-->

sosial media

Saturday, 13 September 2025

ERAUNATEOLOGI MKI : PENGARUH EKONOMI GLOBAL DALAM GEREJA

© [2025] [Hendra Crisvin Manullang]. Seluruh hak cipta dilindungi undang-undang.

Tulisan ini tidak boleh diperbanyak, disalin, atau dipublikasikan dalam bentuk apa pun, baik sebagian maupun seluruhnya, tanpa izin tertulis dari penulis. Setiap kutipan atau penggunaan sebagian dari tulisan ini wajib mencantumkan sumber secara jelas sesuai etika akademik.

Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

PENGARUH EKONOMI GLOBAL DALAM GEREJA

Ditulis Oleh : Pdt. Hendra Crisvin Manullang, S.Th
Nomor : eAMK140925001

I.           Pendahuluan

Ekonomi global dewasa ini telah menjadi kekuatan dominan yang membentuk tatanan sosial, budaya, dan politik dunia. Globalisasi ekonomi ditandai oleh perdagangan bebas, aliran modal lintas negara, perkembangan teknologi finansial, dan dominasi kapitalisme sebagai sistem utama. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada kehidupan sekuler, melainkan juga merambah wilayah keagamaan, termasuk Gereja.

Sebagai lembaga yang memiliki misi spiritual sekaligus sosial, Gereja berhadapan dengan tantangan besar: bagaimana tetap setia pada Injil Kristus di tengah arus globalisasi ekonomi yang sering kali bercorak materialistik dan utilitarian.

II.     Gereja dalam Konteks Ekonomi Global

1. Ketergantungan Finansial dan Manajemen Gereja

Pelayanan Gereja membutuhkan dana—baik untuk pembangunan sarana ibadah, karya sosial, maupun misi internasional. Globalisasi memberi akses terhadap sumber dana internasional, seperti hibah lembaga asing atau jaringan misi global. Namun, ketergantungan pada mekanisme ekonomi kapitalistik dapat mengaburkan prinsip iman, di mana pelayanan dapat berubah menjadi sekadar proyek yang diukur dengan keuntungan finansial[1].

Prinsip Alkitab menegaskan bahwa “akar segala kejahatan ialah cinta uang” (1 Timotius 6:10). Oleh karena itu, Gereja ditantang untuk mengelola keuangan secara transparan dan etis, bukan tunduk pada logika pasar.

2. Kesenjangan Sosial dan Panggilan Profetis Gereja

Globalisasi ekonomi sering memperlebar jurang kaya-miskin. Data menunjukkan bahwa sebagian kecil populasi dunia menguasai sebagian besar kekayaan global[2]. Dalam situasi ini, Gereja dipanggil menjalankan fungsi profetisnya: menegur sistem yang tidak adil, serta berpihak pada kaum tertindas.

Yesus sendiri dalam pelayanan-Nya menegaskan, “Roh Tuhan ada pada-Ku... Ia telah mengutus Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang miskin” (Lukas 4:18). Gereja, sebagai tubuh Kristus, harus meneladani panggilan ini dalam konteks ekonomi global.

3. Komersialisasi Agama

Fenomena globalisasi juga menyebabkan agama menjadi bagian dari industri budaya dan pasar. Produk rohani seperti musik, buku, dan pariwisata religius menjadi komoditas bernilai tinggi[3]. Di satu sisi, hal ini memberi ruang kreatif bagi penyebaran Injil; di sisi lain, terdapat bahaya “pengkomersialan iman” di mana nilai spiritual direduksi menjadi sekadar barang dagangan.

Yesus sendiri pernah mengkritik keras praktik jual-beli di Bait Allah dengan berkata: “Rumah-Ku akan disebut rumah doa, tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun” (Matius 21:13). Hal ini mengingatkan Gereja untuk tetap menjaga kesakralan pelayanan dari logika pasar.

4. Digitalisasi Ekonomi dan Gereja

Perkembangan ekonomi digital membuka peluang besar bagi Gereja, seperti penggalangan dana daring (online giving), ibadah virtual, dan literasi keuangan jemaat[4]. Namun, digitalisasi juga menghadirkan tantangan berupa berkurangnya keintiman persekutuan, serta potensi manipulasi ekonomi melalui platform digital.

Gereja harus bijak menggunakan teknologi sebagai sarana misi, bukan sebagai tujuan. Prinsip Paulus dalam Roma 12:2 relevan: “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu.”

 

II.      Peranan Gereja dalam Menghadapi Ekonomi Global

1.     Peranan Profetis – Gereja dipanggil menjadi suara kenabian yang menegur ketidakadilan, melawan sistem ekonomi yang eksploitatif, dan menegakkan etika publik.

2.     Peranan Pastoral – Gereja mendampingi jemaat yang terdampak krisis ekonomi global: pengangguran, PHK, inflasi, dan kemiskinan.

3.     Peranan Edukatif – Gereja mengajarkan jemaat tentang pengelolaan keuangan yang sehat, prinsip memberi, dan bahaya mentalitas konsumerisme. “Harta yang cepat diperoleh akan berkurang, tetapi siapa mengumpulkan sedikit demi sedikit, menjadi kaya” (Amsal 13:11).

4.     Peranan Diakonal (Pelayanan Sosial) – Gereja hadir melalui karya sosial-ekonomi: bantuan pangan, koperasi jemaat, dukungan UMKM, serta pendampingan bagi kelompok yang termarginalkan (Matius 25:40).

5.     Peranan Ekumenis dan Global – Gereja membangun solidaritas lintas negara dalam menghadapi krisis global, termasuk melalui advokasi, bantuan kemanusiaan, dan kerja sama internasional.

 

IV.         Penelitian & Survei: Kemunduran Keuangan Gereja

Beberapa survei global menunjukkan bahwa sebagian gereja mengalami kemunduran finansial akibat tekanan ekonomi:

a.      Inflasi menurunkan daya beli umat dan mengurangi kemampuan memberi secara riil[5].

b.  Perubahan pola donasi pasca-pandemi membuat banyak jemaat mengalihkan bantuan ke lembaga sosial atau komunitas lain[6].

c.      Ketidakpastian ekonomi makro mendorong jemaat menahan donasi[7].

d.    Sekularisasi dan penurunan kehadiran jemaat memperburuk situasi, seperti yang dialami     Church of Scotland yang harus menutup banyak gedung karena krisis finansial[8].

V.            Tabel Ringkasan Survei & Penelitian

Sumber / Tahun

Temuan Kunci

Implikasi bagi Gereja

Giving to Religion Report – Lake Institute (2023)

Pemberian untuk agama naik secara nominal, tetapi setelah disesuaikan inflasi nilainya menurun.

Gereja harus memperhitungkan inflasi dalam anggaran dan mendidik jemaat agar memberi secara konsisten meskipun daya beli menurun.

State of Church Giving Report (2022)

Banyak gereja melaporkan penurunan pemberian akibat inflasi dan ketidakpastian ekonomi; meskipun ada juga yang tetap stabil.

Perlu strategi diversifikasi sumber dana, perencanaan berbasis skenario, dan transparansi pengelolaan keuangan.

MinistryWatch – Evangelical Giving Trends Post-Pandemic (2023)

Beberapa gereja evangelikal masih belum pulih ke level pra-pandemi; penurunan terus terjadi pada segmen donor tertentu.

Gereja perlu memperkuat hubungan dengan jemaat, membangun sistem donasi digital, dan mengembangkan program pemberdayaan jemaat.

The Times – “Church of Scotland Faces Financial Crisis” (2023)

Church of Scotland menghadapi krisis keuangan serius hingga harus menutup banyak paroki dan menjual properti.

Gereja perlu memperhatikan tren demografis dan sekularisasi; penting untuk menyesuaikan model pelayanan dengan konteks sosial-ekonomi lokal.


VI.         Kesimpulan

Ekonomi global membawa dampak signifikan bagi Gereja, baik dalam bentuk peluang maupun ancaman. Banyak gereja mengalami kemunduran keuangan akibat inflasi, krisis global, dan perubahan pola pemberian jemaat. Namun, hal ini juga membuka peluang bagi Gereja untuk lebih kreatif dan setia dalam melaksanakan misinya.

Dengan mengembangkan peranan profetis, pastoral, edukatif, diakonal, dan ekumenis, serta memperhatikan hasil penelitian mengenai tren keuangan gereja, Gereja dapat menjadi agen transformasi yang menghadirkan keadilan, damai sejahtera, dan kasih Allah di tengah dunia yang dikuasai oleh logika ekonomi global.

VII.      DAFTAR PUSTAKA

Max L. Stackhouse, Globalization and Grace (New York: Continuum, 2007), hlm. 45–46

Thomas Piketty, Capital in the Twenty-First Century (Cambridge, MA: Harvard University Press,

2014), hlm. 257–259

Vincent J. Miller, Consuming Religion: Christian Faith and Practice in a Consumer Culture (New

York: Continuum, 2004), hlm. 25–27

Heidi A. Campbell, Digital Religion: Understanding Religious Practice in Digital Media (New York:

Routledge, 2013), hlm. 98–100

Lake Institute on Faith & Giving, Giving to Religion Report (Indianapolis: Indiana University Lilly

Family School of Philanthropy, 2023), hlm. 12–13

State of Church Giving Report (Champaign, IL: Empty Tomb, Inc., 2022), hlm. 34–36

MinistryWatch, Evangelical Giving Trends Post-Pandemic (MinistryWatch Research Report, 2023),

hlm. 7–9.

The Times, “Church of Scotland Faces Financial Crisis and Parish Closures” (London: News UK, 2023),

hlm. 4–5


[1] Max L. Stackhouse, Globalization and Grace (New York: Continuum, 2007), hlm. 45–46

[2] Thomas Piketty, Capital in the Twenty-First Century (Cambridge, MA: Harvard University Press, 2014), hlm. 257–259

[3] Vincent J. Miller, Consuming Religion: Christian Faith and Practice in a Consumer Culture (New York: Continuum, 2004), hlm. 25–27

[4] Heidi A. Campbell, Digital Religion: Understanding Religious Practice in Digital Media (New York: Routledge, 2013), hlm. 98–100

[5] Lake Institute on Faith & Giving, Giving to Religion Report (Indianapolis: Indiana University Lilly Family School of Philanthropy, 2023), hlm. 12–13

[6] State of Church Giving Report (Champaign, IL: Empty Tomb, Inc., 2022), hlm. 34–36

[7] MinistryWatch, Evangelical Giving Trends Post-Pandemic (MinistryWatch Research Report, 2023), hlm. 7–9.

[8] The Times, “Church of Scotland Faces Financial Crisis and Parish Closures” (London: News UK, 2023), hlm. 4–5

 

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim