Ekonomi Menurut Perjanjian Lama dan Eksploitasi serta Eksplorasi Alam diperhadapkan dengan Krisis Ekologi
I. Latar belakang masalah
Manusia adalah ciptaan Allah yang paling mulia yang
diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya (Kej. 1:26-27). Itu berarti bahwa Allah
memperlengkapi manusia dengan sikap-sikap dan kebaikan Allah. Sebagai mahluk
yang istimewa Allah menciptakan manusia setelah Ia memperlengkapi semua kebutuhanya. Allah
menginginkan manusia itu untuk berkuasa atas ciptaan itu dalam arti menjaga dan
memelihara ciptaan itu (Kej. 1:28; 2:1). Allah menginginkan manusia itu untuk
menjadi rekan sekerja–Nya. Penggabaran taman eden adalah bukti begitu sempurna
dan amat baik ciptaan itu dan manusia itu bebas menikmatinya. Tetapi setelah
manusia itu jatuh kedalam dosa, kini kehidupan itu tidak sesempurna awalnya.
Manusia harus bersusah payah bekerja dan mengolah tanah (bumi) untuk
kehidupanya. Sejak itu manusia melakukan berbagi cara dalam mengelola alam.
Usaha yang umum dilakukan manusia sejak zaman perjanjian Lama dalam mengelola
alam adalah dengan bercocok tanam, beternak, berburu dalam mempertahankan
hidupanya (Yer. 14: 1-6).[1]
Semakin hari
manusia terus mengalami peradaban dalam usaha mengelola bumi. Berkenaan dengan peradaban manusia itu semakin banyak
usaha-usaha baru yang dihasilkan dan dipergunakan. Sitem perekonomian semakin
tertata dan alat-alat yang dipergunakan terus mengalami kemajuan dan perubahan.
Perkembangan itu ternyata tidak hanya berdampak bagi kemudahan manusia dalam
mendapatkan hasil bumi, tetapi disisi lain justru melimbulkan berbagai
kerusakan alam yang membuat seolah-olah alam diperbudak, dengan eksploitasi
manusia yang tak terbentengi. Bukan hanya itu saja sistem perekonomian pun
telah mengarah kepada sistem ekonomi yang memprihatinkan yang bukan saja tidak
memperdulikan alam bahkan juga menindas kaum-kaum miskin. Hal ini sangat
memprihatinkan takkala manusia selalu merasa kurang puas dalam hidupnya. Apakah
latar belakang dibalik semua ini, apakah memang Allah menginginkan hal yang
demikian sejak semula. pada pokok bahasan ini akan dibahas suatu ulasan tentang ekonomi dalam perjanjian
Lama, eksploitasi, eksplorasi alam diperhadapkan dengan krisis ekologi.
II.
Pembahasan
2.1. Ekonomi, Eksploitasi,
Eksplorasi, dan Ekologi, Suatu Pendekatan Umum
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia ekonomi adalah ilmu mengenai asas-asas produksi,
distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (hal keuangan,
perindustrian, dan perdagangan); pemanfaatan uang, tenaga, waktu, yang
berharga; yang menata kehidupan perekonomian. Eksploitasi adalah pengusahaan,
pendayagunaan, atau pemanfaatan untuk kepentingan sendiri dengan cara memeras
untuk mengeruk kekayaan. Sedangkan eksplorasi adalah penjelahan lapangan dengan
tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak, terutama sumber-sumber alam yang
terdapat di daerah yang diperkirakan mengandung mineral berharga dengan jalan
survei geologi, survei geofisik atau pengeboran dengan tujuan menemukan defosit
atau mengetahui luas wilayahnya. Sedangkan Ekologi adalah Ilmu yang membahas hubungan timbal-balik antara mahluk
hidup, organisme dan lingkungan yang ada didalamnya atau segala
sesuatu yang berkenan dengan alam atau lingkungan.
[2]
2.2. Ekonomi dalam
Pandangan Teologis
2.2.1.
Ekonomi
dalam Perjanjian Lama[3]
Istilah
ekonomi atau οικος dalam
Perjanjian Lama disejajarkan
dengan Bayith (בַּיִת) yang berarti rumah atau keluarga. Rumah atau tempat berkumpul dan
tinggalnya suatu keluarga. Sedangkan νομος disejajarkan dengan kata תורה torah yang berarti
hukum, taurat, hukum taurat. Istilah ini muncul 220 kali dalam PL, maka ekonomi
dapat diartikan dengan hukum, aturan yang dipakai untuk menata tempat tinggal
atau rumah tangga. Aturan-aturan tersebut merupakan media yang dipakai untuk menciptakan kondisi yang
harmonis dan menimbulkan kesejahteraan bagi semua anggotanya.
2.2.2.
Ekonomi Dalam Perjanjian Baru[4]
Ekonomi dalam PB
berasal dari bahasa Yunani yaitu οικος yang berarti rumah atau rumah
tangga dan νομος yang berarti aturan atau adat, tata cara yang tidak bisa
terlepas dari seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam Ibrani 3:8, 1 Petrus 4:17
dan 1 Timotius 3:15 kata οικος mengarah kepada jemaat-jemaat kristen awal
sebagai keluarga Allah. Kata οικος juga dapat diartikan dengan gedung, namun
lebih sering diartikan dengan rumah.
Maka kata οικος sering digunakan untuk mengartikan jemaat dirumah
mereka, yang berarti juga umat, kaum, bait Allah dan istana. Sedangkan νομος
berasal dari kata μεμο yang berarti memberikan, membagikan. Dari kata μεμο maka
kata νομος dapat diartikan sebagai apa
yang benar. Maka kata νομος adalah
perintah atau hukum wajib yang ditetapkan untuk suatu pelanggaran.
2.3. Bentuk-Bentuk Penghidupan Perekonomian dalam
Perjanjian Lama
Ekonomi
sudah ada sejak zaman penciptaan seperti yang diungkapkan Douglas Meeks yang
disunting oleh Banawiratna :
“Taman
Eden adalah lambang rumah tangga yang ideal-ekonomi diciptakan Tuhan, dan Ia adalah
ahli ekonomi tertinggi. Dalam taman eden ada kepunahan dan kehidupan serta
berbagai hal tersedia. Adam dan hawa ditunjuk sebagai manager atau pengurusnya.
Aturan tertentu dari rumah tangga harus dipatuhi.” Sebagai contoh: Adam dan
Hawa tidak diperkenankan memakan buah
pohon pengetahuan yang baik dan yang buruk. Adam dan Hawa dituduh berdosa dan
sebagai hukuman atas pelanggaran hukum Tuhan, terjadilah kelaparan dan
penderitaan diperkenalkan kepada ciptaan Tuhan yang indah itu.[5] Ini menerangkan bahwa sejak proses penciptaan
berlangsung perekonomian juga sudah berjalan. Dalam hal ini perekonomian dan
segala perangkatnya dimaksudkan untuk menjadikan dunia ini baik adanya sesuai
dengan maskud penciptaan yang direncanakan oleh Allah (Kej. 1:31).
Sejak jaman Perjanjian Lama ada
beberapa bentuk kegiatan penghidupan perekonomian antara lain sebagai berikut:
2.3.1.
Bertani
Pada masa
perjanjian lama אֶרֶץ (tanah) merupakan hal terpenting untuk
melakukan penanaman. Cara bertani yang baik sudah dipraktikkan di di Palestina
sejak 7000 sM. Yerikho mempraktikkan budaya irigasi yang sudah biasa pada zaman
pra sejarah di lembah Yordan, tapi tidak di lahan pertanian di sepanjang tepian
sungai itu. +- 7500 sM juga ada tanda-tanda di daerah perbukitan juga ada pertanian,
karena kebudayaan matufia sudah mengenal
pisau arit yang keras, cangkul, dan irigasi yang merupakan hasil sains manusia
purba yang mencapai puncaknya di Mesir dan Babilonia. Hujan merupakan hal yang
paling diandalkan dalam mengurus pertanian. Musim panas dan dingin lamanya enam
bulan dan berakhir dengan datangnya hujan perdana akhir November atau Desember
tanah yang gersang digemburkan dan mereka kemudian menabur bibit di tanah yang
telah mereka bajak. Adapun tanaman pokok yang mereka tanam adalah gandum dan
jawawut.[6] Mereka memiliki sebuah kalender yang
dipergunakan untuk melakukan penanaman yang bernama kalender Gezer yang
bunyinya (Albright yang menterjemahkan tulisan di lempengan kalender Gezer)
seperti ini:[7]
Dua bulan gilirannya adalah panen
(minyak)
Dua bulan
gilirannya adalah menanam (gandum)
Dua bulan
gilirannya adalah akhir penanaman;
Bulan
gilirannya[8]
adalah mencangkuli jerami
Bulan
gilirannya adalah memanen jelai
Bulan
gilirannya adalah panen raya dan perayaan
Dua bulan
gilirannya adalah perawatan anggur
Bulan
gilirannya adalah musim panas
2.3.1.1.
Jenis-Jenis
Hasil
Pertanian
Ada banyak
jenis pertanian yang dikembang pada masa perjanjian lama oleh bangsa Israel
misalnya, gandum (khitta), jelai (se`ora), zaitun (zetim), anggur (anabim),
kacang merah kecil (adasim), kacang
merah besar (pol), kacang panjang (khimmesyim), mentimun (qissu`im), semangka (abbattihim), bawang merah (besyalim), bawang prei (khasyir), dan bawang putih (sum’im). Namun diantara semua jenis
tanaman itu pohon zaitun dan buah anggurlah yang memainkan peranan penting
dalam meningkatkan perekonomian sebab selain kedua tanaman itu (zaitun dan
anggur) semuanya hanya dapat dijadikan sebagai bahan pangan.[9]
2.3.1.2.
Alat-alat
pertanian
Bajak (makharesa atau makhareset) merupakan alat pertanian yang paling penting dalam
system pertanian yang diciptakan 5000 tahun lalu. Namun selain bajak mereka
juga mempunyai alat-alat pertanian seperti beliung, kapak dan arit yang mereka
asah kepada orang Filistin dengan bayaran seharga duapertiga syikal untuk bajak
dan beliung dan sepertiga syikal untuk kapak (I Sam. 13:21-22).
2.3.2.
Beternak
Beternak adalah salah satu bentuk cara hidup Perjanjian
Lama. Pada umumnya masyarakat berternak untuk
meningkat nilai perekonomian. Ternak dalam bahasa Ibrani behema (בְּהֵמׇה) yang berarti binatang yang mengacu kepada binatang peliharaan
dan mengacu pada binatang yang ditunggangi (Neh. 2:12,14). Bentuk jamak
dari behema
dapat kita lihat dalam Ayub 40:15 yang tidak mengacu kepada kuda nil (Mzm.
49:13, 21).[10] Secara
etimologi behema adalah
binatang buas, ternak (lembu, sapi), binatang peliharaan, binatang buruan.. Ternak
dalam bahasa Yunani kte`nos (κτήνος), masyarakat Israel telah mengenal
peternakan sejak zaman neolitik (8500-4500 sM). Selain bertani maka ada
beberapa dari anggota keluarga yang mengembalakan hewan ternak tetapi bukan
jenis peternakan secara berpindah. Hewan yang paling sering ditemukan
pada zaman Perunggu (3500-2250 sM) dan
Besi (1200-586 sM) adalah domba, kambing.
Hewan
ternak di Palestina merupakan hal penting sebab daftar kepemilikan hewan ternak
mencerminkan status ekonomi pemiliknya. Bulu domba sangat dipelihara karena
bulu domba merupakan produksi wol yang merupakan komoditas berharga dalam
perdagangan, seperti yang diilustrasikan oleh upeti raja Mesa dari Moab, yang
“membayar kepada raja Israel seratus ribu anak domba dan bulu (wol) dari
seratus ribu domba jantan” (2 Raj. 3:4). Pemotongan bulu domba pada musim semi
pada tahun itu merupakan peristiwa perayaan seperti terbukti dalam kisah tentang Nabal,
peternak kaya yang dikunjungi oleh para pengikut Daud pada saat terjadinya
perayaan pengguntingan bulu domba tersebut. “ia mempunyai tiga ribu ekor domba
dan seribu ekor kambing. Ia ada di Karmel pada pengguntingan bulu
domba-dombanya” (1 Sam. 25: 2), sebuah tempat di sebelah tenggara Hebron.
Produksi wol bergandengan dengan tenunan dan pewarnaan. Selain wol domba juga
menghasilkan daging dan kulit. Sementara
itu kambing memberikan daging, pakaian dan susu
(dadih dan keju juga). Kambing menghasilkan susu dua kali lipat
dibandingkan dengan domba. Bulu kambing digunakan untuk membuat karung dan
tenda, dirajut dan
dijadikan karpet, dibentuk menjadi kantong kocok untuk membuat mentega. Kulit
kambing sebagai wadah untuk cairan seperti minyak dan air. Kambing juga hewan
korban yang dapat diterima (Kej. 15:9). Selain kambing dan domba di Kanaan
terdapat juga kuda (sus) dan biasa
kuda dalam
simbol superioritas dan kemewahan yang dimanfaatkan dalam berperang dan berburu
(Ul. 17:16).[11]
2.3.3.
Perdagangan
Dalam
bahasa Ibrani kata yang digunakan untuk istilah pedagang adalah (sokharim). Perjalanan dilakukan dengan
menaiki punggung kedelai (khamor)
merupakan hal umum yang sering dilakukan pada zaman Alkitab. Meskipun demikian
bukan berarti orang lain melakukan perjalanan hanya menggunakan kedelai saja
tapi mereka juga pernah menggunakan seekor bagal (pered).[12]
Selain istilah sokharim maka istilah
lain untuk pedagang atau saudagar adalah sokher
dan rogel, tetapi istilah yang
popular pada zaman alkitab adalah kena‘-ani,
“orang Kanaan” yang menjadi sinonim untuk pedagang. Jika kita melihat kitab
Yehezkiel maka ada perdagangan internasional yaitu dimana pertanian Israel dan
Yuda diperjualbelikan dengan Tirus. Dalam system perdagangan itu mereka
menukarkan gandum di Minit (desa orang
Ammon) dengan mur (pannag), madu,
minyak dan balsam (Yeh. 27:17).
Pada masa
Salomo membangun Bait Allah maka ia membayar kayu aras dan kayu sanobar kepada
raja Hiram dengan biaya sebesar duapuluh ribu kor gandum, bahan makanan bagi
seisi istananya dan dua puluh kor minyak tumbuk
(syemen katit) (I Raj. 5:11).
Dalam mengklasifikasi
ekonomi kuno maka Karl Polanyi yang dikutip dalam buku Philip J. King
mengatakan bahwa ada tiga kategori utama mengenai pertukaran, atau model-model
yang dengannya ekonomi kuno dapat diidentifikasi yaitu: pertukaran timbal
balik, redistribusi, dan jual beli. Dalam Israel kuno sepanjang kehidupannya,
sebagian
besar aktivitas ekonomi berada dalam rumah tangga, baik berskala besar maupun
kecil. Barter merupakan normanya. Yang terpenting adalah soal kerumahtanggaan
bukan soal pertukaran pasar. Rumah tangga yang didasarkan pada pertanian tetap
merupakan unit sosial dan ekonomi yang utama. Melalui barter dan pasar rumah
tangga individu dan kolektif ini merupakan realitas ekonomi yang dominan di
Israel kuno.[13]
2.4. Menguak Pemahaman Tentang Ekonomi
Dalam
Perjanjian Lama
2.4.1.
Manusia, Alam Dalam Hubungannya Dengan
Pengusahaan dan Pengelolaan
Tuhan membentuk
manusia dari debu tanah (Kej. 2:7), itu berarti bahwa manusia adalah
satu dengan tanah, dan karena manusia berasal dari tanah berarti manusia adalah
bagian dari alam. Tetapi sebagai mahluk yang istimewa manusia diberi tugas dan
tanggungjawab untuk memenuhi, menguasai, dan menahlukkan bumi (Kej. 1:28). Kata
menguasai dan menahlukkan alam memang berkonotasi mengesploitasi jikalau
diterjemahkan secara harafiah. Tetapi sesungguhnya yang dimaksudkan disana
adalah sebagai tugas pelayanan, karena manusia akan selalu berhadapan dengan
alam untuk mempertahankan hidupnya.[14]
Dalam Kej. 1:29 dan 2:15 terlihat jelas bahwa Allah mempercayakan bumi dan
isinya untuk di kelola dan dipelihara manusia. Itu berarti bahwa manusia adalah
wakil Allah dibumi dalam menjaga, mengusahakan
dan memelihara bumi. Sesungguhnya alam itu adalah milik Allah manusia
hanya mandataris Allah dibumi ini. Jadi hubungan manusia dengan alam bukanlah
hubungan penguasaan melainkan hubungan solidaritas. Manusia tidak diciptakan
untuk penguasa mutlak atas ciptaan yang lain, tujuannya tidak lebih untuk menciptakan
hubungan yang harmonis dengan alam. Sehingga dengan demikian manusia dalam
mengelola alam harus memancarkan kemuliaan Allah. Jadi tujuan Allah memberikan
bumi untuk diusahakan adalah untuk mensejahterakan hidup manusia, menjaga
keharmonisanya dengan alam dan memuliakan Allah.
2.4.2.
Ekonomi Sebagai Suatu Kerangka
Perjanjian Antara Allah Dengan Umat Israel
Menurut PL
perekonomian juga ditempatkan dalam kerangka perjanjian (convenant) umat Israel dengan Allah dimana bangsa Israel dipandang
sebagai berkat bagi bangsa-bangsa. Hal ini juga mengacu kepada perhatian
terhadap kaum miskin (Kel. 23:6; Ul.
15:7-11); perhatian
untuk orang asing (Kel. 21:21-24); untuk anak-anak yatim piatu dan janda (Ul.
24:19-22) dan juga untuk lingkungan (Im.
25:1-8).[15] Dan
dari sinilah muncul hukum atau aturan yang dibuat untuk mengatur dan menjaga
rumah tangga ekonomi bangsa Israel dan dalam rangka menjaga ciptaan atau
perlindungan bagi mereka yang masih tersisih dalam masyarakat.[16] Dalam teologi, ekonomi harus berpihak
kepada mereka yang miskin, yang lemah dan yang tertindas dan itu merupakan suatu
panggilan dan suatu keharusan. Dalam ekonomia, kehendak Tuhanlah yang harus
menjadi landasannya bukan keinginan nafsu manusia. Nilai ekonomi harus
dikembangkan berdasarkan nilai-nilai etis dan moral serta spritualitas ilahi,
yaitu yang telah menyatakan keberpihakan-Nya pada mereka yang miskin.[17]
2.4.3.
Ekonomi Sebagai Penatalayanan Kehendak Allah Atas Dunia Ciptaan-Nya
Perekonomian dalam Perjanjian Lama bertalian erat dengan
penerapan hukum Allah (Teonomi) atas
dunia Ciptaan-Nya. Hal ini mencerminkan semangat kebersamaan dan kesamaan
seluruh umat manusia (oikumene)
sehingga perekonomian akan menjauhkan diri dari eksploitasi antar manusia atau
antar kelompok dan berusaha mencapai kesejahteraan bersama. Perekonomian juga
harus dijalankan dalam kaitan tanggung jawab manusia terhadap oikumene yang
sejahtera yang mencakup seluruh ciptaan (ekologi).[18]
Dalam mengatur kegiatan tentang pembatasan pembelian dan penjualan
barang-barang, pembudidayaan lahan (tanah),[19]
peternakan, Kitab Taurat menempatken semua kegiatan ekonomi dalam kerangka
hubungan perjanjian umat Israel dengan Allah.[20]
2.5. Eksploitasi dan Eksplorasi Alam Diperhadapkan
Dengan
Krisis
Ekologi
Krisis ekologi menyangkut kerusakan keseimbangan alam.
Kenyataan kerusakan alam tersebut tidak lain disebabkan oleh ulah manusia itu
sendiri. Eksploitasi dan eksplorasi merupakan bentuk perlakuan manusia yang
menyebabkan krisis ekologi tersebut. Manusia dalam hal ini kini berada dalam
posisi musuh alam. Pertanyaan mendasar yang perlu untuk dijawab adalah apa yang
menyebabkan manusia demikian?. Ada dua kemungkianan alasan utama yang bisa
dikemukakan. Pertama terjadinya eksploitasi dan eksplorasi
alam adalah
akibat dari kesalah pahaman
penafsiran perintah dalam Kej. 1:28 ‘untuk
menaklukkan’ bumi dan ‘berkuasa’ atas semua makhluk hidup. Dalam sejarah penafsiran Kristen
tentang teks tersebut, kata-kata itu pernah diartikan sebagai surat izin
mengekplotasi bumi bagi keuntungan manusia.[21] Perintah untuk menguasai sejajar dengan raja
sebagai gembala yang kekuasannya adalah untuk kepentingan/ keuntungan
gembalanya. Menguasai bukan memperlakukan binatang dengan kasar melainkan
menguasai adalah pengusahaan bumi. Manusia memandang alam adalah tempat manusia
berusaha dan harus ditaklukkan baik dengan cara mengekploitasinya secara
terus-menerus maupun mengekplorasinya dengan ilmu pengetahuan. Alam dipandang
sebagai binatang buas yang harus dijinakkan oleh manusia dengan menggunakan
teknologi dan pengetahuan. Teknologi yang berkembang pada abad ke -16 dipahami
manusia sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan itu.[22]
Kemungkinan kedua
adalah sikap ketamakan dan kerakusan manusia yang tidak pernah puas dengan
keadaaan hidup. Manusia selalu merasa kekurangan dalam hidupnya, dengan
demikian mengupayakan segala daya dan usaha untuk memperoleh hasil bumi tanpa
memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan dikemudian hari. Pada hal Pernyataan
Allah bahwa ciptaan sungguh amat baik (Kej. 1:31) menegaskan bahwa alam semesta
merupakan tempat yang tepat untuk manusia mengalami kepenuhan. Alam semesta
mengandung harga tinggi dan memiliki sifat teratur yang telah melekat dari
sejak semula untuk dapat memberi manfaat bagi manusia. Alam tidak dapat diperlakukan begitu
saja sebagai bahan mentah yang dapat dieksploitasi seenaknya demi kepuasan manusia semata.[23]
2.6. Analisa Seminaris
Ekonomi sebagaimana telah diuraikan diatas adalah berupa
aturan atau hukum-hukum yang mengatur, sehingga ada suatu penataan untuk
menciptakan suatu kondisi yang harmonis bagi sesama anggotanya. Ekonomi
sudah ada sejak Allah menciptakan langit dan bumi serta manusia. Melalui mandat mengusahakan serta
berkuasa atas bumi (Kej. 1:28) manusia diberikan tanggung jawab untuk mengelola
bumi dengan tujuan pelayanan kemuliaan Allah. Maksud itu merupakan maksud misio Dei, Allah menginginkan manusia
menjadi sekutu Allah. Sejak jaman Perjanjian lama telah diperlihatkan bagaimana
manusia melaksanakan mandat itu dengan penuh tanggung jawab. Perekonomian yang
dikenal dan dipahami dalam Perjanjian Lama selalu menjaga keharmonisan dan
bertujuan unutk mewujudkan kepentingan bersama. Dimana kita telah melihat bahwa
ekonomi dala perjanjian lama dipahami dalam kerangka hubungan perjanjian antar
Allah dengan bangsa Israel dan juga dipahamai dalam hal penatalayanan kehendak
Allah atas dunia ciptaan-Nya. Sehingga hubungan pengelolaan tanah selalu
dipahami dalam kerangka keseimbangan dan keharmonisan, seperti tahun sabat yang
mereka lakukan, dimana selalu diberikan waktu satu tahun dalam tujuh tahun bagi
tanah unutk beristirahat (hak sabat tanah). Demikian juga bahwa sistem ekonomi
dalam Perjanjian Lama selalu berpihak kepada orang-orang miskin dan tertindas (Kel.
23:6; Ul. 15:7-11); perhatian
untuk orang asing (Kel. 21:21-24); untuk anak-anak yatim piatu dan janda (Ul.
24:19-22) dan juga untuk lingkungan (Im.
25:1-8). Perekonomian
dalam Perjanjian Lama juga bertalian erat dengan penerapan hukum Allah (Teonomi) atas dunia Ciptaan-Nya. Hal ini
mencerminkan semangat kebersamaan dan kesamaan seluruh umat manusia (oikumene) sehingga perekonomian akan
menjauhkan diri dari eksploitasi antar manusia atau antar kelompok dan berusaha
mencapai kesejahteraan bersama. Perekonomian juga harus dijalankan dalam kaitan
tanggung jawab manusia terhadap oikumene yang sejahtera yang mencakup seluruh
ciptaan (ekologi). Jika melihat kondisi perekonomian sekarang maknanya sudah
jauh berbeda dengan apa yang Perjanjian Lama maksudkan. Ekonomi sekarang hanya
milik segelintir orang yaitu orang-orang kaya. Sistem ekonomi kapitalis telah
menjadikan stratifikasi sosial yang amat dalam. Manusia kini serakah, sikap
tidak pernah puas menjadikan manusia dengan segala daya dan upayanya menjadikan
Alam begitu tersiksa. Eksploitasi dan eksplorasi besar-besaran melanda alam
ini. Sebagaimana dalam pokok penting yang dibahas dalam konsultas teologi
nasional yang sangat memberikan perhatian akan masalah ekonomi yang krisis dan
menindas menjadi sebuah refleksi ulang akan maksud dan kehendak Allah dalam
penciptaan-Nya.[24] Manusia perlu menata
ulang kembali kehidupan perekonomian yang berpihak pada kesejahteraan bersama
dan kesejahteraan Allam. Manusia perlu meninjau ulang siapa dirinya dan unttuk
apa ada di bumi. Dengan demikinan tepatlah bahwa manusia adalah sekutu Allah jika berusaha dapat
menjaga hubungan baik dengan alam ciptaan dan sesama manusia.
III.
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas ada bebarapa hal
yang perlu disimpulkan:
1.
Istilah ekonomi atau οικος dalam
Perjanjian Lama disejajarkan
dengan Bayith (בַּיִת) yang berarti rumah atau keluarga. Rumah atau tempat berkumpul dan
tinggalnya suatu keluarga. Sedangkan nomos disejajarkan dengan kata torah yang
berarti hukum, taurat, hukum taurat. Maka ekonomi dapat diartikan dengan hukum,
aturan yang diapakai untuk menata tempat tinggal atau rumah tangga.
Aturan-aturan tersebut merupakan media
yang dipakai untuk menciptakan kondisi yang harmonis dan menimbulkan
kesejahteraan bagi semua anggotanya.
2.
Ekonomi dalam PB berasal dari bahasa
Yunani yaitu οικος yang berarti rumah atau rumah tangga dan νομος yang berarti
aturan atau adat, tata cara yang tidak bisa terlepas dari seluruh aspek
kehidupan manusia. Kata οικος juga dapat diartikan dengan gedung, namun lebih
sering diartikan dengan rumah. Maka kata
οικος sering digunakan untuk mengartikan jemaat dirumah mereka, yang berarti
juga umat, kaum, bait Allah dan istana. Sedangkan νομος berasal dari kata μεμο
yang berarti memberikan, membagikan. Dari kata μεμο maka kata νομος dapat diartikan sebagai apa yang benar. Maka
kata νομος adalah perintah atau hukum wajib
yang ditetapkan untuk suatu pelanggaran.
3. Ekonomi dalam PL mengacu pada ahubungan
keharmonisan antara manusia dan alam dan juga berkaitan dengan kerangka
perjanjian antara Allah dengan umat Israel dan Penatalayanan kehendak Allah
atas dunia ciptaan-Nya.
4. Eksploitasi
adalah pengusahaan, pendayagunaan, atau pemanfaatan untuk kepentingan sendiri
dengan cara memeras untuk mengeruk kekayaan. Sedangkan eksplorasi adalah
penjelahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak, terutama
sumber-sumber alam yang terdapat di daerah yang diperkirakan mengandung mineral
berharga dengan jalan survei geologi, survei geofisik atau pengeboran dengan
tujuan menemukan defosit atau mengetahui luas wilayahnya. Sedangkan Ekologi
adalah Ilmu yang membahas
hubungan timbal-balik antara mahluk hidup, organisme dan lingkungan yang ada
didalamnya atau segala sesuatu yang berkenan dengan
alam atau lingkungan.
5. Terjadinya eksploitasi dan eksplorasi
berdampak pada krisis ekologi hal ini disebabkan oleh dari
kesalah pahaman
penafsiran perintah dalam Kej. 1:28 ‘untuk
menaklukkan’ bumi dan ‘berkuasa’ atas semua makhluk hidup, dan sikap ketamakan dan kerakusan manusia yang tidak
pernah puas dengan keadaaan hidup.
IV.
Daftar
Pustaka
Aritonang, Jan S (ed), Berteologi Dlam Konteks Meretas Jalan Menuju Perdamaian Keadilan dan
Keutuhan Ciptaan, Konsultasi Teologi Nasional Wisma Bahtera Cipayung, 31
Oktober-04 November 2011
Banawiratna
, J.B.
(peny.) Iman, Ekonomi dan Ekologi
Yogyakarta: Kanisius, 1996
Bertens, K., Pengantar
Etika Bisnis, Yogyakarta:
KANISIUS, 2004
Botterwek, G.J. & Helmer Ringgren (ed), Theological Dictionary Of The Old Testament,
Michigan: Grand Rapids, 1983
Browning, W.R.F , Kamus
Alkitab (A Dictionary of the Bible), Jakarta:
BPK-GM, 2007
Brownlee, Malcolm, Tugas
Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, Jakarta:BPK-GM,1993
Donovan, O’ & R.J. Song, New Dictionary of Theology (jilid II), Sinclair B. Ferguson dkk
(ed),Malang:
Literatur Saat, 2009
Drummond, Celia
Deane-, Teologi & Ekologi, Robert P. Borrong (penterjemah), Jakarta:
BPK-Gunung Mulia, 1999
Eerdmans W.B Theology Dictionary Of The New Testament
Volume V, Gerhard Kittel & Gerhard Friedrich (ed.), Michigan: Publishing Company,1993
Geisle, Norman L., Etika
Kristen, Pilihan dan Isu Kontemporer, Malang: Literatur SAAT, 2010
King, Philip J.
dan Lawrence E. stager, Life in Biblical
Israel (Kehidupan Orang Israel Alkitabiah, Jakarta: BPK-GM, 2010
Kremmer, A. Th., SingaTelah mengaum para Nabi Perjanjian Lama, Jakarta:
BPK-Gunung Mulia, 198
Poerwowidagdo, Judo, Teologi Ekonomi, Robert Setio (peny), Jakarta:
BPK-Gunung Mulia, 2002
Sinaga, Martin Lukito (peny.), Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia, Jakarta:BPK-GM,2001
Tim
Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta:
Rineka Cipta, 1990
[1] Philip J. King dan
Lawrence E. stager, Life in Biblical
Israel (Kehidupan Orang Israel Alkitabiah, (Jakarta:
BPK-GM, 2010), 88)
[2] Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Rineka Cipta, 1990), 220-222
[3] Hoffner, “בׇיִת”, in Theological Dictionary Of The Old Testament, G.J. Botterwek
& Helmer Ringgren (ed), (Michigan: Grand Rapids, 1983), 108
[4] W.B.Eerdmans, οικος, οικια, in
Theology Dictionary Of The New Testament Volume V, Gerhard Kittel & Gerhard
Friedrich (ed.), (Michigan:
Publishing Company,1993), 1211-122
[5] J.B. Banawiratna
(peny.) Iman, Ekonomi dan Ekologi
(Yogyakarta: Kanisius, 1996,) 135
[6] W.R.F, Browning, Kamus Alkitab (A Dictionary of
the Bible), 220
[7] Philip J. King dan
Lawrence E. stager, Life in Biblical
Israel (Kehidupan Orang Israel Alkitabiah ), 101
[8]Penggunaan kata
“bulan gilirannya” untuk merujuk bulan ketika seseorang bekerja pada pekerjaan
khusus adalah gaya bahasa khas di dalam bahasa Ibrani.
[9] Philip J. King dan
Lawrence E. stager, Life in Biblical
Israel (Kehidupan Orang Israel Alkitabiah ), 107
[10] W.R.F, Kamus Alkitab (A Dictionary of the
Bible) (Jakarta: BPK-GM,2007), 225
[11] Philip J. King dan
Lawrence E. stager, Life in Biblical
Israel (Kehidupan Orang Israel Alkitabiah ), 129-131
[12] Hanya saja
kemungkinan bagal hanya dilakukan
dalam perjalanan para bangsawan saja karena ia hanya mampu berjalan 5 km per
jam, 40 sampai 48 km perhari.
[13]Philip J. King dan
Lawrence E. stager, Life in Biblical
Israel (Kehidupan Orang Israel Alkitabiah),
217-220
[14] Malcolm Brownlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, (Jakarta:BPK-GM,1993),
79
[15]Judo Poerwowidagdo,
Teologi Ekonomi, Robert Setio (peny)
(Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2002), 39-40
[16] J.B. Banawiratna
(peny.) Iman, Ekonomi dan Ekologi,
135-136
[17] Judo
Poerwowidagdo, Teologi Ekonomi, Robert
Setio (peny), 40
[18] Martin Lukito Sinaga (peny.), Pergulatan
Kehadiran Kristen di Indonesia, (Jakarta:BPK-GM,2001), 699
[19] Dalam tradisi Yahudi
tanah juga dipahami sebagai tempat manusia bergantung, dengan demikian
pemeliharaan hubungan dengan tanah sangat perlu. Ada suatu aturan bahwa pada tahun yan
gketujuh, tanah tidak boleh dikerjakan dan ditanami tetapi harus diistirahatkan
(tahun sabat). Hak tanah untuk beristirahat dalam pemahaman Yahudi disebut
dengan istilah hak sabat tanah. Satu tahun dalam tujuh tahun tanah harus
diistirahatkan dengan tujuan pemulihan tanah tersebut. Norman L. Geisle, Etika Kristen, Pilihan dan Isu Kontemporer, (Malang:
Literatur SAAT, 2010), 387
[20] A. Th. Kremmer, SingaTelah mengaum para Nabi Perjanjian Lama
(Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1987), 95
[21]Celia
Deane-Drummond, Teologi & Ekologi,Robert
P. Borrong (penterjemah) (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1999), 19
[22] K. Bertens, pengantar Etika Bisnis (Yogyakarta:
KANISIUS, 2004), 322
[23]O’ Donovan&
R.J. Song, New Dictionary of Theology (jilid
II), Sinclair B. Ferguson dkk (editor) (Malang: Literatur Saat, 2009), 386-388
[24] Jan S Aritonang (ed), Berteologi Dlam Konteks Meretas Jalan Menuju
Perdamaian Keadilan dan Keutuhan Ciptaan, (Konsultasi Teologi Nasional
Wisma Bahtera Cipayung, 31 Oktober-04 November 2011),227
Tags :
BPPPWG MENARA KRISTEN
KOMITMEN DALAM MELAYANI
PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
- ORA ET LABORA
- : Pdt Hendra C Manullang
- : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
- : crisvinh@gmail.com
- : menarakristen@gmail.com
Post a Comment