-->

sosial media

Tuesday, 16 September 2025

ERAUNATEOLOGI MKI : KRISIS EKSISTENSIAL - SPIRITUAL ADAM DAN HAWA DALAM KEJADIAN 3 : 1 - 24

 © [2025] [Hendra Crisvin Manullang]. Seluruh hak cipta dilindungi undang-undang.

Tulisan ini tidak boleh diperbanyak, disalin, atau dipublikasikan dalam bentuk apa pun, baik sebagian maupun seluruhnya, tanpa izin tertulis dari penulis. Setiap kutipan atau penggunaan sebagian dari tulisan ini wajib mencantumkan sumber secara jelas sesuai etika akademik.

Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.


Krisis Eksistensial-Spiritual Adam dan Hawa dalam

Kejadian 3:1–24

Ditulis Oleh : Pdt. Hendra Crisvin Manullang, S.Th

Nomor : eAMK170925003

I. Pendahuluan

Kejadian 3:1–24 adalah perikop yang paling fundamental dalam teologi Perjanjian Lama. Teks ini menggambarkan kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa, yang mengakibatkan perubahan radikal dalam relasi eksistensial-spiritual manusia dengan Allah. Adam dan Hawa bukan hanya kehilangan status “tak bercela” di hadapan Allah, tetapi juga mengalami keterasingan dari Sang Pencipta, diri mereka sendiri, sesamanya, dan dunia ciptaan.

Narasi ini memunculkan pertanyaan-pertanyaan eksistensial: “Siapakah manusia di hadapan Allah?”, “Mengapa manusia memilih jalan pemberontakan?”, serta “Bagaimana Allah tetap berkarya dalam krisis itu?”. Pertanyaan-pertanyaan ini menjadikan Kejadian 3 bukan sekadar kisah kuno, melainkan refleksi universal tentang kondisi manusia sepanjang zaman.


II. Penjelasan

2.1. Arti Krisis Eksistensial–Spiritual

Krisis eksistensial adalah keterombangan batin manusia ketika menghadapi realitas hidup yang tidak sesuai dengan maksud penciptaannya. Adam dan Hawa seharusnya hidup dalam harmoni bersama Allah, tetapi dosa menciptakan jarak. “Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat” (Kej. 3:7).

Krisis spiritual menyangkut relasi manusia dengan Allah yang terguncang. Mereka tidak lagi dapat berdiri di hadapan Allah dengan hati nurani yang murni, melainkan bersembunyi (Kej. 3:8–10). Paul Tillich menyebut kondisi ini sebagai keterasingan manusia dari “Ground of Being,” yaitu Allah sendiri.¹

 

2.2. Rancang Bangun Iman dalam Kehidupan Adam dan Hawa

Allah memberi perintah yang jelas: “Tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kej. 2:17).

Rancang bangun iman Adam dan Hawa dibangun di atas ketaatan kepada Firman Allah. Namun, iman mereka tidak kokoh. Mereka membiarkan diri digoda oleh ular, yang memutarbalikkan Firman Allah: “Sekali-kali kamu tidak akan mati” (Kej. 3:4). Dengan demikian, krisis ini berawal dari retaknya fondasi iman.²

 

2.3. Kehadiran Allah dalam Krisis Eksistensial–Spiritual

Di tengah ketersembunyian manusia, Allah hadir dengan pertanyaan eksistensial: “Di manakah engkau?” (Kej. 3:9). Pertanyaan ini adalah undangan untuk refleksi diri dan pengakuan. Gordon Wenham menafsirkan bahwa Allah tidak mencari informasi, tetapi mengundang manusia untuk kembali kepada-Nya.³ Kehadiran Allah dalam krisis menunjukkan bahwa kasih dan pemeliharaan-Nya tidak berhenti sekalipun manusia jatuh.

2.4. Faktor Krisis Eksistensial–Spiritual Adam dan Hawa

  1. Godaan eksternal: ular menaburkan keraguan (Kej. 3:1–5).
  2. Ambisi internal: keinginan menjadi seperti Allah (Kej. 3:6).
  3. Kerentanan iman: kegagalan menolak suara lain di luar Firman Allah.
  4. Rasa malu: menyadari ketelanjangan (Kej. 3:7).
  5. Ketakutan: bersembunyi dari Allah (Kej. 3:10).
  6. Saling menyalahkan: Adam menyalahkan Hawa, Hawa menyalahkan ular (Kej. 3:12–13).

2.5. Karya Allah dalam Krisis Eksistensial–Spiritual Adam dan Hawa

  • Menghukum dosa: kutuk atas ular, perempuan, laki-laki, dan tanah (Kej. 3:14–19).
  • Menyatakan kasih karunia: “Dan Tuhan Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu lalu mengenakan pakaian itu kepada mereka” (Kej. 3:21).
  • Janji keselamatan: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu” (Kej. 3:15). Ini adalah protoevangelium, janji keselamatan pertama yang digenapi dalam Kristus.⁴

2.6. Dimensi Psikologis Krisis Adam dan Hawa

Kejadian 3 tidak hanya berbicara tentang dimensi rohani, tetapi juga psikologis. Adam dan Hawa mengalami rasa malu, takut, dan rasa bersalah. Psikologi eksistensial Kierkegaard menekankan bahwa dosa memunculkan keputusasaan sebagai “penyakit yang menuju maut.”⁵

2.7. Dimensi Sosial Krisis Adam dan Hawa

Krisis itu juga berdampak sosial. Relasi antar-manusia rusak. Adam menyalahkan Hawa (Kej. 3:12), sehingga cinta yang seharusnya saling menopang berubah menjadi konflik dan dominasi (Kej. 3:16).

2.8. Dimensi Kosmik Krisis Adam dan Hawa

Dosa Adam dan Hawa tidak hanya memengaruhi mereka sendiri, tetapi juga seluruh ciptaan: “Terkutuklah tanah karena engkau” (Kej. 3:17). Paulus menegaskan bahwa ciptaan pun turut “mengeluh” menantikan pemulihan (Rm. 8:20–22).⁶


III.  Pandangan Para Ahli Tentang Krisis Eksistensial–Spiritual Adam dan Hawa

  • Augustine: dosa asal sebagai akar kerusakan manusia.⁷
  • Martin Luther: dosa pertama sebagai “curvatus in se,” manusia yang melipat diri ke dalam egoisme.⁸
  • Karl Barth: dosa sebagai pemberontakan manusia terhadap anugerah Allah.⁹
  • Søren Kierkegaard: dosa sebagai keputusasaan eksistensial.¹⁰
  • Bruce Waltke: Kejadian 3 sebagai fondasi teologi Perjanjian Lama tentang keselamatan.¹¹

IV . Perbandingan Teologi Kejatuhan dalam PL dan PB

Narasi Kejadian 3 mendapatkan penjelasan dan penggenapannya dalam Perjanjian Baru. Paulus dalam Roma 5:12–21 menegaskan bahwa melalui satu orang, yaitu Adam, dosa masuk ke dalam dunia, dan melalui dosa, maut menjalar kepada semua orang. “Sebab sama seperti semua orang telah berbuat dosa, dan kehilangan kemuliaan Allah” (Rm. 3:23).

Namun, Paulus membandingkan Adam dengan Kristus: “Jadi sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup” (Rm. 5:18). Kristus disebut Adam yang terakhir (1 Kor. 15:45), yang menjadi sumber hidup baru bagi manusia.

Dengan demikian:

·        Adam pertama: sumber krisis eksistensial-spiritual karena dosa dan maut.

·        Kristus (Adam terakhir): sumber pemulihan eksistensial-spiritual melalui salib dan kebangkitan.

N. T. Wright menyebut relasi ini sebagai “the new creation reality,” bahwa Kristus tidak hanya menghapus dosa, tetapi membuka jalan bagi ciptaan baru.¹²

V. Kesimpulan

Krisis eksistensial-spiritual Adam dan Hawa dalam Kejadian 3:1–24 menunjukkan bahwa dosa bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi keterasingan total manusia dari Allah. Namun, dalam krisis itu Allah hadir, menghukum tetapi sekaligus menjanjikan keselamatan. Kisah ini bersifat universal, eksistensial, dan eskatologis: universal karena menyentuh seluruh umat manusia, eksistensial karena menyangkut identitas terdalam manusia, dan eskatologis karena menunjuk pada karya penebusan Kristus.

 

Catatan Kaki

  1. Paul Tillich, The Courage to Be (New Haven: Yale University Press, 1952), hlm. 31.
  2. Derek Kidner, Genesis: An Introduction and Commentary (Downers Grove: IVP, 1967), hlm. 62–63.
  3. Gordon J. Wenham, Genesis 1–15 (Word Biblical Commentary, Vol. 1; Waco: Word Books, 1987), hlm. 76.
  4. Bruce K. Waltke, An Old Testament Theology (Grand Rapids: Zondervan, 2007), hlm. 262.
  5. Søren Kierkegaard, The Sickness Unto Death (Princeton: Princeton University Press, 1980), hlm. 45–46.
  6. N. T. Wright, Surprised by Hope (New York: HarperOne, 2008), hlm. 90–92.
  7. Augustine, Confessions, terj. Henry Chadwick (Oxford: Oxford University Press, 1991), hlm. 47–49.
  8. Martin Luther, Lectures on Genesis: Chapters 1–5 (St. Louis: Concordia, 1958), hlm. 141.
  9. Karl Barth, Church Dogmatics III/1 (Edinburgh: T&T Clark, 1958), hlm. 184.
  10. Søren Kierkegaard, The Concept of Anxiety (Princeton: Princeton University Press, 1980), hlm. 82–83.
  11. Bruce K. Waltke, Genesis: A Commentary (Grand Rapids: Zondervan, 2001), hlm. 95.
  12. N. T. Wright, Paul and the Faithfulness of God (Minneapolis: Fortress Press, 2013), hlm. 412–415.

 

Daftar Pustaka

Augustine. Confessions. Terjemahan Henry Chadwick. Oxford: Oxford University Press, 1991.

Barth, Karl. Church Dogmatics III/1. Edinburgh: T&T Clark, 1958.

Kidner, Derek. Genesis: An Introduction and Commentary. Downers Grove: InterVarsity Press, 1967.

Kierkegaard, Søren. The Concept of Anxiety. Princeton: Princeton University Press, 1980.

Kierkegaard, Søren. The Sickness Unto Death. Princeton: Princeton University Press, 1980.

Luther, Martin. Lectures on Genesis: Chapters 1–5. St. Louis: Concordia, 1958.

Tillich, Paul. The Courage to Be. New Haven: Yale University Press, 1952.

Waltke, Bruce K. An Old Testament Theology. Grand Rapids: Zondervan, 2007.

Waltke, Bruce K. Genesis: A Commentary. Grand Rapids: Zondervan, 2001.

Wenham, Gordon J. Genesis 1–15. Word Biblical Commentary, Vol. 1. Waco: Word Books, 1987.

Wright, N. T. Surprised by Hope. New York: HarperOne, 2008.

Wright, N. T. Paul and the Faithfulness of God. Minneapolis: Fortress Press, 2013.

 

 

 

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim