-->

sosial media

Friday, 27 August 2021

KAUM MUDA KRISTEN DAN NARKOTIKA (Studi Pastoral terhadap Kaum muda Kristen yang ketergantungan Narkotika dan Rehabilitasi sebagai Metode Pelepasan Diri terhadap Narkotika)

 

 

I.            PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini penyalahgunaan narkotika telah merambah terhadap generasi muda khususnya pemuda kristen. Penyebaran narkotika menjadi sangat mudah pada anak karena anak sudah mulai mencoba-coba menghisap rokok. Pada awalnya mereka yang mengkonsumsi rokok diawali dengan diperkenalan oleh orang-orang sekitar. Setelah itu mereka kencanduan oleh rokok dan mencoba menggunakan narkoba. Tidak jarang pengedar narkotika menyisipkan zat-zat adiktif kepada lintingan tembakaunya. Awalnya mereka memberikan cuma-cuma setelah mereka kecanduan baru mereka memasang harga.

IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia adalah pusat rehabilitasi terpadu dibawahi oleh Kementrian Sosial, berikut susunan organisasi IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia[1]:

Penanggung Jawab     : dr. Adhayani Lubis, Sp. Kj. Mkm

Pimpinan Lembaga     : Rizka Novita, Am.Keb, SST, M.kes

Kepala Administrasi   : Budi Sukma

Program Manager                    :Erwin Sanjaya

Bendahara                               :Nita Apriyani Naipospos, S.Hi

Konselor                                  :Hardianta Ginting M. Mahadi Tanjung

Kepala Religi                          :Ustadz Rambe

Kepala Dokter/Perawat           : Afriza, Amd.Keb

Komandan Regu Security       : Yudi Irawan

Badan ini memberikan pelayanan, perawatan, rehabilitasi sosial , yang meliputi pembinan fisik, mental, sosial; merubah sikap dan tingkah laku; resosialisasi dan pembinaan lanjut, agar mampu dan berperan aktif dan positif dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

 

1.2.Identifikasi Masalah

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang.[2] Pada awalnya narkotika hanya digunakan sebagai alat bagi ritual keagamaan dan di samping itu juga digunakan untuk pengobatan, adapun jenis narkotika pertama yang digunakan pada mulanya adalah candu atau lazim disebut sebagai madat atau opium.[3]Dalam dunia kedokteran, Narkotika banyak digunakan khususnya dalam pembiusan sebelum pasien dioperasi mengingat di dalam narkotika terdapat zat yang dapat mempengaruhi perasaan, pikiran serta kesadaran pasien. Namun dengan berkembangnya zaman dan semakin canggihnya tekhnologi, narkoba yang semula hanya digunakan oleh dokter untuk pembiusan digunakan untuk hal-hal yang negatif. Mereka yang menggunakan narkoba mulai menjadi pecandu dan sulit terlepas dari ketergantungannya.

Pecandu pada dasarnya adalah merupakan korban penyalahgunaan tindak pidana narkotika yang melanggar peraturan pemerintah, dan mereka itu semua merupakan warga Negara Indonesia yang diharapkan dapat membangun negeri ini dari keterpurukan di segala bidang.[4]

Berdasarkan tipologi korban yang diidentifikasi menurut keadaan dan status korban, yaitu:

a.       Unrelated victims,

yaitu korban yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pelaku dan menjadi korban karena memang potensial.

b.       Provocative victims,

yaitu seseorang atau korban yang disebabkan peranan korban untuk memicu terjadinya kejahatan.

c.       Participating victims, yaitu seseorang yang tidak berbuat, akan tetapi dengan sikapnya justru mendorong dirinya menjadi korban

d.      Biologically weak victims,

yaitu mereka yang secara fisik memiliki kelemahan yang menyebabkan ia menjadi korban.

e.       Socially weak victims,

yaitu mereka yang memiliki kedudukan sosial yang lemah yang menyebabkan ia menjadi korban.

f.        Self victimizing victims,

yaitu mereka yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri.[5]

1.3. Pembatas Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi Pembatasan permasalahan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah latar belakang kaum muda Kristen menjadi pecandu narkotika?

b. Bagaimana dampak yang dirasakan para pecandu narkotika?

c. Bagaimana hambatan dalam penerapan rehabilitasi terhadap pecandu narkotika?


