-->

sosial media

Thursday, 15 October 2020

Ekonomi Menurut Perjanjian Lama dan Eksploitasi serta Eksplorasi Alam diperhadapkan dengan Krisis Ekologi

 



I.  Latar belakang masalah

Manusia adalah ciptaan Allah yang paling mulia yang diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya (Kej. 1:26-27). Itu berarti bahwa Allah memperlengkapi manusia dengan sikap-sikap dan kebaikan Allah. Sebagai mahluk yang istimewa Allah menciptakan manusia setelah Ia  memperlengkapi semua kebutuhanya. Allah menginginkan manusia itu untuk berkuasa atas ciptaan itu dalam arti menjaga dan memelihara ciptaan itu (Kej. 1:28; 2:1). Allah menginginkan manusia itu untuk menjadi rekan sekerja–Nya. Penggabaran taman eden adalah bukti begitu sempurna dan amat baik ciptaan itu dan manusia itu bebas menikmatinya. Tetapi setelah manusia itu jatuh kedalam dosa, kini kehidupan itu tidak sesempurna awalnya. Manusia harus bersusah payah bekerja dan mengolah tanah (bumi) untuk kehidupanya. Sejak itu manusia melakukan berbagi cara dalam mengelola alam. Usaha yang umum dilakukan manusia sejak zaman perjanjian Lama dalam mengelola alam adalah dengan bercocok tanam, beternak, berburu dalam mempertahankan hidupanya (Yer. 14: 1-6).[1]

 Semakin hari manusia terus mengalami peradaban dalam usaha mengelola bumi. Berkenaan  dengan peradaban manusia itu semakin banyak usaha-usaha baru yang dihasilkan dan dipergunakan. Sitem perekonomian semakin tertata dan alat-alat yang dipergunakan terus mengalami kemajuan dan perubahan. Perkembangan itu ternyata tidak hanya berdampak bagi kemudahan manusia dalam mendapatkan hasil bumi, tetapi disisi lain justru melimbulkan berbagai kerusakan alam yang membuat seolah-olah alam diperbudak, dengan eksploitasi manusia yang tak terbentengi. Bukan hanya itu saja sistem perekonomian pun telah mengarah kepada sistem ekonomi yang memprihatinkan yang bukan saja tidak memperdulikan alam bahkan juga menindas kaum-kaum miskin. Hal ini sangat memprihatinkan takkala manusia selalu merasa kurang puas dalam hidupnya. Apakah latar belakang dibalik semua ini, apakah memang Allah menginginkan hal yang demikian sejak semula. pada pokok bahasan ini akan dibahas  suatu ulasan tentang ekonomi dalam perjanjian Lama, eksploitasi, eksplorasi alam diperhadapkan dengan krisis ekologi.

II.                 Pembahasan

2.1.   Ekonomi, Eksploitasi, Eksplorasi, dan Ekologi,  Suatu Pendekatan Umum

        Menurut kamus besar bahasa Indonesia ekonomi adalah ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (hal keuangan, perindustrian, dan perdagangan); pemanfaatan uang, tenaga, waktu, yang berharga; yang menata kehidupan perekonomian. Eksploitasi adalah pengusahaan, pendayagunaan, atau pemanfaatan untuk kepentingan sendiri dengan cara memeras untuk mengeruk kekayaan. Sedangkan eksplorasi adalah penjelahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak, terutama sumber-sumber alam yang terdapat di daerah yang diperkirakan mengandung mineral berharga dengan jalan survei geologi, survei geofisik atau pengeboran dengan tujuan menemukan defosit atau mengetahui luas wilayahnya. Sedangkan Ekologi adalah Ilmu yang membahas hubungan timbal-balik antara mahluk hidup, organisme dan lingkungan yang ada didalamnya atau segala sesuatu yang berkenan dengan alam atau lingkungan. [2]

2.2.  Ekonomi dalam Pandangan Teologis

2.2.1.        Ekonomi dalam Perjanjian Lama[3]

Istilah ekonomi atau οικος dalam Perjanjian Lama disejajarkan dengan Bayith (בַּיִת) yang berarti rumah atau keluarga. Rumah atau tempat berkumpul dan tinggalnya suatu keluarga. Sedangkan νομος disejajarkan dengan kata תורה torah yang berarti hukum, taurat, hukum taurat. Istilah ini muncul 220 kali dalam PL, maka ekonomi dapat diartikan dengan hukum, aturan yang dipakai untuk menata tempat tinggal atau rumah tangga. Aturan-aturan tersebut merupakan media  yang dipakai untuk menciptakan kondisi yang harmonis dan menimbulkan kesejahteraan bagi semua anggotanya.

2.2.2.        Ekonomi Dalam Perjanjian Baru[4]

Ekonomi dalam PB  berasal dari bahasa Yunani yaitu οικος yang berarti rumah atau rumah tangga dan νομος yang berarti aturan atau adat, tata cara yang tidak bisa terlepas dari seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam Ibrani 3:8, 1 Petrus 4:17 dan 1 Timotius 3:15 kata οικος mengarah kepada jemaat-jemaat kristen awal sebagai keluarga Allah. Kata οικος juga dapat diartikan dengan gedung, namun lebih sering diartikan dengan rumah.  Maka kata οικος sering digunakan untuk mengartikan jemaat dirumah mereka, yang berarti juga umat, kaum, bait Allah dan istana. Sedangkan νομος berasal dari kata μεμο yang berarti memberikan, membagikan. Dari kata μεμο maka kata νομος  dapat diartikan sebagai apa yang benar. Maka kata νομος  adalah perintah atau hukum wajib yang ditetapkan untuk suatu pelanggaran. 

2.3.  Bentuk-Bentuk Penghidupan Perekonomian dalam Perjanjian Lama

Ekonomi sudah ada sejak zaman penciptaan seperti yang diungkapkan Douglas Meeks yang disunting oleh Banawiratna :

“Taman Eden adalah lambang rumah tangga yang ideal-ekonomi diciptakan Tuhan, dan Ia adalah ahli ekonomi tertinggi. Dalam taman eden ada kepunahan dan kehidupan serta berbagai hal tersedia. Adam dan hawa ditunjuk sebagai manager atau pengurusnya. Aturan tertentu dari rumah tangga harus dipatuhi.” Sebagai contoh: Adam dan Hawa  tidak diperkenankan memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan yang buruk. Adam dan Hawa dituduh berdosa dan sebagai hukuman atas pelanggaran hukum Tuhan, terjadilah kelaparan dan penderitaan diperkenalkan kepada ciptaan Tuhan yang indah itu.[5]  Ini menerangkan bahwa sejak proses penciptaan berlangsung perekonomian juga sudah berjalan. Dalam hal ini perekonomian dan segala perangkatnya dimaksudkan untuk menjadikan dunia ini baik adanya sesuai dengan maskud penciptaan yang direncanakan oleh Allah (Kej. 1:31).

 

 

 

            Sejak jaman Perjanjian Lama ada beberapa bentuk kegiatan penghidupan perekonomian antara lain sebagai berikut:

2.3.1.     Bertani

Pada masa perjanjian lama אֶרֶץ (tanah) merupakan hal terpenting untuk melakukan penanaman. Cara bertani yang baik sudah dipraktikkan di di Palestina sejak 7000 sM. Yerikho mempraktikkan budaya irigasi yang sudah biasa pada zaman pra sejarah di lembah Yordan, tapi tidak di lahan pertanian di sepanjang tepian sungai itu. +- 7500 sM juga ada tanda-tanda di daerah perbukitan juga ada pertanian, karena  kebudayaan matufia sudah mengenal pisau arit yang keras, cangkul, dan irigasi yang merupakan hasil sains manusia purba yang mencapai puncaknya di Mesir dan Babilonia. Hujan merupakan hal yang paling diandalkan dalam mengurus pertanian. Musim panas dan dingin lamanya enam bulan dan berakhir dengan datangnya hujan perdana akhir November atau Desember tanah yang gersang digemburkan dan mereka kemudian menabur bibit di tanah yang telah mereka bajak. Adapun tanaman pokok yang mereka tanam adalah gandum dan jawawut.[6] Mereka memiliki sebuah kalender yang dipergunakan untuk melakukan penanaman yang bernama kalender Gezer yang bunyinya (Albright yang menterjemahkan tulisan di lempengan kalender Gezer) seperti ini:[7]

                  Dua bulan gilirannya adalah panen (minyak)

Dua bulan gilirannya adalah menanam (gandum)

Dua bulan gilirannya adalah akhir penanaman;

Bulan gilirannya[8] adalah mencangkuli jerami

Bulan gilirannya adalah memanen jelai

Bulan gilirannya adalah panen raya dan perayaan

Dua bulan gilirannya adalah perawatan anggur

Bulan gilirannya adalah musim panas

2.3.1.1.      Jenis-Jenis Hasil Pertanian

Ada banyak jenis pertanian yang dikembang pada masa perjanjian lama oleh bangsa Israel misalnya, gandum (khitta), jelai (se`ora), zaitun (zetim), anggur (anabim), kacang merah kecil (adasim), kacang merah besar (pol), kacang panjang (khimmesyim), mentimun (qissu`im), semangka (abbattihim), bawang merah (besyalim), bawang prei (khasyir), dan bawang putih (sum’im). Namun diantara semua jenis tanaman itu pohon zaitun dan buah anggurlah yang memainkan peranan penting dalam meningkatkan perekonomian sebab selain kedua tanaman itu (zaitun dan anggur) semuanya hanya dapat dijadikan sebagai bahan pangan.[9]

2.3.1.2.      Alat-alat pertanian

Bajak (makharesa atau makhareset) merupakan alat pertanian yang paling penting dalam system pertanian yang diciptakan 5000 tahun lalu. Namun selain bajak mereka juga mempunyai alat-alat pertanian seperti beliung, kapak dan arit yang mereka asah kepada orang Filistin dengan bayaran seharga duapertiga syikal untuk bajak dan beliung dan sepertiga syikal untuk kapak (I Sam. 13:21-22).

2.3.2.     Beternak

Beternak adalah salah satu bentuk cara hidup Perjanjian Lama. Pada umumnya masyarakat berternak untuk meningkat nilai perekonomian. Ternak dalam bahasa Ibrani behema (בְּהֵמׇה) yang berarti binatang yang mengacu kepada binatang peliharaan dan mengacu pada binatang yang ditunggangi (Neh. 2:12,14). Bentuk jamak dari  behema dapat kita lihat dalam Ayub 40:15 yang tidak mengacu kepada kuda nil (Mzm. 49:13, 21).[10] Secara etimologi behema adalah binatang buas, ternak (lembu, sapi), binatang peliharaan, binatang buruan.. Ternak dalam bahasa Yunani kte`nos (κτήνος), masyarakat Israel telah mengenal peternakan sejak zaman neolitik (8500-4500 sM). Selain bertani maka ada beberapa dari anggota keluarga yang mengembalakan hewan ternak tetapi bukan jenis peternakan secara berpindah. Hewan yang paling sering ditemukan pada zaman Perunggu (3500-2250 sM)  dan Besi (1200-586 sM) adalah domba, kambing.

Hewan ternak di Palestina merupakan hal penting sebab daftar kepemilikan hewan ternak mencerminkan status ekonomi pemiliknya. Bulu domba sangat dipelihara karena bulu domba merupakan produksi wol yang merupakan komoditas berharga dalam perdagangan, seperti yang diilustrasikan oleh upeti raja Mesa dari Moab, yang “membayar kepada raja Israel seratus ribu anak domba dan bulu (wol) dari seratus ribu domba jantan” (2 Raj. 3:4). Pemotongan bulu domba pada musim semi pada tahun itu merupakan peristiwa perayaan  seperti terbukti dalam kisah tentang Nabal, peternak kaya yang dikunjungi oleh para pengikut Daud pada saat terjadinya perayaan pengguntingan bulu domba tersebut. “ia mempunyai tiga ribu ekor domba dan seribu ekor kambing. Ia ada di Karmel pada pengguntingan bulu domba-dombanya” (1 Sam. 25: 2), sebuah tempat di sebelah tenggara Hebron. Produksi wol bergandengan dengan tenunan dan pewarnaan. Selain wol domba juga menghasilkan daging dan kulit.  Sementara itu kambing memberikan daging, pakaian dan susu  (dadih dan keju juga). Kambing menghasilkan susu dua kali lipat dibandingkan dengan domba. Bulu kambing digunakan untuk membuat karung dan tenda, dirajut dan dijadikan karpet, dibentuk menjadi kantong kocok untuk membuat mentega. Kulit kambing sebagai wadah untuk cairan seperti minyak dan air. Kambing juga hewan korban yang dapat diterima (Kej. 15:9). Selain kambing dan domba di Kanaan terdapat juga kuda (sus) dan biasa kuda dalam simbol superioritas dan kemewahan yang dimanfaatkan dalam berperang dan berburu (Ul. 17:16).[11]

2.3.3.     Perdagangan

Dalam bahasa Ibrani kata yang digunakan untuk istilah pedagang adalah (sokharim). Perjalanan dilakukan dengan menaiki punggung kedelai (khamor) merupakan hal umum yang sering dilakukan pada zaman Alkitab. Meskipun demikian bukan berarti orang lain melakukan perjalanan hanya menggunakan kedelai saja tapi mereka juga pernah menggunakan seekor bagal (pered).[12] Selain istilah sokharim maka istilah lain untuk pedagang atau saudagar adalah sokher dan rogel, tetapi istilah yang popular pada zaman alkitab adalah kena‘-ani, “orang Kanaan” yang menjadi sinonim untuk pedagang. Jika kita melihat kitab Yehezkiel maka ada perdagangan internasional yaitu dimana pertanian Israel dan Yuda diperjualbelikan dengan Tirus. Dalam system perdagangan itu mereka menukarkan gandum  di Minit (desa orang Ammon) dengan mur (pannag), madu, minyak dan balsam (Yeh. 27:17).

Pada masa Salomo membangun Bait Allah maka ia membayar kayu aras dan kayu sanobar kepada raja Hiram dengan biaya sebesar duapuluh ribu kor gandum, bahan makanan bagi seisi istananya dan dua puluh kor minyak tumbuk  (syemen katit) (I Raj. 5:11). Dalam mengklasifikasi ekonomi kuno maka Karl Polanyi yang dikutip dalam buku Philip J. King mengatakan bahwa ada tiga kategori utama mengenai pertukaran, atau model-model yang dengannya ekonomi kuno dapat diidentifikasi yaitu: pertukaran timbal balik, redistribusi, dan jual beli. Dalam Israel kuno sepanjang kehidupannya, sebagian besar aktivitas ekonomi berada dalam rumah tangga, baik berskala besar maupun kecil. Barter merupakan normanya. Yang terpenting adalah soal kerumahtanggaan bukan soal pertukaran pasar. Rumah tangga yang didasarkan pada pertanian tetap merupakan unit sosial dan ekonomi yang utama. Melalui barter dan pasar rumah tangga individu dan kolektif ini merupakan realitas ekonomi yang dominan di Israel kuno.[13]

2.4. Menguak Pemahaman Tentang Ekonomi Dalam Perjanjian Lama

2.4.1.        Manusia, Alam Dalam Hubungannya Dengan Pengusahaan dan Pengelolaan

Tuhan membentuk  manusia dari debu tanah (Kej. 2:7), itu berarti bahwa manusia adalah satu dengan tanah, dan karena manusia berasal dari tanah berarti manusia adalah bagian dari alam. Tetapi sebagai mahluk yang istimewa manusia diberi tugas dan tanggungjawab untuk memenuhi, menguasai, dan menahlukkan bumi (Kej. 1:28). Kata menguasai dan menahlukkan alam memang berkonotasi mengesploitasi jikalau diterjemahkan secara harafiah. Tetapi sesungguhnya yang dimaksudkan disana adalah sebagai tugas pelayanan, karena manusia akan selalu berhadapan dengan alam untuk mempertahankan hidupnya.[14] Dalam Kej. 1:29 dan 2:15 terlihat jelas bahwa Allah mempercayakan bumi dan isinya untuk di kelola dan dipelihara manusia. Itu berarti bahwa manusia adalah wakil Allah dibumi dalam menjaga, mengusahakan  dan memelihara bumi. Sesungguhnya alam itu adalah milik Allah manusia hanya mandataris Allah dibumi ini. Jadi hubungan manusia dengan alam bukanlah hubungan penguasaan melainkan hubungan solidaritas. Manusia tidak diciptakan untuk penguasa mutlak atas ciptaan yang lain, tujuannya tidak lebih untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan alam. Sehingga dengan demikian manusia dalam mengelola alam harus memancarkan kemuliaan Allah. Jadi tujuan Allah memberikan bumi untuk diusahakan adalah untuk mensejahterakan hidup manusia, menjaga keharmonisanya dengan alam dan memuliakan Allah.

2.4.2.        Ekonomi Sebagai Suatu Kerangka Perjanjian Antara Allah Dengan Umat Israel

Menurut PL perekonomian juga ditempatkan dalam kerangka perjanjian (convenant) umat Israel dengan Allah dimana bangsa Israel dipandang sebagai berkat bagi bangsa-bangsa. Hal ini juga mengacu kepada perhatian terhadap kaum miskin  (Kel. 23:6; Ul. 15:7-11); perhatian untuk orang asing (Kel. 21:21-24); untuk anak-anak yatim piatu dan janda (Ul. 24:19-22) dan juga untuk lingkungan  (Im. 25:1-8).[15] Dan dari sinilah muncul hukum atau aturan yang dibuat untuk mengatur dan menjaga rumah tangga ekonomi bangsa Israel dan dalam rangka menjaga ciptaan atau perlindungan bagi mereka yang masih tersisih dalam masyarakat.[16] Dalam teologi, ekonomi harus berpihak kepada mereka yang miskin, yang lemah dan yang tertindas dan itu merupakan suatu panggilan dan suatu keharusan. Dalam ekonomia, kehendak Tuhanlah yang harus menjadi landasannya bukan keinginan nafsu manusia. Nilai ekonomi harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai etis dan moral serta spritualitas ilahi, yaitu yang telah menyatakan keberpihakan-Nya pada mereka yang miskin.[17]

2.4.3.        Ekonomi Sebagai Penatalayanan Kehendak Allah Atas Dunia Ciptaan-Nya

Perekonomian dalam Perjanjian Lama bertalian erat dengan penerapan hukum Allah (Teonomi) atas dunia Ciptaan-Nya. Hal ini mencerminkan semangat kebersamaan dan kesamaan seluruh umat manusia (oikumene) sehingga perekonomian akan menjauhkan diri dari eksploitasi antar manusia atau antar kelompok dan berusaha mencapai kesejahteraan bersama. Perekonomian juga harus dijalankan dalam kaitan tanggung jawab manusia terhadap oikumene yang sejahtera yang mencakup seluruh ciptaan (ekologi).[18] Dalam mengatur kegiatan tentang pembatasan pembelian dan penjualan barang-barang, pembudidayaan lahan (tanah),[19] peternakan, Kitab Taurat menempatken semua kegiatan ekonomi dalam kerangka hubungan perjanjian umat Israel dengan Allah.[20]

2.5.  Eksploitasi dan Eksplorasi Alam Diperhadapkan Dengan Krisis Ekologi

Krisis ekologi menyangkut kerusakan keseimbangan alam. Kenyataan kerusakan alam tersebut tidak lain disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri. Eksploitasi dan eksplorasi merupakan bentuk perlakuan manusia yang menyebabkan krisis ekologi tersebut. Manusia dalam hal ini kini berada dalam posisi musuh alam. Pertanyaan mendasar yang perlu untuk dijawab adalah apa yang menyebabkan manusia demikian?. Ada dua kemungkianan alasan utama yang bisa dikemukakan. Pertama terjadinya eksploitasi dan eksplorasi alam adalah akibat dari kesalah pahaman penafsiran perintah dalam Kej. 1:28 ‘untuk menaklukkan’ bumi dan ‘berkuasa’ atas semua makhluk hidup. Dalam sejarah penafsiran Kristen tentang teks tersebut, kata-kata itu pernah diartikan sebagai surat izin mengekplotasi bumi bagi keuntungan manusia.[21]  Perintah untuk menguasai sejajar dengan raja sebagai gembala yang kekuasannya adalah untuk kepentingan/ keuntungan gembalanya. Menguasai bukan memperlakukan binatang dengan kasar melainkan menguasai adalah pengusahaan bumi. Manusia memandang alam adalah tempat manusia berusaha dan harus ditaklukkan baik dengan cara mengekploitasinya secara terus-menerus maupun mengekplorasinya dengan ilmu pengetahuan. Alam dipandang sebagai binatang buas yang harus dijinakkan oleh manusia dengan menggunakan teknologi dan pengetahuan. Teknologi yang berkembang pada abad ke -16 dipahami manusia sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan itu.[22] Kemungkinan kedua adalah sikap ketamakan dan kerakusan manusia yang tidak pernah puas dengan keadaaan hidup. Manusia selalu merasa kekurangan dalam hidupnya, dengan demikian mengupayakan segala daya dan usaha untuk memperoleh hasil bumi tanpa memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan dikemudian hari. Pada hal Pernyataan Allah bahwa ciptaan sungguh amat baik (Kej. 1:31) menegaskan bahwa alam semesta merupakan tempat yang tepat untuk manusia mengalami kepenuhan. Alam semesta mengandung harga tinggi dan memiliki sifat teratur yang telah melekat dari sejak semula untuk dapat memberi manfaat bagi manusia. Alam tidak dapat diperlakukan begitu saja sebagai bahan mentah yang dapat dieksploitasi seenaknya demi kepuasan manusia semata.[23]

 

 

2.6. Analisa Seminaris

Ekonomi sebagaimana telah diuraikan diatas adalah berupa aturan atau hukum-hukum yang mengatur, sehingga ada suatu penataan untuk menciptakan suatu kondisi yang harmonis bagi sesama anggotanya. Ekonomi sudah ada sejak Allah menciptakan langit dan bumi serta manusia. Melalui mandat mengusahakan serta berkuasa atas bumi (Kej. 1:28) manusia diberikan tanggung jawab untuk mengelola bumi dengan tujuan pelayanan kemuliaan Allah. Maksud itu merupakan maksud misio Dei, Allah menginginkan manusia menjadi sekutu Allah. Sejak jaman Perjanjian lama telah diperlihatkan bagaimana manusia melaksanakan mandat itu dengan penuh tanggung jawab. Perekonomian yang dikenal dan dipahami dalam Perjanjian Lama selalu menjaga keharmonisan dan bertujuan unutk mewujudkan kepentingan bersama. Dimana kita telah melihat bahwa ekonomi dala perjanjian lama dipahami dalam kerangka hubungan perjanjian antar Allah dengan bangsa Israel dan juga dipahamai dalam hal penatalayanan kehendak Allah atas dunia ciptaan-Nya. Sehingga hubungan pengelolaan tanah selalu dipahami dalam kerangka keseimbangan dan keharmonisan, seperti tahun sabat yang mereka lakukan, dimana selalu diberikan waktu satu tahun dalam tujuh tahun bagi tanah unutk beristirahat (hak sabat tanah). Demikian juga bahwa sistem ekonomi dalam Perjanjian Lama selalu berpihak kepada orang-orang miskin dan tertindas (Kel. 23:6; Ul. 15:7-11); perhatian untuk orang asing (Kel. 21:21-24); untuk anak-anak yatim piatu dan janda (Ul. 24:19-22) dan juga untuk lingkungan  (Im. 25:1-8). Perekonomian dalam Perjanjian Lama juga bertalian erat dengan penerapan hukum Allah (Teonomi) atas dunia Ciptaan-Nya. Hal ini mencerminkan semangat kebersamaan dan kesamaan seluruh umat manusia (oikumene) sehingga perekonomian akan menjauhkan diri dari eksploitasi antar manusia atau antar kelompok dan berusaha mencapai kesejahteraan bersama. Perekonomian juga harus dijalankan dalam kaitan tanggung jawab manusia terhadap oikumene yang sejahtera yang mencakup seluruh ciptaan (ekologi). Jika melihat kondisi perekonomian sekarang maknanya sudah jauh berbeda dengan apa yang Perjanjian Lama maksudkan. Ekonomi sekarang hanya milik segelintir orang yaitu orang-orang kaya. Sistem ekonomi kapitalis telah menjadikan stratifikasi sosial yang amat dalam. Manusia kini serakah, sikap tidak pernah puas menjadikan manusia dengan segala daya dan upayanya menjadikan Alam begitu tersiksa. Eksploitasi dan eksplorasi besar-besaran melanda alam ini. Sebagaimana dalam pokok penting yang dibahas dalam konsultas teologi nasional yang sangat memberikan perhatian akan masalah ekonomi yang krisis dan menindas menjadi sebuah refleksi ulang akan maksud dan kehendak Allah dalam penciptaan-Nya.[24] Manusia perlu menata ulang kembali kehidupan perekonomian yang berpihak pada kesejahteraan bersama dan kesejahteraan Allam. Manusia perlu meninjau ulang siapa dirinya dan unttuk apa ada di bumi. Dengan demikinan tepatlah bahwa manusia  adalah sekutu Allah jika berusaha dapat menjaga hubungan baik dengan alam ciptaan dan sesama manusia.

III.    Kesimpulan

Dari pemaparan diatas ada bebarapa hal yang perlu disimpulkan:

1.       Istilah ekonomi atau οικος dalam Perjanjian Lama disejajarkan dengan Bayith (בַּיִת) yang berarti rumah atau keluarga. Rumah atau tempat berkumpul dan tinggalnya suatu keluarga. Sedangkan nomos disejajarkan dengan kata torah yang berarti hukum, taurat, hukum taurat. Maka ekonomi dapat diartikan dengan hukum, aturan yang diapakai untuk menata tempat tinggal atau rumah tangga. Aturan-aturan tersebut merupakan media  yang dipakai untuk menciptakan kondisi yang harmonis dan menimbulkan kesejahteraan bagi semua anggotanya.

2.       Ekonomi dalam PB  berasal dari bahasa Yunani yaitu οικος yang berarti rumah atau rumah tangga dan νομος yang berarti aturan atau adat, tata cara yang tidak bisa terlepas dari seluruh aspek kehidupan manusia. Kata οικος juga dapat diartikan dengan gedung, namun lebih sering diartikan dengan rumah.  Maka kata οικος sering digunakan untuk mengartikan jemaat dirumah mereka, yang berarti juga umat, kaum, bait Allah dan istana. Sedangkan νομος berasal dari kata μεμο yang berarti memberikan, membagikan. Dari kata μεμο maka kata νομος  dapat diartikan sebagai apa yang benar. Maka kata νομος  adalah perintah atau hukum wajib yang ditetapkan untuk suatu pelanggaran. 

3.       Ekonomi dalam PL mengacu pada ahubungan keharmonisan antara manusia dan alam dan juga berkaitan dengan kerangka perjanjian antara Allah dengan umat Israel dan Penatalayanan kehendak Allah atas dunia ciptaan-Nya.

4.       Eksploitasi adalah pengusahaan, pendayagunaan, atau pemanfaatan untuk kepentingan sendiri dengan cara memeras untuk mengeruk kekayaan. Sedangkan eksplorasi adalah penjelahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak, terutama sumber-sumber alam yang terdapat di daerah yang diperkirakan mengandung mineral berharga dengan jalan survei geologi, survei geofisik atau pengeboran dengan tujuan menemukan defosit atau mengetahui luas wilayahnya. Sedangkan Ekologi adalah Ilmu yang membahas hubungan timbal-balik antara mahluk hidup, organisme dan lingkungan yang ada didalamnya atau segala sesuatu yang berkenan dengan alam atau lingkungan.

5.       Terjadinya eksploitasi dan eksplorasi berdampak pada krisis ekologi hal ini disebabkan oleh dari kesalah pahaman penafsiran perintah dalam Kej. 1:28 ‘untuk menaklukkan’ bumi dan ‘berkuasa’ atas semua makhluk hidup, dan sikap ketamakan dan kerakusan manusia yang tidak pernah puas dengan keadaaan hidup.

IV.      Daftar Pustaka

Aritonang, Jan S (ed), Berteologi Dlam Konteks Meretas Jalan Menuju Perdamaian Keadilan dan Keutuhan Ciptaan, Konsultasi Teologi Nasional Wisma Bahtera Cipayung, 31 Oktober-04 November 2011

Banawiratna , J.B. (peny.) Iman, Ekonomi dan Ekologi Yogyakarta: Kanisius, 1996

Bertens, K., Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: KANISIUS, 2004

Botterwek, G.J. & Helmer Ringgren (ed),  Theological Dictionary Of The Old Testament, Michigan: Grand Rapids, 1983

Browning, W.R.F , Kamus Alkitab (A Dictionary of the Bible), Jakarta: BPK-GM, 2007

Brownlee, Malcolm, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, Jakarta:BPK-GM,1993

Donovan,  O’ & R.J. Song, New Dictionary of Theology (jilid II), Sinclair B. Ferguson dkk (ed),Malang: Literatur Saat, 2009

Drummond, Celia Deane-, Teologi & Ekologi, Robert P. Borrong (penterjemah), Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1999

Eerdmans W.B  Theology Dictionary Of The New Testament Volume V, Gerhard Kittel & Gerhard Friedrich (ed.),  Michigan: Publishing Company,1993

Geisle, Norman L., Etika Kristen, Pilihan dan Isu Kontemporer, Malang: Literatur SAAT, 2010

King, Philip J. dan Lawrence E. stager, Life in Biblical Israel (Kehidupan Orang Israel Alkitabiah, Jakarta: BPK-GM, 2010

Kremmer, A. Th., SingaTelah mengaum para Nabi Perjanjian Lama, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 198

Poerwowidagdo, Judo, Teologi Ekonomi, Robert Setio (peny), Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2002

Sinaga, Martin Lukito (peny.), Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia, Jakarta:BPK-GM,2001

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Rineka Cipta, 1990

 

 

 



[1] Philip J. King dan Lawrence E. stager, Life in Biblical Israel (Kehidupan Orang Israel Alkitabiah, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 88)

[2] Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 220-222

[3] Hoffner, “בׇיִת”, in Theological Dictionary Of The Old Testament, G.J. Botterwek & Helmer Ringgren (ed), (Michigan: Grand Rapids, 1983), 108

[4] W.B.Eerdmans, οικος, οικια, in Theology Dictionary Of The New Testament Volume V, Gerhard Kittel & Gerhard Friedrich (ed.),  (Michigan: Publishing Company,1993), 1211-122

[5] J.B. Banawiratna (peny.) Iman, Ekonomi dan Ekologi (Yogyakarta: Kanisius, 1996,) 135

[6] W.R.F, Browning, Kamus Alkitab (A Dictionary of the Bible), 220

[7] Philip J. King dan Lawrence E. stager, Life in Biblical Israel (Kehidupan Orang Israel Alkitabiah ), 101

[8]Penggunaan kata “bulan gilirannya” untuk merujuk bulan ketika seseorang bekerja pada pekerjaan khusus adalah gaya bahasa khas di dalam bahasa Ibrani.

[9] Philip J. King dan Lawrence E. stager, Life in Biblical Israel (Kehidupan Orang Israel Alkitabiah ), 107

[10] W.R.F, Kamus Alkitab (A Dictionary of the Bible) (Jakarta: BPK-GM,2007), 225

[11] Philip J. King dan Lawrence E. stager, Life in Biblical Israel (Kehidupan Orang Israel Alkitabiah ), 129-131

[12] Hanya saja kemungkinan bagal hanya dilakukan dalam perjalanan para bangsawan saja karena ia hanya mampu berjalan 5 km per jam, 40 sampai 48 km perhari.

[13]Philip J. King dan Lawrence E. stager, Life in Biblical Israel (Kehidupan Orang Israel Alkitabiah),  217-220

[14]  Malcolm Brownlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, (Jakarta:BPK-GM,1993), 79

[15]Judo Poerwowidagdo, Teologi Ekonomi, Robert Setio (peny) (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2002), 39-40

[16] J.B. Banawiratna (peny.) Iman, Ekonomi dan Ekologi, 135-136

[17] Judo Poerwowidagdo, Teologi Ekonomi, Robert Setio (peny), 40

[18] Martin Lukito Sinaga (peny.), Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia, (Jakarta:BPK-GM,2001), 699

[19]  Dalam tradisi Yahudi tanah juga dipahami sebagai tempat manusia bergantung, dengan demikian pemeliharaan hubungan dengan tanah sangat perlu.  Ada suatu aturan bahwa pada tahun yan gketujuh, tanah tidak boleh dikerjakan dan ditanami tetapi harus diistirahatkan (tahun sabat). Hak tanah untuk beristirahat dalam pemahaman Yahudi disebut dengan istilah hak sabat tanah. Satu tahun dalam tujuh tahun tanah harus diistirahatkan dengan tujuan pemulihan tanah tersebut. Norman L. Geisle, Etika Kristen, Pilihan dan Isu Kontemporer, (Malang: Literatur SAAT, 2010), 387

[20] A. Th. Kremmer, SingaTelah mengaum para Nabi Perjanjian Lama (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1987), 95

[21]Celia Deane-Drummond, Teologi & Ekologi,Robert P. Borrong (penterjemah) (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1999), 19

[22] K. Bertens, pengantar Etika Bisnis (Yogyakarta: KANISIUS, 2004), 322

[23]O’ Donovan& R.J. Song, New Dictionary of Theology (jilid II), Sinclair B. Ferguson dkk (editor) (Malang: Literatur Saat, 2009), 386-388

[24]  Jan S Aritonang (ed), Berteologi Dlam Konteks Meretas Jalan Menuju Perdamaian Keadilan dan Keutuhan Ciptaan, (Konsultasi Teologi Nasional Wisma Bahtera Cipayung, 31 Oktober-04 November 2011),227

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim