-->

sosial media

Friday, 18 March 2022

Teologi Paulus tentang Laki-laki dan Perempuan

 

I.                   Pendahuluan

Dalam perjalanan manusia, terkadang ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Dimana anggapan bahwa laki-laki mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Tetapi pandangan tersebut sangat berbeda dengan pandangan Paulus. Dimana dia menagatakan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kedudukan yang sama dihadapan Allah. Hal itulah yang akan saya coba untuk memaparkannya mengenai teologi Paulus tentang laki-laki dan perempuan.

II.                Pembahasan

2.1.Pengertian Gender

Istilah Gender dalam bahasa Inggris yang artinya Jenis kelamin.[1] Gender adalah seperangkat peran yang seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminim dan maskulin.[2] Kata-kata benda dalam bahasa Inggris digolongkan menurut gender maskulin, feminim, dan netral. Dalam bahasa Indonesia tidak ada kosa kata yang membedakan antara jenis kelamin. Dengan demikian untuk membedakan konsep gender haruslah dibedakan antara gender dan sex. Pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis kelamin tertentu. Sementara konsep gender adalah cara memandang, menilai, dan menentukan sikap baik pada laki-laki maupun pada perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya.[3]

 

2.2.Latar belakang Gender

Perangkat perilaku khusus ini yang mencakup penampilan pakaian, sikap, kepribadian, seksualitas, dan tanggung jawab dalam keluarga dan lain sebagainya secara bersama memoles peran gender.[4] Pengertian dari gender lainnya adalah laki-laki dan perempuan dalam hubungan nya dengan peranan dan fungsi sosial dalam kehidupan sehari-hari. Namun, berabad-abad lamanya gender dipahami sebagai klasifikasi status sosial dan identifikasi kelayakan atau kemampuan berdasarkan jenis kelamin.[5] Dalam upaya meluruskan pemahaman bahwa harkat dan martabat manusia, laki-laki dan perempuan adalah setara pada beberapa abad terakhir ini, diskusi kesetaraan gender merupakan agenda bersama kaum laki-laki dan perempuan. Gerakan Feminisme dimulai sejak abad- 15 melakukan berbagai koreksi, misalnya dengan menghilangkan dominasi dan keutamaan laki-laki dan perempuan, bidang pekerjaan yang sebelumnya khusus untuk laki-laki telah boleh diemban oleh kaum perempuan. Gerakan ini disambut baik di kalangan gereja dan teolog, sehingga lahirlah Teologi Feminisme yang merupakan bagian dari Teologi Pembebasan.[6]

Dalam pandangan Luther tentang perempuan, di satu pihak Ia memuji perempuan namun di pihak lain Ia memandang perempuan rendah di kaumnya. Luther sangat menentang hidup selibat, serta berusaha melepaskan perempuan dari pelecehan dan kebencian yang berlaku pada zaman Skolastik. Menurutnya perempuan adalah teman terbaik untuk hidup. Mereka memiliki kisah karena diciptakan untuk melahirkan, menyenangkan suami dan berbelas kasihan.[7]

2.3.Pengertian Laki-laki dan Perempuan

2.3.1.      Pengertian Laki-laki

Dalam KBBI, laki-laki adalah orang atau manusia yang mempunyai zakar, kalau dewasa mempunyai jakun dan ada kalanya kumis. Kata laki-laki disejajarkan atau disamakan dengan kata pribadi (laki-laki dewasa). Kata atau sebutan laki-laki dalam kehidupan kita sehari-hari dipergunakan untuk membedakan jenis kelamin manusia, atau dapat dikatakan membedakan antara laki-laki dan perempuan secara seksualitas. Pemaknaan kata laki-laki sering juga diidentikkan dengan sifat pemberani di dalam dirinya. Dan juga tanggung jawab seorang laki-laki dalam kehidupannya yaitu sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk memenuhi dan memperhatikan kebutuhan anggota keluarganya.[8]

2.3.2.      Pengertian perempuan

Pengertian perempuan secara umum adalah orang atau manusia yang dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui. Wanita sering juga disamakan dengan perempuan, yang dimana wanita adalah perempuan dewasa. Istilah perempuan berasal dari bahasa melayu “ Empu” yang artinya Ibu dan “ Puan” bentuk feminisme dari kata Tuan, yang berarti dalam “ yang diempukan, dituankan, yang dihormati”, sedangkan istilah wanita berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti: “Elok dan Cantik”. Citera perempuan pada umumnya adalah seorang yang berperangai halus, tabah, sabar, penyayang, bersifat keibuan, patuh, dan suka mengalah, dll.[9]

