KAUM MUDA KRISTEN DAN NARKOTIKA (Studi Pastoral terhadap Kaum muda Kristen yang ketergantungan Narkotika dan Rehabilitasi sebagai Metode Pelepasan Diri terhadap Narkotika)
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada saat
ini penyalahgunaan narkotika telah merambah terhadap generasi muda
khususnya pemuda kristen. Penyebaran
narkotika menjadi sangat mudah pada anak karena anak sudah mulai mencoba-coba
menghisap rokok. Pada awalnya mereka yang mengkonsumsi rokok diawali dengan
diperkenalan oleh orang-orang sekitar. Setelah itu mereka kencanduan oleh rokok
dan mencoba menggunakan narkoba. Tidak jarang pengedar narkotika menyisipkan
zat-zat adiktif kepada lintingan tembakaunya. Awalnya mereka memberikan
cuma-cuma setelah mereka kecanduan baru mereka memasang harga.
IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia adalah pusat rehabilitasi terpadu dibawahi oleh Kementrian
Sosial, berikut susunan organisasi IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara
Indonesia[1]:
Penanggung
Jawab : dr. Adhayani Lubis, Sp. Kj.
Mkm
Pimpinan
Lembaga : Rizka Novita, Am.Keb, SST,
M.kes
Kepala
Administrasi : Budi Sukma
Program
Manager :Erwin Sanjaya
Bendahara
:Nita
Apriyani Naipospos, S.Hi
Konselor
:Hardianta
Ginting M. Mahadi Tanjung
Kepala
Religi :Ustadz
Rambe
Kepala
Dokter/Perawat : Afriza, Amd.Keb
Komandan
Regu Security : Yudi Irawan
Badan ini memberikan pelayanan, perawatan, rehabilitasi sosial , yang meliputi pembinan fisik, mental, sosial;
merubah sikap dan tingkah laku; resosialisasi dan pembinaan lanjut, agar mampu
dan berperan aktif dan positif dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
1.2.Identifikasi Masalah
Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang.[2] Pada awalnya
narkotika hanya digunakan sebagai alat bagi ritual keagamaan dan di samping itu
juga digunakan untuk pengobatan, adapun jenis narkotika pertama yang digunakan
pada mulanya adalah candu atau lazim disebut sebagai madat atau opium.[3]Dalam
dunia kedokteran, Narkotika banyak digunakan khususnya dalam pembiusan sebelum
pasien dioperasi mengingat di dalam narkotika terdapat zat yang dapat
mempengaruhi perasaan, pikiran serta kesadaran pasien. Namun dengan
berkembangnya zaman dan semakin canggihnya tekhnologi, narkoba yang semula
hanya digunakan oleh dokter untuk pembiusan digunakan untuk hal-hal yang negatif. Mereka
yang menggunakan narkoba mulai menjadi pecandu dan sulit terlepas dari ketergantungannya.
Pecandu
pada dasarnya adalah merupakan korban penyalahgunaan tindak pidana narkotika
yang melanggar peraturan pemerintah, dan mereka itu semua merupakan warga
Negara Indonesia yang diharapkan dapat membangun negeri ini dari keterpurukan
di segala bidang.[4]
Berdasarkan
tipologi korban yang diidentifikasi menurut keadaan dan status korban, yaitu:
a. Unrelated victims,
yaitu korban yang tidak ada hubungannya sama
sekali dengan pelaku dan menjadi korban karena memang potensial.
b. Provocative victims,
yaitu seseorang atau korban yang disebabkan
peranan korban untuk memicu terjadinya kejahatan.
c. Participating victims, yaitu seseorang yang tidak berbuat, akan tetapi dengan
sikapnya justru mendorong dirinya menjadi korban
d. Biologically weak victims,
yaitu mereka yang secara fisik
memiliki kelemahan yang menyebabkan ia menjadi korban.
e. Socially weak victims,
yaitu mereka yang memiliki kedudukan
sosial yang lemah yang menyebabkan ia menjadi korban.
f.
Self victimizing victims,
yaitu mereka
yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri.[5]
1.3. Pembatas Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang
menjadi Pembatasan permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Apakah latar belakang kaum muda Kristen menjadi
pecandu narkotika?
b. Bagaimana dampak yang dirasakan para pecandu
narkotika?
c. Bagaimana hambatan dalam penerapan rehabilitasi terhadap pecandu narkotika?
1.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan
data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi.
1.
Wawancara
Wawancara
merupakan satu metode penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi
langsung dari informan. Dalam melakukan wawancara ini, peneliti menyiapkan
daftar pertanyaan agar isu yang akan digali tidak keluar dari konteks
.Wawancara dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka dan terstruktur yang
telah disusun dalam pedoman wawancara dengan alat bantu berupa alat perekam
(camera) dan catatan.
2.
Observasi
Pengertian
Observasi adalah proses mengamati tingkah dalam suatu situasi tertentu. Situasi
yang dimaksud dapat berupa situasi sebenarnya atau alamiah. Adapun yang
peneliti lakukan dalam observasi ini adalah melihat fasilitas yang disediakan
untuk pasien
II.
DESKRIPSI MASALAH
2.1. Pengertian Narkoba[6]
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat atau bahan
berbahaya. Selain narkoba istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan
dari narkotika, psikotropika, zat adiktif.1 Semua istilah itu baik narkoba
ataupun napza mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya memiliki resiko
kecanduan bagi penggunanya. Salah satu kenyataan dampak dari era globalisasi
semisal semakin terbuka dan transparannya transformasi adalah pembiasaan dan
kebiasaan mengadopsi atau taklid (ikut-ikutan) terhadap budaya dan perilaku
demoralisasi suatu kelompok manusia. Tak terkecuali mengenai narkoba misalnya;
Narkotika dan obat-obatan berbahaya atau diistilahkan juga dengan Narkotika dan
obat-obatan terlarang, yang peredaran gelap dan penyalahgunaannya semakin tumbuh
dan berkembang saat ini.[7]
Pengertian Narkotika dapat ditilik dari setidaknya dua
perspektif, yaitu menurut bahasa dan menurut hukum. Menurut bahasa, narkotika
adalah obat untuk menenangkan saraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa
mengantuk, atau merangsang. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika (menurut hukum) yang disebut narkotika adalah Narkotika dalam
pasal (1) angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Adalah
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis
maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.[8]
2.2. Sejarah Narkoba[9]
Melalui buku-buku, internet, dan pembicaraan sehari
hari, kita bisa menelusuri sejarah asal mula narkotika sampai sekitar 2000
tahun Sebelum masehi. Terkabarkan bahwa sekitar 2000 tahun sebelum masehi
tersebut, terdapatlah sejenis tumbuhan yang bernama opium. Dalam ranah ilmiah
tumbuhtumbuhan, bunga ini diberi nama ilmiah sebagai papavor samnifertium.
Bunga ini tumbuh di ketinggian sekitar 500meter diatas permukaan laut disebuah
daerah yang bernama Sumeria. Bunga ini memiliki sari yang bisa diolah sebagai obatpenghilang
rasa sakit, mengatasi masalah sulit tidur, bius untuk melumpuhkan hewan buruan,
bumbu masakan, dan lainnya.
Penggunaan sari bunga untuk keperluan tersebut telah
dikenal sejak sekitar 50.000 tahun yang lalu oleh bangsa sumeria. Sebagaimana
sifat dari tumbuh-tumbuhan, ia akan tumbuh dimana saja yang memiliki keadaan
iklim dan tempat yang sesuai. Maka, wilayah tempat bertumbuhnya spesies ini
kemudian merambah keluar Sumeria yang menurut catatan sejarah salah satu tempat
perkembangbiakkannya adalah di Cina. Kemudian di daratan Asia, khususnya cina,
rupanya memiliki iklim yang sangat baik bagi pertumbuhan bunga opium ini. Maka
sekitar abad XVII - XVIII, persoalan bunga opium ini telah menanjak pada satu
tataran baru yang signifikan, yang bersifat positif dan negatif. Pada sekitar
abad XVII –XVIII ini, terjadi dua kejadian besar terkait dengan bunga opium
ini, yaitu :
a. Adanya temuan-temuan baru seputar penggunaan bunga
opium untuk keperluan medis di Eropa.
b. Terjadinya masalah di Cina dimana terjadi beberapa
perang terkait persoalan narkotika yang perang itu dikenal sebagai Perang
Anglo-Cina. Jadi sekitar abad XVII – XVIII inilah persoalan narkotika ini telah
menanjak pada sebuah tingkatan baru yang cukup serius, yaitu terjadinya
perkembangan dan peperangan disekitarnya
2.3. Dampak Narkotika
2.3.1.
Terhadap Fisik[10]
1) Gangguan pada system
syaraf (neurelogis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran,
kerusakan syaraf tepi. 28
2) Gangguan pada jantung
dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung,
gangguan peredaran darah.
3) Gangguan pada kulit
(dermatologis) seperti: penaanan(abses), alergi,eksim
4) Gangguan pada
paru-paru pumoner seperti penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas,
pengerasan jaringan paru-paru.
5) Sering sakit kepala,
mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan
sulit tidur.
6) Dampak terhadap
kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin seperti penurunan fungsi
hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi
seksual.
7) Dampak terhadap
kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan priode
menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid).
8) Bagi pengguna narkoba
melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntuik secara bergantian,
risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga
saat ini belum ada obatnya.
9) Penyalahgunaan narkoba
bisa berakibat fatal ketika terjadi overdosis yaitu konsumsi narkoba melebihi
kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa meneyebabkan kematian.
2.3.2.
Dampak Kerohanian[11]
1. Sering lupa berdoa
2. Kurang dalam mengikuti ibadah
3. Jarang membaca Alkitab
4. Kurang dan bahkan hamper tidak mempercayai Tuhan
2.3.3.
Dampak Sosial[12]
1)
Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang
dan gelisah.
2)
Hilang kepercayaan diri, apatis,
pengkhayal, penuh curiga.
3)
Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku
yang brutal.
4)
Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan
tertekan.
5)
Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak
aman.
6)
Gangguan mental, anti-sosial dan asusila,
dikucilkan oleh lingkungan.
7)
Merepotkan dan menjadi beban keluarga.
8)
Pendidikan menjadi terganggu, masa depan
suram.
2.4. Rehabilitasi sebagai Metode
Setiap orang dengan penggunaan Narkoba, baik itu
pecandu, penyalah guna atau korban penyalahgunaan Narkoba memiliki
karakteristik, masalah dan kebutuhan terapi dan rehabilitasi yang berbeda-beda.
Karenanya layanan terapi dan rehabilitasi diharapkan dapat menawarkan berbagai
komponen dasar jejaring layanan lain yang disesuaikan dengan kebutuhan
individual. Secara umum ada pengelompokkan 6 (enam) sub-populasi dari populasi
yang menggunakan Narkoba, dimana masing-masing membutuhkan kebutuhan layanan
yang berbeda dan mencari keluaran yang berbeda. Oleh karena itu kategorisasi
sub-populasi ini perlu dipertimbangkan dalam proses asesmen, penyusunan rencana
terapi dan penyediaan layanan. Keenam subpopulasi tersebut adalah[13]:
1) Pengguna Narkoba yang tidak mengalami
ketergantungan (Non-dependent drug users)
Adalah individu yang mengalami masalah berkaitan dengan penggunaan Narkobanya
tetapi tidak memenuhi kriteria ketergantungan. Dalam kelompok ini termasuk
pengguna usia muda (anak remaja) yang memulai menggunakan Narkoba beberapa
waktu belakangan ini. Banyak pengguna pada kelompok ini menggunakan secara
rekresional dan tidak berfikir bahwa itu merupakan suatu masalah, apalagi
berfikir untuk mencari pertolongan perawatan. Namun demikian perilaku mereka
beresiko untuk penggunaan yang lebih serius, sehingga secara ideal individu
pada kelompok ini memerlukan layanan intervensi dan deteksi ini.
2) Pengguna Narkoba dengan cara suntik (injection drug users) Umumnya memiliki
pola penggunaan ketergantungan dan mengalami dampak buruk berkaitan dengan
pengguna narkobanya, seperti tertular HIV dan atau Hepatitis. Mereka ini
umumnya memerlukan layanan penjangkauan yang ditujukan untuk mengurangi
konsekuensi buruk pada kesehatannya dan juga memerlukan layanan terapi dan
rehabilitasi yang terstruktur sesuai kondisi dan kebutuhannya.
3) Pecandu (dependent
drug users) Biasanya membutuhkan layanan terapi dan rehabilitasi yang
spesifik, bersifat sensitif dan atau residensial, serta layanan pascarehabilitasi
(after care support) bersamaan dengan layanan sosial lainyya untuk mengatasi
masalah yang ada, seperti layanan perumahan, pekerjaan dan pelatihan
keterampilan.
4) Pengguna narkoba yang terintoksikasi secara akut
(acutely intoxicated drug users) Memiliki risiko mobirditas (penyakit) dan
mortalitas (kematoan) yamg tinggi terkait dengan pola penggunaannya yang
bersifat impulsif, atau berkait dengan efek samping zat yang digunakan, atau
overdosis zat. Kondisi intoksikasi akut bisa bersifat independen, tidak selalu
terkait dengan kondisi ketergantungannya. Sehingga umumnya layanan intoksikasi
akut berada pada unit gawat darurat, dan tidak selalu tersedia pada layanan
terapi dan rehabilitasi.
5) Pengguna Narkoba dalam kondisi gejala putus zat (drug users in withdrawal) Akan
mengalami tanda dan gejala putus zat dengan efek fisiologis yang dapat diamati,
maupun efek somatik yang bersifat subyektif (rasa nyei, gangguan tidur dan rasa
cemas). Dalam kondisi seperti ini individu tersebut mungkin memerlukan
perhatian medis dan manajemn putus zat
yang terencana, baik melalui perawatan residensial maupun rawat jalan,
tergantung kebutuhan.
6) Pengguna Narkoba dalam masa pemulihan (drug users in recovery) Adalah mereka
yang telah berada dalam kondisi abstinensia dari jenis zat utama (atau beberap
jenis zat) pada umumnya telah melalui priode terapi dan rehabilitasi. Mereka
mungkin saja memerlukan layanan lain yang dapat membatu mempertahankan
pemulihannyaa, seperti pelatihan vokasional, program pascarehabilitasi, program
bantu-diri
2.5. Prinsip Melakukan Rehabilitasi[14]
Prinsip dalam penyelenggaraan rehabilitasi bagi korban
penyelahgunaan narkoba dan pecandu narkoba, mengacu pada rumusan WHO, yang
harus berepedoman pada beberapa prinsip yaitu:
1) Ketersediaan akses layanan yang terjangkau
2) Melakukan skrining, asesmen, diagnosis dan rencana terapi
3) Menyediakan informasi tentang layanan yang berbasis bukti
4) Memenuhi layanan rehabilitasi yang berdasar hak asasi manusia dan
bermartabatat
5) Menyediakan layanan yang berorientasi kepada kelompok khusus
6) Penyelenggraan terapi rehabilitasi harus berkoordinasi dengan sistem
peradilan hukum pidana
7) Mengikutsertakan partisipasi masyarakat dan berorientasi kepada klien
8) Melaksanakan Clinical Governance
dalam layanan rehabilitasi dan
9) Membangun sistem rehabilitasi dengan menyusun kebijakan, rencana
strategi dan berkoordinasi dalam penyelenggaraan layanan
2.6. Perencanaan Aksi Pastoral
Nama : R.H.S
Usia : 29 tahun
Waktu : 26 September 2019, pkl 14.00 wib
Tempat
: IPWL Rehabilitasi LRPPN
Bhayangkara Indonesia, Jl.Budi Luhur No.8c, Seisikambing,Medan Helvetia. Medan,
Sumatera Utara.
III.
AKSI PASTORAL
3.1. Langkah-Langkah Aksi Pastoral
1.
Merumuskan Masalah
Melalui data wawancara yang peneliti
dapatkan, maka peneliti akan memaparkan hasil wawancara berikut:
Yang menjadi faktor penyebab penggunaan
narkoba adalah:
1. Hubungan keluarga yang kurang harmonis
dan menghasilkan depresi atau kekecewaan.
2. Adanya gangguan kejiwaan dan butuh
napza untuk menenangkan diri.
3. Sekedar coba-coba dan memiliki akses
untuk mendapatkan narkoba
4. Bergaul dengan para pengguna dan
pecandu narkoba.
Sedangkan yang menjadi dampaknya adalah:
1.
Ketergantugan.
2.
Merusak tubuh dan kejiwaan seseorang.
3.
Merusak hubungan dengan keluarga.
4.
Kehilangan pekerjaan serta menghancurkan masa depan dan cita-cita.
Serta keadaan diri dalam memasuki
rehabilitasi adalah:
1. Kadang
merasa bosan
2. Sering
rindu orangtua
3. Semakin
menyadari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan
3.2. Mengatasi Masalah :
1.
Upaya untuk menolong konseli
a. Tim melakukan pastoral dengan berkonsentrasi pada
penerimaan konseli kepada TIM dengan cara TIM menceritakan perbuatan-perbuatan
nakal yang TIM lakukan di dalam hidup masing-masing TIM dan menceritakan titik
pertobatan.
b. TIM selalu mengajak berdoa bersama dan meminta konseli
untuk membawa Doa
c. TIM bersama mendoakan konseli ketika pelaksanaan pastoral
selesai
d. TIM memberikan motivasi-motivasi serta pengajaran
Alkitab kepada Konseli dalam menghadapi persoalan yang sedang konseli hadapi.
2.
Anjuran konselor terhadap konseli
a. Giat dalam membaca Alkitab
b. Rajin beribadah atapun berdoa
c. Selalu menghubungi keluarga
d. Mau berkomunikasi dengan orang-orang sekitar
e. Menentukan dan menciptakan ataupun membangkitkan mimpi
ataupun cita-cita yang dahulu
f. Mau memaafkan orang-orang yang telah berbuat salah
kepada konseli
g. Mau memanfaatkan waktu yang ada dengan
kegiatan-kegiatan untuk menambah ilmu pengetahuan
h. Mau memaafkan diri sendiri
3.3. Alat Ukur Dampak Pastoral
1.
Hasil Alat Ukur
: Sebelum dan Sesudah
NO |
Keterangan |
Hasil Observasi/ Pengembangan Diri
Pasien |
1 |
peserta
sebelum pembinaan pastoral dimulai |
Kegiatan
yang ia lakukan sebelum pembinaan rohani dimulai yaitu konseli kurang aktif
dalam berkomunikasi, ataupun sering diam. Konseli juga cukup sulit untuk
berbaur dengan orang-orang yang ada dalam rehabilitasi. Hal ini juga menjadi
kesulitan bagi para petugas yang berada didalam rehabilitasi |
2 |
Pelaksanaan kegiatan Pastoral |
Saat pelaksanaan
pembinaan rohani konseli mulai menunjukkan sedikit perkembangan, yaitu mulai
menceritakan masa lalu konseli serta keterbukaan yang cukup diharapkan dari
Tim. |
3 |
peserta setelah Pastoral |
Konseli
menunjukkan peningkatan-peningkatan dalam bersosial melalui laporan petugas,
dan dari hal ini juga didapatkan bahwa konseli kurang mendapat kecocokan
dengan para petugas pendamping. Sehingga menjadi pemahaman baru bagi kami TIM
dan juga petugas IPWL Rehabilitasi. |
2.
Diagram Perubahan Bertahap Dalam
Pendampingan
IV.
REFLEKSI TEOLOGI
Alkitab
menjelaskan di dalam Gal. 5:20-21 tentang perbuatan daging yang merupakan
tabiat berdosa, dimana terdapat kata sihir (yun: pharmakeia) yaitu: ilmu sihir,
spiritisme, menyembah setan dan penggunaan obat bius untuk memperoleh
pengalaman-pengalaman rohani (Kel. 7:11, 22; 8:18; Why. 9:21, 18:23). Artinya
penggunaan obat bius seringkali dilakukan untuk merasakan spiritualitas yang
keliru dan ini merupakan kekejian bagi Tuhan sebab orang yang tersihir atau
sugesti oleh Narkoba akan selalu melakukan hal yang tidak baik dan benar,
sehingga sekali orang mencoba narkotika dan psikotropika maka ia bisa dikatakan
telah terikat dengan praktek okultisme atau kuasa gelap, sehingga sulit untuk
dilepaskan. Selain itu kata pesta pora (yun: komos), yaitu berpesta dan bersukaria
secara berlebihan, suasana pesta pora yang identik dengan minuman keras, obat
bius (Napza), acara seks dan semacamnya. Hal ini juga merupakan kekejian di
hadapan Tuhan, maka penggunaan narkotika baik untuk hal-hal spiritual maupun
kesenangan itu merupakan tabiat berdosa, dan akan mengikat jiwa seseorang.
Narkoba juga mampu membuat orang tidak mampu mengendalikan diri mereka dan
selalu bersikap tidak benar karena kehilangan akal serta bertentangan dengan
ajaran Alkitab (Mzm. 107:27), oleh karena itu Firman Tuhan senantiasa
menjelaskan dan mengajar agar manusia mampu menguasai diri agar tidak mabuk
yang berlebihan dan menimbulkan hawa nafsu daging (Ef. 5:18). Bahkan jelas
dalam Alkitab juga dikatakan bahwa pemabuk tidak dapat tempat dalam Kerajaan Allah
(1 Kor. 6:10).
Alkitab
memberikan peringatan terhadap bahaya penggunaan Narkoba. Seringkali mereka
yang menggunakan narkoba, adalah akibat dari salah bergaul dalam suatu
komunitas yang tidak baik, maka Alkitab menjelaskan bahwa pentingnya seseorang
untuk waspada dalam memilih komunitas ia berada agar tidak terjebak, sebab
pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik (1 Kor. 15:33). Dalam Gal.
5:21, kata kemabukan (yun: methe) akan menghasilkan kerusakan penguasaan mental
atau fisik dengan minuman keras. Maka sebagai orang percaya tidak seharusnya
hidup dikuasai oleh minuman keras yang memabukan dan merusak tubuh. Tubuh orang
percaya adalah tempat kediaman Roh Allah atau disebut juga Bait Allah, maka
harus dijaga dan dipelihara dengan seksama jangan sampai ada pencemaran dalam
bentuk apapun (1 Kor. 3:16). Alkitab juga mengajar bahwa orang percaya harus
“meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup
bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini" (Titus 2:12).
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan
Persoalan Narkoba merupakan
persoalan serius yang dihadapi oleh kaum muda. Berhadapan dengan kenyataan ini,
Gereja atau para agen pastoral hendaknya peka untuk menyelesaikan persoalan ini
dengan melakukan tindakan yang konkrit. Tindakan harus mencegah dan
memulihkan kaum muda yang terperosok ke dalam Narkoba untuk kembali ke jalan
yang “benar”. Para agen pastoral hendaknya berani menanamkan
keutamaan-keutamaan kristiani dalam diri kaum muda agar kaum muda tetap menyadari
identitas mereka sebagai pengikut Kristus. Segala kegiatan pembinaan
selalu mengarahkan kaum muda untuk bisa mengontrol diri untuk tidak menggunakan
Narkoba.
Akhirnya, kelompok penulis juga mengakui
bahwa membina kaum muda tidaklah mudah. Usaha pastoral yang menawarkan hal-hal
rohani-Ilahi, seringkali dibantai habis-habisan oleh hal-hal yang duniawi
(jasmani). Kaum muda lebih suka mengikuti kegiatan-kegiatan yang ditawarkan
oleh dunia dari pada mengikuti kegiatan rohani yang ditawarkan oleh Gereja. Ini
adalah sebuah tantangan yang membutuhkan strategi khusus dalam penanganannya.
Para agen pastoral harus pandai menggunakan strategi yang menarik perhatian
kaum muda seraya mengikutsertkan hal-hal yang bersifat Rohani. Pembinaan kaum
muda harus tetap terarah pada keserupaan dengan Kristus sebagai sang
penyelamat.
2.
Saran
Faktor yang menyebabkan mereka menjadi pengguna secara
khusus adalah karena pondasi jiwa yang rapuh sehingga berdampak buruk pada raga
dan status hidup bahkan masa depan. Oleh karena itu sesungguhnya korban dapat
diatasi apabila adanya sikap yang berlandaskan Alkitab saja bagi orang percaya
untuk mau mengulurkan tangan dan membantu para korban napza agar mereka dapat
pulih. Dengan demikian, sebagai orang percaya sebaiknya mau turun tangan untuk
menolong para korban narkoba dan tidak menilai buruk hidup mereka, menghakimi
bahkan menganggap mereka sebagai sampah atau racun masyarakat, tetapi dengan
kasih melayani, karena mereka adalah korban yang terjebak dalam situasi yang
belum tentu mereka inginkan.
VI.
Daftar Pustaka
1.
Sumber Buku
Adi
Kusno, Diversi
Sebagai Upaya Alternative Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, Malang: Umm Press, 2009
Martono Lydia Harlina dan Satya Joewana, Peran Orang Tua dalam Mencegah dan
Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba, Jakarta : Balai Pustaka, 2008
Murti Hari, Bahaya
Narkoba. Medan : CV Mitra,2017
Pasal
1 angka 1 Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Taufik
Moh. Makarao,Suhasril, dan Moh. Zakky A.S., Tindak
Pidana Narkotika, Jakarta:Ghalia Indonesia,2003
Utami Diah Setia, Standar
Pelayanan Rehabilitasi Bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkoba.
Jakarta: Badan Narkotika Nasional,2016
2.
Sumber Wawancara
Wawancara dengan Ibu Baritawati L.S.
Nainggolan ( Pendamping Psikolog Pasien) Pada Sabtu, 26 September 2020, Pukul
13.29 di IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia , Jl.Budi Luhur No.8c,
Seisikambing,Medan Helvetia. Medan, Sumatera Utara
Wawancara dengan Ibu Rizka Novita,
Am.Keb, SST, M.kes (Pimpinan IPWL Rehabilitasi) Pada Sabtu, 26 September 2020,
Pukul 13.29 di IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia , Jl.Budi Luhur
No.8c, Seisikambing,Medan Helvetia. Medan, Sumatera Utara
Wawancara dengan Sdr. R.H.S ( Pasien) Pada Sabtu, 26 September 2020,
Pukul 13.29 di IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia , Jl.Budi Luhur
No.8c, Seisikambing,Medan Helvetia. Medan, Sumatera Utara
Yulia Rena, Viktimologi, Yogyakarta: Graha ilmu, 2002
[1] Wawancara dengan Ibu Baritawati
L.S. Nainggolan ( Pendamping Psikolog Pasien) Pada Sabtu, 26 September 2020,
Pukul 13.29 di IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia , Jl.Budi Luhur
No.8c, Seisikambing,Medan Helvetia. Medan, Sumatera Utara
[2] Pasal
1 angka 1 Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
[3] Kusno
Adi, Diversi Sebagai Upaya Alternative
Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, (Malang: Umm Press,
2009), 3
[4]
Moh. Taufik Makarao,Suhasril, dan Moh. Zakky A.S., Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta:Ghalia Indonesia,2003).74-75.
[5] Rena Yulia, Viktimologi,
(Yogyakarta: Graha ilmu, 2002), 53-54.
[6] Hari Murti. Bahaya
Narkoba. (Medan : CV Mitra,2017), 6.
[7] Lydia Harlina Martono dan Satya Joewana, Peran Orang Tua dalam Mencegah dan Menanggulangi
Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), 1.
[8] Lydia Harlina Martono dan Satya
Joewana, Peran Orang Tua dalam Mencegah
dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba, 2
[9] Ibid,2
[10]
Wawancara dengan Ibu Baritawati L.S. Nainggolan (
Pendamping Psikolog Pasien) Pada Sabtu, 26 September 2020, Pukul 13.29 di IPWL
Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia , Jl.Budi Luhur No.8c,
Seisikambing,Medan Helvetia. Medan, Sumatera Utara
[11] Wawancara dengan Sdr. R.H.S ( Pasien) Pada Sabtu, 26 September 2020, Pukul
13.29 di IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia , Jl.Budi Luhur No.8c,
Seisikambing,Medan Helvetia. Medan, Sumatera Utara
[12] Wawancara dengan Sdr. R.H.S ( Pasien) Pada Sabtu, 26 September 2020, Pukul
13.29 di IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia , Jl.Budi Luhur No.8c,
Seisikambing,Medan Helvetia. Medan, Sumatera Utara
[13] Diah Setia Utami. Standar
Pelayanan Rehabilitasi Bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkoba.
(Jakarta: Badan Narkotika Nasional,2016), 9
[14] Wawancara dengan Ibu Rizka Novita,
Am.Keb, SST, M.kes
(Pimpinan IPWL
Rehabilitasi) Pada Sabtu, 26 September 2020, Pukul 13.29 di IPWL Rehabilitasi
LRPPN Bhayangkara Indonesia , Jl.Budi Luhur No.8c, Seisikambing,Medan Helvetia.
Medan, Sumatera Utara
Tags :
BPPPWG MENARA KRISTEN
KOMITMEN DALAM MELAYANI
PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
- ORA ET LABORA
- : Pdt Hendra C Manullang
- : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
- : crisvinh@gmail.com
- : menarakristen@gmail.com
Post a Comment