KHOTBAH; ROMA 1 : 8–15 (Memberitakan Injil Dengan Segenap Hati)
MEMBERITAKAN INJIL DENGAN SEGENAP HATI
ROMA 1 : 8–15
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Surat Paulus kepada
jemaat di Roma adalah salah satu karya teologis terpenting dalam Perjanjian
Baru. Paulus menulis surat ini pada sekitar tahun 57 M, ketika ia berada di
Korintus, dalam perjalanan menuju Yerusalem. Roma sering disebut sebagai
“magnum opus” Paulus karena memuat pemaparan Injil yang paling sistematis.
Dalam Roma 1:8–15,
Paulus menyampaikan rasa syukurnya atas iman jemaat, doanya yang terus-menerus
bagi mereka, kerinduannya untuk mengunjungi mereka, dan tanggung jawabnya untuk
memberitakan Injil kepada semua bangsa. Bagian ini bukan sekadar salam pembuka,
melainkan juga pernyataan misi Paulus yang mendasar: Injil adalah hutang rohani
yang harus diberitakan dengan segenap hati.
Relevansi teks ini
sangat besar bagi gereja masa kini. Tantangan sekularisasi, relativisme agama,
pluralisme, dan penurunan motivasi pelayanan membuat gereja perlu kembali
meneguhkan panggilannya. Paulus memberi teladan bahwa Injil diberitakan bukan
dengan paksaan, melainkan dengan syukur, doa, kerinduan, tanggung jawab, dan
kerelaan hati.
1.2 Rumusan
Masalah
-Apa makna teks asli
Roma 1:8–15 mengenai semangat Paulus dalam Injil?
-Bagaimana kaitan
Roma 1:8–15 dengan kesaksian Perjanjian Lama tentang misi Allah?
-Apa makna teologis
dari teks ini bagi kehidupan orang percaya?
-Masalah-masalah apa
yang muncul dalam teks ini dan bagaimana solusinya?
-Bagaimana relevansi
teks ini bagi kehidupan gereja masa kini?
1.3 Tujuan
Penulisan
-Menafsirkan Roma
1:8–15 dengan kajian teks asli.
-Menghubungkan teks
ini dengan teologi misi dalam Perjanjian Lama.
-Menguraikan makna
teologis semangat Paulus.
-Mengidentifikasi
masalah-masalah dalam teks.
-Memberikan implikasi
praktis dan pesan khotbah bagi gereja masa kini.
1.4 Manfaat
Penulisan
-Akademis: memberikan
kontribusi pada studi eksegesis surat Roma.
-Teologis: memperluas
pemahaman tentang misi Allah yang universal.
-Praktis: mendorong
gereja untuk menghidupi Injil dengan segenap hati.
II. KAJIAN
BIBLIS DAN TEKS ROMA 1:8–15
2.1 Konteks
Surat Roma
Roma adalah pusat
kekaisaran yang strategis. Jemaat Roma terbentuk bukan oleh Paulus, tetapi oleh
orang Yahudi Kristen yang tinggal di sana. Paulus menulis untuk meneguhkan iman
jemaat, menyatukan orang Yahudi dan non-Yahudi, serta mempersiapkan Roma
sebagai basis misinya ke Spanyol.
2.2 Analisis
Teks Yunani
Beberapa kata kunci
penting dalam teks ini:
πρῶτον (prōton)
– “pertama-tama” (ay. 8). Paulus menekankan prioritas syukur sebelum berbicara
tentang pelayanannya.
λατρεύω (latreuō) – “melayani sebagai ibadah” (ay. 9). Pelayanan Injil bukan sekadar
tugas, melainkan bentuk penyembahan.
χαρίσματα
πνευματικὰ (charismata pneumatikā) – “karunia rohani”
(ay. 11). Paulus ingin meneguhkan iman jemaat dengan karunia rohani.
ὀφειλέτης (opheiletēs) – “orang berhutang” (ay. 14). Paulus merasa memiliki kewajiban
universal memberitakan Injil.
προθύμως (prothymōs) – “dengan kerelaan hati” (ay. 15). Paulus menekankan kerelaan, bukan
keterpaksaan, dalam pelayanan Injil.
2.3 Masalah
dalam Teks
-Paulus belum pernah
ke Roma – namun ia merasa dekat secara rohani.
-Ketegangan
Yahudi–non-Yahudi – Paulus menekankan universalitas Injil untuk menyatukan
jemaat.
-Konsep hutang Injil
– apakah setiap orang percaya memiliki tanggung jawab yang sama?
-Rencana yang
tertunda – Paulus menekankan kedaulatan Allah di atas rencana manusia.
III. KAJIAN BIBLIS PL DAN MAKNA TEOLOGIS
3.1 Misi Allah dalam Perjanjian Lama
Pemahaman misi dalam Perjanjian Baru tidak dapat dilepaskan dari fondasi yang telah diletakkan dalam Perjanjian Lama. Paulus sendiri tidak menafsirkan pelayanannya sebagai sesuatu yang baru tanpa akar, melainkan sebagai kelanjutan dari karya Allah dalam sejarah Israel.
Pertama, Kejadian
12:1–3 adalah dasar utama misi universal. Abraham dipanggil
bukan hanya untuk menjadi bapa bagi Israel, melainkan agar melalui dia semua
bangsa mendapat berkat. Paulus, dalam pelayanannya kepada orang bukan Yahudi,
melihat dirinya sebagai penggenapan dari janji ini. Dalam Roma 4, ia bahkan
menyebut Abraham sebagai bapa semua orang percaya. Dengan demikian, pemberitaan
Injil dengan segenap hati berarti melanjutkan visi Allah sejak mula:
keselamatan untuk semua bangsa.
Kedua, Mazmur
67:3–4 menegaskan bahwa sukacita bangsa-bangsa terletak pada
pengenalan akan Allah Israel. Doa mazmur ini sejalan dengan doa Paulus dalam
Roma 1:9–10. Artinya, doa bukan hanya pernyataan iman pribadi, tetapi juga
tindakan partisipatif dalam rencana Allah untuk bangsa-bangsa.
Ketiga, Yesaya
49:6 menyatakan: “Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi
bangsa-bangsa, supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi.”
Paulus memahami dirinya sebagai hamba Allah yang dipanggil untuk menjalankan
misi ini. Roma 1:14–15 adalah respons langsung terhadap nubuatan Yesaya
tersebut.
Dari sini terlihat
bahwa semangat misi Paulus bukanlah inisiatif pribadi semata, melainkan bagian
dari kontinuitas sejarah keselamatan Allah yang berakar dalam Perjanjian Lama.
3.2 Makna Teologis Roma 1:8–15
Makna teologis dari Roma 1:8–15 dapat dijabarkan dalam beberapa dimensi berikut:
Dimensi Doa dan Syukur Paulus memulai dengan ucapan syukur (εὐχαριστῶ, eucharistō). Teologi Paulus menekankan bahwa Injil harus berakar dalam syukur, bukan ambisi. Syukur memurnikan motivasi misi dari pencarian keuntungan pribadi.
Dimensi Ibadah Kata latreuō (melayani/beribadah, ay. 9) menunjukkan bahwa memberitakan Injil adalah ekspresi ibadah. Injil bukan sekadar proyek organisasi, melainkan liturgi hidup. Paulus mengabarkan Injil bukan karena kewajiban eksternal, tetapi karena itu adalah penyembahannya kepada Allah.
Dimensi Karunia Rohani Paulus ingin memberikan “karunia rohani” (charismata pneumatikā, ay. 11). Artinya, misi bukan hanya penyampaian informasi, tetapi pemberian kehidupan rohani yang meneguhkan iman. Di sini kita melihat integrasi antara karunia dan Injil.
Dimensi Universalitas Paulus menyebut dirinya “berhutang kepada orang Yunani dan bukan Yunani, kepada orang bijaksana dan orang bodoh” (ay. 14). Teologi universalitas ini menunjukkan bahwa Injil melampaui batas etnis, budaya, dan status sosial. Tidak ada kelompok yang terlalu jauh dari jangkauan kasih Allah.
Dimensi Etis Konsep “hutang Injil” bukanlah beban legalistis, melainkan kesadaran etis bahwa Injil adalah milik semua orang. Paulus merasa dirinya hanya pengelola, bukan pemilik Injil. Hal ini menuntut kerendahan hati dan ketaatan.
IV. PANDANGAN TOKOH KRISTEN DAN ANALISIS
4.1 Agustinus
Agustinus menekankan bahwa semua manusia hidup dalam keadaan “homo incurvatus in se” (manusia yang melengkung ke dalam dirinya sendiri). Karena itu, Injil harus diberitakan agar manusia diangkat keluar dari egoisme menuju kasih Allah. Roma 1:14–15 memperlihatkan bahwa Injil bukan pilihan opsional, melainkan kebutuhan eksistensial umat manusia.
4.2 Martin Luther
Luther membaca Roma sebagai pintu gerbang reformasi. Menurutnya, “pembenaran oleh iman” (Roma 1:17) adalah inti Injil. Walaupun teks yang kita kaji (1:8–15) belum menyebutkan itu secara eksplisit, kerelaan Paulus untuk memberitakan Injil (ay. 15) hanya dapat dipahami karena Injil adalah kabar anugerah, bukan hukum baru.
4.3 John Stott
John Stott menguraikan bahwa Paulus adalah teladan dalam tiga aspek: doa, relasi, dan misi. Doanya selalu berfokus pada orang lain, relasinya membangun, dan misinya bersifat universal. Menurut Stott, gereja masa kini sering kehilangan keseimbangan antara doa dan misi, padahal keduanya tidak bisa dipisahkan.
4.4 N.T. Wright
Wright menekankan bahwa
Injil bukan sekadar berita keselamatan pribadi, melainkan kabar bahwa Yesus
adalah Tuhan atas dunia. Roma 1:8–15 baginya adalah deklarasi awal bahwa Paulus
hendak membawa kabar kosmik ini ke Roma, pusat kekuasaan dunia. Dengan demikian,
misi Paulus bersifat politis sekaligus teologis: menyatakan kerajaan Allah di
tengah kerajaan Roma.
V. RELEVANSI DENGAN KONTEKS MASA KINI
5.1 Relevansi Bagi Kehidupan Gereja
Pertama, gereja masa
kini dipanggil untuk berakar pada doa dan syukur. Banyak gereja sibuk dengan
program, tetapi miskin doa. Paulus menunjukkan bahwa doa adalah fondasi
pelayanan.
Kedua, pemberitaan
Injil adalah ibadah. Artinya, gereja tidak boleh memisahkan liturgi dari misi.
Perjamuan kudus, doa, dan pujian harus melahirkan komitmen keluar melayani
dunia.
Ketiga, gereja harus
bersifat inklusif. Dalam masyarakat modern yang penuh perbedaan, gereja tidak
boleh jatuh pada eksklusivisme sempit. Paulus sendiri memandang Injil untuk
semua, bahkan bagi mereka yang dianggap “bodoh.”
5.2 Relevansi Bagi Kehidupan Masyarakat
Dalam konteks masyarakat plural dan sekuler, Injil tetap relevan. Paulus menghadapi dunia Yunani-Romawi yang penuh filsafat, agama, dan kekuasaan politik, mirip dengan dunia kita yang plural.
Pemberitaan Injil masa kini dapat dilakukan
melalui:
Kesaksian
Hidup
– menghadirkan nilai-nilai Kristus dalam pekerjaan, pendidikan, dan kehidupan
sosial.
Aksi
Sosial
– menjangkau orang miskin, tertindas, dan korban ketidakadilan. Injil harus
dirasakan, bukan hanya didengar.
Media
Digital
– dunia online adalah “Roma baru” yang strategis. Gereja perlu kreatif
menggunakan media untuk Injil.
VI. KAJIAN PENULIS DAN PESAN KHOTBAH
6.1 Kajian Penulis
Sebagai penulis, saya
melihat bahwa Roma 1:8–15 adalah refleksi dari hati seorang misionaris sejati.
Paulus mencontohkan lima sikap Injil:
-Bersyukur dalam doa.
-Berdoa tanpa henti.
-Merindukan persekutuan
iman.
-Menyadari hutang Injil
kepada semua orang.
-Melayani dengan
kerelaan hati.
Dalam konteks
Indonesia, teks ini sangat relevan. Gereja dipanggil menjadi saksi di tengah
keberagaman suku, agama, dan budaya. Sayangnya, seringkali gereja masih
terjebak dalam eksklusivisme, sibuk dengan dirinya sendiri, dan kurang terbuka.
Paulus mengingatkan bahwa Injil harus menjangkau “orang Yunani dan bukan
Yunani” – yang berarti semua orang.
6.2 Pesan Khotbah
Tema: Memberitakan Injil
Dengan Segenap Hati
Pokok
Khotbah:
Hati
yang Bersyukur
(ay. 8) – iman jemaat adalah alasan sukacita.
Hati
yang Berdoa
(ay. 9–10) – doa sebagai dasar misi.
Hati
yang Merindukan
(ay. 11–12) – kerinduan membangun iman bersama.
Hati
yang Bertanggung Jawab (ay. 14) – Injil adalah hutang yang harus dibayar.
Hati
yang Rela
(ay. 15) – pelayanan bukan keterpaksaan, melainkan kerelaan.
Aplikasi:
Jemaat dipanggil untuk
menginjili dengan ketulusan.
Doa menjadi motor
penggerak pelayanan.
Gereja harus keluar
dari eksklusivisme menuju misi universal.
Tags : BAHAN KHOTBAH
BPPPWG MENARA KRISTEN
KOMITMEN DALAM MELAYANI
PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
- ORA ET LABORA
- : Pdt Hendra C Manullang
- : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
- : crisvinh@gmail.com
- : menarakristen@gmail.com

Post a Comment