1.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi.

1.      Wawancara

Wawancara merupakan satu metode penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi langsung dari informan. Dalam melakukan wawancara ini, peneliti menyiapkan daftar pertanyaan agar isu yang akan digali tidak keluar dari konteks .Wawancara dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka dan terstruktur yang telah disusun dalam pedoman wawancara dengan alat bantu berupa alat perekam (camera) dan catatan.

 

2.      Observasi

Pengertian Observasi adalah proses mengamati tingkah dalam suatu situasi tertentu. Situasi yang dimaksud dapat berupa situasi sebenarnya atau alamiah. Adapun yang peneliti lakukan dalam observasi ini adalah melihat fasilitas yang disediakan untuk pasien

 

II.            DESKRIPSI MASALAH

2.1. Pengertian Narkoba[6]

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat atau bahan berbahaya. Selain narkoba istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, zat adiktif.1 Semua istilah itu baik narkoba ataupun napza mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya memiliki resiko kecanduan bagi penggunanya. Salah satu kenyataan dampak dari era globalisasi semisal semakin terbuka dan transparannya transformasi adalah pembiasaan dan kebiasaan mengadopsi atau taklid (ikut-ikutan) terhadap budaya dan perilaku demoralisasi suatu kelompok manusia. Tak terkecuali mengenai narkoba misalnya; Narkotika dan obat-obatan berbahaya atau diistilahkan juga dengan Narkotika dan obat-obatan terlarang, yang peredaran gelap dan penyalahgunaannya semakin tumbuh dan berkembang saat ini.[7]

Pengertian Narkotika dapat ditilik dari setidaknya dua perspektif, yaitu menurut bahasa dan menurut hukum. Menurut bahasa, narkotika adalah obat untuk menenangkan saraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk, atau merangsang. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (menurut hukum) yang disebut narkotika adalah Narkotika dalam pasal (1) angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.[8]

 

2.2. Sejarah Narkoba[9]

Melalui buku-buku, internet, dan pembicaraan sehari hari, kita bisa menelusuri sejarah asal mula narkotika sampai sekitar 2000 tahun Sebelum masehi. Terkabarkan bahwa sekitar 2000 tahun sebelum masehi tersebut, terdapatlah sejenis tumbuhan yang bernama opium. Dalam ranah ilmiah tumbuhtumbuhan, bunga ini diberi nama ilmiah sebagai papavor samnifertium. Bunga ini tumbuh di ketinggian sekitar 500meter diatas permukaan laut disebuah daerah yang bernama Sumeria. Bunga ini memiliki sari yang bisa diolah sebagai obatpenghilang rasa sakit, mengatasi masalah sulit tidur, bius untuk melumpuhkan hewan buruan, bumbu masakan, dan lainnya.

Penggunaan sari bunga untuk keperluan tersebut telah dikenal sejak sekitar 50.000 tahun yang lalu oleh bangsa sumeria. Sebagaimana sifat dari tumbuh-tumbuhan, ia akan tumbuh dimana saja yang memiliki keadaan iklim dan tempat yang sesuai. Maka, wilayah tempat bertumbuhnya spesies ini kemudian merambah keluar Sumeria yang menurut catatan sejarah salah satu tempat perkembangbiakkannya adalah di Cina. Kemudian di daratan Asia, khususnya cina, rupanya memiliki iklim yang sangat baik bagi pertumbuhan bunga opium ini. Maka sekitar abad XVII - XVIII, persoalan bunga opium ini telah menanjak pada satu tataran baru yang signifikan, yang bersifat positif dan negatif. Pada sekitar abad XVII –XVIII ini, terjadi dua kejadian besar terkait dengan bunga opium ini, yaitu :

a. Adanya temuan-temuan baru seputar penggunaan bunga opium untuk keperluan medis di Eropa.

b. Terjadinya masalah di Cina dimana terjadi beberapa perang terkait persoalan narkotika yang perang itu dikenal sebagai Perang Anglo-Cina. Jadi sekitar abad XVII – XVIII inilah persoalan narkotika ini telah menanjak pada sebuah tingkatan baru yang cukup serius, yaitu terjadinya perkembangan dan peperangan disekitarnya

 

2.3. Dampak  Narkotika

2.3.1.       Terhadap Fisik[10]

1) Gangguan pada system syaraf (neurelogis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi. 28

2) Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah.

3) Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penaanan(abses), alergi,eksim

4) Gangguan pada paru-paru pumoner seperti penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.

5) Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.

6) Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin seperti penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual.

7) Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan priode menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid).

8) Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntuik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya.

9) Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi overdosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa meneyebabkan kematian.

 

2.3.2.       Dampak  Kerohanian[11]

1.      Sering lupa berdoa

2.      Kurang dalam mengikuti ibadah

3.      Jarang membaca Alkitab

4.      Kurang dan bahkan hamper tidak mempercayai Tuhan

 

2.3.3.       Dampak Sosial[12]

1)      Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah.

2)      Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga.

3)      Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal.

4)      Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan.

5)      Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman.

6)      Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan.

7)      Merepotkan dan menjadi beban keluarga.

8)      Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram.

 

2.4. Rehabilitasi sebagai Metode

Setiap orang dengan penggunaan Narkoba, baik itu pecandu, penyalah guna atau korban penyalahgunaan Narkoba memiliki karakteristik, masalah dan kebutuhan terapi dan rehabilitasi yang berbeda-beda. Karenanya layanan terapi dan rehabilitasi diharapkan dapat menawarkan berbagai komponen dasar jejaring layanan lain yang disesuaikan dengan kebutuhan individual. Secara umum ada pengelompokkan 6 (enam) sub-populasi dari populasi yang menggunakan Narkoba, dimana masing-masing membutuhkan kebutuhan layanan yang berbeda dan mencari keluaran yang berbeda. Oleh karena itu kategorisasi sub-populasi ini perlu dipertimbangkan dalam proses asesmen, penyusunan rencana terapi dan penyediaan layanan. Keenam subpopulasi tersebut adalah[13]:

1) Pengguna Narkoba yang tidak mengalami ketergantungan (Non-dependent drug users) Adalah individu yang mengalami masalah berkaitan dengan penggunaan Narkobanya tetapi tidak memenuhi kriteria ketergantungan. Dalam kelompok ini termasuk pengguna usia muda (anak remaja) yang memulai menggunakan Narkoba beberapa waktu belakangan ini. Banyak pengguna pada kelompok ini menggunakan secara rekresional dan tidak berfikir bahwa itu merupakan suatu masalah, apalagi berfikir untuk mencari pertolongan perawatan. Namun demikian perilaku mereka beresiko untuk penggunaan yang lebih serius, sehingga secara ideal individu pada kelompok ini memerlukan layanan intervensi dan deteksi ini.

2) Pengguna Narkoba dengan cara suntik (injection drug users) Umumnya memiliki pola penggunaan ketergantungan dan mengalami dampak buruk berkaitan dengan pengguna narkobanya, seperti tertular HIV dan atau Hepatitis. Mereka ini umumnya memerlukan layanan penjangkauan yang ditujukan untuk mengurangi konsekuensi buruk pada kesehatannya dan juga memerlukan layanan terapi dan rehabilitasi yang terstruktur sesuai kondisi dan kebutuhannya.

3) Pecandu (dependent drug users) Biasanya membutuhkan layanan terapi dan rehabilitasi yang spesifik, bersifat sensitif dan atau residensial, serta layanan pascarehabilitasi (after care support) bersamaan dengan layanan sosial lainyya untuk mengatasi masalah yang ada, seperti layanan perumahan, pekerjaan dan pelatihan keterampilan.

4) Pengguna narkoba yang terintoksikasi secara akut (acutely intoxicated drug users) Memiliki risiko mobirditas (penyakit) dan mortalitas (kematoan) yamg tinggi terkait dengan pola penggunaannya yang bersifat impulsif, atau berkait dengan efek samping zat yang digunakan, atau overdosis zat. Kondisi intoksikasi akut bisa bersifat independen, tidak selalu terkait dengan kondisi ketergantungannya. Sehingga umumnya layanan intoksikasi akut berada pada unit gawat darurat, dan tidak selalu tersedia pada layanan terapi dan rehabilitasi.

5) Pengguna Narkoba dalam kondisi gejala putus zat (drug users in withdrawal) Akan mengalami tanda dan gejala putus zat dengan efek fisiologis yang dapat diamati, maupun efek somatik yang bersifat subyektif (rasa nyei, gangguan tidur dan rasa cemas). Dalam kondisi seperti ini individu tersebut mungkin memerlukan perhatian medis dan manajemn putus zat  yang terencana, baik melalui perawatan residensial maupun rawat jalan, tergantung kebutuhan.

6) Pengguna Narkoba dalam masa pemulihan (drug users in recovery) Adalah mereka yang telah berada dalam kondisi abstinensia dari jenis zat utama (atau beberap jenis zat) pada umumnya telah melalui priode terapi dan rehabilitasi. Mereka mungkin saja memerlukan layanan lain yang dapat membatu mempertahankan pemulihannyaa, seperti pelatihan vokasional, program pascarehabilitasi, program bantu-diri

 

2.5. Prinsip Melakukan Rehabilitasi[14]

Prinsip dalam penyelenggaraan rehabilitasi bagi korban penyelahgunaan narkoba dan pecandu narkoba, mengacu pada rumusan WHO, yang harus berepedoman pada beberapa prinsip yaitu:

1) Ketersediaan akses layanan yang terjangkau

2) Melakukan skrining, asesmen, diagnosis dan rencana terapi

3) Menyediakan informasi tentang layanan yang berbasis bukti

4) Memenuhi layanan rehabilitasi yang berdasar hak asasi manusia dan bermartabatat

5) Menyediakan layanan yang berorientasi kepada kelompok khusus

6) Penyelenggraan terapi rehabilitasi harus berkoordinasi dengan sistem peradilan hukum pidana

7) Mengikutsertakan partisipasi masyarakat dan berorientasi kepada klien

8) Melaksanakan Clinical Governance dalam layanan rehabilitasi dan

9) Membangun sistem rehabilitasi dengan menyusun kebijakan, rencana strategi dan berkoordinasi dalam penyelenggaraan layanan

2.6. Perencanaan Aksi Pastoral

Nama               : R.H.S

Usia                 : 29 tahun

Waktu             : 26 September 2019, pkl 14.00 wib

Tempat            : IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia, Jl.Budi Luhur No.8c, Seisikambing,Medan Helvetia. Medan, Sumatera Utara.

 

III.            AKSI PASTORAL

3.1. Langkah-Langkah Aksi Pastoral

                                          1.            Merumuskan Masalah

Melalui data wawancara yang peneliti dapatkan, maka peneliti akan memaparkan hasil wawancara berikut:

Yang menjadi faktor penyebab penggunaan narkoba adalah:

1. Hubungan keluarga yang kurang harmonis dan menghasilkan depresi atau kekecewaan.

2. Adanya gangguan kejiwaan dan butuh napza untuk menenangkan diri.

3. Sekedar coba-coba dan memiliki akses untuk mendapatkan narkoba

4. Bergaul dengan para pengguna dan pecandu narkoba.

Sedangkan yang menjadi dampaknya adalah:

1. Ketergantugan.

2. Merusak tubuh dan kejiwaan seseorang.

3. Merusak hubungan dengan keluarga.

4. Kehilangan pekerjaan serta menghancurkan masa depan dan cita-cita.

            Serta keadaan diri dalam memasuki rehabilitasi adalah:

1.      Kadang merasa bosan

2.      Sering rindu orangtua

3.      Semakin menyadari kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan

 

3.2. Mengatasi Masalah :

                                             1.            Upaya untuk menolong konseli

a.       Tim melakukan pastoral dengan berkonsentrasi pada penerimaan konseli kepada TIM dengan cara TIM menceritakan perbuatan-perbuatan nakal yang TIM lakukan di dalam hidup masing-masing TIM dan menceritakan titik pertobatan.

b.      TIM selalu mengajak berdoa bersama dan meminta konseli untuk membawa Doa

c.       TIM bersama mendoakan konseli ketika pelaksanaan pastoral selesai

d.      TIM memberikan motivasi-motivasi serta pengajaran Alkitab kepada Konseli dalam menghadapi persoalan yang sedang konseli hadapi.

 

                                             2.            Anjuran konselor terhadap konseli

a.       Giat dalam membaca Alkitab

b.      Rajin beribadah atapun berdoa

c.       Selalu menghubungi keluarga

d.      Mau berkomunikasi dengan orang-orang sekitar

e.       Menentukan dan menciptakan ataupun membangkitkan mimpi ataupun cita-cita yang dahulu

f.       Mau memaafkan orang-orang yang telah berbuat salah kepada konseli

g.      Mau memanfaatkan waktu yang ada dengan kegiatan-kegiatan untuk menambah ilmu pengetahuan

h.      Mau memaafkan diri sendiri

 

3.3. Alat Ukur Dampak Pastoral

                                          1.            Hasil Alat Ukur  : Sebelum dan Sesudah

 

NO

Keterangan

Hasil Observasi/ Pengembangan Diri Pasien

1

peserta sebelum pembinaan pastoral dimulai

Kegiatan yang ia lakukan sebelum pembinaan rohani dimulai yaitu konseli kurang aktif dalam berkomunikasi, ataupun sering diam. Konseli juga cukup sulit untuk berbaur dengan orang-orang yang ada dalam rehabilitasi. Hal ini juga menjadi kesulitan bagi para petugas yang berada didalam rehabilitasi

2

Pelaksanaan kegiatan Pastoral

Saat pelaksanaan pembinaan rohani konseli mulai menunjukkan sedikit perkembangan, yaitu mulai menceritakan masa lalu konseli serta keterbukaan yang cukup diharapkan dari Tim.

3

peserta setelah Pastoral

Konseli menunjukkan peningkatan-peningkatan dalam bersosial melalui laporan petugas, dan dari hal ini juga didapatkan bahwa konseli kurang mendapat kecocokan dengan para petugas pendamping. Sehingga menjadi pemahaman baru bagi kami TIM dan juga petugas IPWL Rehabilitasi.

 

                                          2.            Diagram Perubahan Bertahap Dalam Pendampingan


IV.            REFLEKSI TEOLOGI

Alkitab menjelaskan di dalam Gal. 5:20-21 tentang perbuatan daging yang merupakan tabiat berdosa, dimana terdapat kata sihir (yun: pharmakeia) yaitu: ilmu sihir, spiritisme, menyembah setan dan penggunaan obat bius untuk memperoleh pengalaman-pengalaman rohani (Kel. 7:11, 22; 8:18; Why. 9:21, 18:23). Artinya penggunaan obat bius seringkali dilakukan untuk merasakan spiritualitas yang keliru dan ini merupakan kekejian bagi Tuhan sebab orang yang tersihir atau sugesti oleh Narkoba akan selalu melakukan hal yang tidak baik dan benar, sehingga sekali orang mencoba narkotika dan psikotropika maka ia bisa dikatakan telah terikat dengan praktek okultisme atau kuasa gelap, sehingga sulit untuk dilepaskan. Selain itu kata pesta pora (yun: komos), yaitu berpesta dan bersukaria secara berlebihan, suasana pesta pora yang identik dengan minuman keras, obat bius (Napza), acara seks dan semacamnya. Hal ini juga merupakan kekejian di hadapan Tuhan, maka penggunaan narkotika baik untuk hal-hal spiritual maupun kesenangan itu merupakan tabiat berdosa, dan akan mengikat jiwa seseorang. Narkoba juga mampu membuat orang tidak mampu mengendalikan diri mereka dan selalu bersikap tidak benar karena kehilangan akal serta bertentangan dengan ajaran Alkitab (Mzm. 107:27), oleh karena itu Firman Tuhan senantiasa menjelaskan dan mengajar agar manusia mampu menguasai diri agar tidak mabuk yang berlebihan dan menimbulkan hawa nafsu daging (Ef. 5:18). Bahkan jelas dalam Alkitab juga dikatakan bahwa pemabuk tidak dapat tempat dalam Kerajaan Allah (1 Kor. 6:10).

Alkitab memberikan peringatan terhadap bahaya penggunaan Narkoba. Seringkali mereka yang menggunakan narkoba, adalah akibat dari salah bergaul dalam suatu komunitas yang tidak baik, maka Alkitab menjelaskan bahwa pentingnya seseorang untuk waspada dalam memilih komunitas ia berada agar tidak terjebak, sebab pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik (1 Kor. 15:33). Dalam Gal. 5:21, kata kemabukan (yun: methe) akan menghasilkan kerusakan penguasaan mental atau fisik dengan minuman keras. Maka sebagai orang percaya tidak seharusnya hidup dikuasai oleh minuman keras yang memabukan dan merusak tubuh. Tubuh orang percaya adalah tempat kediaman Roh Allah atau disebut juga Bait Allah, maka harus dijaga dan dipelihara dengan seksama jangan sampai ada pencemaran dalam bentuk apapun (1 Kor. 3:16). Alkitab juga mengajar bahwa orang percaya harus “meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini" (Titus 2:12).

 

V.            KESIMPULAN DAN SARAN

1.      Kesimpulan

Persoalan Narkoba  merupakan  persoalan serius yang dihadapi oleh kaum muda. Berhadapan dengan kenyataan ini, Gereja atau para agen pastoral hendaknya peka untuk menyelesaikan persoalan ini dengan melakukan  tindakan yang konkrit. Tindakan harus mencegah dan memulihkan kaum muda yang terperosok ke dalam Narkoba untuk kembali ke jalan yang  “benar”. Para agen pastoral hendaknya berani menanamkan keutamaan-keutamaan kristiani dalam diri kaum muda agar kaum muda tetap menyadari identitas mereka sebagai pengikut Kristus. Segala kegiatan  pembinaan selalu mengarahkan kaum muda untuk bisa mengontrol diri untuk tidak menggunakan Narkoba.

Akhirnya, kelompok penulis juga mengakui bahwa membina kaum muda tidaklah mudah. Usaha pastoral yang menawarkan hal-hal rohani-Ilahi, seringkali dibantai habis-habisan oleh hal-hal yang duniawi (jasmani). Kaum muda lebih suka mengikuti kegiatan-kegiatan yang ditawarkan oleh dunia dari pada mengikuti kegiatan rohani yang ditawarkan oleh Gereja. Ini adalah sebuah tantangan yang membutuhkan strategi khusus dalam penanganannya. Para agen pastoral harus pandai menggunakan strategi yang menarik perhatian kaum muda seraya mengikutsertkan hal-hal yang bersifat Rohani. Pembinaan kaum muda harus tetap terarah pada keserupaan dengan Kristus sebagai sang penyelamat.

 

2.      Saran

Faktor yang menyebabkan mereka menjadi pengguna secara khusus adalah karena pondasi jiwa yang rapuh sehingga berdampak buruk pada raga dan status hidup bahkan masa depan. Oleh karena itu sesungguhnya korban dapat diatasi apabila adanya sikap yang berlandaskan Alkitab saja bagi orang percaya untuk mau mengulurkan tangan dan membantu para korban napza agar mereka dapat pulih. Dengan demikian, sebagai orang percaya sebaiknya mau turun tangan untuk menolong para korban narkoba dan tidak menilai buruk hidup mereka, menghakimi bahkan menganggap mereka sebagai sampah atau racun masyarakat, tetapi dengan kasih melayani, karena mereka adalah korban yang terjebak dalam situasi yang belum tentu mereka inginkan.

 

VI.            Daftar Pustaka

1.      Sumber Buku

Adi Kusno, Diversi Sebagai Upaya Alternative Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, Malang: Umm Press, 2009

Martono Lydia Harlina dan Satya Joewana, Peran Orang Tua dalam Mencegah dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba, Jakarta : Balai Pustaka, 2008

Murti Hari, Bahaya Narkoba. Medan : CV Mitra,2017

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Taufik Moh. Makarao,Suhasril, dan Moh. Zakky A.S., Tindak Pidana Narkotika, Jakarta:Ghalia Indonesia,2003

Utami Diah Setia, Standar Pelayanan Rehabilitasi Bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: Badan Narkotika Nasional,2016

 

2.      Sumber Wawancara

 

Wawancara dengan Ibu Baritawati L.S. Nainggolan ( Pendamping Psikolog Pasien) Pada Sabtu, 26 September 2020, Pukul 13.29 di IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia , Jl.Budi Luhur No.8c, Seisikambing,Medan Helvetia. Medan, Sumatera Utara

Wawancara dengan Ibu Rizka Novita, Am.Keb, SST, M.kes (Pimpinan IPWL Rehabilitasi) Pada Sabtu, 26 September 2020, Pukul 13.29 di IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia , Jl.Budi Luhur No.8c, Seisikambing,Medan Helvetia. Medan, Sumatera Utara

Wawancara dengan Sdr. R.H.S  ( Pasien) Pada Sabtu, 26 September 2020, Pukul 13.29 di IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia , Jl.Budi Luhur No.8c, Seisikambing,Medan Helvetia. Medan, Sumatera Utara

Yulia Rena, Viktimologi, Yogyakarta: Graha ilmu, 2002

 



[1] Wawancara dengan Ibu Baritawati L.S. Nainggolan ( Pendamping Psikolog Pasien) Pada Sabtu, 26 September 2020, Pukul 13.29 di IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia , Jl.Budi Luhur No.8c, Seisikambing,Medan Helvetia. Medan, Sumatera Utara

[2] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

[3] Kusno Adi, Diversi Sebagai Upaya Alternative Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, (Malang: Umm Press, 2009), 3

[4] Moh. Taufik Makarao,Suhasril, dan Moh. Zakky A.S., Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta:Ghalia Indonesia,2003).74-75.

[5] Rena Yulia, Viktimologi, (Yogyakarta: Graha ilmu, 2002), 53-54.

[6] Hari Murti. Bahaya Narkoba. (Medan : CV Mitra,2017), 6.

[7] Lydia Harlina Martono dan Satya Joewana, Peran Orang Tua dalam Mencegah dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), 1.

[8] Lydia Harlina Martono dan Satya Joewana, Peran Orang Tua dalam Mencegah dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba, 2

[9] Ibid,2

[10] Wawancara dengan Ibu Baritawati L.S. Nainggolan ( Pendamping Psikolog Pasien) Pada Sabtu, 26 September 2020, Pukul 13.29 di IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia , Jl.Budi Luhur No.8c, Seisikambing,Medan Helvetia. Medan, Sumatera Utara

[11] Wawancara dengan Sdr. R.H.S  ( Pasien) Pada Sabtu, 26 September 2020, Pukul 13.29 di IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia , Jl.Budi Luhur No.8c, Seisikambing,Medan Helvetia. Medan, Sumatera Utara

[12] Wawancara dengan Sdr. R.H.S  ( Pasien) Pada Sabtu, 26 September 2020, Pukul 13.29 di IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia , Jl.Budi Luhur No.8c, Seisikambing,Medan Helvetia. Medan, Sumatera Utara

[13] Diah Setia Utami. Standar Pelayanan Rehabilitasi Bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkoba. (Jakarta: Badan Narkotika Nasional,2016), 9

[14] Wawancara dengan Ibu Rizka Novita, Am.Keb, SST, M.kes (Pimpinan IPWL Rehabilitasi) Pada Sabtu, 26 September 2020, Pukul 13.29 di IPWL Rehabilitasi LRPPN Bhayangkara Indonesia , Jl.Budi Luhur No.8c, Seisikambing,Medan Helvetia. Medan, Sumatera Utara

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim