-->

sosial media

Thursday, 22 October 2020

PEMBERIAN NAMA (Suatu Tinjauan Etika-Teologis Pemberian Nama Kepada Anak dan Refleksinya bagi Kehidupan Jemaat Kristen Memberikan Nama Anaknya di Indonesia)

 




       I.                        Pendahuluan

Istilah nama sering diartikan sebagai kata sebutan yang dijadikan identitas seseorang untuk memanggil atau menyebut suatu benda agar berbeda dengan yang lain. Pemberian nama kepada orang dipilih dari kata sesuai dengan suasana, peristiwa, waktu kelahiran serta unsur yang lainya. Pemberian nama orang tidak hanya asal memberi nama. Pemberian nama orang biasanya disertai harapan dari orang tua kepada anaknya. Setiap orang tua yang akan memberikan nama kepada anaknya pasti akan sangat teliti dan penuh perhitungan dalam memilih nama untuk anak-anaknya. Pemberian nama bisa dilihat dari segi historis yang melatar belakanginya, segi bentuk katanya, dan dari segi makna kata. Bentuk kata di sini bisa dilihat dari bagaimana seorang merangkai kata agar terbentuk nama yang indah, sedangkan dalam segi makna kata, mereka mencari makna kata yang seindah mungkin yang nantinya makna tersebut juga akan membawa kebaikan untuk putra-putrinya atau dengan kata lain nama itu adalah sebuah doa dari orang tua untuk putra-putrinya. Setiap orang mempunyai tata cara dalam memberikan nama ada yang memakai perhitungan dari segi kelahiran (, tanggal, bulan, tahun), historis (proses kelahiran, peristiwa yang terjadi pada saat kelahiran), pemakaian bahasa serapan seperti bahasa Inggris dan dari segi makna katanya.

Dewasa ini banyak sekali penamaan orang

1.Hanya sekedar memberi nama, seperti hanya meniru nama-nama yang ada di sinetron atau nama artis idolanya.

2. Banyaknya penamaan orang dengan tidak mempertimbangkan makna dan hanya terpengaruh oleh media disebabkan karena semakin pesatnya teknologi sehingga banyak sekali orang yang memberikan nama yang diambil dari sesuatu yang terkenal dimasa itu.

3. Banyaknya sifat seseorang yang jauh berbeda dari nama orang tersebut.

Ditelitinya nama-nama orang maka diharapkan jemaat Kristen akan mengetahui makna arti sebuah nama, apakah sesungguhnya nama itu sungguh berarti di dalam pandangan Alkitab dan bagaimana sebenarnya nama secara Etika Kristen

 

    II.                        Pembahasan

2.1. Pemberian nama dalam budaya Indonesia (Batak)

Proses pemberian nama adalah sesuatu kegiatan pranata yang khusus. Kebudayaan semacam ini disebut kebudayaan suku bangsa, yang lebih dikenal secara umum di Indonesia dengan kebudayaan daerah .Menurut Thatche ada tujuh persyaratan dalam pemberian nama yaitu :

1. nama harus berharga, bernilai dan berfaedah,

2. nama harus mengandung makna yang baik,

3. nama harus asli,

4. nama harus mudah dilafalkan,

5. nama harus bersifat membedakan,

6. nama harus menunjukkan nama keluarga, dan

7. nama harus menunjukkan jenis kelamin. Selain itu, nama harus memunyai nilai praktis dan magis.Nama diberikan kepada seseorang untuk membedakan dengan orang lain; untuk memudahkan anggotakeluarga/masyarakat memanggilnya, menyuruhnya bila perlu. Nama dibuat dan dipakai, untuk disebut, demi kepraktisan dalam hidup sehari-hari. Sugiri mengatakan bahwa nama memiliki nilai praktis dan nilai magis. Nama tidaklah sekadar nama yang tersurat. Misalnya, nama mengandung pengharapan, peristiwa, sifat, kenangan, keindahan, kebanggaan, dan dapat pula menunjukkan tingkat sosial, agama yang dipeluknya, jenis kelamin (seks), asal-usul dan sebagainya.

Selain nama pribadi, seseorang acapkali menyandang nama keluarga. Nama keluarga akan memudahkan kita mengenal silsilah keluarga seseorang. Dalam budaya Batak, ada lima jenis nama yaitu:

1. Pranama, yaitu julukan yang diberikan kepada si anak sebelum dia diberi nama sebenarnya.

2.Goar sihadakdanahon”nama sebenarnya/jejak lahir”, yaitu nama yang diberikan oleh orang tua kepada si anak sejak kecil.

3.Panggoaran “teknonim atau nama dari anak/cucu sulung”, yaitu nama tambahan yang diberikan masyarakat secara langsung kepada orang tua dengan memanggil nama anak atau cucu sulungnya.

4. Goar-goar “nama julukan”, yaitu nama tambahan yang diberikan orang banyak kepada seseorang yang memiliki pekerjaan, keistimewaan, tabiat atau sifat tertentu.

5. Marga “nama keluarga/kerabat”, yaitu nama yang diberikan kepada seseorang dengan otomatis berdasarkan kekerabatan yang unilinear atau garis keturunan geneologis secara patrilineal dari satu nenek moyang

 

2.2.  Anak didalam Undang-undang

Anak yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan, sebagai berikut:

1.      Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 53 ayat (2) yang berbunyi:

Setiap anak sejak kelahirannya. berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan.”

2.      Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”), Pasal 5, yang berbunyi:

Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.”

 

Ketentuan hukum yang mengatur mengenai pemberian nama di Indonesia dapat ditemukan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), Buku Kesatu Bab II Bagian ke-2 tentang Nama-nama, perubahan nama-nama, dan perubahan nama-nama depan,yaitu mulai Pasal 5a s.d. Pasal 12. Di dalam Pasal 5a KUHPer disebutkan bahwa:

Anak sah serta anak tidak sah tetapi diakui oleh bapaknya, berhak menggunakan nama keturunan bapaknya. Jika anak tidak sah tidak diakui oleh bapaknya, maka memakai nama keturunan ibunya.

 

Selain ketentuan tersebut, Demikian pula, tidak dapat menemukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memuat aturan tentang nama-nama yang dilarang digunakan untuk nama anak di Indonesia.

 

2.3. Pemberian Nama dalam Alkitab

Nama adalah sangat penting di dunia Perjanjian Lama. Nama-nama Ibrani biasanya mempunyai arti yang akan menjadi bagian yang penting dari kehidupan orang itu. Orang Yahudi berpendapat bahwa mereka harus lebih dahulu mengetahui nama seseorang sebelum mereka dapat mengenal orang itu sendiri. Kita hanya perlu melihat nama Yakub, artinya "pemegang tumit," untuk melihat pentingnya sebuah nama. Mengetahui nama Yakub adalah mengetahui sifat dasarnya! Karena itu, perbuatan memilih nama untuk seorang bayi adalah tanggung jawab yang serius. Setelah Masa Pembuangan, arti sebuah nama menjadi kurang penting. Seorang anak mungkin diberi nama Daniel, bukan sebab artinya, tetapi untuk menghormati hamba Allah yang tersohor itu. Namun, ada kekecualian, selama masa ini pun. Misalnya, nama Yesus adalah bentuk Yunani dari nama Ibrani Yosua, yang berarti, "keselamatan dari Yahwe." Nama anak itu diberi oleh salah seorang atau kedua orang tua. Alkitab menunjukkan bahwa biasanya ibu yang memberi nama anak bayi itu. Seperti sekarang ini, orang lain memberanikan diri untuk membantu dalam tugas penting ini. Apabila kemauan para tetangga dan kerabat Elisabet dituruti, anaknya akan dinamai "Zakharia." Akan tetapi, Elisabet memprotes, serta mendesak bahwa anak. itu harus dinamai "Yohanes" (Luk. 1:60-61).

Alkitab tidak mengatakan secara khusus kapan seorang anak harus diberi nama. Dalam beberapa kasus, sang ibu memberi nama anak itu pada hari kelahirannya (I Sam. 4:21). Pada zaman Perjanjian Baru, seorang bayi laki-laki biasanya diberi nama pada hari kedelapan, pada waktu ia disunat (bdg. Luk. 1:59; 2:21). Banyak nama di Alkitab adalah theophoric. Ini berarti bahwa sebuah nama ilahi digabungkan dengan sebuah kata benda atau kata kerja, sehingga menghasilkan sebuah kalimat sebagai nama. Misalnya, Yonatan berarti "Tuhan telah memberi." Nama Elia merujuk kepada kesetiaan nabi itu, "Allahku (adalah) Tuhan." Hal ini juga berlaku untuk banyak nama orang kafir. Banyak nama di Perjanjian Lama mengandung kata Baal. Cucu laki-laki Raja Saul disebut Meribaal (I Taw. 8:34).Keadaan-keadaan sekitar kelahiran seorang bayi kadang-kadang mempengaruhi pilihan nama anak itu. Misalnya, apabila . seorang wanita pergi ke perigi untuk mengambil air dan bayinya lahir di sana, ia mungkin akan menamai anaknya Beera, "(dilahirkan di) perigi." Seorang bayi yang lahir sementara badai hujan pada musim dingin mungkin dinamai Barak, "halilintar." Ketika orang Filistin merebut tabut perjanjian dari Israel, seorang ibu sedang melahirkan anaknya. Sang bayi dinamai Ikabod, artinya "Tiada kemuliaan." Dalam perkataan ibunya, "Telah lenyap kemuliaan dari Israel" (I Sam. 4:21).

Nama-nama binatang umumnya dipakai untuk anak-anak. Rahel berarti "domba." Debora adalah kata Ibrani untuk "lebah." Kaleb berarti "anjing," dan Akhbor mengacu kepada seekor "tikus." Kita hanya dapat menebak mengapa nama-nama binatang ini digunakan. Barangkali nama-nama itu mengungkap sejenis keinginan orang tua. Seorang ibu mungkin menamai anak perempuannya yang baru lahir itu Debora, karena menginginkan anaknya akan dewasa dan menjadi laksana "lebah" yang rajin dan sibuk. Sering kali nama itu mengacu kepada suatu sifat kepribadian yang menurut harapan orang tua akan dimiliki anak itu ketika ia menjadi dewasa. Nama-nama seperti seperti Sobek ("Unggul") dan Azan ("Kuat") dapat dipahami dengan baik sekali bila mengingat hal ini. Namun dalam kasus-kasus lain, rupanya nama itu bertentangan dengan apa yang diinginkan orang tua itu bagi anak mereka. Gareb mengetengahkan keadaan "berkeropeng" dan Nabal berarti "bodoh." Beberapa kebudayaan percaya bahwa setan-setan ingin memiliki anak-anak yang menarik, karena itu mereka memberi nama yang kedengaran menjijikkan kepada anak mereka. Boleh jadi nama-nama seperti "Berkeropeng" dan "Bodoh" diberikan untuk menangkis roh-roh jahat.

Beberapa nama lebih digemari daripada nama-nama yang lain. Misalnya, paling sedikit dua belas orang laki-laki yang disebut di Perjanjian Lama dinamai Obaja ("hamba Yahwe"). Agar dapat membedakan di antara banyak anak yang mempunyai nama yang sama, nama sang ayah dapat dikaitkan dengan nama anak itu. Nama yang diperluas dari nabi Mikha adalah "Mikha bin Yimla," atau "Mikha, anak Yimla." Nama Rasul Petrus sebelum Yesus mengubahnya adalah "Simon bin Yunus," atau "Simon, anak Yunus." Kebiasaan ini juga membantu anak itu untuk mengingat nenek moyangnya. Suatu cara lain untuk membedakan di antara orang-orang dengan nama yang sama adalah mengidentifikasi setiap orang dengan nama kota kediamannya. Ayah Daud disebut "Isai, orang Betlehem" (I Sam. 16:1). Raksasa yang dibunuh oleh Daud adalah "Goliat dari Gat" (I Sam. 17:4). Salah seorang pendukung setia Yesus adalah Maria Magdalena atau "Maria dari Magdala" (Mat. 28:1).

Adakalanya nama seorang diubah setelah ia menjadi dewasa. Orang itu sendiri mungkin meminta agar namanya diubah. Ibu mertua Rut, yaitu Naomi, meminta agar disebutkan Mara karena katanya, "Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit (mara) kepadaku" (Rut 1:20). Alkitab tidak mengatakan apakah para tetangganya menanggapinya dengan serius. Pemuda Farisi yang bernama Saulus telah menjadi Kristen selama bertahun-tahun sebelum ia mengubah namanya menjadi Paulus, setelah ia menobatkan seorang pejabat penting bernama Sergius Paulus di pulau Siprus (Kis. 13:1-13).Pada kejadian lain, orang lain yang memberi nama baru kepada seseorang. Seorang malaikat Tuhan memberi Yakub nama yang baru, Is. rael (Kej. 32:28). Yesus mengubah nama Simon menjadi Petrus (Mat. 16:17-18).

2.4. Tinjauan Etika-Teologis terhadap Pemberian Nama

Unsur-unsur tertentu dari pikiran alkitabiah mengenai 'nama' masih hidup dalam pemakaian modern. Misalnya pemakaian nama sebagai rujukan, sama halnya bagi kebanyakan suku bangsa Indonesia. Hal itu agak mencolok dalam Alkitab. Memperhatikan bagaimana secara khusus Allah menamai pribadi-pribadi yg terpilih (mis Kej 17:5,15, 19Yes 45:3-4Mat 1:21), dan bagaimana khidmatnya Dia mengungkapkan arti nama-Nya sendiri, juga memakai Nama itu ,maka kita sadar bahwa makna'nama' adalah mendasar dan mendalam sekaligus jelas dipahami. Memberikan nama adalah hak istimewa orang atasan. Demikianlah Adam menjalankan kekuasaannya atas binatang-binatang, dengan memberikan nama kepada masing-masing (Kej 2:18 dst). Begitu pula, orangtua memberikan nama kepada bayinya. Apabila seorang atasan menjalankan otoritasnya, maka pemberian nama itu menandakan bahwa orang yg diberi nama itu sudah diberi kedudukan, peranan atau hubungan tertentu. Rahel yg menghadapi maut ingin memberi nama Ben Oni ('anak kedukaan saya') kepada bayinya yg baru lahir, karena demikianlah hubungan bayi itu dengan dia; sang ayah menilai anak dari istri yg dikasihinya ini lebih tinggi dan menentukan statusnya sangat lain, yaitu dengan nama Benyamin ('anak dari tangan kanan', Kej 35:18). Sama halnya dengan nama Salomo yg lain, Yedija, nama yg diberikan 'karena TUHAN', untuk menandakan kasih yg ditaruh TUHAN kepadanya (2 Sam 12:25). Nama Ishak ('yg diberikan Allah', Kej 17:19) dan Yohanes (Luk 1:13) artinya tidak kita ketahui. Pemberian nama di sini hanya merupakan pengangkatan (bnd Flp 2:10).

Pemberian nama sering mengandung arti yg dalam dan lebih pribadi, yaitu pemberian positif akan sifat dan kecakapan baru. Apabila manusia yg memberikan nama (mis 2 Raj 24:17), maka makna yg terkandung dalamnya hanyalah pengharapan yg indah saja. Dalam ay tersebut, misalnya, raja Babel mengangkat Matanya, paman Yoyakhin, menjadi raja menggantikan dia dan menukar namanya menjadi Zedekia ('Yahweh adalah kebenaran'), yg menggambarkan pengharapan raja bahwa Zedekia akan 'benar' terhadap raja saja! Uraian lebih lanjut tentang hal ini disajikan di bawah. Tapi apabila Allah yg memberikan nama baru kepada seseorang, hal ini berarti pembaharuan (seperti dlm Kej 17:5, 15; 32:28) atau kutukan (seperti dlm Yer 20:3). Nama itu tegas menggambarkan bahwa yg diberi nama itu memiliki kualitas pribadi tertentu; Allah telah menentukan sifat dasarnya, kemampuan dan nasibnya. Dengan alasan yg sama Allah memilih nama yg menjadi nama AnakNya (Mat 1:21); nama itu harus cocok dengan sifat dan fungsi-Nya. Sumber nama yg menjadi pilihan paling sering adalah keadaan pada waktu kelahiran. Demikianlah halnya dengan Peleg (Kej 10:25), Zoar (Kej 19:22), Edom (Kej 25:30), dan banyak lagi yg lain. Dalam beberapa hal keadaan itu bersifat nubuat, seperti dalam pemberian nama Yakub (Kej 25:26). Nama itu menggambarkan bagaimana sifat seseorang kelak.

Hubungan antara nama dan keadaan dapat menggambarkan ciri adat kebiasaan mengenai pemberian nama-nama penting: kadang-kadang nama dan keadaan itu mempunyai kesamaan bahasa yg tepat, seperti dalam hal Peleg, yg berarti 'terbagi'; tapi kadang-kadang kaitannya hanya dalam hal bunyi: misalnya Yusuf menamai anaknya 'Efraim', nama yg agaknya kenangan akan akar kata kerja para, yg menggambarkan kesuburan (Kej 41:52), dan Musa menamakan anaknya 'Gersom', sama dalam bunyinya dengan kata ger, 'seorang pendatang di negeri asing'.

Motif lain memilih nama adalah pengharapan atau nubuat. Allah dapat memakai nama-nama sebagai bukti jelas dari kejadian-kejadian mendatang (mis Hos 1:4Yes 8:1-4, bnd 8:18), tapi orangtua manusiawi hanya dapat mengungkapkan pengharapan, seperti Lea yg malang yg melihat tanda dalam tiap anaknya berturut-turut, bahwa sesudah itu Yakub akan sungguh-sungguh mencintainya (Kej 29:32-35). Juga dengan pengharapan yg sama dapat kita amati, bahwa banyak nama menyatakan secara tidak langsung doa-doa. 'Yusuf yg dapat ditafsirkan 'Kiranya Tuhan menambahkan kepada saya seorang anak lagi' (Kej 30:24). Tentu kita harus memasukkan juga Nabal yg dursila (1 Sam 25:25) di sini, sebab bagaimana kita dapat menerangkan nama demikian kecuali berkaitan dengan doa tak langsung, agar anak itu hendaknya dijauhkan dari kebodohan? Sayang orang tuanya hanya mahir dalam hal nubuat!. Koehler bicara tentang nama-nama demikian sebagai jimat: 'Kehidupan anak itu dibayang-bayangi oleh suatu bahaya yg menakutkan, dan itu teracu dalam namanya yg mengatakan kiranya tidak terjadi demikian pada anak itu'. Banyak nama yg dikaitkan dengan Yahweh atau 'el ('Allah') hendaknya dimengerti sebagai doa-doa; mis 'Yosua' = 'Yahweh adalah keselamatan', dan beberapa nama lainnya.

Suatu segi terakhir dari pemberian nama yg penting dicatat. Si pemberi nama menempatkan namanya sendiri pada orang yg diberi nama, dan pemberian nama demikian menandakan dua pribadi yg terpisah sebelumnya menjadi terikat dalam suatu kesatuan yg erat. Si istri menerima dan memakai nama suaminya (Yes 4:1). Secara khusus, Israel dinamai dengan nama Yahweh, dan dengan demikian menjadi umat yg kudus dari Allah yg kudus (Ul 28:9-10; bnd Yes 43:7; 63:19; 65:1). Berdasarkan kebersamaan memakai Nama itu, Yeremia berseru kepada Yahweh supaya menyelamatkan Israel (Yer 14:9); itu jugalah dasar persekutuan Yeremia pribadi dengan Allah (15:16). Lagi pula Yerusalem (Yer 25:29Dan 9:18 dab), Bait Allah (Yer 32:34), dan mungkin juga tabut (2 Sam 6:2) disebut dengan Nama, yg menandakan sangat dekat kaitannya dengan pribadi kudus Yahweh. Hal ini tentu mempunyai implikasi-implikasi dogmatis yg sangat penting, sebab dalam PB baptisan adalah 'membaptis di dalam Nama...' (eis dgn akusatif, Mat 28:19Kis 8:161 Kor 1:13, 15), yg menandakan kesatuan, perpindahan kepada pemilikan baru, kesetiaan, dan persekutuan (bnd Yak 2:7).

 

 III.                        Refleksi Bagi Kehidupan Jemaat Kristen Memberikan Nama

Makna memberi nama anak secara personal memiliki makna dan harapan khusus yang mengandung doa serta keindahan yang luar biasa. Hal ini merupakan representasi dari harapan para orangtua yang mencita-citakan kepribadian seorang anak kelak. Cita-cita, doa, serta harapan orangtua tersebut pada akhirnya mampu mempengaruhi keperibadian dan tingkah laku seorang anak dalam kehidupan bermasyarakat dengan terlebih dahulu melewati fase-fase tertentu dalam proses sosial dan sosialisasi yang terjadi pada masyarakat tersebut, hal itu memburuhkan waktu yang lama.

Kepribadian anak yang diharapkan mampu memenuhi, merepresentasikan, serta menjadi seperti apa yang para orangtua cita-citakan seperti yang terdapat pada arti nama mereka masing-masing, juga memberikan kebanggaan tersendiri bagi para orangtua. Kebanggaan orang tua akan nama yang diberikan kepada anak-anak mereka juga dipengaruhi oleh konstruksi dan kepercayaan tersendiri. Tak heran jika nama anak juga seringkali dihubungkan dengan perilaku seorang anak tersebut dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini dikarenakan perilaku seorang anak dianggap dapat memiliki hubuungan terhadap nama dari anak tersebut. Untuk itu perilaku seorang anak di masyarakat juga seringkali dikaitkan dengan makna namanya. Namun dalam hal ini masih ada beberapa yang bertentangan, dimana terdapat adanya persepsi yang menganggap bahwa nama anak tidak memberikan pengaruh terhadap kehidupan anak dan perilaku anak tersebut. Namun keseluruhan penjelasan Etika-Teologi yang menjadi dasar orang Kristen dalam memberikan nama anak, mengungkapkan bahwa nama yang diberikan dari orangtua kepada anak memiliki pengaruh positif.

Internalisasi nama yang baik dan mampu memberikan stimulus positif bagi seorang anak dapat memberikan kesan-kesan tentang deskripsi seorang anak dari para orangtua . Hal terbesar itu diwujudkan dalam berbagai bentuk yang identik dari setiap personal. Wujud tersebut dapat berupa perilaku keseharian dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat baik menyangkut perilaku santun, wujud religiusitas seorang anak, prestasi-prestasi baik dalam akademik maupun dalam lingkungan kerja. Wujud kesuksesan dan keberhasilan seseorang juga dianggap menjadi pencapaian terbesar seorang anak kepada orangtuanya. Pencapaian tersebut merupakan hasil dari suksesnya proses internalisasi yang di internalisasikan baik orang tua maupun anak-anak mereka dalam kehidupan pribadi mereka.

 

 IV.                        Kesimpulan

Setelah menguraikan dan membahas sudut pandang Alkitab dan Etika  tentang pemberian nama kepada anak, maka penulis menyimpulkan bahwa dalam memberi nama sebaiknya mempunyai nama dan makna nama yang baik (menjadi doa), dan juga baik, yang nama di dukung oleh hasil analisa sebagai berikut: Dalam memamahi Alkitab tentang pemberian nama kepada anak, kita harus mengkaji lebih dalam ayat-ayat Alkitab tersebut. Adapun kesimpulan penulis adalah sebagai berikut:

 1. Pemberian nama-nama yang didalam Alkitab yaitu nama-nama yang mempunyai makna dan mengandung doa. Namun, jika mengikuti zaman sekarang, memberi nama kepada anak yang disarankan tidak cukup sebatas itu, maka dari itu juga disesuaikan dengan kasta atau keturunan dari keluarga. Misalnya jika dari keturunan agamis, biasanya namanya menggunakan nama-nama yang ada di Alkitab. Hal ini adalah untuk menjaga sudut pandang yang baik. Jika masyarakat tidak mempermasalahkan hal tersebut, maka boleh memilih nama anak sesuai dengan keinginan orang tua yang dipandang baik. Maka dari itu, orangtua bebas memilih nama untuk anaknya. Melihat fenomena sekarang di Indonesia banyak nama-nama yang tidak sesuai dengan posisi keluarganya di masyarakat, sehingga berakibat direndahkan oleh masyarakat. Maka dari itu, memberi atau memilih nama anak dengan memperhatikan Keturunan keluarga sangat dianjurkan. Selain itu, Nabi juga menganjurkan untuk mengubah nama jika dianggap buruk atau tidak sesuai. Contohnya adalah nama ‘Tuhan’ asal Banyuwangi. Dia adalah seorang tukang becak. Nama ‘Tuhan’ ini jelas tidak layak untuk disandang, karena menyamai nama Sang pencipta makhluk. Dan hasilnya dimasyarakat, nama ‘Tuhan’ ini diganti dengan ‘Toha’ oleh masyarakat sekitar.

2. Ada banyak macam orang Indonesia dalam memberi nama anaknya. Diantaranya ada nama yang megandung doa, menggabungkan antara nama kedua orangtuanya, mengambil nama dari bahasa Arab namun diubah sedikit supaya lebih menarik, memberi nama menurut bulan lahirnya. Ini membuktikan bahwa sebagian masyarakat Kristen Indonesia banyak yang belum mengetahui pemberian nama yanga baik menurut Kristen. Walaupun memilih nama kepada anak adalah hak, namun alangkah baiknya jika memberi atau memilih nama anak menurut pemahaman Alkitab, yaitu yang mengandung doa yang baik. Selain itu juga dianjurkan untuk memperhatikan golongan atau kasta keluarga jika dianggap bermasalah oleh masyarakat.

 

    V.                        Daftar Isi

 

Sumber Buku-Buku

Barr J, 'The Symbolism of Names in the OT',England: Marshal Morgan & Cott,1969

Hasel Gerhard F,,Teologia Perjanjian Lama. Masalah-masalah Pokok dalam Perdebatan Saat Ini, Malang: Gandum Mas, 2006

Koentjaraningrat,. Pengantar Antropologi 1,Jakarta : Rineka Cipta,1980

Motyer J. A., The Revelation of the Divine Name, Chicago: Moody Press,1959

Rad G von, Studies in Deuteronomy,  Michigan: Oliver and Boyd,1953

Sibarani R., Antropolinguistik, Medan: Poda,2004

SudikaSetya Yuwana, Metode Penelitian Kebudayaan. Unesa Unipress/Citra Wacana: Surabaya,2000

Sugiri Eddy, Faktor dan Bentuk Pergeseran Pandangan Masyarakat Jawa dalam Proses Pemberian Nama Diri : Kajian Antropologi Linguistik. Wahana TH IX, Surabaya: IKIP PGRI,2000

 

Sumber Undang-Undang

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 , Pasal 53 ayat (2) 

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 , Pasal 5

 


Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim