-->

sosial media

Thursday, 10 November 2022

Peranan Pendidikan Agama Kristen(PAK) untuk meningkatkan Kesetaraan Gender

 


I.                    Pendahuluan

Dalam kehidupan kita ketika berbicara tentang Gender pasti akan ada pro-kontra dari pihak-pihak tertentu, seperti laki-laki yang pada umumnya membela kaumnya laki-laki dan begitu juga dengan sebaliknya. Semoga dengan penjelasan yang saya sampaikan menjadi tambahan bagi kita dalam seminar yang dibawakan oleh penyeminar dengan judul Peranan PAK untuk meningkatkan kesetaraan Gender.

II.                  Pembahasan

2.1. Pengertian PAK

Istilah Pendidikan kristen berasal dari bahasa inggris Christian Education. Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai”pendidikan Agama Kristen”, karena istilah PAK mempunyai arti yang berbeda dengan istilah “Pendidikan Kristen”. Pendidikan Kristen dalam bahasa indonesia menunjuk pada pengajaran biasa yang diberikan dalam suasana Kristiani.[1] Pendidikan Kristen adalah suatu proses ataupun usaha yang disengaja yang melibatkan baik pelajar, ataupun jemaat gereja untuk membimbing suatu perubahan baik dalam sikap, nilai, keterampilan, dan tingkah laku, agar menjadi lebih baik karena berpusat dan berorentasi pada Kristus.[2]

2.2.  Tujuan PAK

1.       Pendidikan Kristen sebagai pelajaran agama

Pendidikan agama Kristen menyoroti upaya yang disengaja oleh gereja untuk mengirimkan pengetahuan dan praktek iman Kristen

2.       Muncul pemahaman dari Jack Seymour dan Donald Miller yang menyebutkan bahwa Pendidikan Agama Kristen adalah komunitas iman

Pendidikan Agama Kristen dengan cara ini menyoroti orang menjadi bagian dari kelompok tertentu, mengambil identitasnya dan perilaku ini meminta perhatian terhadap bagaimana ornag-orang datang untuk mengetahui siapa diri mereka sebenarnya

3.       Pendidikan Agama Kristen adalah pendekatan pengembangan pribadi

Pengembangan pribadi menyoroti perlunya lingkungan yang memelihara semua orang ditahap manapun mereka berada, di dalam perjalanan iman mereka, dan membantu mereka berpindah dari tahap-ketahap

4.       Pendidikan agama Kristen adalah proses pembebasan

Pendidikan sebagai pembebasan berkaitan dengan trfansformasi. Pendidikan tersebut menekankan, pembangunan dari kesadaran Kristiani yang akan menyadari konteks global dan akan memimpin masyarakat dalam membangun dan memiliki sikap yang setia serta mempunyai gaya hidup yang baru[3]

§      Pendidikan Agama Kristen dalam Keluarga

Keluarga Kristen merupakan suatu persekutuan antara anak-anak, ayah dan ibunya yang sanggup menciptakan suasana Kristen sejati di dalam lingkungan keluarga. Keluarga merupakan tempat untuk bertumbuh (menyangkut tubuh, akal budi,hubungan sosial, kasih dan rohani), keluarag merupakan pusat pengembangan semua aktivitas, keluarga merupakan tempat yang aman untuk berteduh saat ada badai datang dalam kehidupan.[4] Tugas dan tujuan PAK dalam keluarga yaitu:

1.       Peranan Ayah dalam keluarga, ayah mempunyai peranan penting dalam keluarga. Ayah adalah kepala keluarga yang mengendalikan “bahtera” keluarga. Seringkali ada pandangan yang keliru tentang peranan ayah dalam keluarga dalam pendidikan anak. Pandangan ini mengemukakan bahwa ayah yang mencari uang, ibu yang mendidik anak di rumah. Pandangan ini merupakan pandangan yang salah. Karena tanggung jawab pendidik anak tetap ada pada ayah tetapi ibu sebagai penolong dalam pendidikan anak.

2.       Peranan Ibu dalam keluarga, pada umumnya anak-anak lebih dekat dengan ibunya daripada ayah, karena sebagaian besar waktu ibu ada di rumah. Sedangkan ayah berada diluar rumah untuk bekerja. Meskipun tanggung jawb pendidikan yang terutama adalah ayah, peranan ibu tidak bisa diabaikan, peranan ibu dan ayah dalam membimbing anak sebagai “tangan” dalam membimbing anak untuk mengenal Tuhan.[5]

3.       Tujuan PAK bagi anak-anak dalam keluarga, supaya mereka mengenal Allah sebagai oencipta dan pemerintah seluruh alam ini, dan yesus Kristus sebagai penebus, pemimpin, dan penolong mereka, supaya mereka mengasihi sesamanya oleh karena Tuhan telah mengasihi mereka sendiri.[6]

§      Pendidikan Agama Kristen dalam sekolah

Sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima dan memberi pelajaran, dan juga merupakan usaha menuntut ilmu atau kepandaian. Jadi dapat saya simpulkan bahwa Pendidikan Agama Kristen di sekolah merupakan suatu pengajaran yang membimbing siswa-siswi untuk menerapkan Pendidikan Kristen yang berlandaskan Alkitab di dalam kehidupan kita sehari-hari.[7] Tujuan Pendidkan kristen di sekolah yaitu:

1.       Mengatasi kesulitan dalam belajarnya sehingga memperoleh hasil prestasi yang tinggi

2.       Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan kelanjutan studi

3.       Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah sosial, emosional di sekolah yang bersumber dari sifat murid yang bersangkutan dengan dirinya sendiri, lingkungan sekolah, keluarga, dan di lingkungan masyrakat.[8]

§      Pendidikan Agama Kristen dalam Gereja

Gereja dalam bahasa Portugis yaitu “igreja” dan gereja berasal dari bahasa Yunani “Ekklesia” dan alam bahasa Ibrani “Qahal” yang mengandung arti yang dipanggil keluar untuk menjadi umat Tuhan. Gereja merupakan sebuah organisasi yang terdapat dalam masyarakat, tetapi gereja yang benar bukanlah gedung tetapi orangnya. Tujuan dan hakekat Pendidikan Agama Kristen dalam gereja yaitu gereja yang bertumbuh secara rohani ialah gereja dimana  anggota-anggotanya telah dimuridkan, dijaga, dipelihara, dinasehati, disatukan serta dilibatkan dalam ibadah dan pelayanan. Bobot atau mutu rohani warga jemaat tidak datang dengan sendirinya tanpa pengajaran dan pembinaan. Pengajaran, pendidikan dan pelatihan adalah jalan utama untuk mencapai pertumbuhan rohani. Adapun yang menjadi tujuan pendidikan agama Kristen didalam gereja adalah:1. Pertobatan, pemuridan, pembentukan Spritualitas, penginjilan.[9]

2.3. Pengertian Gender

Istilah Gender dalam bahasa inggris yang artinya jenis kelamin.[10] Gender adalah seperangkat peran yang seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminim dan maskulin.[11] Kata-kata benda dalam bahsa Inggris digolongkan menurut gender maskulin, feminisme, dan netral. Dalam bahasa indonesia tidak ada kosa kata yang membedakan antara jenis kelamin. Dengan demikian untuk membedakan konsep gender haruslah diboedakan antara gender dan sex. Pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis kelamin tertentu. Sementara konsep gender adalah cara memandang, menilai dan menentukan sikap baik pada laki-laki maupun pada perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya.[12]

2.3.1.        Pengertian Laki-laki

Dalam KBBI, laki-laki adalah orang atau manusia yang mempunyai zakar, kalau dewasa mempunyai jakun dan ada kalanya kumis. Kata laki-laki disejajarkan atau disamakan dengan kata pribadi (laki-laki dewasa). Kata atau sebutan laki-laki dalam kehidupan kita sehari-hari dipergunakan untuk membedakan jenis kelamin manusia, atau dapat dikatakan membedakan antara laki-laki dan perempuan secara seksualitas. Pemaknaan kata laki-laki sering juga diidentikkan dengan sifat pemberani di dalam dirinya. Dan juga tanggung jawab seorang laki-laki dalam kehidupannya yaitu sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk memenuhi dan memperhatikan kebutuhan anggota keluarganya.[13]

2.3.2.        Pengertian perempuan

Pengertian perempuan secara umum adalah orang atau manusia yang dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui. Wanita sering juga disamakan dengan perempuan, yang dimana wanita adalah perempuan dewasa. Istilah perempuan berasala dari bahasa melayu “ Empu” yang artinya Ibu dan “ Puan” bentuk feminisme dari kata Tuan, yang berarti dalam “ yang diempukan, dituankan, yang dihormati”, sedangkan istilah wanita berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti: “Elok dan Cantik”. Citera perempuan pada umumnya adalah seorang yang berperangai halus, tabah, sabar, penyayang, bersifat keibuan, patuh, dan suka mengalah, dll.[14]

2.3.3.        Status laki-laki dan perempuan dalam Persfektif Alkitab

Dalam persfektif Alkitab tentang laki-laki dan perempuan sangat berbeda dengan persfektif orang Yahudi, Yunani, maupun Romawi. Dalam Injil Sinoptik, yaitu menengenai sikap Yesus tentang laki-laki dan perempuan. Dalam kitab-kitab Injil tidak ada petunjuk bahwa Yesus dalam pengajaran dan perbuatan-Nya memperlihatkan sikap perempuan lebih rendah dari pada laki-laki.[15]Bahwa Yesus tidak ada mengatakan bahwa perempuan sebagai pihak yang margin (pinggiran), tetapi tetap menempatkan perempuan sebagai bagian yang integral dalam pelayanan-Nya. Yesus telah memberi contoh yang abadi bagi manusia (laki-laki dan perempuan), bahwa sesungguhnya laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan satu sama lain. Dalam catatan Injil Sinoptik mengenai pelayanan Yesus, terdapat banyak keterangan yang memperlihatkan apa yang mungkin dapat disebut memanusiakan sikap laki-laki dan perempuan. Keterangan-keterangan yang memperlihatkan baik Yesus maupun penulis-penulis kitab-kitab Injil mengakui kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Yang pertama kisah kelahiran Yesus, dimana seorang perempuan yang bernama Maria dipakai Allah untuk menjelmakan diri-Nya ke dalam diri manusia. Kisah kelahiran Yesus didominasi oleh kaum perempuan yaitu Maria dan Elisabet (Luk 1: 28 dst), hal ini memperlihatkan bahwa pentingnya peranan perempuan. Dalam pelayanan Yesus juga tidak ada membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan. Contohnya dalam hal penyembuhan, ada secara khusus disebutkan bahwa Yesus menyembuhkan mereka, seperti ibu mertua Petrus (Mat 8: 14-15, Mar 1: 29-31, Luk 4: 38-39), anak perempuan seorang kepala rumah ibadat Yahudi dan perempuan yang mengalami pendarahan (Mat 9: 18-26, Mar 5: 21-43, Luk 8: 41-56),anak gadis dari seorang perempuan Kanaan (Mat 15: 22-28, Mar 7: 24-30) serta seorang perempuan yang dirasuki roh (Luk 13: 10-17). Yesus juga membiarkan diri-Nya diminyaki oleh seorang perempuan dan membela perempuan itu dari kecaman orang-orang Farisi (Luk 7: 36-50). Dalam hal pernikahan juga Yesus mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan menjadi satu daging (Mat 19: 4), hal ini memperlihatkan kesamaan kedudukan laki-laki dan perempuan. Dengan melibatkan perempuan dalam pelukisan ajaran-Nya, Yesus menjelaskan bahwa mereka termasuk juga sebagai sasaran ajaran itu, Ia menghormati perempuan, memperlakukannya setaraf dengan laki-laki, menuntun norma-norma yang sama dari kedua kelamin itu dan menawarkan jalan keselamatan yang sama kepada mereka.[16]

2.3.4.        Latar Belakang Gender

Perangkat perilaku khusus ini yang mencakup penampilan pakaian, sikap, kepribadian, seksualitas, dan tanggung jawab dalam keluarga dan lain sebagainya secara bersama memoles peran gender.[17] Pengertian dari gender lainnya adalah laki-laki dan perempuan dalam hubungannya dengan peranan dan fungsi sosial dalam kehidupan sehari-hari. Namun, berabad-abad lamanya gender dipahami sebagai klasifikasi status sosial dan identifikasi kelayakan atau kemampuan berdasarkan jenis kelamin.[18] Dalam upaya meluruskan pemahaman bahwa harkat dan martabat manusia, laki-laki dan perempuan adalah setara pada beberapa abad terakhir ini, diskusi kesetaraan gender merupakan agenda bersama kaum laki-laki dan perempuan. Gerakan Feminisme dimulai sejak abad- 15 melakukan berbagai koreksi, misalnya dengan menghilangkan dominasi dan keutamaan laki-laki dan perempuan, bidang pekerjaan yang sebelumnya khusus untuk laki-laki telah boleh diemban oleh kaum perempuan. Gerakan ini disambut baik di kalangan gereja dan teolog, sehingga lahirlah Teologi Feminisme yang merupakan bagian dari Teologi Pembebasan.[19]

Dalam pandangan Luther tentang perempuan, di satu pihak Ia memuji perempuan namun di pihak lain Ia memandang perempuan rendah di kaumnya. Luther berusaha melepaskan perempuan dari pelecehan dan kebencian yang berlaku pada zaman Skolastik. Menurutnya perempuan adalah teman terbaik untuk hidup. Mereka memiliki kisah karena diciptakan untuk melahirkan, menyenangkan suami dan berbelas kasihan.[20]

2.3.5.        Gender Menurut Beberapa Tokoh

1.       Letty Russell

Citra patriakhal dan androsentrik adalah bentuk, bukan isi dari berita Alkitab. Isi dari tradisinya adalah Kristus yang mana karya-Nya menjadi manusia yang baru, bukan laki-laki.[21]

2.       Ann Lee

Menurutnya bahasa tentang Allah jangan dimengerti secara harafiah, tetapi secara analog dan metafor. Artinya Allah dalam hubungannya manusia harus dilihat didalam Citra hubungan keluarga sebagai orangtua dan bukan sebagai bapak dan ibu juga.[22]

3.       Radford Ruether

Ajaran tentang trinitas dan penebusan dosa, menurut Allah mempunyai dua sifat yaitu kelaki-lakian dan sekaligus keperempuanan. Kristus adalah inkarnasi dari logos, yaitu penjelmaan dari unsur kelaki-lakian yang ada dalam diri Allah dan dilihat sebagai mesias. Sementara Roh Kudus adalah penjelmaan dari unsur keperempuanan yang ada dalam diri Allah. Tentang dosa, dosa adalah pelanggaran terhadap perintah Allah yang bersumber dan berakar pada aspek persetubuhan. Karena akar dosa adalah perempuan, untuk itu perempuanlah yang dapat mencabut akarnya dan dialah yang menyelesaikan secara tuntas.[23]

2.3.6.        Peranan PAK untuk meningkatkan Kesetaraan Gender

Berbicara tentang Pendidikan maka kita berbicara tentang suatu bimbingan, yaitu bimbingan sebagai suatu proses. Dengan menggunakan istilah bimbingan, maka dapat kita hayati bahwa pendidikan itu merupakan usaha yang disadari, bukan suatu perbuatan yang serampangan begitu saja tetapi harus kita pertimbangkan segala akibatnya dari perbuatan mendidik.[24] Seperti halnya Pendidikan Agama Kristen yang merupakan upaya sadar dan bersengaja serta sadar tujuan yang berlangsung pada konteks tertentu, dengan pendekatan atau strategi serta memberi perhatian terhadap isi tertentu.[25]Pendidikan Agama Kristen dalam meningkatkan kesetaraan gender perlu memberi perhatian yang serius. Karena Pendidikan Agama Kristen bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Baik dalam keluarga, sekolah, gereja. Karena pendidikan merupakan landasan terhadap suatu bimbingan baik sebagai upaya meningkatkan kesetaraan gender (laki-laki dan perempuan).[26] Supaya tidak ada lagi tindas menindas antara laki-laki dan perempuan, dan pelecehan terhadap perempuan, tetapi sebaliknya perbedaan itu haruslah disyukuri, karena perbedaaan itu indah dan hal itu merupakan sebuah ciptaan Allah yang begitu indah. Perbedaan itu terjadi supanya laki-laki dan permpuan saling melengkapi dan tugas-tugasnya masing-masing, karena manusia diciptakan (laki-laki dan perempuan) menurut gambar Allah (Kej 1:27), hal ini berarti tidak ada perbedaan derajat dihadapan Allah karena keduanya sama-sama diciptakan menurut gambar Allah. Hal inilah yang hendaknya menjadi pegangan kita dalam memandang status laki-laki dan perempuan, dimana tidak ada perbedaan dihadapan Allah. Dan peranan PAK penting dalam membimbing dan mengarahkan supaya saling mengasihi dan menghargai antara satu dengan yang lain. Jadi hendaklah diantara keduanya saling menghargai satu dengan yang lainnya dan sama-sama menyadari bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mitra Allah dibumi. Saling melengkapi diantara keduanya, laki-laki membutuhkan permpuan dan perempuan juga membutuhkan laki-laki. Maka dengan kesadaran tersebut tidak aka nada lagi anggapan untuk saling merendahkan. Tetapi akan menyadari bahwa  semuanya adalah satu di dalam Kristus, karena kesatuan itu membutuhkan suatu kesamaan idea tau pemikiran untuk mendatangkan suatu keharmonian seperti doa Yesus dalam (Yoh 17:21) semua menjadi satu.