2.4.Status Laki-laki dan Perempuan

2.4.1.      Dalam Persfektif Yunani

Bagi orang Yunani status dan kedudukan Perempuan sangat direndahkan. Perempuan dianggap sebagai kelas yang lebih rendah dibanding dengan kaum laki-laki. Dan bahkan pernah terjadi kira-kira 475-425 sM seorang wanita Yunani tidak boleh menampakkan wajahnya keluar rumah dari jendela atau pintu rumah mereka.[10] Karena itu wanita Yunani cenderung menjadi yang paling terpencil, mereka hanya bisa menampakkan diri dan meninggalkan rumah hanya untuk menimba air dan berdagang di pasar.[11]

Ada juga sebuah puisi yang merendahkan status perempuan yaitu: Kita sebagai wanita tidak boleh keluar rumah sesuka hati, tetapi kita harus menunggu laki-laki kita. Istri tidak boleh menceraikan suaminya, sedangkan suami dapat menceraikan istrinya kapan saja. Jadi sejak dini perlakuan terhadap anak perempuan Yunani sangat diskriminatif. Misalnya laki-laki diawasi dan dijaga dengan ketat, disekolahkan, diajari untuk membaca dan menulis, dibekali pendidikan: puisi, musik, dan juga gymnastik. Sedangkan anak perempuan tidak disekolahkan, dan hanya tinggal di rumah saja. Contoh lain yang merendahkan perempuan yaitu pikiran perempuan adalah jahat, pikirannya penuh dengan tipu muslihat, hatinya tidak murni. Wanita dicela sebagai pembawa dosa kedunia ini, perempuan tidak dapat dipercaya. Oleh sebab itu perempuan tidak punya status sosial apa-apa. Bila seorang ibu melahirkan anak laki-laki sangat disambut dengan suka cita, maka dia dibiarkan hidup, tetapi sebaliknya bila perempuan yang lahir maka terkadang akan dibunuh. Jadi perlakuan sejak dini hingga dewasa terhadap wanita sangat direndahkan. Bahkan perempuan tidak punya sosial apa-apa. Semua ini menunjukkan bahwa perempuan dimata orang Yunani sangat diskriminatif.[12]

2.4.2.      Dalam Persfektif Yahudi

Dalam masyarakat Yahudi, perempuan berbeda dengan laki-laki dalam hak dan peran. Perbedaan dalam kehidupan sehari-hari antara laki-laki dan perempuan yang terlalu ekstrim terhadap perempuan yang mengatakan bahwa diri perempuan itu tidak baik. Peran penting dari perempuan Yahudi hanya terbatas pada lingkungan keluarga saja. Peran ini dijadikan dalam kedudukannya sebagai ibu/istri. Oleh sebab itu perempuan dituntut untuk berperan di dalam rumah tangga, mengurus keluarga. Tugas seorang istri hanya ditugaskan di dalam rumah saja yaitu untuk menggiling tepung, membakar roti, mencuci pakaian, menyusui anak, membereskan tempat tidur, merajut pakaian. Dapat juga dilihat bahwa perempuan tidak mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Di dalam budaya Patriakal, Israel membatasi hak perempuan, sebab Ia dianggap sebagai milik ayahnya dan kemudian milik suaminya. Sebagai istri dituntut untuk setia kepada suaminya. Ia terikat untuk melayani dan dan menaati suaminya, serta menyerahkan segala pendapatannya dan hasil hartanya kepada suaminya, sehingga perempuan hampir tidak memiliki apa-apa. Seorang ayah juga bisa menjual anaknya sebagai jaminan dan dapat menyerahkannya sebagai perkawinan.[13] Status dan kedudukan perempuan dalam budaya Yahudi memperlihatkan status perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Perempuan disejajarkan dengan anak-anak dan budak. Bahkan ada tiga doksologi yang diucapkan oleh orang Yahudi yaitu: Terpujilah Allah bahwa tidak melahirkan aku sebagai seorang kafir, terpujilah Tuhan karena tidak menjadikan aku sebagai seorang wanita, terpujilah Allah karena tidak menciptakan aku sebagai orang yang bodoh dan dungu. Semua hal tersebut menjadi sebuah contoh perendahan harkat dan martabat wanita. Demikian juga bila dikaitkan dengan keluarga, kalau seorang ibu melahirkan seorang anak perempuan, maka sama halnya dengan bangsa Yunani diman mereka sangat menyesalkan hal itu dan bahkan menganggapnya sebagai kesedihan.[14]

2.4.3.      Dalam Persfektif Romawi

Di lingkungan Romawi juga masih ada pembatas antara laki-laki dan perempuan. Bila seorang perempuan menikah dengan seorang pria Romawi, maka sesuai dengan hukum istri ini menjadi milik suami seutuhnya termasuk harta benda sang istri. Kuasa para suami orang Romawi sangat kejam dan punya kuasa yang luar bisa. Wanita juga tidak diperbolehkan untuk berbicara di depan umum, oleh karena itu yang menjadi anggota senat, hakim, dan pegawai di pemerintahan hanyalah laki-laki. Sehingga istri harus tunduk dan posisinya lebih rendah dari pada suami, yang dapat diperlakukan seenaknya saja. Dalam hal pendidikan anak laki-laki maupun perempuan hingga usia 12 tahun dapat kesempatan untuk mendapat pendidikan yang sama. Tetapi setelah usia 12 tahun, anak laki-laki dan perempuan dipisahkan, dimana anak laki-laki dapat melanjut dibawah pengajaran guru.[15] Tetapi walaupun demikian, posisi seorang wanita Romawi sudah menikmati kebebasan jauh lebih besar dari pada wanita Yunani dan mungkin terlibat dalam kegiatan yang lebih luas dibandingkan dengan wanita Yunani. Perempuan dipaksa untuk mencari cara-cara baru untuk mengisi waktu mereka dan untuk menempatkan makna dalam kehidupan mereka. Meskipun mungkin mereka berpartisipasi dalam aspek masyarakat tertentu. Wanita di kalangan Romawi juga terikat sepanjang hidup mereka kepada pelindung laki-laki.[16]

2.4.4.      Dalam Persfektif Alkitab

Persfektif Alkitab tentang laki-laki dan perempuan sangat berbeda dengan persfektif orang Yahudi, Yunani, maupun Romawi. Dalam Injil Sinoptik, yaitu menengenai sikap Yesus tentang laki-laki dan perempuan. Dalam kitab-kitab Injil tidak ada petunjuk bahwa Yesus dalam pengajaran dan perbuatan-Nya memperlihatkan sikap perempuan lebih rendah dari pada laki-laki.[17]

Bahwa Yesus tidak ada mengatakan bahwa perempuan sebagai pihak yang margin (pinggiran), tetapi tetap menempatkan perempuan sebagai bagian yang integral dalam pelayanan-Nya. Yesus telah memberi contoh yang abadi bagi manusia (laki-laki dan perempuan), bahwa sesungguhnya laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan satu sama lain. Dalam catatan Injil Sinoptik mengenai pelayanan Yesus, terdapat banyak keterangan yang memperlihatkan apa yang mungkin dapat disebut memanusiakan sikap laki-laki dan perempuan. Keterangan-keterangan yang memperlihatkan baik Yesus maupun penulis-penulis kitab-kitab Injil mengakui kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Yang pertama kisah kelahiran Yesus, dimana seorang perempuan yang bernama Maria dipakai Allah untuk menjelmakan diri-Nya ke dalam diri manusia. Kisah kelahiran Yesus didominasi oleh kaum perempuan yaitu Maria dan Elisabet (Luk 1: 28 dst), hal ini memperlihatkan bahwa pentingnya peranan perempuan. Dalam pelayanan Yesus juga tidak ada membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan. Contohnya dalam hal penyembuhan, ada secara khusus disebutkan bahwa Yesus menyembuhkan mereka, seperti ibu mertua Petrus (Mat 8: 14-15, Mar 1: 29-31, Luk 4: 38-39), anak perempuan seorang kepala rumah ibadat Yahudi dan perempuan yang mengalami pendarahan (Mat 9: 18-26, Mar 5: 21-43, Luk 8: 41-56),anak gadis dari seorang perempuan Kanaan (Mat 15: 22-28, Mar 7: 24-30) serta seorang perempuan yang dirasuki roh (Luk 13: 10-17). Yesus juga membiarkan diri-Nya diminyaki oleh seorang perempuan dan membela perempuan itu dari kecaman orang-orang Farisi (Luk 7: 36-50). Dalam hal pernikahan juga Yesus mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan menjadi satu daging (Mat 19: 4), hal ini memperlihatkan kesamaan kedudukan laki-laki dan perempuan. Dengan melibatkan perempuan dalam pelukisan ajaran-Nya, Yesus menjelaskan bahwa mereka termasuk juga sebagai sasaran ajaran itu, Ia menghormati perempuan, memperlakukannya setaraf dengan laki-laki, menuntun norma-norma yang sama dari kedua kelamin itu dan menawarkan jalan keselamatan yang sama kepada mereka.[18]

2.5.Laki-laki dalam Perjanjian Baru

Di dalam PB juga ditemukan beberapa penyebutan yang berbeda yang digunakan sebagai sebutan terhadap laki-laki, dan sama juga halnya seperti dalam PL arti atau pemaknaan akan sebutan Laki-laki dalam Perjanjian Baru

·         Presbuteros

Dalam PB kata Presbuteros digunakan sebanyak 65 kali. Misalnya dalam Mat 15:2; Kis 23:14;Mark14:53. Dalam penggunaan presbuteros berfungsi untuk menandakan umur laki-laki yang lebih tua, dan juga untuk menyatakan perbandingan antara usia yang tua dan yang muda. Perbedaan usia menjadi suatu hal yang penting dikarenakan, dalam kehidupan sehari-hari telah diakui bahwa “ suatu pengertian yang datang dari akal sehat adalah yang berasal dari yang lebih tua.  Oleh karena itu arti sederhanannya kata ini adalah “ tua”. Dalam pembedaan dari istilah yang lain untuk usia, bagian ini tidak memiliki implikasi yang negatif (dikaitkan dengan kehilangan kekuatan fisik). Melainkan kata ini berisi hal-hal yang positif sejak awal,di mana didalamnya dibangun oleh unsur-unsur yang mengarah kepada sifat atau rasa hormat atau juga bersifat keagungan.[19]  

2.6.Perempuan dalam Perjanjian Baru

Perempuan dalam perjanjian baru antara lain:

·         Perempuan di pkai oleh Tuhan sebagai sarana juru selamat, yakni melalui Maria ibu Tuhan Yesus (Mat 1:18-25, Luk 2:1-7)

·         Perempuan bersama laki-laki disebut sebagai yang benar dihadapan Allah dan hidup menurut sgala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat, mis: Elisabeth (luk 1:5-6)

·         Sebagai pelayan, seperti Martha (Luk 10:40)

·         Perempuan beroleh kesempatan untuk mendengarkan pengajaran Tuhan Yesus sebagai mana layaknya murid-murid Tuhan Yesus yang smuanya laki-laki. Tuhan Yesus menyebut tindakan maria dari Bayi Tani (luk 10,39,42)

·         Perempuan turut hadir diruangan atas, setelah menaikkan Tuhan Yesus Kesurga (kis 1:14)

·         Permpuan sebagai saksi pertama atas kebangkitan Tuhan Yesus dan yang pertama meneruskan brita itu adlah Maria Magdalena, Yohanes, dan Maria Ibu Yakobus (Mat 28:1-8, Luk 24:1-12, Yoh 20:1-10)[20]

 

2.7.Pandangan Teologi Paulus Tentang Laki-laki dan Perempuan

Pandangan Paulus terhadap kedudukan laki-laki dan perempuan sangat berbeda dengan pandangan orang-orang Yahudi, Yunani, dan Romawi pada saat itu. Pemahaman Paulus tentang laki-laki dan perempuan dimulai dengan pemahamannya bahwa manusia pertama, laki-laki dan perempuan diciptakan menurut gambar Allah dan mereka saling melengkapi dan saling membutuhkan. Yang dimana Paulus berpendapat bahwa diciptakan menurut gambar Allah bukan hanya berlaku kepada laki-laki saja tetapi juga mencakup perempuan. Dalam II Korintus 3: 18, Paulus mengatakan bahwa manusia mencerminkan kemuliaan Tuhan.[21] Dalam surat-suratnya Paulus banyak menulis tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan. Di I Korintus dan I Timotius Paulus menulis tentang hubungan laki-laki dan perempuan serta peran mereka dalam jemaat. Dalam I Korintus 3, Paulus mengatakan bahwa laki-laki adalah kepala perempuan, dalam hal ini bukan berarti ada kedudukan yang lebih tinggi dan lebih rendah atau ingin meninggikan tetapi hal ini menunjukkan adanya hubungan yang saling melengkapi.[22] Dalam surat Paulus yang lain terdapat juga ayat yang berisikan tentang hubungan laki-laki dan perempuan yaitu dalam Efesus 5: 22-24, dimana dikatakan bahwa istri tunduklah kepada suami, karena suami adalah kepala istri. Kata “ tunduk” maksudnya adalah “ takut” seperti takut akan Kristus, tunduk di sini maksudnya juga adalah hormat. Sedangkan untuk suami bukan mau mengatakan tentang kuasa tetapi sebagai tanda wibawa.[23]

Paulus juga menasehati Timotius agar memperlakukan perempuan-perempuan tua sebagai ibu dan perempuan-perempuan muda sebagai adik. Janda-janda yang benar-benar janda diberikan penghormatan khusus (I Tim 5: 2-3). Di sini tidak ada anggapan apapun bahwa laki-laki harus menguasai perempuan. Dalam I Korintus 11: 8-9 Pulus menekankan bahwa perempuan diciptakan karena laki-laki, dan dalam Efesus 5: 31 Paulus menekankan bahwa keduanya menjadi satu daging. Dari kedua penjelasan ini jelas bahwa Paulus tidak berpedoman pada landasan Hirarki menurut jenis kelamin, tetapi Ia berpendapat bahwa masing-masing jenis saling melengkapi. Sesungguhnya Ia mengatakan bahwa dalam Tuhan laki-laki dan perempuan saling membutuhkan (I Kor 11:11-12).[24] Puncak pandangan Paulus yang mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan itu sama di hadapan Kristus. Keadaan “ di dalam Kristus” sesungguhnya mempengaruhi semua hubungan kemanusiaan, tidak diragukan bahwa Paulus melihat bahwa melalui Injil, prasangka-prasangka yang telah mendarah daging dihancurkan.[25] Pernyataan Paulus dalam Galatia 3: 28 haruslah dititik beratkan supaya pengajarannya mengenai kedudukan perempuan dihargai. Dan memang ayat ini harus dianggap sebagai kunci untuk memahami pernyataan-pernyataan yang lain.[26] 

III.             Refleksi Teologis

Manusia dicipptakan laki-laki dan perempuan menurut gambar Allah (Kej 1:27), hal ini bererti tidak ada perbedaan derajat dihadapan Allah karena keduanya sama-sama diciptakan menurut gambar Allah. hal inilah yang hendaknya menjadi pegangan kita dalam memandang status laki-laki dan perempuan, dimana tidak ada perbedaan dihadapan Allah. Hal ini jugalah yang ditekankan oleh Paulus dalam teologinya mengenai hubungan laki-laki dan perpempuanyaitu satu didalam Kristus. Ada beberapa kalangan yang mengatakan bahwa harkat dan martabat perempuan itu berada dibawah laki-laki, pandangan yang seperti inilah salah.

Memang laki-laki dan permpuan mempunyai perbedaan yang dimiliki, hal tersebut tidaklah menjadi dasar untuk melakukan penindasan, tetapi sebaliknya perbedaan itu haruslah disyukuri, karena perbedaaan itu indah dan hal itu merupakan sebuah ciptaan Allah yang begitu indah. Perbedaan itu terjadi supanya laki-laki dan permpuan saling melengkapi dan sa ling melengkapi tugas-tugasnya masing-masing. Dalam keluarga laki-laki atau suami disebut sebagai kepala rumah tangga yang menjadi pemimpin dirumah tangga, hal ini bukan berarti ada hak untuk memperlakukan istri sesuka hati, tetapi maksudnya disini kepala adalah yang mengayomi, melindungi keluarga. Jadi hendaklah diantara keduanya saling menghargai satu dengan yang lainnya dan sama-sama menyadari bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mitra Allah dibumi. Saling melengkapi diantara keduanya, laki-laki membutuhkan permpuan dan perempuan juga membutuhkan laki-laki. Maka dengan kesadaran tersebut tidak aka nada lagi anggapan untuk saling merendahkan. Tetapi akan menyadari bahwa  semuanya adalah satu di dalam Kristus, karena kesatuan itu membutuhkan suatu kesamaan idea tau pemikiran untuk mendatangkan suatu keharmonian seperti doa Yesus dalam (Yoh 17:21) semua menjadi satu.

IV.             Kesimpulan

Pemahaman bangsa Yahudi, Yunani dan Romawi yang menganggap bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan  berbeda, dimana kedudukan laki-lakilah yang lebih tinggi, dan hal ini mengakibatkan ada penindasan terhadap kaum permpuan, dan pembatasan hak permpuan tersebut. Tetapi pandangan tersebut sangat berbeda dengan pandangan Allah dan Rasul Paulus tentang laki-laki dan perempuan, dimana keduanya berpandangan bahwa laki-laki dan permpuan mempunyai kedudukan yang sama dihadapan Kristus, dan keduanya adalah makhluk yang harus saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Tidak ada perbedaan laki-laki dan perempuan, semuanya satu didalam kristus, hal inilah yang menjadi inti teologi Paulus.

V.                Daftar Pustaka

A. Evans  Craig & Stanley E. Poerter (ed), Dictionary of The new Testament Background, (USA: Inter Varsity Press, 1989)

Cleves Mosse Julia Gender Pembangunan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1996)

Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru III, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 106

Gerhard Kittel, Theological Exegetical Dictionary of The New Testament Vol VI, (Michigan:Photolitho Printed, 1973)

Guthrie Donald , Teologi Perjanjian Baru I, (Jakarta: BPK-GM,1993)

Hommes Anne , Perubahan Peran Pria dan Wanita dalam Gereja dan Masyarakat, (Jakarta: BPK-GM, 1995)

K.A. Kapalang Kaunang, Perempuan, (Jakarta: BPK-GM, 1993)

 Lumbantobing Darmin, Teologi di Pasar bebas, (Pematang Siantar: L-SAPA, 2007)

M. Beeching, “ Perempuan” Dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Vol II M-Z, (Jakarta: YKBK/ OMF, 2011)

M. Echols John , dkk, Kamus Besar Bahasa Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1996)

 O Ihromi T, Kajian Wanita dalam Pembangunan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia)

Sipayung Jonriahman , Perempuan dalam Persfektif Alkitab, dalam Jurnal Tabernakel STT Abdi Sabda Edisi XXVI, (Medan: STT Abdi Sabda, 2011)

T. Jacobs, Paulus Hidup, Karya dan Teologinya, (Jakarta: BPK-BM, 1983)

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988)

W. R. F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2007)



[1] John M. Echols, dkk, Kamus Besar Bahasa Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1996), 265

[2] Julia Cleves Mosse, Gender Pembangunan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1996), 3

[3] T. O Ihromi, Kajian Wanita dalam Pembangunan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), 70

[4] Op. Cit, Julia Cleves Mosse, 3

[5] Darmin Lumbantobing, Teologi di Pasar bebas, (Pematang Siantar: L-SAPA, 2007), 307

[6] Ibid, 307-309

[7] Dikutip ulang dari Sikap dan Pandangan Marthin Luther terhadap Perempuan ditinjau dari sudut Teologis, Von Kurt Aland, Vol 9

[8] W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988),627

[9] W. J. S. Poerwadarminta, Op. Cit, 852

[10] Jonriahman Sipayung, Perempuan dalam Persfektif Alkitab, dalam Jurnal Tabernakel STT Abdi Sabda Edisi XXVI, (Medan: STT Abdi Sabda, 2011), 9

[11] Craig A. Evans & Stanley E. Poerter (ed), Dictionary of The new Testament Background, (USA: Inter Varsity Press, 1989), 1276

[12] Jonriahman Sipayung, Op Cit., 9-11

[13] Anne, Hommes, Perubahan Peran Pria dan Wanita dalam Gereja dan Masyarakat, (Jakarta: BPK-GM, 1995), 517

[14] Jonriahman Sipayung, Op. Cit.,13

[15] Ibid, 11-12

[16] Craig A. Evans & Stanley E. Poerter, Op. Cit, 1277

[17] W. R. F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2007), 344

[18] M. Beeching, “ Perempuan” Dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Vol II M-Z, (Jakarta: YKBK/ OMF, 2011), 240

[19] Gerhard Kittel, Theological Exegetical Dictionary of The New Testament Vol VI, (Michigan:Photolitho Printed, 1973), 652

[20] K.A. Kapalang Kaunang, Perempuan, (Jakarta: BPK-GM, 1993), 54

[21] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru I, (Jakarta: BPK-GM,1993), 155-158

[22] Anne Hommes, Op. Cit, 69

[23] T. Jacobs, Paulus Hidup, Karya dan Teologinya, (Jakarta: BPK-BM, 1983), 371-374

[24] Donald Guthrie, Op. Cit, 187-188

[25] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru III, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 106

[26] Donald Guthrie, Ibid, 106

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim