-->

sosial media

Monday, 29 September 2025

KHOTBAH; ROMA 1 : 8–15 (Memberitakan Injil Dengan Segenap Hati)

 


MEMBERITAKAN INJIL DENGAN SEGENAP HATI

 ROMA 1 : 8–15

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Surat Paulus kepada jemaat di Roma adalah salah satu karya teologis terpenting dalam Perjanjian Baru. Paulus menulis surat ini pada sekitar tahun 57 M, ketika ia berada di Korintus, dalam perjalanan menuju Yerusalem. Roma sering disebut sebagai “magnum opus” Paulus karena memuat pemaparan Injil yang paling sistematis.

Dalam Roma 1:8–15, Paulus menyampaikan rasa syukurnya atas iman jemaat, doanya yang terus-menerus bagi mereka, kerinduannya untuk mengunjungi mereka, dan tanggung jawabnya untuk memberitakan Injil kepada semua bangsa. Bagian ini bukan sekadar salam pembuka, melainkan juga pernyataan misi Paulus yang mendasar: Injil adalah hutang rohani yang harus diberitakan dengan segenap hati.

Relevansi teks ini sangat besar bagi gereja masa kini. Tantangan sekularisasi, relativisme agama, pluralisme, dan penurunan motivasi pelayanan membuat gereja perlu kembali meneguhkan panggilannya. Paulus memberi teladan bahwa Injil diberitakan bukan dengan paksaan, melainkan dengan syukur, doa, kerinduan, tanggung jawab, dan kerelaan hati.

 

1.2 Rumusan Masalah

-Apa makna teks asli Roma 1:8–15 mengenai semangat Paulus dalam Injil?

-Bagaimana kaitan Roma 1:8–15 dengan kesaksian Perjanjian Lama tentang misi Allah?

-Apa makna teologis dari teks ini bagi kehidupan orang percaya?

-Masalah-masalah apa yang muncul dalam teks ini dan bagaimana solusinya?

-Bagaimana relevansi teks ini bagi kehidupan gereja masa kini?

 

1.3 Tujuan Penulisan

-Menafsirkan Roma 1:8–15 dengan kajian teks asli.

-Menghubungkan teks ini dengan teologi misi dalam Perjanjian Lama.

-Menguraikan makna teologis semangat Paulus.

-Mengidentifikasi masalah-masalah dalam teks.

-Memberikan implikasi praktis dan pesan khotbah bagi gereja masa kini.

 

1.4 Manfaat Penulisan

-Akademis: memberikan kontribusi pada studi eksegesis surat Roma.

-Teologis: memperluas pemahaman tentang misi Allah yang universal.

-Praktis: mendorong gereja untuk menghidupi Injil dengan segenap hati.

 

II. KAJIAN BIBLIS DAN TEKS ROMA 1:8–15

2.1 Konteks Surat Roma

Roma adalah pusat kekaisaran yang strategis. Jemaat Roma terbentuk bukan oleh Paulus, tetapi oleh orang Yahudi Kristen yang tinggal di sana. Paulus menulis untuk meneguhkan iman jemaat, menyatukan orang Yahudi dan non-Yahudi, serta mempersiapkan Roma sebagai basis misinya ke Spanyol.

 

2.2 Analisis Teks Yunani

Beberapa kata kunci penting dalam teks ini:

πρῶτον (prōton) – “pertama-tama” (ay. 8). Paulus menekankan prioritas syukur sebelum berbicara tentang pelayanannya.

λατρεύω (latreuō) – “melayani sebagai ibadah” (ay. 9). Pelayanan Injil bukan sekadar tugas, melainkan bentuk penyembahan.

 

χαρίσματα πνευματικὰ (charismata pneumatikā) – “karunia rohani” (ay. 11). Paulus ingin meneguhkan iman jemaat dengan karunia rohani.

 

ὀφειλέτης (opheiletēs) – “orang berhutang” (ay. 14). Paulus merasa memiliki kewajiban universal memberitakan Injil.

 

προθύμως (prothymōs) – “dengan kerelaan hati” (ay. 15). Paulus menekankan kerelaan, bukan keterpaksaan, dalam pelayanan Injil.

 

2.3 Masalah dalam Teks

-Paulus belum pernah ke Roma – namun ia merasa dekat secara rohani.

-Ketegangan Yahudi–non-Yahudi – Paulus menekankan universalitas Injil untuk menyatukan jemaat.

-Konsep hutang Injil – apakah setiap orang percaya memiliki tanggung jawab yang sama?

-Rencana yang tertunda – Paulus menekankan kedaulatan Allah di atas rencana manusia.

 

III. KAJIAN BIBLIS PL DAN MAKNA TEOLOGIS

3.1 Misi Allah dalam Perjanjian Lama

Pemahaman misi dalam Perjanjian Baru tidak dapat dilepaskan dari fondasi yang telah diletakkan dalam Perjanjian Lama. Paulus sendiri tidak menafsirkan pelayanannya sebagai sesuatu yang baru tanpa akar, melainkan sebagai kelanjutan dari karya Allah dalam sejarah Israel.

Pertama, Kejadian 12:1–3 adalah dasar utama misi universal. Abraham dipanggil bukan hanya untuk menjadi bapa bagi Israel, melainkan agar melalui dia semua bangsa mendapat berkat. Paulus, dalam pelayanannya kepada orang bukan Yahudi, melihat dirinya sebagai penggenapan dari janji ini. Dalam Roma 4, ia bahkan menyebut Abraham sebagai bapa semua orang percaya. Dengan demikian, pemberitaan Injil dengan segenap hati berarti melanjutkan visi Allah sejak mula: keselamatan untuk semua bangsa.

 

Kedua, Mazmur 67:3–4 menegaskan bahwa sukacita bangsa-bangsa terletak pada pengenalan akan Allah Israel. Doa mazmur ini sejalan dengan doa Paulus dalam Roma 1:9–10. Artinya, doa bukan hanya pernyataan iman pribadi, tetapi juga tindakan partisipatif dalam rencana Allah untuk bangsa-bangsa.

 

Ketiga, Yesaya 49:6 menyatakan: “Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa, supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi.” Paulus memahami dirinya sebagai hamba Allah yang dipanggil untuk menjalankan misi ini. Roma 1:14–15 adalah respons langsung terhadap nubuatan Yesaya tersebut.

Dari sini terlihat bahwa semangat misi Paulus bukanlah inisiatif pribadi semata, melainkan bagian dari kontinuitas sejarah keselamatan Allah yang berakar dalam Perjanjian Lama.

 

3.2 Makna Teologis Roma 1:8–15

Makna teologis dari Roma 1:8–15 dapat dijabarkan dalam beberapa dimensi berikut:

Dimensi Doa dan Syukur Paulus memulai dengan ucapan syukur (εὐχαριστῶ, eucharistō). Teologi Paulus menekankan bahwa Injil harus berakar dalam syukur, bukan ambisi. Syukur memurnikan motivasi misi dari pencarian keuntungan pribadi.

Dimensi Ibadah Kata latreuō (melayani/beribadah, ay. 9) menunjukkan bahwa memberitakan Injil adalah ekspresi ibadah. Injil bukan sekadar proyek organisasi, melainkan liturgi hidup. Paulus mengabarkan Injil bukan karena kewajiban eksternal, tetapi karena itu adalah penyembahannya kepada Allah.

Dimensi Karunia Rohani Paulus ingin memberikan “karunia rohani” (charismata pneumatikā, ay. 11). Artinya, misi bukan hanya penyampaian informasi, tetapi pemberian kehidupan rohani yang meneguhkan iman. Di sini kita melihat integrasi antara karunia dan Injil.

Dimensi Universalitas Paulus menyebut dirinya “berhutang kepada orang Yunani dan bukan Yunani, kepada orang bijaksana dan orang bodoh” (ay. 14). Teologi universalitas ini menunjukkan bahwa Injil melampaui batas etnis, budaya, dan status sosial. Tidak ada kelompok yang terlalu jauh dari jangkauan kasih Allah.

Dimensi Etis Konsep “hutang Injil” bukanlah beban legalistis, melainkan kesadaran etis bahwa Injil adalah milik semua orang. Paulus merasa dirinya hanya pengelola, bukan pemilik Injil. Hal ini menuntut kerendahan hati dan ketaatan.


IV. PANDANGAN TOKOH KRISTEN DAN ANALISIS

4.1 Agustinus

Agustinus menekankan bahwa semua manusia hidup dalam keadaan “homo incurvatus in se” (manusia yang melengkung ke dalam dirinya sendiri). Karena itu, Injil harus diberitakan agar manusia diangkat keluar dari egoisme menuju kasih Allah. Roma 1:14–15 memperlihatkan bahwa Injil bukan pilihan opsional, melainkan kebutuhan eksistensial umat manusia.

4.2 Martin Luther

Luther membaca Roma sebagai pintu gerbang reformasi. Menurutnya, “pembenaran oleh iman” (Roma 1:17) adalah inti Injil. Walaupun teks yang kita kaji (1:8–15) belum menyebutkan itu secara eksplisit, kerelaan Paulus untuk memberitakan Injil (ay. 15) hanya dapat dipahami karena Injil adalah kabar anugerah, bukan hukum baru.

4.3 John Stott

John Stott menguraikan bahwa Paulus adalah teladan dalam tiga aspek: doa, relasi, dan misi. Doanya selalu berfokus pada orang lain, relasinya membangun, dan misinya bersifat universal. Menurut Stott, gereja masa kini sering kehilangan keseimbangan antara doa dan misi, padahal keduanya tidak bisa dipisahkan.

4.4 N.T. Wright

Wright menekankan bahwa Injil bukan sekadar berita keselamatan pribadi, melainkan kabar bahwa Yesus adalah Tuhan atas dunia. Roma 1:8–15 baginya adalah deklarasi awal bahwa Paulus hendak membawa kabar kosmik ini ke Roma, pusat kekuasaan dunia. Dengan demikian, misi Paulus bersifat politis sekaligus teologis: menyatakan kerajaan Allah di tengah kerajaan Roma.


V. RELEVANSI DENGAN KONTEKS MASA KINI

5.1 Relevansi Bagi Kehidupan Gereja

Pertama, gereja masa kini dipanggil untuk berakar pada doa dan syukur. Banyak gereja sibuk dengan program, tetapi miskin doa. Paulus menunjukkan bahwa doa adalah fondasi pelayanan.

Kedua, pemberitaan Injil adalah ibadah. Artinya, gereja tidak boleh memisahkan liturgi dari misi. Perjamuan kudus, doa, dan pujian harus melahirkan komitmen keluar melayani dunia.

Ketiga, gereja harus bersifat inklusif. Dalam masyarakat modern yang penuh perbedaan, gereja tidak boleh jatuh pada eksklusivisme sempit. Paulus sendiri memandang Injil untuk semua, bahkan bagi mereka yang dianggap “bodoh.”

5.2 Relevansi Bagi Kehidupan Masyarakat

Dalam konteks masyarakat plural dan sekuler, Injil tetap relevan. Paulus menghadapi dunia Yunani-Romawi yang penuh filsafat, agama, dan kekuasaan politik, mirip dengan dunia kita yang plural.

Pemberitaan Injil masa kini dapat dilakukan melalui:

Kesaksian Hidup – menghadirkan nilai-nilai Kristus dalam pekerjaan, pendidikan, dan kehidupan sosial.

Aksi Sosial – menjangkau orang miskin, tertindas, dan korban ketidakadilan. Injil harus dirasakan, bukan hanya didengar.

Media Digital – dunia online adalah “Roma baru” yang strategis. Gereja perlu kreatif menggunakan media untuk Injil.

 

VI. KAJIAN PENULIS DAN PESAN KHOTBAH

6.1 Kajian Penulis

Sebagai penulis, saya melihat bahwa Roma 1:8–15 adalah refleksi dari hati seorang misionaris sejati. Paulus mencontohkan lima sikap Injil:

-Bersyukur dalam doa.

-Berdoa tanpa henti.

-Merindukan persekutuan iman.

-Menyadari hutang Injil kepada semua orang.

-Melayani dengan kerelaan hati.

Dalam konteks Indonesia, teks ini sangat relevan. Gereja dipanggil menjadi saksi di tengah keberagaman suku, agama, dan budaya. Sayangnya, seringkali gereja masih terjebak dalam eksklusivisme, sibuk dengan dirinya sendiri, dan kurang terbuka. Paulus mengingatkan bahwa Injil harus menjangkau “orang Yunani dan bukan Yunani” – yang berarti semua orang.

 

6.2 Pesan Khotbah

Tema: Memberitakan Injil Dengan Segenap Hati

Pokok Khotbah:

Hati yang Bersyukur (ay. 8) – iman jemaat adalah alasan sukacita.

Hati yang Berdoa (ay. 9–10) – doa sebagai dasar misi.

Hati yang Merindukan (ay. 11–12) – kerinduan membangun iman bersama.

Hati yang Bertanggung Jawab (ay. 14) – Injil adalah hutang yang harus dibayar.

Hati yang Rela (ay. 15) – pelayanan bukan keterpaksaan, melainkan kerelaan.

Aplikasi:

Jemaat dipanggil untuk menginjili dengan ketulusan.

Doa menjadi motor penggerak pelayanan.

Gereja harus keluar dari eksklusivisme menuju misi universal.

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim