Gereja dan Jabatan Gerejawi
I.
Latar
Belakang Masalah
Gereja adalah
persekutuan orang-orang percaya yang telah dipanggil Allah dari kegelapan
menuju terangNya yang ajaib untuk dijadikan milikNya. Gereja adalah persekutuan
orang-orang percaya yang mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan Juruslamat dunia dan
manusia. Di dalam Gereja juga terdapat hukum yang berlaku bagi anggota
jemaatnya. Karena Gereja juga merupakan suatu badan yang mempunyai sifat
sendiri, yang tak dapat disamakan dengan perkumpulan, yayasan hukum atau yang
serupa dengan itu.
Gereja sebagai tubuh dan Kristus adalah sang
kepala dari tubuh tersebut (gereja). Tubuh memiliki organ dan memiliki fungsi
masing-masing, jika organ menjalankan fungsinya dengan baik maka terjadi
keharmonisan dalam tubuh gereja. Dalam gereja ada pelayan-pelayan dan jabatan
untuk melayani di gereja. Mereka memiliki fungsi dan jabatan yang ia emban
dalam tugas pelayanan. Namun hal yang sering terjadi adalah pelayan dalam
gereja sering kurang memahami tugas dan fungsinya sehingga sering menimbulkan
disharmonisasi. Dimana para pelayan terkadang kurang memahami tugas dan fungsinya
dalam gereja.
Bahkan
dewasa ini di dalam gereja sering terjadi penyalahgunaan
Jabatan gerejawi, fungsi dan
peranan jabatan gerejawi sudah mengalami pergeseran.
Jabatan itu dipandang sebagai sebuah
kedudukan/pekerjaan
yang mengangkat drajat hidupnya di
tengah-tengah jemaat. Sehingga orang-orang sekarang ini
berlomba-lomba untuk menduduki jabatan gerejawi tersebut. Panggilan jabatan
gerejawi sudah keliru dan tidak sesuai lagi dengan penekanan Alkitab sebagai sumber
pijakan jabatan gerejawi. Faktor yang menyebabkan hal ini adalah kurangnya pemahaman para
pelayan dalam fungsinya dalam jabatan yang ia emban. Dampak dari hal tersebut yang membuat fungsi
pelayan dalam gereja tersebut tidak jelas. Hal itu tidak terlepas
dari sejarah gereja Kristen yang menjadi mapan setelah dijadikan gereja negara/
gereja khatolik pada abad empat masehi. Sebab pada masa-masa setelahnya para
imam/ uskup dipilih secara politis, bukan didasarkan dari karunia-karunia lagi,
dan uskup mempunyai posisi yang sangat strategis bahkan sempat berkuasa
melebihi raja pada waktu itu.
Dan hal inilah yang mau kita lihat pada seminar kali
ini. Bagaimana jabatan gerejawi itu muncul dan perkembangannya dari abad ke
abad.
II.
Pembahasan
2.1. Pengertian Gereja dan Jabatan Gerejawi
2.1.1. Pengertian
Gereja
Kata
gereja berasal dari bahasa Portugis “Igreja” yang artinya milik Tuhan,
maksudnya orang-orang percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan
Juruselamatnya dan gereja adalah persekutuan orang-orang beriman.[1]
Kata lain untuk gereja dalam bahasa Yunani “Ekklesia”, kumpulan orang-orang
yang dipanggil-Nya keluar untuk berkumpul menjadi satu dalam persekutuan untuk
memberitakan karya Allah yang luar biasa.[2]
Maka gereja adalah persekutuan orang yang dipanggil menuju terang Kristus dan
diutus kedunia memberitakan kabar baik, sehingga lahirlah gereja Kristen.[3]
Menurut
Alkitab, dalam PL “Qahal Yahweh” merupakan kata gereja, “umat Allah yang
dipanggil Allah” (Yes. 41:9).[4]
Awal gereja, karena roh Kudus diatas murid-murid-Nya melalui karya Allah yang
kembali mengumpulkan umat-Nya dalam Yesus (Mat. 11:28-29; Mrk. 1:14-20). Dalam
PB kata gereja ada dua: Ekklesia tempat bagi masyarakat untuk menyelesaikan
berbagai persoalan secara demokratis (Kis. 19:39).[5]
Dan Sinagoge (sun dan ago: “datang
dan berkumpul bersama”), ini menunjuk kepada tempat, gedung pertemuan ibadah
orang Yahudi (Kis. 13:43; Why 2:9).[6]
Hakikat
gereja sebagai Tubuh Kristus dan Kristus adalah kepalanya (Ef. 1:22; Kol. 1:28)
merupakan gambaran sebahagian kecil dalam Alkitab dan di dalamnya tidak ada
persaingan namun di dalam satu tubuh, saling berkaitan, harmonis dan saling
melengkapi agar dapat berfungsi dengan baik. Tubuh Kristus melukiskan gereja
adalah Uma Allah (familia dei), keberadaannya sebgai kepala mengartikan gereja
hidup dari, melalui dan bagi Dia. Hubungan kepala dan tubuh berarti keutuhan
organisme yang hidup, berkembang maksimal,[7]
serta bertujuan untuk dan demi memberlakukan kehendak Kerajaan Allah di dunia.[8]
2.1.2. Pengertian Jabatan
gerejawi
Jabatan
berasal dari kata jabat, yang dapat diartikan sebagai pekerjaan (tugas) dalam
pemerintahan atau organisasi.[9]
Menurut Lumbantobing, jabatan adalah suatu pekerjaan, tugas, dinas atau segala
sesuatu yang berkuasa dengan pangkat.[10] Mokijat
menyatakan bahwa jabatan atau position adalah tugas-tugas yang dilakukan
seseorang tnapa menunjuk apakah pekerjaan itu berbeda dengan pekerjaan orang
lain.[11] Dalam bahasa Inggris, kata jabatan
diterjemahkan dengan kata office, function, profession. Yang diterjemahkan
dengan sekelompok tugas-tugas dan tanggung jawab yang diserahkan kepada satu
orang.[12]
Di
dalam Perjajian Lama dan Perjanjian Baru, kata jabatan dikurang dikenal secara
luas, akan tetapi ada istilah-istilah yang lain yang mengacu kearah jabatan.
Kata pertama dalam Perjanjian Lama yang mengistilahkan jabatan adalah “pekha”
yang artinya penguasa atau seatu daerah dibawah raja. Umpamanya bupati-bupati
Kasdim dan Persia (Yeh. 23:6) yakni orang Persia yang daerahnya meliputi
Palestina, Venesia dalam Mesir. Kemudian ada kata “akhasdarpenim” yang artinya
pelindung negara diterjemahkan sebagai wakil raja atau wakil pemerintah (Ez.
8:36; Ester 3:12). Di dalam Perjanjian Baru yang menunjuk jabatan adalah
“hegoumai” diturunkan dari kata kerja yang berarti memimpin, dipakai untuk
penguasa untuk arti umum (Mrk. 13:4; 1 Pet. 2:14) dan secara khusus untuk wali
Roma di Yudea. Dan
secara teknis ialah procurator (wali penguasa Roma). Lalu ada kata startegoi yang berasal dari bentuk maskulin strategos yang artinya ‘hakim kepala;
pejabat sipil tertinggi di Filipi.[13]Maka dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa jabatan adalah suatu tugas dan tanggungjawab baik dalam
pemerintah (organisasi negara) maupun tugas dalam gereja.
Jabatan Gerejawi
adalah posisi dan fungsi khusus dalam pelayanan yang ada di gereja, yang
bermula dari panggilan Allah melalui Kristus oleh kuasa Roh Kudus melalui
gereja yang
digunakan untuk membangun gereja.[14]
Dari pemahaman ini jelas terlihat bahwa Jabatan Gerejawi itu pertama sekali
harus dimaknakan sebagai sebuah panggilan spiritual, karena ia tidak berangkat
dari pemahaman tugas organisasional gerejawi semata, tetapi bermula dari
panggilan Allah Tritunggal, melalui gereja (Efesus 4:11-16).
2.2. Gereja dan Jabatan Gerejawi Dari Abad ke Abad
2.2.1.
Pada
Abad Mula-mula (I-IV)
Tumbuhnya gereja pada tingkat mula-mula dapat kita
baca dalam buku kisah rasul-rasul yaitu sejarah gereja yang pertama. Beberapa
nama jabatan, yang kemudian kita jumpai berulang-ulang telah ada dalam kisah
rasul-rasul. Pertama-tama perkataan rasul-rasul. Seluruh kitab itu berisi
tentang rasul-rasul, perbuatan-perbuatan rasul, lebih tepat ditepat disebutkan
perbuatan Tuhan Yesus yang ditinggikan itu dengan perantara rasul-rasul-Nya.
Pekerjaan itu dilakukan oleh pelayanan manusia, terutama oleh rasul-rasul.
Disamping itu kita menemukan istilah lain dalam kisah rasul-rasul yaitu
presbiter, penatua. Mereka itu disamakan dengan gembala (Kis. 20:28). [15]
Paulus secara jelas mengatakan adanya
jabatan-jabatan dalam gereja yang bertujuan untuk memperlengkapi orang-orang
kudus bagi pekerjaan Tuhan. Jabatan-jabatan tersebut adalah (1) rasul, (2)
nabi, (3) penginjil, (4) gembala dan (5) guru. Ketiga jabatan yang pertama ini
digolongkan oleh Calvin sebagai jabatan yang extraordinary (luar biasa)
karena ketiga jabatan inilah yang mengokohkan berdirinya gereja di
tengah-tengah dunia dan menuliskan wahyu khusus Allah kepada manusia. Dua
jabatan yang pertama tidak lagi dilanjutkan karena jabatan tersebut hanya ada
pada masa-masa tertentu saja. Hanya ada 3 jabatan yang masih berlaku sampai sekarang, yakni penginjil,
gembala dan guru.
Penginjil adalah jabatan yang lebih rendah dari pada rasul dan nabi tetapi jabatan yang paling tinggi dalam jabatan tetap. Bahkan penginjil adalah jabatan gereja yang turut bersama-sama dengan rasul dan nabi mengokohkan gereja mula-mula. Jabatan ini memang tidak terlalu populer dalam gereja sekarang bahkan cenderung dianggap sebagai junior. Namun bagi Paulus adalah jabatan yang paling tinggi lebih dari gembala dan guru. Jabatan selanjutnya adalah gembala dan guru yang sangat kuat hubungannya dengan gereja. Tanpa 2 jabatan ini gereja tidak mungkin berjalan. Kedua jabatan ini ada di dalam gereja, perbedaannya adalah guru (pengajar) tidak turut dalam menjalankan disiplin gereja dan sakramen ataupun memberikan peringatan kepada jemaat. Guru hanya bertanggung jawab dalam penafsiran yang alkitabiah dan menjaga doktrin yang murni di antara orang-orang percaya.[16]
Penginjil adalah jabatan yang lebih rendah dari pada rasul dan nabi tetapi jabatan yang paling tinggi dalam jabatan tetap. Bahkan penginjil adalah jabatan gereja yang turut bersama-sama dengan rasul dan nabi mengokohkan gereja mula-mula. Jabatan ini memang tidak terlalu populer dalam gereja sekarang bahkan cenderung dianggap sebagai junior. Namun bagi Paulus adalah jabatan yang paling tinggi lebih dari gembala dan guru. Jabatan selanjutnya adalah gembala dan guru yang sangat kuat hubungannya dengan gereja. Tanpa 2 jabatan ini gereja tidak mungkin berjalan. Kedua jabatan ini ada di dalam gereja, perbedaannya adalah guru (pengajar) tidak turut dalam menjalankan disiplin gereja dan sakramen ataupun memberikan peringatan kepada jemaat. Guru hanya bertanggung jawab dalam penafsiran yang alkitabiah dan menjaga doktrin yang murni di antara orang-orang percaya.[16]
Jabatan-jabatan gereja ini bukanlah
ketetapan manusia tetapi ditetapkan oleh
Allah sendiri. Alkitab menggunakan jabatan “bishop”,
“penatua,” “gembala/ pendeta,” dan “pelayan/ minister,” secara interchangeable
(saling bergantian). Bagi pelayan Firman biasanya digunakan istilah bishop.
Pada waktu Paulus meminta Titus untuk menetapkan penatua-penatua di setiap kota
ada pernyataan “sebab sebagai pengatur rumah Allah seorang penilik jemaat
(bishop) harus tidak bercacat (Titus 1:7, 1 Tim 3:1). Di tempat lain Paulus
memberi salam kepada sejumlah bishop dalam satu gereja (Fil 1:1). Dalam Kisah
Para Rasul disebutkan adanya sidang penatua Efesus (Kis. 20:17) yang ia sebut
sebagai bishop (penilik/ overseer)(Kis.20:28).
Jadi Alkitab sendiri menyatakan bahwa pelayan firman dibatasi hanya kepada jabatan tertentu saja yakni para bishop. Dalam surat kepada jemaat di Efesus Paulus tidak menyebutkan lagi ada jabatan yang menerima tugas pelayanan firman. Dan yang terpenting ialah dalam diri Paulus ada kesetiaan pada Injil, dan bukan demi yang lain. Jemaat-jemaat ada demi injil dan bukan demi yang lain.[17]
Jadi Alkitab sendiri menyatakan bahwa pelayan firman dibatasi hanya kepada jabatan tertentu saja yakni para bishop. Dalam surat kepada jemaat di Efesus Paulus tidak menyebutkan lagi ada jabatan yang menerima tugas pelayanan firman. Dan yang terpenting ialah dalam diri Paulus ada kesetiaan pada Injil, dan bukan demi yang lain. Jemaat-jemaat ada demi injil dan bukan demi yang lain.[17]
Pada abad-abad pertama gereja mengalami perluasan yang
besar dan mulai tersebut di seluruh kekaisaran Romawi bahkan sampai diluar
batas-batas kekaisaran itu. Dengan demikian kesatuan gereja semakin kurang
nampak. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut dalam perkembangannya gereja pada
abad-abad pertama membuat institusionalisasi ataupun pelembagaan dalam tubuh
gereja. Dalam tata gereja yang sekitar tahun 100 mulai diterima dimana-mana,
setiap jemaat dipimpin oleh satu uskup saja, yang dipilih dari dan disertai
oleh majelis, para prebyteros, yang
dibantu oleh para diakonos. Sekaligus
peranan uskup ditonjolkan, sampai uskup dianggap lebih tinggi dari presbyteros,
dan keduanya lebih tinggi dari diakonos. Demikianlah jabatan-jabatan mulai
merupakan hierarki, susunan pangkat dari atas ke bawah.[18]
Ø
Ambrosius
(340-397) ialah seorang bangsawan Romawi. Ia rela meninggalkan
pangkat wali negeri di kota Milano dan memilih untuk menjadi seorang Uskup. Ia
merupakan seorang uskup yang sungguh-sungguh menjadi pemimpin dan gembala bagi
jemaat-jemaatnya.[19]
Ø
Augustinus (354-430) merupakan seorang bapa Gereja yang pengaruhnya
terdapat disegenap sejarah gereja sampai kini. Ia sangat melawan cita-cita dan
tindakan-tindakan dari sekta. Menurutnya Gereja hanya dapat menggenapi
panggilannya terhadap seluruh dunia, jikalau ia mencari orang yang sesat dan
lemah, supaya mereka sekalian boleh mendengar pekabarannya dan bertobat.[20]
Kesimpulan: Keistimewaan jabatan-jabatan tersebut adalah bahwa
dengan bermacam-macam cara Kristus diwakilinya wujud jabatan ialah pelayanan.
Jabatan itu adalah untuk jemaat, bukan sebaliknya jemaat itu ada untuk jabatan.
Tidak ada suatu jabatan pun yang berdiri atas kehendaknya sendiri, hanyalah
supaya jemaat dapat mendengarkan dan menaati firman Yesus Kristus. Jabatan itu
selamanya bergerak dari dalam Kristus menjumpai jemaat.
2.2.2.
Pada
Abad Pertengahan (V-XV)
Pada
abad pertengahan (590-1500) gereja dipahami sebagai suatu lembaga semakin diperkokoh.[21] Maksudnya ialah bahwa
gereja yang merupakan persekutuan semua orang percaya tidak mendapat penekanan,
sebab semua perhatian teologis diberikan kepada segi institusional. Gereja
dipandang sebagai lembaga di mana para pejabat atau kaum klerus membagikan
keselamatan kepada kaum awam, bahkan kata gereja hampir sinonim dengan
hierarki, korps pejabat-pejabat gerejawi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa gereja,
yaitu kaum klerus, menentukan apa yang harus dipercaya dan apa yang harus
dibuat untuk menerima keselamatan. Lalu sehubungan dengan pemahaman tentang
gereja tersebut, maka apa yang yang terjadi di dalam tubuh gereja itu sendiri? Sehubungan dengan
pemahaman tentang gereja tersebut di atas, maka yang terjadi dalam tubuh gereja
ialah adanya pemahaman bahwa Uskup Roma atau Paus mempunyai kedudukan khusus di
tengah-tengah semua Uskup Gereja Katolik yang di dalam dirinya melambangkan
keesaan gereja. Sehingga pada abad pertengahan Paus menjadi pemimpin Gereja
Katolik di Eropa Barat. Menurut
Chr. De Jonge dan Aritonang, bahwa nama Paus (bahasa Latin Papa, bahasa Inggris
Pope) berasal dari bahasa Yunani yaitu Papas,
yang berarti bapak.[22]
Lebih
lanjut dijelaskan bahwa gelar ini diberikan di Timur kepada uskup-uskup,
kepala-kepala biara dan juga kepada imam-imam biasa. Di Barat papa menjadi
gelar untuk uskup-uskup, sejak ± 450 hanya Uskup Roma, sehingga Uskup inilah
sekarang disebut Paus. Untuk mengerti mengapa kepausan, yaitu keuskupan Roma
dapat menjadi pusat Gereja Barat, perlu diketahui bahwa uskup ini dianggap
pengganti Rasul Petrus, yang ditunjuki oleh Kristus sebagai yang pertama di
antara para Rasul (Matius 16:18-19; Yohanes 21:15-17).
Dan
salah seorang Bapak Gereja yang mendukung kedudukan Paus ini ialah Augustinus.[23]
Di mana ia mendukung para Paus sebagai penerus Rasul Petrus dan simbol yang
selalu kelihatan dari kesatuan tubuh Kristus dan para pemimpin yang
ditunjuk-Nya.
Dan
untuk mendukung kedudukan tertinggi kepausan, maka Augustinus
mengumpulkan rekan sezamannya, yakni Hieronymus, Ambrosius, dan Optatus untuk
melakukan penafsiran pada teks-teks Injil khususnya pada Injil Matius 16:18.
Selain daripada itu, ada beberapa alasan mengapa pilihan untuk peranan
ini harus ada pada Uskup Roma, yaitu:[24]
1.
Ada tradisi yang
menghubungkan Roma dengan Rasul Petrus dan peranannya dalam memulai
berdirinya gereja, yaitu pasal-pasal awal kitab Kisah Para Rasul yang
memperlihatkan Petrus sebagai seorang pemimpin yang hanya dapat ditandingi
Paulus.
2.
Roma adalah ibu kota kekaisaran yang hampir
sepanjang masa pembentukan gerakan Kristen, sehingga kota Roma diberikan
peranan istimewa.
3.
Sejumlah uskup Roma, yaitu dari Clemens I
sampai dengan Leo I (440-461) memperoleh penghargaan dari semua gereja lain
karena mereka sering memberikan pandangan yang berbobot dalam menyelesaikan
perselisihan-perselisihan teologis.
Dan
sehubungan dengan pengukuhan kekuasaan Paus tersebut. Maka para Paus, mulai
dari Damascus (366-384) sampai dengan Leo
Agung, seratus tahun kemudian,
telah merumuskan dasar teologis untuk mendukung tuntutan mereka atas pimpinan
gereja.[25] Hasil
dari perumusan teologi itu maka muncullah perbedaan wewenang antara
uskup-uskup dengan Paus. Di mana uskup hanya berkuasa di wilayah keuskupan mereka
masing-masing. Sementara Paus berkuasa di seluruh Gereja dan mempunyai
Plenitudo Potestatis (kuasa yang penuh) serta magisterium (wewenang untuk
mengajar atau menentukan ajaran. Dalam perkembangan selanjutnya pada waktu
sekitar abad ke-7 sampai dengan abad ke-11, sejumlah Paus mengklaim bahwa
kekuasaan mereka lebih tinggi dari kekuasaan kaisar atau raja-raja mana pun di
dunia ini. Mereka membandingkan diri dengan matahari, sedangkan raja-raja
dibandingkan dengan bulan yang mendapat cahayanya dari pantulan cahaya
matahari.
Selanjutnya
disusunlah hierarki jabatan di dalam tubuh gereja; Paus merupakan pejabat
tertinggi, lalu di bawahnya menyusul serangkaian jabatan imam (klerus; kleros),
yaitu jabatan yang diperoleh melalui tahbisan (sakramen pentahbisan imam). Dan
berdasarkan dengan itu mereka diperkenankan memberitakan firman dan melayankan
sakramen. Sementara itu umat gereja pada umumnya disebut kaum awam (laikos);
mereka ini tidak berhak membaca (apalagi memberitakan) firman dan melayankan
sakramen dan berkewajiban melakukan sebanyak mungkin amal bakti; termasuk
(bahkan terutama) memberi derma ataupun menyerahkan harta benda mereka
sebanyak-banyaknya kepada gereja.[26]
Kesimpulan: Gereja dipandang sebagai sebuah lembaga dan terjadi
hierarki jabatan di dalam tubuh gereja, dimana Paus memiliki kedudukan yang
tertinggi. Dan bahkan Paus mengklaim bahwa kekuasaan
mereka lebih tinggi dari kekuasaan kaisar atau raja-raja mana pun di dunia ini.
2.2.3.
Pada
Abad Reformasi Hingga Pencerahan (XVI-XVIII)
“Reformasi”
adalah suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dalam kekristenan barat yang
dimulai sejak abad ke-14 hingga abad ke-17. Sebenarnya, reformasi merupakan
gerakan yang hendak mengembalikan kekristenan kepada otoritas Alkitab, dengan
iman kepercayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Wahyu Allah. Reformasi
meletus di abad ke-16 dan letusannya terjadi di beberapa tempat yang berbeda.
Pertama-tama terjadi di Jerman dengan Martin Luther sebagai pelopornya. Setelah
itu Zwingli memimpin reformasi di Swiss, kemudian Johanes Calvin yang
mempelopori reformasi di Perancis, serta di Jenewa dan Swiss. Selain itu,
reformasi juga terjadi di tempat lain seperti di Inggris . Gerakan ini boleh
dikatakan dimulai oleh munculnya golongan Lollard, Waldens, dan Hussit pada
masa sebelum abad ke-16. Pada awal abad ke-16 tampak jelas bahwa gereja di
Eropa Barat berada dalam keadaan yang sangat memerlukan pembaharuan secara
menyeluruh. Darah kehidupan gereja telah berhenti mengalir melalui
pembuluh-pembuluhnya. Tata gereja yang resmi benar-benar membutuhkan
pembongkaran yang menyeluruh. Birokrasi gereja menjadi tidak efisien dan penuh
korupsi. Moral para rohaniwan sering tampak lemah dan menjadi sumber skandal
bagi jemaat. Sedangkan jabatan gereja yang tinggi di peroleh melalui cara-cara
yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Umumnya jabatan itu diperoleh dengan
dasar hubungan keluarga, status politik, atau status keuangan, bukannya atas
kualitas kerohanian mereka. Bagi banyak orang, jeritan pembaharuan itu
merupakan permohonan untuk melakukan reformasi gereja dalam bidang
administratif, moral dan hukum. Penyalahgunaan dan imoralitas harus
disingkirkan, Paus harus mengurangi perhatiannya terhadap masalah-masalah duniawi,
administrasi gereja disederhanakan dan dibersihkan dari korupsi.
Pada tahun 1520 dalam tulisan
karangan Luther yang memuat serangkaian pandangan yang berjudul kepada para
pemimpin gereja mengenai perbaikan masyarakat Kristen. Yang kemudian pandangan
ini dikenal sebagai semboyan imamat orang percaya. Kemudian pemahaman
Luther ini ditunjukkan kepada para pemimpin dan untuk menentang serta mengubah
pemahaman yang diberlakukan dalam GKR pada waktu itu. Bedasarkan penelitia
Alkitab , Luther melihat secara hakiki bahwa tidak ada pemisahan antara
jabatan-jabatan gerejawi khususnya dalan kitab Ibrani dan 1 Petrus. Menurut
Luther bahwa jabatan Imam di dalam Perjanjian Lama telah disempurnakan dan
digenapi, sekaligus diakhiri oleh Tuhan Yesus Kristus yaitu Imam Besar Agung.
Dengan kematian dan kebangkitan Kristus maka manusia tidak lagi membutuhkan
manusia lain untuk berperan sebagai Imam yang merupakan perantaraan mereka
dengan Tuhan dalam memanjatkan doa permohonan, doa pengakuan dosa maupun
mempersembahkan korban. Tetapi Yesus Kristus telah menjadi Imam sekaligus
korban yang paling sempurna sekali untuk selama-lamanya. Berdasarkan
Imamat dan pengorbanan Kristus maka semua orang yang percaya adalah Imam.[27]
Inilah yang disebut “imamat am” semua orang percaya itu. Sehingga Imam bukan
lagi jabatan khusus untuk orang-orang tertentu melainkan fungsi pelayanan
meneladani Yesus Kristus, sang agung itu. Pada hakikatnya pembagian tugas dan
jabatan serta pembedaan bidang pelayanan semua itu adalah sederajat. Di antara
para pejabat dan warga gerejapun tidak ada perbedaan derajat tetapi yang ada
hanyalah pengkhususan fungsi pelayanan.[28]
Oleh Karena itu, ketika Luther berbicara tentang jabatan maka dikaitkan pada
pusat atau inti amanat Alkitab dan kepada hakekat gereja sebagai persekutuan
orang-orang beriman yang telah diselamatkan Kristus dan yang hidup di sekitar
firman dan sakramen. Sebab setiap jabatan telah ditetapkan oleh Allah sebagai
pelaksana fungsi pelayanan firman dan sakramen.
Berdasarkan Pemahaman GKR bahwa yang
menamakan para Paus, Uskup, Imam, biarawan dan biarawati adalah golongan
rohaniwan sedangkan para pangeran, tukang, dan petani adalah golongan duniawi.
Di sini Nampak bahwa adanya pembedaan atau pemisahan antara kaum awam dengan
Paus, Imam dan biarawan. Namun Luther mengatakan bahwa pemisahan
ini merupakan suatu akal yang direka-reka oleh orang-orang lihai saja. Karena
yang sebenarnya semua orang Kristen tanpa kecuali benar-benar dan
sungguh-sungguh termasuk golongan rohaniwan dan tidak ada perbedaan dalam hal
kedudukan Kristen. Semuanya itu bersifat rohani kedudukannya dan semuanya
sungguh-sungguh Imam. Sebab semua mempunyai kesibukan tangan dan
pekerjaan bahwa semua orang dapat dipilih untuk bertindak sebagai Imam
dan Uskup.[29]
Dan disebabkan karena semua orang Kristen berstatus rohaniwan dan mempunyai
status yang sama. Martabat dan status dalam gereja tidak ada perbedaan tetapi
hanya fungsi saja yang beda. Dan itupun kalau mereka gagal dalam fungsi itu,
maka orang lain bisa menggantikan mereka. Sebab hanya lewat baptisan, injil
iman orang menjadi rohaniwan dan diciptakan sebagai bangsa Kristen. Jadi ini
merupakan suatu kenyataan bahwa baptisan menguduskan kita semua.
Tuntutan-tuntutan Paus yang
mengatakan bahwa Pauslah yang menjadi jabatan yang tertinggi dan yang boleh
menafsirkan Alkitab. Maka Luther mengatakan bahwa seorang yang telah
dibaptiskan telah memiliki jabatan Imamat am orang percaya yaitu sebagai raja
dan Imam. Oleh karena itu tidak ada perbedaan antara Paus, uskup, Imam dan
biarawan dengan raja-raja bangsawan, tukang serta dengan petani.[30]
Kemudian sesuai dengan ajaran Luther bahwa firman dan sakramen adalah pusat
kehidupan atau umat Kristiani, maka Luther mengatakan bahwa jabatan tertinggi
bukanlah yang terpenting dan yang memerluka tahbisan khusus adalah jabatan
pemberitaan firman dan pelayanan sakramen adalah pendeta atau pastor
dipandangnya sama dengan jabatan uskup dalam GKR. Pendeta dalam setiap ibadah
memberitakan pengampunan dosa itu bukan karena mereka mempunyai kekuatan rohani
yang khusus, melaikan karena Allah mengamanatkan hal itu melalui mereka.[31]
Bagi Luther jabatan-jabatan gereja itu tidak boleh bertentangan dengan inti
amanat Alkitab atau Injil yaitu bahwa setiap jabatan ditetapkan sebagai fungsi
pelayan di tengah-tengah umat yang telah ditebus oleh Kristus.
Ulrich Zwingli
juga mengadakan reformasi gereja pada tahun 1523 dengan dukungan dari dewan
kota. Pembaruan yang dilakukan Zwingli lebih radikal bila dibandingkan dengan
pembaharuan Luther. Pembaruan di Zurich menyebabkan kota tersebut menjadi anti
Paus, anti monastik dan anti hierarki. Ajaran Zwingli segera menyebar di
kota-kota lainnya seperti Swiss dan Jerman Selatan.
Calvin mendasarkan imamat semua orang percaya di atas imamat Kristus.
Pertama, Calvin mentayakan bahwa Kristus itu sendiri benar-benar satu-satunya
imam.[32]
Imamat universal berasal dari jabatan Kristus; imamat itu dikomunikasikan ke
orang-orang percaya melalui persatuan-persatuan mereka dengan Kristus dalam
iman dan partisipasi mereka dalam karya keselamatan Kristus. Calvin beranggapan
bahwa oleh anugerahlah orang-orang Kristen berbagi dalam imamat Kristus.
Kristus adalah satu-satunya imam, tetapi di dalam Dia kita dapat berbicara tentang
“imam-imam”, yang mengkonstitusikan gereja. Jadi, gereja itu mempunyai suatu
imamat korporasi dengan berpartisipasi melalui diakonia dalam pelayanan imamat
Kristus. Calvin juga mengemukakan ajaran imamat universal ketika ia menekankan
panggilan orang-orang Kristen. Ia secara khusus menegaskan bahwa adalah tugas
setiap orang untuk melayani Allah dengan sepenuh hati dan melakukan pekerjaanya
di bidang yang Allah telah menempatkannya. Dengan demikian, bagi Calvin, semua
orang percaya adalah imam-imam dalam panggilan mereka sehari-hari karena panggilan mereka datang dari Allah.
Semua orang percaya berada dalam pelayanan Allah dalam pekerjaan
aktual yang mereka lakukan dan dalam panggilan yang didalamnya mereka menemukan diri sendiri.
Walaupun tugas mereka berbeda-beda sesauai dengan panggilan mereka, semua orang
percaya, ataupun rohaniawan, mempunyai hak untuk pergi kepada Allah secara
langsung dengan pengakuan dosa yang mencari pengampunan, dengan ketidaktahuan
yang mencari pencerahan, dan dengan kelemahan yang mencari kekuatan untuk
kehidupan yang kudus sehari-hari. Calvin membedakan antara imamat am dan
keteraturan dalam pelayanan. Calvin memandang bahwa status pelayan yang
ditahbis sebagai suatu wakil perwakilan Allah.[33]
Ia berkata: diantara manusia-manusia itu, Ia mengambil beberapa untuk melayani
sebagai utusan-utusan-Nya di dalam dunia (bnd. 2 Kor. 5:20) untuk menjadi
penafisr-penafsir atas kehendak-Nya yang rahasia dan, secara singkat, untuk
mewakili pribadi-Nya. Menurutnya jabatan pelayanan itu berfungsi untuk
melambangkan kehadiran Kristus.[34]
Calvin juga menekankan makna sangat penting dari jabatan kepelayanan yang
didirikan dengan suatu panggilan legal, dan keniscayaan bahwa di dalam gereja
“semua perkara harus dikerjakan dengan patut dan sesuai dengan aturan” (I Kor.
14:40). Calvin mencoba menghubungkan pengemban jabatan dan anggota biasa adalah
keteguhan bahwa jabatan kepelayanan dalam gereja itu berdasarkan atas ajaran
utama tentang keimaman semua orang percaya, sehingga pelayan-pelayan yang
ditahbis dan anggota biasa mempunyai kedudukan yang sama. Ini berarti bahwa
yang membedakan antara awam dengan pelayan yang ditahbis adalah dalam hal
fungsi dan bukan status kedudukan.[35]
Pelaksanaan yang tegas, disiplin, bersamaan dengan kewenangan yang tinggi dari
pelayan yang ditahbis, secara konsekuen cenderung menghasilkan suasana
ketundukan kaum awam. Pemberdayaan anggota-anggota dikaburkan oleh
kegiatan-kegiatan para pengemban jabatan. Dengan kata lain, keimaman semua
orang percaya memang ditegaskan dalam prinsip, tetapi hal itu tidak di implementasikan
dalam praktek pengajaran gereja. Calvin tetap kokoh dalam keyakinan, bahwa
gereja berfungsi utamanya melalui pelayan yang ditahbis.[36]
Kesimpulan: Para tokoh reformasi menentang pemahaman GKR
mengenai jabatan gerewi, dimana GKR menganggap gereja itu sebagai sebuah
lembaga dan Paus memiliki kedudukan yang tertinggi. Mereka juga menentang
adanya hirarki jabatan dalam gereja. Reformasi ini merupakan gerakan yang
hendak mengembalikan kekristenan kepada otoritas Alkitab, dengan iman
kepercayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Wahyu Allah.
2.2.4.
Pada
Abad XIX-XX
Revolusi
Prancis (1789-1815) di Prancis menjatuhkan pemerintahan tradisional di bawah
pimpinan raja dan kaum bangsawan, yang didukung oleh pimpinan gereja. Revolusi
ini menimbulkan reaksi yang disebut restorasi yang berarti usaha untuk
memulihkan kembali keadaan politik dan sosial sebelum revolusi Prancis dan
bercorak sangat konservatif. Restorasi ini juga mempengaruhi gereja-gereja,
terutama gereja Katolik Roma. Puncak perkembangan ini adalah konsili vatikan I
(1869-1870). Konsili ini memutuskan bahwa Paus tidak dapat keliru kalau ia
sebagai kepala Gereja dan secara resmi diungkapkan bahwa kekuasaan Paus tidak
tergantung pada persetujuan gereja, tetapi hanya dari jabatan Paus sendiri.[37]
Pada
abad ke XIX John Nelson Derby, seorang pejabat gereja Anglikan di Inggris dalam
renunganya tiba kepada pendapat, bahwa Gereja yang diorganisisir dengan
tatagereja-tatagerejanya, dengan konfesi-konfesinya, dengan formulir-formulir
dan jabatan-jabatannya, merupakan suatu halangan bagi hidup bersama dari semua
orang Kristen. Karena itu ia menentang segala sesuatu yang ada hubungannya
dengan organisasi Gereja. Pengikut-pengikutnya ini menyebut diri mereka
“saudara-saudara”. Ganti dalam ibadah-ibadah mereka datang berkumpul dalam
“rapat-rapat” atau “sidang-sidang”. Dan itulah juga nama persekutuan mereka.[38]
Walaupun demikian, pada abad XIX ini juga muncul lagi jabatan diakones dalam
bentuk yang baru. Perhimpunan diakones protestan pertama kali dibentuk oleh T.
Fliedner di Kaiserswerth, Jerman, pada tahun 1836 dan perhimpunan ini cepat
tersebar, terutama di Inggris dan Amerika Serikat. Dalam gereja Methodis dan
juga di beberapa gereja di Sumatra Utara.[39]
Pada awal abad ke 20 banyak gereja di Asia, meskipun bersistem Presbiterial
namun masih dipimpin oleh Pendeta, yaitu missionaris asing, sebab banyak
penatua biasa masih buta huruf. Pada prinsipnya, baik jabatan penatua pengatur
maupun penatua pengajar adalah sepanjang hidup.[40]
Kesimpulan: Pada abad ini berbagai macam pemahaman mengenai
jabatan gerejawi, dimana akibat revolusi prancis menimbulkan sebuah reaksi yang
disebut restorasi. Dimana melalui konsili vatikan I memutuskan bahwa Paus tidak
dapat keliru kalau ia sebagai kepala gereja. Bahkan pada masa ini juga ada yang
menentang segala sesuatu yang ada hubungannya dengan organisasi Gereja. Namun
pada masa ini juga jabatan diaken muncul dalam bentuk yang baru.
2.3. Gereja dan Jabatan Gerejawi (Konteks Khusus)
2.3.1.
Gereja
dan Jabatan Gerejawi di GKPS
Setelah kedatangan I. L.
Nommensen ke tanah Batak Kekristenan mulai berkembang dengan baik.[41]
Dalam menjalankan tugasnya ia mencari orang yang dapat membantunya dalam hal
bahasa, aturan dan hukum adat istiadat dan soal-soal kebiasaan di tempat itu.
Semua tenaga yang dapat diaktifkan diikutsertakannya dalam pekerjaan jemaat dan
orang-orang yang paling terpercaya di antara mereka diteguhkan menjadi penatua
(1865). Para penatua ini berkewajiban untuk mengamati, agar cara kehidupan para
anggota senantiasa sesuai dengan peraturan baru itu.[42]
Tidak hanya jabatan Penatua yang ia buat tetapi ada juga jabatan penginjil yang
bertugas untuk memberitakan Injil dalam kebaktian. Ia juga meminta kepada
deputat di Barmen, Jerman agar mengangkat orang pribumi yang berbakat untuk
menjadi kateket. Dalam kerangka itu, perkembangan jemaat-jemaat yang begitu
pesat dalam tahun-tahun selanjutnya telah membuat tugas yang harus dilakukan
missionaris terlalu luas dan tidak dapat dilaksanakan sendiri lagi. Oleh sebab
itu sudah harus dipikirkan untuk mengerahkan tenaga-tenaga ”pembantu” yang
ditahbiskan yang dapat melaksanakan tugas-tugas kependetaan di jemaat.[43]
Gereja Kristen Protestan Simalungun
(disingkat GKPS) adalah sebuah Gereja
Kristen dari daerah Simalungun yang dirintis oleh zendelling
(pengabar Injil)
dari Rheinische Missionsgesellschaft
(RMG), sebuah badan pengabaran Injil dari Jerman
sebagai bagian dari upayanya menyebarkan Injil bagi Suku Simalungun. Semenjak tahun
1900-an RMG mendirikan
gereja-gereja di Simalungun sebagai bagian dari Huria Kristen Batak
Protestan (HKBP)
dengan menggunakan bahasa Toba
sebagai bahasa pengantar. Kesadaran diri di kalangan suku Simalungun untuk
meningkatkan usaha pengabaran Injil mempercepat laju penyebaran Injil di suku
Simalungun terutama setelah digunakannya bahasa Simalungun
sebagai pengantar. Kemandirian ini berlanjut sampai jemaat HKBP di Simalungun memandirikan
dirinya menjadi satu distrik hingga akhirnya mandiri total menjadi GKPS dan
memberikan pelayanan bagi lingkungan sekitarnya di berbagai bidang (bukan hanya
pelayanan agama).
Sistem pemerintahan gerejawinya adalah Synodal.[44] Dalam
Tata Gereja dan Peraturan Rumah Tangga GKPS dijelaskan bahwa jabatan gereja
dalam GKPS meliputi: pendeta, penginjil, sintua dan syamas. Mereka memiliki
tugas antara lain:[45]
1.
Memberitakan
Firman Allah dan mengabarkan Injil
2.
Menggembalakan
jemaat sesuai dengan teladan Yesus Kristus
3.
Melayani jemaat,
baik dalam, kebaktian-kebaktian/ upacara-upacara yang diatur dalam liturgi
maupun dalam hidup kerohanian anggota jemaat sehari-hari
4.
Melaksanakan
pelayanan dan perbuatan kasih sesuai dengan teladan Yesus Kristus
5.
Membina
anggota-anggota GKPS menjadi jemaat yang bertanggung jawab
6.
Membina
kemandirian dalam bidang keuangan serta mengurus dan memlihara harta kekayaan
GKPS
7.
Berperan aktif
dalam kegiatan oikumenis
Kesimpulan:
jabatan gerejawi dalam GKPS tidak terlepas dari pengaruh gereja Batak yaitu
HKBP yang merupakan gereja pertama di daerah batak.
2.4. Analisa Seminarist
Pada dasarnya, dalam I Petrus 2:9 disebutkan bahwa semua orang percaya
adalah imamat atau semua orang percaya adalah umat Allah dan mempunyai tugas
untuk melayani Allah atau memberitakan Firman. Maksud dari nats ini adalah
bahwa semua orang percaya adalah imam-imam bagi Allah (Bnd. Why. 1:6). Namun
karunia roh dibutuhkan secara khusus bagi orang-orang yang mendapat pelayanan
khusus sebagai pemimpin. Artinya dibutuhkan panggilan dan kuasa dalam jabatan
dalam tugas pelayanan yang ia emban. Perjanjian Lama juga mengutamakan
pelayanan oleh imam-imam (Kej.14:18; Kel. 28:1-2), nabi-nabi (Ul. 18:15-16),
tua-tua (Kel. 3:16; Ul. 19:2). Kemudian dalam Perjanjian Baru Yesus juga
melakukan pemilihan atas 12 murid-Nya, dan dalam tulisan-tulisan dalam PB juga
menyaksikan mengenai pemilihan penatua atau uskup dan diaken (Kis. 14:23; I
Tim. 3:1-3; Tit. 1:5).
Namun jabatan dalam tugas pelayanan ini bukan berarti adanya tingkat
kehidupan dalam orang Kristen antara orang awam dan kaum pelayan. Namun
perbedaan antara kaum awam dan pelayan adalah pada dasarnya hanya bersifat
fungsional.[46]
Gereja yang adalah tubuh Kristus memiliki anggota-anggota yang banyak
dan segala anggota itu sekalipun banyak, merupakan satu tubuh. Karena satu
tubuh tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota ( I Kor.
12:12-14), tetapi walaupun tubuh punya banyak anggota tetapi tidak semua
anggota mempunyai tugas yang sama, demikian juga kita, walaupun banyak adalah
satu di dalam Kristus, tetapi masing-masing anggota yang seorang terhadap yang
lain (Roma 12:4-5). Paulus juga menekankan bahwa karunia yang diberikan adalah
untuk kepentingan bersama dan untuk pembangunan Tubuh Kristus (bnd. I Kor. 12:7
; 14).[47]
Paulus begitu menekankan karunia-karunia roh yang diberikan kepada orang-orang
dan Allah sendiri yang memberikan karunia itu (Ef. 4:11-12). Karunia yang
dimaksudkan Paulus dapat kita hubungkan dengan pelayan khusus yang dipanggil
Allah. Allah sendiri memanggil dan mengaruniakan karunia Roh kepada orang-orang
tertentu dengan maksud dan tujuan Allah sendiri.
Dari uraian di atas
telah dijelaskan bagaimana pandangan Luther tentang tata gereja dan jabatan
yang tidak terlepas daripada pandangan Gereja Katolik Roma pada saat itu. Di
mana Luther dalam tata gereja kurang memberikan perhatiannya sedangkan untuk
jabatan Luther menentang ajaran GKR yang telah merumuskan hierarki jabatan
dalam gereja. Oleh sebab itu, yang menjadi permasalahan sekarang ialah apakah
pandangan Luther ini masih bisa diterapkan di dalam kehidupan gereja, secara
khusus bagi gereja-gereja yang ada di Indonesia pada saat ini dan lebih khusus
lagi bagi gereja yang ada di Simalungun? Menurut penulis hal ini masih bisa diterapkan
bahwa setiap orang adalah imam maksudnya ialah Imam bukan bukan dalam arti
sebagai jabatan yang dikhususkan untuk orang-orang tertentu melainkan fungsi
pelayanan meneladani Yesus Kristus, sang agung itu. Yesus Kristus telah
menjadi Imam Besar Agung sekaligus korban yang paling sempurna, sekali untuk
selamanya. Kemudian berdasarkan imamat dan pengorbanan Kristus inilah, semua
orang yang percaya menjadi imam, sehingga disebut imamat am orang percaya.
Implikasi konsep imamat am orang percaya tersebut adalah konsep baru mengenai jabatan gerejawi, di mana “imam” bukan lagi jabatan
khusus bagi orang-orang tertentu melainkan fungsi pelayanan. Tentu diperlukan
ada pembagian tugas dan jabatan, serta pembedaan bidang pelayanan, namun pada
hakikatnya semua orang sederajat; antara pejabat gereja dengan warga gereja
tidak ada perbedaan derajat melainkan perbedaan fungsi pelayanan.
[1] Harun Hadiwijono, Iman
Kristen, Jakarta: BPK-GM, hlm.165
[2] Billi Graham, Damai
dengan Allah, Jakarta: YKBK/ OMF, 1998, hlm. 233
[3] Th. Van den End, Harta
dalam Bejana, Jakarta: BPK-GM, 2004, hlm.1
[4] Louis Berkhof, Systematic
Theology, Michigan: William B. Eermands Publishing Company Grand
Rapids, 1998, hlm. 55
[5] David Van Purnama, Menjawab
Pertanyaan-Pertanyaan Kontemporer, Malang: Seminar Alkitab Asia
Tenggara, 1992, hlm. 52
[6] Th. Van den End, Op.
Cit., hlm. 219
[7] Th. J. Nanulaitta, “Tubuh
Kristus”, Mardinson Simanjorang, Jon Renis Saragih (ed.), Iman dan Paradoks, Jakarta:
Mulia Sari, 2002, hlm. 6
[8] Jan. H. Rapar, Melangkah
dalam Pengharapan, Jakarta: Pelaksana Harian Majelis Sinode AM GPI, hlm
219
[9] Tim Penyusun, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hlm. 342
[10] J. L. Ch. Abineno, Sekitar
Teologi Praktika, Jakarta: BPK-GM, 1961, hlm. 77
[11] Mokijat, Analisa Jabatan, Bandung:
Alumni ITB Bandung, 1974, hlm. 27
[12]
Edwin B. Flippo, Principle of Personal Management, New York: Mogram Hill Book
Company, 1961, p.16
[13]
J. Buchsel, στρατεια, ,dalam TDNT
Vil. Iv. G. Knitter (ed), Grand Rapids Michigan: Eermands Publishing Company,
1964, p. 421
[15]
M. H. Bolkestien, Azas-Azas Hukum Gereja, Jakarta: Saksama, 1966, hlm. 31
[16] Ibid,
hlm. 32-35
[17]
David L. Bartlett, Pelayanan Dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 2003, hlm. 34
[20] Ibid.,
hlm. 61-66
[21] Jonge Chr. De dan Jan S. Aritonang, Op. Cit.,
hlm. 23
[22] Ibid, hlm. 24
[23] Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen,
Jakarta: BPK-GM; 2006, hlm. 432
[24] Ibid, hlm. 433
[25] Chr. de Jonge dan Jan S.
Aritonang, Op.Cit., hlm. 25
[26] Jan S. Aritonang, Berbagai
Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2002,
hlm. 46-47
[27] Jan Sihar Aritonang, Garis-Garis Besar Sejarah Refomasi,
Jakarta: Jurnal Info Media, 2007, hlm. 160
[28] Ibid, hlm. 47
[29] Th. Van de End, Harta
dalam Bejana, Jakarta: BPK-GM, 2007, hlm.172
[30] F. D. Wellem, Tokoh-Tokoh
dalam Gereja., hlm.172
[31] Jan Sihar Aritonang, Op.
Cit., Jakarta: Jurnal Info
Media, 2007, hlm.107
[32] Calvin berkata: Jabatan-jabatan adalah milik
Kristus sendiri karena persembahan korban kematian-Nya Ia menghapuskan segala
kesalahan-kesalahan kita sendiri dan melunaskan dosa-dosa kita. Oleh karena itu
hanya Kristus imam besar kita ke Allah.
Hanya Kristus akses kita kepada Allah. Sebagai Imam besar kita yang telah
menguduskan kita dan telah membasuh dosa-dosa kita dan mendapatkan bagi kita
anugerah itu yang dari padanya kenajisan pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan
merintangi kita. Jadi kita melihat bahwa kita harus mulai dari keatian Kristus
supaya kemujaraban dan keselamatan dari imamat-Nya dapat menjangkau kita.(Lih.
Andar Ismail, Pendeta dan Awam,Jakarta:BPK-GM, 200, hlm.11)
[33] Ibid,
hlm.12-13
[34] Ibid,
hlm. 17
[35] Ibid,
hlm.19
[36] Ibid, hlm. 21
[37]
Christiaan de Jonge, Pembimbing ke dalam Sejarah Gereja,
Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 83
[38]
J. L. Ch. Abineno, Garis-Garis Besar Hukum Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1997, hlm. 22
[40]
Andar Ismail, Selamat Bergereja, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 28
[41]
Ferry H. A. Lembong, Materi Pokok Sejarah Gereja Umum Modul 1-6, Jakarta: Direktor Jendral Bimbingan
Masyarakat Kristen Protestan DEPAG, 1992, hlm. 285
[42]
Andar M. Lumbantobing, Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, Jakarta: BPK-GM, 1996, hlm. 114-115
[43] Ibid.,hlm. 143
[44] F. D. Wellem, Op.
Cit, hlm. 131-132
[45] ....., Tata Gereja dan Pearturan Rumah
Tangga GKPS, Pematang Siantar: Kolportase GKPS, 1999, hlm. 12-29
[46]
Bruce Milne, Mengenali Kebenaran, Jakarta;BPK-GM,2009, hlm.311
[47]
Benyamin, A. Abednego, Jabatan Gereja dan Kharisma,
Jakarta:BPK-GM, 1984, hlm. 72-73
Tags :
BPPPWG MENARA KRISTEN
KOMITMEN DALAM MELAYANI
PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
- ORA ET LABORA
- : Pdt Hendra C Manullang
- : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
- : crisvinh@gmail.com
- : menarakristen@gmail.com
Terima kasih tulisannya
ReplyDeleteSangat bagus tulisannya dan bermanfaat. Ijin share ya.
ReplyDelete