 

Dapat kita lihat pandangan para tokoh tentang gender:

v  Phyllis Trible. Ia mengkritik dan dan menggugat cerita-cerita Alkitab, khususnya Perjanjian Lama, karena sebagian isinya merupakan Teks of terror bagi orang yang menjunjung tinggi kesetaraan gender dan harkat kemanusiaan. Dikatakan bahwa penulis-penulis Alkitab seolah-olah tidak berupaya untuk tidak menceritakan peristiwa-peristiwa yang bersifat amoral. Pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dibenarkan dan diangkat sebagai cerita untuk mengangkat keutamaan laki-laki. Misalnya seorang ayah atau suami merasa tidak bersalah menyerahkan puteri kandungnya atau isterinya untuk diperkosa massa demi keselamatan tamunya laki-laki (Kej. 19:8, Hak. 19); status isteri ditempatkan sebagai bagian dari harta milik Properti suami (Kel. 20:17; Ul. 5:21). Sementara laki-laki dilahirkan seolah-olah lebih kudus, lebih berharga daripada perempuan (Im 15; 27:1-7).[27]

v  Elisabeth Schuessler Florenza. Ia mengangkat fakta bahwa orang-orang percaya kepada Yesus Kristus bukan hanya laki-laki tetapi juga perempuan. Dalam bukunya In memory of Her  (Kis 16:14). Peranan kesetiaan perempuan bukanlah dibawah kesetiaan laki-laki. Banyak peranan perempuan yang kurang diungkapkan di realitas yang sebenarnya. Menurutnya gender tidak untuk meniadakan adanya tingkatan yang lebih rendah  daripada perempuan.[28]

2.3.7.        Pandangan Teologi Sosial terhadap Gender

Jikalau kita berbicara tentang Gender pada umumnya langsung berfikir kearah kesetaraan gender. Tetapi yang menjadi dasar acuan kita adalah Alkitab dan titik tolaknya dilihat ari penciptaan. Dalam Kej 1:26-28, bahwa manusia tidak diciptakan seorang diri, kesaksian Alkitab bukan saja dalam kejadian 1 tetapi dalam kejadian 2 juga dikatakan bahwa laki-laki dan peerempuan itu memiliki derajat yang sama. Yang dimaksud disini adalah penolong yang sepadan dengan dia bukanlah pembantu, contohnya pembantu rumah tangga, tetapi kawan hidup dan patner yang tidak sama benar dia dengan laki-laki tetapi yang disajikan begitu rupa sehingga keduanya merupakan manusia yang lengkap dan kompliketit. Bukan hanya itu saja yang dibicarakan dalam kejadian 2 tentang perempuan. Dalam kejadian 2 juga dikatakan bahwa perempuan itu dijadikan dari rusuk yang Tuhan ambil dari adam. Dengan kiasan ini Alkitab ingin katakan bahwa perempuan secara hakiki sama dengan laki-laki. Adam dahulu tidak komplite, tetapi semenjak ada perempuan (hawa) komplitlah ciptaan Allah.[29]

III.                Kesimpulan

Melalui pemaparan diatas maka saya dapat menyimpulkan bahwa konteks gender yang selama ini sering kita dengar adalah menyangkut hal sosial dan bukan hanya menyangkut jenis kelamin saja. Dan ternyata kita sendiri dalam masyarakat kita yang membentuk ketidakadilan gender tersebut. Memang benar bahwa laki-laki dan perempuan berbeda tetapi satu alasan yang menjadikan salah satu pihak merasa dirugikan dan merasa tertindas karena tidak adanya keadilan yang didapatkan karena posisinya. Allah menjadikan perempuan sebagai teman hidup bagi laki-laki supaya laki-laki tersebut lengkap. Hal ini menunjukkan bahwa antara perempuan dan laki-laki dalam lingkungan sosial, bermasyarakat, budaya haruslah diperlakukan dengan sama dan tidak ada mendapat posisi yang lebih tingi. Saling melengkapi diantara keduanya, laki-laki membutuhkan permpuan dan perempuan juga membutuhkan laki-laki. Maka dengan kesadaran tersebut tidak aka nada lagi anggapan untuk saling merendahkan. Tetapi akan menyadari bahwa  semuanya adalah satu di dalam Kristus, karena kesatuan itu membutuhkan suatu kesamaan idea tau pemikiran untuk mendatangkan suatu keharmonian seperti doa Yesus dalam (Yoh 17:21) semua menjadi satu.

IV.       Daftar Pustaka

B.Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen, Yogyakarta: Yayasan Andi,2000

B.Tye Karen , Basics Of Christiani Education, Chalice Pres

Browning W. R. F. , Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2007

Burhanuddin Salam H, Pengantar Paedagogik, Jakarta: PT Rineka Cipta,2002

Cleves Mosse Julia, Gender Pembangunan,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 3

Darwin Lumbantobing, Teologi di Pasar bebas, Pematang Siantar: L-SAPA, 2007

Dikutip ulang dari Sikap dan Pandangan Marthin Luther terhadap Perempuan ditinjau dari sudut Teologis, Von Kurt Aland, Vol 9

Erman Anti danPriyatno , Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Yogyakarta: Rineka Cipta,1999

Homrighausen E.G.dan Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta:BPK-GM,1928

J.L.Abineno, Manusia dan Sesamanya dalam dunia, Jakarta: BPK-GM, 1998

lilik Kristianto Paulus , Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen, Yogyakarta:ANDI,2006

M. Beeching, “ Perempuan” Dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Vol II M-Z, (Jakarta: YKBK/ OMF, 2011

M.Echols John, Kamus Besar Bahasa Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 19965), 265

Munthe Pardomuan, Isu Gender, dalam Jurnal Teologia Tabernakel ,Medan:STT Abdi Sabda,2009

Nuhamara Daniel, Pembimbing PAK, Bandung: Jurnal Info Media,2007

O T Ihromi, Kajian Wanita dalam Pembangunan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995

Poerwadarminta W. J. S. , Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988

R.Boehlke Robert, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek PAK, (Jakarta:BPK-GM,2010),475-476

Ulrick Beyer dan A.A. Sitompul, Metode Penafsiran Alkitab, Jakarta: BPK-GM,2008



[1] Paulus lilik Kristianto, Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen, (Yogyakarta:ANDI,2006,1

[2] E.G.Homrighausen dan Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta:BPK-GM,1928),31

[3] Karen B.Tye, Basics Of Christiani Education, (Chalice Press), 7-10

[4] Paulus lilik Kristianto, Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen,139-140

[5] Paulus Lilik Kristianto, Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen, 146-149

[6] E.G.Homrighausen dan I.K.Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (jakarta: BPK-GM,2011), 122

[7] Paulus lilik Kristisnto, Prinsip dan Praktik Pendidikan Agama Kristen,1

[8] Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, (Bandung: Jurnal Info Media,2007), 96

[9] Robert R.Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek PAK, (Jakarta:BPK-GM,2010),475-476

[10] John M.Echols, Kamus Besar Bahasa Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 19965), 265

[11] Julia Cleves Mosse, Gender Pembangunan,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 3

[12] T.o. Ihromi, Kajian Wanita dalam Pembangunan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995), 70

[13] W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988),627

[14] W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 852

[15] W. R. F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK-GM, 2007), 344

[16] M. Beeching, “ Perempuan” Dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Vol II M-Z, (Jakarta: YKBK/ OMF, 2011), 240-242

[17] Julia Cleves Mosse,Gender Pembanguna, 3

[18] Darmin Lumbantobing, Teologi di Pasar bebas, (Pematang Siantar: L-SAPA, 2007), 307

[19]Darmin Lumbantobing, Teologi Pasar Bebas, 307-309

[20] Dikutip ulang dari Sikap dan Pandangan Marthin Luther terhadap Perempuan ditinjau dari sudut Teologis, Von Kurt Aland, Vol 9

[21] Pardomuan Munthe, Isu Gender, dalam Jurnal Teologia Tabernakel (Medan:STT Abdi Sabda,2009),67

[22] Pardomuan Munthe, Isu Gender, 68

[23] A.A. Sitompul dan Ulrick Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK-GM,2008),68-69

[24] H. Burhanuddin Salam, Pengantar Paedagogik, (Jakarta: PT Rineka Cipta,2002),5

[25] B.Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen, (Yogyakarta: Yayasan Andi,2000),27

[26] Priyatno dan Erman Anti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta: Rineka Cipta,1999),180

[27]Darwin Lumban Tobing, Teologi Pasar Bebas, 308 

[28]Darwin Lumban Tobing, 309-310

[29] J.L.Abineno, Manusia dan Sesamanya dalam dunia, (Jakarta: BPK-GM, 1998), 37-38

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim