciptaan menuju kemuliaan.
4.4 Sintesis Teologi Paulus dalam 1 Korintus
15:35–58
Dalam perikop ini, Paulus menyampaikan teologi
kebangkitan dalam tiga pokok utama:
Natur kebangkitan →
bukan tubuh lama yang diperbaiki, melainkan tubuh baru yang transformatif.
Dasar kebangkitan →
kebangkitan Kristus sebagai “buah sulung” (ay. 20, konteks pasal).
Tujuan kebangkitan → kemenangan atas dosa &
maut, dan partisipasi dalam kemuliaan Allah.
4.5 Dimensi Kristologis: Adam Pertama vs Adam Kedua
Paulus mengontraskan Adam pertama dengan Kristus
sebagai Adam terakhir (ay. 45–49).
|
Aspek |
Adam Pertama |
Kristus (Adam Kedua/terakhir) |
|
Asal-usul |
Dari debu tanah |
Dari surga |
|
Kondisi |
Hidup jasmani |
Hidup rohani |
|
Dampak |
Kematian |
Kehidupan kekal |
|
Penerus |
Semua manusia fana |
Orang percaya |
Kristologi Paulus menegaskan bahwa kebangkitan hanya mungkin karena partisipasi dalam Kristus.
4.6 Dimensi Eskatologis
1 Korintus 15:35–58 menegaskan mystērion (rahasia
ilahi) bahwa pada parousia Kristus:
Tidak semua akan mati (ay. 51), tetapi semua akan
diubah.
Tubuh fana mengenakan ketidakfanaan.
Maut ditelan dalam kemenangan (ay. 54)
Grafik sederhana proses eskatologis menurut Paulus:
Tubuh Jasmani (fana, lemah)
↓ Transformasi
dalam Kristus
Tubuh Rohani (mulia, abadi)
↓
Kemenangan atas maut
↓
Kehidupan kekal bersama Allah
4.7 Dimensi Etis
Kebangkitan bukan hanya doktrin abstrak, tetapi
membawa konsekuensi etis (ay. 58):
Hidup dalam pengharapan → tidak mudah goyah.
Hidup dalam pelayanan → kerja dalam Tuhan tidak sia-sia.
Hidup dalam kekudusan → orientasi kepada kemuliaan Allah.
Dengan demikian, teologi kebangkitan menjadi dasar spiritualitas sehari-hari orang percaya.
4.8 Pandangan Teolog
Gereja tentang Kebangkitan
Sepanjang sejarah
gereja, ajaran kebangkitan tubuh dalam 1 Korintus 15:35–58 selalu menjadi salah
satu tema teologi yang paling mendasar. Para teolog dari berbagai zaman
menafsirkan teks ini sesuai dengan konteks historis, filsafat, dan kebutuhan
jemaat pada masa mereka.
Agustinus (354–430 M), dalam De Civitate Dei, menekankan bahwa kebangkitan tubuh adalah penggenapan karya penciptaan Allah. Menurutnya, Allah yang menciptakan tubuh dari debu tanah tentu juga sanggup memulihkannya dalam kebangkitan. Agustinus menolak pandangan dualisme Yunani yang merendahkan tubuh. Baginya, tubuh dan jiwa adalah satu kesatuan ciptaan Allah yang baik, dan kebangkitan berarti pemulihan total eksistensi manusia. Dengan demikian, kebangkitan merupakan kemenangan kasih karunia Allah yang mengembalikan manusia ke dalam keadaan mulia.
Thomas Aquinas (1225–1274 M), seorang teolog skolastik, memperdalam hal ini dengan pendekatan filosofis. Dalam Summa Theologiae, ia menegaskan bahwa tubuh kebangkitan adalah tubuh yang sama dengan tubuh duniawi, tetapi ditransformasi oleh kemuliaan Allah. Ia membedakan antara identitas dan kualitas: tubuh kebangkitan mempertahankan identitas orang yang sama, namun kualitasnya berubah, sehingga menjadi abadi, mulia, dan bebas dari penderitaan. Dengan demikian, kebangkitan menunjukkan kesinambungan identitas personal, namun juga transformasi eksistensial menuju kehidupan kekal.
Martin Luther (1483–1546), reformator Jerman, menekankan dimensi pastoral dan iman. Dalam khotbah dan tulisannya, Luther menggarisbawahi bahwa kebangkitan adalah janji eskatologis yang sepenuhnya bergantung pada karya Kristus. Manusia tidak dapat memperoleh kebangkitan melalui usaha atau kebaikan dirinya, melainkan hanya melalui iman kepada Kristus yang bangkit. Bagi Luther, kebangkitan bukan sekadar doktrin teoretis, melainkan sumber penghiburan konkret bagi orang percaya dalam menghadapi penderitaan, kematian, dan pergumulan hidup.
Karl Barth (1886–1968), seorang teolog abad ke-20, menafsir kebangkitan dalam kerangka teologi dialektis. Menurut Barth, kebangkitan Kristus adalah “Ya” Allah yang mutlak terhadap kehidupan, sekaligus “tidak” Allah terhadap maut. Kebangkitan bukanlah lanjutan alami dari kehidupan manusia, melainkan tindakan radikal Allah yang menembus sejarah dan membuka realitas baru. Dalam terang 1 Korintus 15, Barth melihat kebangkitan sebagai titik pusat iman Kristen, yang membedakan Injil dari semua bentuk religiositas lain.
Jürgen
Moltmann (1926–2024), dengan teologi pengharapannya (Theology of Hope),
menafsir kebangkitan sebagai dasar pengharapan kosmik. Menurut Moltmann,
kebangkitan Kristus bukan hanya peristiwa pribadi, melainkan janji bagi seluruh
ciptaan. Kebangkitan membuka horizon baru bagi sejarah, politik, dan alam
semesta. Dengan demikian, teologi kebangkitan bukan hanya berbicara tentang
masa depan personal orang percaya, melainkan juga tentang pembaruan kosmos
secara menyeluruh.
Dari pandangan para teolog ini, terlihat bahwa meskipun pendekatannya berbeda—ada yang menekankan filsafat, iman, atau harapan—tetapi semua sepakat bahwa kebangkitan adalah inti dan pusat iman Kristen.
4.9 Kajian Penulis
Setelah menelaah teks 1 Korintus 15:35–58
secara historis, biblis, dan teologis, serta memperhatikan pandangan para
teolog sepanjang sejarah, penulis menarik beberapa pokok refleksi teologis.
Pertama, kebangkitan
merupakan inti Injil. Paulus dengan tegas menyatakan bahwa
tanpa kebangkitan, iman orang Kristen sia-sia (bdk. 1 Kor 15:14). Kebangkitan
bukan tambahan opsional, melainkan fondasi iman. Di dalam kebangkitanlah
terletak jawaban Allah atas persoalan eksistensial manusia: kematian. Maka,
kebangkitan adalah berita Injil yang memberi kehidupan dan pengharapan.
Kedua, kebangkitan
adalah transformasi tubuh, bukan penghapusan tubuh. Paulus
menggunakan metafora benih untuk menjelaskan bahwa ada kesinambungan antara tubuh
sekarang dan tubuh kebangkitan. Identitas personal tetap ada, tetapi tubuh itu
dimuliakan. Tubuh jasmani (σῶμα ψυχικόν) yang fana, lemah, dan menuju kematian,
akan diubah menjadi tubuh rohani (σῶμα πνευματικόν) yang mulia, abadi, dan
dipenuhi kuasa Roh Kudus. Dengan demikian, kebangkitan bukanlah imortalitas
jiwa ala Yunani, melainkan transformasi eksistensi manusia secara utuh.
Ketiga, kebangkitan
berpusat pada Kristus. Paulus menekankan kontras antara Adam
pertama dan Adam terakhir. Adam pertama membawa kematian, sedangkan Kristus
membawa kehidupan. Identitas manusia yang lama dalam Adam diganti dengan
identitas baru dalam Kristus. Dengan demikian, kebangkitan orang percaya tidak
berdiri sendiri, melainkan berakar pada kebangkitan Kristus sebagai buah
sulung.
Keempat, kebangkitan
mengandung dimensi etis. Paulus menutup perikopnya dengan
seruan praktis: “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh,
jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan!” (1 Kor 15:58).
Artinya, pengharapan eskatologis tidak menjadikan orang percaya pasif atau
melarikan diri dari dunia, melainkan mendorong hidup aktif dalam iman,
pelayanan, dan pengharapan.
Kelima, kebangkitan
memiliki dimensi kosmik. Sebagaimana ditegaskan oleh teolog
modern seperti Moltmann, kebangkitan bukan hanya menyangkut keselamatan
individu, melainkan juga keselamatan ciptaan. Paulus sendiri dalam Roma 8:21
menyinggung bahwa seluruh ciptaan akan dibebaskan dari perbudakan kebinasaan.
Dengan demikian, kebangkitan dalam 1 Korintus 15 membuka horizon yang lebih
luas: transformasi semesta di bawah kuasa Kristus.
Dengan demikian, kajian teologis atas 1 Korintus 15:35–58 memperlihatkan bahwa kebangkitan adalah peristiwa iman, fakta eskatologis, dan pengharapan kosmik. Kebangkitan mengubah cara pandang orang percaya terhadap kematian, hidup, dan pelayanan. Dalam terang kebangkitan, orang percaya dipanggil untuk hidup teguh dalam iman, giat dalam pelayanan, dan penuh pengharapan akan kemuliaan Allah yang kekal.
V. KESIMPULAN DAN
IMPLIKASI
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan kajian historis, biblis, dan
teologis terhadap 1 Korintus 15:35–58 dengan judul “Dari Kefanaan Menuju
Kemuliaan: Kajian Historis-Biblis-Teologis 1 Korintus 15:35–58 tentang
Kebangkitan”, maka penulis menarik beberapa kesimpulan pokok
sebagai berikut:
Pertama, kebangkitan merupakan
inti
Injil dan dasar iman Kristen. Paulus menegaskan bahwa tanpa
kebangkitan, iman orang percaya sia-sia. Oleh karena itu, kebangkitan tidak
hanya sekadar doktrin tambahan, tetapi menjadi pusat keseluruhan pengajaran
Kristen.
Kedua, kebangkitan yang
dimaksud Paulus adalah transformasi tubuh,
bukan sekadar kelangsungan hidup jiwa. Dengan menggunakan metafora benih,
Paulus menunjukkan bahwa tubuh kebangkitan memiliki kesinambungan dengan tubuh
duniawi, namun kualitasnya diubah: dari fana menjadi abadi, dari lemah menjadi
kuat, dari hina menjadi mulia.
Ketiga, kebangkitan orang
percaya berakar pada kebangkitan Kristus.
Paulus menampilkan Kristus sebagai “Adam terakhir” yang menjadi pola dan
jaminan kebangkitan. Dengan demikian, kebangkitan orang percaya tidak berdiri
sendiri, melainkan merupakan partisipasi dalam kehidupan baru Kristus yang
bangkit.
Keempat, kebangkitan membawa implikasi
etis yang nyata. Paulus menutup perikop ini dengan seruan agar
jemaat berdiri teguh, tidak goyah, dan giat dalam pekerjaan Tuhan. Artinya,
iman kepada kebangkitan harus mendorong kehidupan yang aktif, penuh
pengharapan, dan berorientasi pada pelayanan.
Kelima, kebangkitan tidak
hanya bersifat personal tetapi juga kosmik. Dalam perspektif
Paulus dan ditegaskan kembali oleh teolog-teolog modern, kebangkitan melibatkan
pembaruan ciptaan secara keseluruhan. Kebangkitan Kristus menjadi awal dari
pemulihan semesta di bawah kuasa Allah.
Dengan demikian, kajian atas 1 Korintus 15:35–58 menegaskan bahwa kebangkitan adalah peristiwa iman, fakta eskatologis, dan dasar pengharapan kosmik yang memberi orientasi baru bagi kehidupan orang percaya.
5.2 Implikasi
Kajian ini tidak hanya berhenti pada pemahaman
teoretis, tetapi memiliki implikasi nyata dalam kehidupan iman Kristen masa
kini. Implikasi tersebut dapat dilihat dalam tiga dimensi:
5.2.1 Implikasi Teologis
Kebangkitan menjadi
pusat kerangka teologi Kristen. Segala doktrin lain—penebusan, pengudusan,
eskatologi—mendapat maknanya dalam terang kebangkitan Kristus.
Pemahaman tentang tubuh
rohani menegaskan bahwa iman Kristen bukanlah dualisme roh dan tubuh, melainkan
penebusan total manusia.
Eskatologi Paulus mengajarkan
bahwa masa depan orang percaya sudah dimulai sekarang melalui kuasa kebangkitan
Kristus.
5.2.2 Implikasi Etis
Iman akan kebangkitan
memberi kekuatan untuk menghadapi penderitaan dan kematian dengan pengharapan
yang teguh.
Pengharapan eskatologis
mendorong orang percaya untuk hidup dalam kekudusan, karena tubuh adalah milik
Allah dan akan dibangkitkan.
Seruan Paulus “kerja
kerasmu dalam Tuhan tidak sia-sia” menjadi dasar etos pelayanan: setiap karya
untuk Kristus memiliki nilai kekal.
5.2.3 Implikasi Pastoral dan Kontekstual
Dalam konteks gereja
masa kini yang berhadapan dengan sekularisme, materialisme, dan relativisme,
doktrin kebangkitan perlu kembali ditegaskan sebagai pusat pengharapan iman.
Bagi jemaat yang
berduka atau mengalami penderitaan, kebangkitan Kristus memberikan penghiburan
bahwa maut bukan akhir, melainkan pintu menuju kemuliaan.
Di tengah krisis global
(perang, kerusakan lingkungan, ketidakadilan sosial), teologi kebangkitan
menghadirkan visi kosmik bahwa Allah akan memperbarui seluruh ciptaan. Hal ini
meneguhkan gereja untuk terlibat dalam karya keadilan, perdamaian, dan
pelestarian ciptaan.
5.3 Penutup
Akhirnya, kajian terhadap 1 Korintus 15:35–58
menyingkapkan bahwa iman Kristen adalah iman yang berpengharapan. Kebangkitan
Kristus menjadi jaminan bahwa kefanaan manusia bukanlah kata akhir, melainkan
awal dari transformasi menuju kemuliaan. Oleh sebab itu, orang percaya
dipanggil untuk hidup dalam iman yang teguh, pelayanan yang giat, dan pengharapan
yang tidak tergoyahkan, sambil menantikan saat ketika tubuh fana ini mengenakan
ketidakfanaan, dan maut ditelan dalam kemenangan.
DAFTAR
PUSTAKA
- Lembaga Alkitab Indonesia. Alkitab:
Terjemahan Baru. Jakarta: LAI, 2017.
- Nestle, Eberhard, Erwin
Nestle, Barbara Aland, dan Kurt Aland, ed. Novum Testamentum Graece,
28th edition. Stuttgart: Deutsche Bibelgesellschaft, 2012.
- Barth, Karl. Church
Dogmatics, Vol. III/2: The Doctrine of Creation. Edinburgh: T&T
Clark, 1960.
- Berkhof, Louis. Teologi
Sistematika. Diterjemahkan oleh S. H. Widyapranawa. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1997.
- Cullmann, Oscar. Immortality
of the Soul or Resurrection of the Dead?. London: Epworth Press, 1958.
- Erickson, Millard J. Christian
Theology. Grand Rapids: Baker Academic, 2013.
- Ladd, George Eldon. A
Theology of the New Testament. Revised edition. Grand Rapids:
Eerdmans, 1993.
- Moltmann, Jürgen. Theology
of Hope: On the Ground and the Implications of a Christian Eschatology.
Minneapolis: Fortress Press, 1993.
- N. T. Wright. The
Resurrection of the Son of God. Minneapolis: Fortress Press, 2003.
- Barrett, C. K. The First
Epistle to the Corinthians. London: A. & C. Black, 1971.
- Fee, Gordon D. The First
Epistle to the Corinthians. NICNT. Grand Rapids: Eerdmans, 1987.
- Garland, David E. 1
Corinthians. Baker Exegetical Commentary on the New Testament. Grand
Rapids: Baker Academic, 2003.
- Morris, Leon. The First
Epistle of Paul to the Corinthians: An Introduction and Commentary.
Tyndale New Testament Commentaries. Grand Rapids: Eerdmans, 1985.
- Thiselton, Anthony C. The
First Epistle to the Corinthians: A Commentary on the Greek Text.
NIGTC. Grand Rapids: Eerdmans, 2000.
- Brown, Raymond E. An
Introduction to the New Testament. New York: Doubleday, 1997.
- Conzelmann, Hans. 1
Corinthians: A Commentary on the First Epistle to the Corinthians.
Hermeneia. Philadelphia: Fortress Press, 1975.
- Marshall, I. Howard, Stephen
Travis, dan Ian Paul. Exploring the New Testament: A Guide to the
Letters and Revelation. Downers Grove: IVP Academic, 2002.
- Schnackenburg, Rudolf. The
Early Christian Experience. London: Burns & Oates, 1967.
Artikel Jurnal dan Sumber Akademik
- Dunn, James D. G. “Paul’s
Understanding of the Death of Jesus.” In Reconciliation and Hope,
edited by Robert Banks, 125–141. Grand Rapids: Eerdmans, 1974.
- Hays, Richard B.
“Resurrection (New Testament).” In Anchor Bible Dictionary, Vol. 5,
edited by David Noel Freedman, 684–691. New York: Doubleday, 1992.
- Sanders, E. P. “Paul and the
Resurrection.” Bulletin for Biblical Research 2 (1992): 245–263.
Buku Referensi Tambahan
- Carson, D. A., dan Douglas
J. Moo. An Introduction to the New Testament. 2nd ed. Grand Rapids:
Zondervan, 2005.
- Gundry, Robert H. Soma in
Biblical Theology with Emphasis on Pauline Anthropology. Cambridge:
Cambridge University Press, 1976.
- Harris, Murray J. Raised
Immortal: Resurrection and Immortality in the New Testament. London:
Marshall, Morgan & Scott, 1983.
Tags : ERAUNATEOLOGI
BPPPWG MENARA KRISTEN
KOMITMEN DALAM MELAYANI
PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
- ORA ET LABORA
- : Pdt Hendra C Manullang
- : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
- : crisvinh@gmail.com
- : menarakristen@gmail.com
Post a Comment