-->

sosial media

Wednesday, 9 April 2025

PELITA HIDUP JUMAT AGUNG; MARKUS 15 : 33 - 41 ( YESUS MENYERAHKAN NYAWA-NYA )

 


I.               Pendahuluan

Jumat Agung adalah momen sentral dalam iman Kristen, di mana Gereja di seluruh dunia memperingati penderitaan dan kematian Yesus Kristus. Teks Markus 15: 33–41 membawa kita menyaksikan langsung peristiwa klimaks dari pengorbanan Anak Allah: penyerahan nyawa-Nya di kayu salib. Dalam narasi yang penuh kesunyian dan penderitaan ini, kita menemukan kedalaman teologi salib dan kekuatan historis yang membentuk dasar keselamatan umat manusia. 

 

II.            PenjelasanTeks

1.     Kegelapan yang Menyelubungi Dunia (ayat 33)

Ketika waktu menunjuk jam 12 siang, tiba-tiba kegelapan menyelimuti seluruh negeri sampai jam 3 sore. Secara historis, ini bukan fenomena alam biasa. Dalam pemahaman Yahudi, kegelapan sering kali menjadi lambing murka Allah atau penghakiman (band. Amos 8:9). Kegelapan ini menjadi tanda bahwa sesuatu yang dahsyat sedang terjadi: Sang Pencipta sedang menghakimi dosa dunia, dan Sang Anak sedang menanggung murka tersebut dalam tubuh-Nya.

Teologisnya, kegelapan ini melambangkan pemisahan antara Yesus dan Bapa. Ia yang tidak mengenal dosa telah dijadikan dosa karena kita (2 Korintus 5:21). Kegelapan menjadi saksi bisu bahwa dosa membawa keterpisahan dari Allah, dan Yesus masuk sepenuhnya kedalam realitas itu demi menebus kita.

 

2.     SeruanKesakitandanPemutusanRelasi (ayat 34–36)

Seruan Yesus, “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?” adalah kutipan dari Mazmur 22, yang mengungkapkan perasaan ditinggalkan oleh Allah. Ini adalah momen terdalam penderitaan Yesus, bukan karena paku atau cambuk, tetapi karena relasi kekal dengan Bapa diputuskan untuk sesaat. Inilah inti penderitaan-Nya: penyerahan total dalam keterpisahan, agar kita tidak pernah dipisahkan dari kasih Allah.

Secara historis, orang-orang di sekitar-Nya gagal memahami seruan ini, mengira Yesus memanggil Elia. Hal ini menyoroti ketidakpekaan rohani mereka, meskipun mereka menyaksikan langsung karya penebusan yang sedang berlangsung.

 

3.     Kematian yang Membuka Tabir (ayat 37–38)

Yesus bukan sekadar meninggal— Dia menyerahkan nyawa-Nya. Markus dengan tegas mencatat bahwa Yesus “berseru nyaring dan menyerahkan nyawa-Nya.” Ini bukan seruan kekalahan, melainkan deklarasi kemenangan. DalamYohanes 10:18, Yesus berkata: "Tidak seorang pun mengambil nyawa-Ku daripada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri."

Segera setelah itu, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas kebawah. Ini sangat signifikan secara teologis dan historis. Tabir memisahkan ruang kudus dari ruang maha kudus, tempat hadirat Allah bersemayam. Kini, dengan kematianYesus, pemisah itu dihancurkan. Jalan masuk kepada Allah telah terbuka bagi semua orang, bukanhanya imam besar.

 

4.     Pengakuan dari Bangsa Lain (ayat 39)

Perwira Romawi, seorang penyembah berhala, orang non-Yahudi,  wakil dari kekaisaran penjajah—menyatakan iman: “Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!” Ini adalah momen puncak pengakuan iman dalam Injil Markus. Ironisnya, pengakuan ini tidak datang dari murid-murid Yesus, tetapi dari seorang asing.

Secara historis dan teologis, ini memperlihatkan bahwa kematian Kristus adalah untuk seluruh dunia. Dari titik ini, Injil akan bergerak keluar batas Israel, menjangkau bangsa-bangsa, dan membuka jalan bagi gereja untuk menjadi komunitas lintas suku dan bangsa.

 

5.     Kesaksian Para Perempuan (ayat 40–41)

Di tengah kepergian para murid laki-laki, para perempuan tetap hadir: Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus, dan Salome. Mereka menjadi saksi setia di kaki salib. Dalam konteks masyarakat patriarki abad pertama, kesaksian perempuan tidak dianggap sah. Namun, Injil menempatkan mereka sebagai saksi utama kematian, penguburan, dan kebangkitan Yesus.

Ini adalah pesan radikal: Allah memakai yang lemah untuk mempermalukan yang kuat. Kesaksian mereka menjadi penopang historis dan spiritual bagi berita Injil.

 

III.          Penutup

 

Salib Sebagai Takhta Kemuliaan

Markus 15:33–41 mengajak kita melihat bahwa salib bukan hanya tempat penderitaan, tetapi juga tempat penyerahan, penggenapan nubuat, dan pembukaan jalan keselamatan. Yesus tidak menjadi korban keadaan, melainkan Raja yang secara sukarela menyerahkan nyawa-Nya. Di dalam kegelapan salib, ada terang pengharapan. Di dalam seruan penderitaan, ada suara kasih penebusan.

Pada Jumat Agung ini, kita tidak hanya mengenang kematian Yesus, tetapi merenungkan makna terdalam dari pengorbanan-Nya: bahwa dalam penyerahan-Nya, kita memperoleh kehidupan.

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim