PEMBERIAN NAMA (Suatu Tinjauan Etika-Teologis Pemberian Nama Kepada Anak dan Refleksinya bagi Kehidupan Jemaat Kristen Memberikan Nama Anaknya di Indonesia)
I.
Pendahuluan
Istilah nama sering diartikan sebagai kata
sebutan yang dijadikan identitas seseorang untuk memanggil atau menyebut suatu
benda agar berbeda dengan yang lain. Pemberian nama kepada orang dipilih dari
kata sesuai dengan suasana, peristiwa, waktu kelahiran serta unsur yang lainya.
Pemberian nama orang tidak hanya asal memberi nama. Pemberian nama orang
biasanya disertai harapan dari orang tua kepada anaknya. Setiap orang tua yang
akan memberikan nama kepada anaknya pasti akan sangat teliti dan penuh
perhitungan dalam memilih nama untuk anak-anaknya. Pemberian nama bisa dilihat
dari segi historis yang melatar belakanginya, segi bentuk katanya, dan dari
segi makna kata. Bentuk kata di sini bisa dilihat dari bagaimana seorang
merangkai kata agar terbentuk nama yang indah, sedangkan dalam segi makna kata,
mereka mencari makna kata yang seindah mungkin yang nantinya makna tersebut
juga akan membawa kebaikan untuk putra-putrinya atau dengan kata lain nama itu
adalah sebuah doa dari orang tua untuk putra-putrinya. Setiap orang mempunyai
tata cara dalam memberikan nama ada yang memakai perhitungan dari segi
kelahiran (, tanggal, bulan, tahun), historis (proses kelahiran, peristiwa yang
terjadi pada saat kelahiran), pemakaian bahasa serapan seperti bahasa Inggris
dan dari segi makna katanya.
Dewasa ini banyak sekali penamaan orang
1.Hanya sekedar memberi nama, seperti
hanya meniru nama-nama yang ada di sinetron atau nama artis idolanya.
2. Banyaknya penamaan orang dengan tidak
mempertimbangkan makna dan hanya terpengaruh oleh media disebabkan karena
semakin pesatnya teknologi sehingga banyak sekali orang yang memberikan nama
yang diambil dari sesuatu yang terkenal dimasa itu.
3. Banyaknya sifat seseorang yang jauh
berbeda dari nama orang tersebut.
Ditelitinya nama-nama orang maka
diharapkan jemaat Kristen akan mengetahui makna arti sebuah nama, apakah
sesungguhnya nama itu sungguh berarti di dalam pandangan Alkitab dan bagaimana
sebenarnya nama secara Etika Kristen
II.
Pembahasan
2.1.
Pemberian nama dalam budaya Indonesia (Batak)
Proses pemberian nama adalah sesuatu
kegiatan pranata yang khusus. Kebudayaan semacam ini disebut kebudayaan suku
bangsa, yang lebih dikenal secara umum di Indonesia dengan kebudayaan daerah .Menurut Thatche ada tujuh
persyaratan dalam pemberian nama yaitu :
1.
nama harus berharga, bernilai dan berfaedah,
2.
nama harus mengandung makna yang baik,
3.
nama harus asli,
4.
nama harus mudah dilafalkan,
5.
nama harus bersifat membedakan,
6.
nama harus menunjukkan nama keluarga, dan
7.
nama harus menunjukkan jenis kelamin. Selain itu, nama harus memunyai nilai
praktis dan magis.Nama diberikan kepada seseorang untuk membedakan dengan orang lain; untuk
memudahkan anggotakeluarga/masyarakat memanggilnya, menyuruhnya bila perlu.
Nama dibuat dan dipakai, untuk disebut, demi kepraktisan dalam hidup
sehari-hari. Sugiri mengatakan bahwa nama memiliki nilai praktis dan nilai
magis. Nama tidaklah sekadar nama yang tersurat. Misalnya, nama mengandung
pengharapan, peristiwa, sifat, kenangan, keindahan, kebanggaan, dan dapat pula
menunjukkan tingkat sosial, agama yang dipeluknya, jenis kelamin (seks),
asal-usul dan sebagainya.
Selain nama pribadi, seseorang acapkali
menyandang nama keluarga. Nama keluarga akan memudahkan kita mengenal silsilah
keluarga seseorang. Dalam budaya Batak, ada lima jenis nama yaitu:
1.
Pranama, yaitu julukan yang diberikan kepada si anak sebelum dia diberi nama
sebenarnya.
2.Goar
sihadakdanahon”nama sebenarnya/jejak lahir”, yaitu nama yang diberikan oleh
orang tua kepada si anak sejak kecil.
3.Panggoaran
“teknonim atau nama dari anak/cucu sulung”, yaitu nama tambahan yang diberikan
masyarakat secara langsung kepada orang tua dengan memanggil nama anak atau
cucu sulungnya.
4.
Goar-goar “nama julukan”, yaitu nama tambahan yang diberikan orang banyak
kepada seseorang yang memiliki pekerjaan, keistimewaan, tabiat atau sifat
tertentu.
5.
Marga “nama keluarga/kerabat”, yaitu nama yang diberikan kepada seseorang
dengan otomatis berdasarkan kekerabatan yang unilinear atau garis keturunan
geneologis secara patrilineal dari satu nenek moyang
2.2.
Anak didalam Undang-undang
Anak yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan,
sebagai berikut:
“Setiap
anak sejak kelahirannya. berhak atas suatu nama dan status
kewarganegaraan.”
“Setiap anak
berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan.”
Ketentuan hukum yang mengatur mengenai pemberian nama di
Indonesia dapat ditemukan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), Buku
Kesatu Bab II Bagian ke-2 tentang Nama-nama, perubahan nama-nama, dan perubahan
nama-nama depan,yaitu mulai Pasal 5a s.d. Pasal 12. Di dalam Pasal 5a
KUHPer disebutkan bahwa:
“Anak sah serta anak tidak sah tetapi diakui oleh
bapaknya, berhak menggunakan nama keturunan bapaknya. Jika anak tidak sah tidak
diakui oleh bapaknya, maka memakai nama keturunan ibunya.”
Selain ketentuan tersebut, Demikian pula, tidak dapat
menemukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memuat aturan tentang
nama-nama yang dilarang digunakan untuk nama anak di Indonesia.
2.3.
Pemberian Nama dalam Alkitab
Nama
adalah sangat penting di dunia Perjanjian Lama. Nama-nama Ibrani biasanya
mempunyai arti yang akan menjadi bagian yang penting dari kehidupan orang itu.
Orang Yahudi berpendapat bahwa mereka harus lebih dahulu mengetahui nama
seseorang sebelum mereka dapat mengenal orang itu sendiri. Kita hanya perlu
melihat nama Yakub, artinya "pemegang tumit," untuk
melihat pentingnya sebuah nama. Mengetahui nama Yakub adalah mengetahui sifat
dasarnya! Karena itu, perbuatan memilih nama untuk seorang bayi adalah tanggung
jawab yang serius. Setelah Masa Pembuangan, arti sebuah nama menjadi kurang
penting. Seorang anak mungkin diberi nama Daniel, bukan sebab
artinya, tetapi untuk menghormati hamba Allah yang tersohor itu. Namun, ada
kekecualian, selama masa ini pun. Misalnya, nama Yesus adalah
bentuk Yunani dari nama Ibrani Yosua, yang berarti,
"keselamatan dari Yahwe." Nama anak itu diberi oleh salah seorang
atau kedua orang tua. Alkitab menunjukkan bahwa biasanya ibu yang memberi nama
anak bayi itu. Seperti sekarang ini, orang lain memberanikan diri untuk
membantu dalam tugas penting ini. Apabila kemauan para tetangga dan kerabat
Elisabet dituruti, anaknya akan dinamai "Zakharia." Akan tetapi,
Elisabet memprotes, serta mendesak bahwa anak. itu harus dinamai
"Yohanes" (Luk. 1:60-61).
Alkitab
tidak mengatakan secara khusus kapan seorang anak harus diberi nama. Dalam
beberapa kasus, sang ibu memberi nama anak itu pada hari kelahirannya (I Sam. 4:21). Pada zaman Perjanjian Baru,
seorang bayi laki-laki biasanya diberi nama pada hari kedelapan, pada waktu ia
disunat (bdg. Luk. 1:59; 2:21). Banyak nama di Alkitab
adalah theophoric. Ini berarti bahwa sebuah nama ilahi
digabungkan dengan sebuah kata benda atau kata kerja, sehingga menghasilkan
sebuah kalimat sebagai nama. Misalnya, Yonatan berarti
"Tuhan telah memberi." Nama Elia merujuk kepada
kesetiaan nabi itu, "Allahku (adalah) Tuhan." Hal ini juga berlaku
untuk banyak nama orang kafir. Banyak nama di Perjanjian Lama mengandung
kata Baal. Cucu laki-laki Raja Saul disebut Meribaal (I Taw. 8:34).Keadaan-keadaan sekitar kelahiran
seorang bayi kadang-kadang mempengaruhi pilihan nama anak itu. Misalnya,
apabila . seorang wanita pergi ke perigi untuk mengambil air dan bayinya lahir
di sana, ia mungkin akan menamai anaknya Beera, "(dilahirkan
di) perigi." Seorang bayi yang lahir sementara badai hujan pada musim
dingin mungkin dinamai Barak, "halilintar." Ketika
orang Filistin merebut tabut perjanjian dari Israel, seorang ibu sedang
melahirkan anaknya. Sang bayi dinamai Ikabod, artinya
"Tiada kemuliaan." Dalam perkataan ibunya, "Telah lenyap
kemuliaan dari Israel" (I Sam. 4:21).
Nama-nama
binatang umumnya dipakai untuk anak-anak. Rahel berarti
"domba." Debora adalah kata Ibrani untuk
"lebah." Kaleb berarti "anjing," dan Akhbor mengacu
kepada seekor "tikus." Kita hanya dapat menebak mengapa nama-nama
binatang ini digunakan. Barangkali nama-nama itu mengungkap sejenis keinginan
orang tua. Seorang ibu mungkin menamai anak perempuannya yang baru lahir
itu Debora, karena menginginkan anaknya akan dewasa dan
menjadi laksana "lebah" yang rajin dan sibuk. Sering kali nama itu
mengacu kepada suatu sifat kepribadian yang menurut harapan orang tua akan
dimiliki anak itu ketika ia menjadi dewasa. Nama-nama seperti seperti Sobek ("Unggul")
dan Azan ("Kuat") dapat dipahami dengan baik sekali
bila mengingat hal ini. Namun dalam kasus-kasus lain, rupanya nama itu
bertentangan dengan apa yang diinginkan orang tua itu bagi anak mereka. Gareb mengetengahkan
keadaan "berkeropeng" dan Nabal berarti
"bodoh." Beberapa kebudayaan percaya bahwa setan-setan ingin memiliki
anak-anak yang menarik, karena itu mereka memberi nama yang kedengaran
menjijikkan kepada anak mereka. Boleh jadi nama-nama seperti
"Berkeropeng" dan "Bodoh" diberikan untuk menangkis roh-roh
jahat.
Beberapa
nama lebih digemari daripada nama-nama yang lain. Misalnya, paling sedikit dua
belas orang laki-laki yang disebut di Perjanjian Lama dinamai Obaja
("hamba Yahwe"). Agar dapat membedakan di antara banyak anak yang
mempunyai nama yang sama, nama sang ayah dapat dikaitkan dengan nama anak itu.
Nama yang diperluas dari nabi Mikha adalah "Mikha bin Yimla," atau
"Mikha, anak Yimla." Nama Rasul Petrus sebelum Yesus mengubahnya
adalah "Simon bin Yunus," atau "Simon, anak Yunus." Kebiasaan
ini juga membantu anak itu untuk mengingat nenek moyangnya. Suatu cara lain
untuk membedakan di antara orang-orang dengan nama yang sama adalah
mengidentifikasi setiap orang dengan nama kota kediamannya. Ayah Daud disebut
"Isai, orang Betlehem" (I Sam. 16:1). Raksasa yang dibunuh oleh Daud
adalah "Goliat dari Gat" (I Sam. 17:4). Salah seorang pendukung setia
Yesus adalah Maria Magdalena atau "Maria dari Magdala" (Mat. 28:1).
Adakalanya nama seorang diubah setelah ia menjadi dewasa. Orang itu sendiri mungkin meminta agar namanya diubah. Ibu mertua Rut, yaitu Naomi, meminta agar disebutkan Mara karena katanya, "Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit (mara) kepadaku" (Rut 1:20). Alkitab tidak mengatakan apakah para tetangganya menanggapinya dengan serius. Pemuda Farisi yang bernama Saulus telah menjadi Kristen selama bertahun-tahun sebelum ia mengubah namanya menjadi Paulus, setelah ia menobatkan seorang pejabat penting bernama Sergius Paulus di pulau Siprus (Kis. 13:1-13).Pada kejadian lain, orang lain yang memberi nama baru kepada seseorang. Seorang malaikat Tuhan memberi Yakub nama yang baru, Is. rael (Kej. 32:28). Yesus mengubah nama Simon menjadi Petrus (Mat. 16:17-18).
2.4.
Tinjauan Etika-Teologis terhadap Pemberian Nama
Unsur-unsur tertentu dari pikiran
alkitabiah mengenai 'nama' masih hidup dalam pemakaian modern. Misalnya
pemakaian nama sebagai rujukan, sama halnya bagi kebanyakan suku bangsa
Indonesia. Hal itu agak mencolok dalam Alkitab. Memperhatikan bagaimana secara
khusus Allah menamai pribadi-pribadi yg terpilih (mis Kej 17:5,15, 19; Yes 45:3-4; Mat 1:21), dan bagaimana khidmatnya Dia
mengungkapkan arti nama-Nya sendiri, juga memakai Nama itu ,maka kita sadar
bahwa makna'nama' adalah mendasar dan mendalam sekaligus jelas dipahami.
Memberikan nama adalah hak istimewa orang atasan. Demikianlah Adam menjalankan
kekuasaannya atas binatang-binatang, dengan memberikan nama kepada
masing-masing (Kej 2:18 dst). Begitu pula, orangtua
memberikan nama kepada bayinya. Apabila seorang atasan menjalankan otoritasnya,
maka pemberian nama itu menandakan bahwa orang yg diberi nama itu sudah diberi
kedudukan, peranan atau hubungan tertentu. Rahel yg menghadapi maut ingin
memberi nama Ben Oni ('anak kedukaan saya') kepada bayinya yg baru lahir,
karena demikianlah hubungan bayi itu dengan dia; sang ayah menilai anak dari
istri yg dikasihinya ini lebih tinggi dan menentukan statusnya sangat lain,
yaitu dengan nama Benyamin ('anak dari tangan kanan', Kej 35:18). Sama halnya dengan nama Salomo yg
lain, Yedija, nama yg diberikan 'karena TUHAN', untuk menandakan kasih yg
ditaruh TUHAN kepadanya (2 Sam 12:25). Nama Ishak ('yg diberikan
Allah', Kej 17:19) dan Yohanes (Luk 1:13) artinya tidak kita ketahui. Pemberian
nama di sini hanya merupakan pengangkatan (bnd Flp 2:10).
Pemberian nama sering mengandung arti yg
dalam dan lebih pribadi, yaitu pemberian positif akan sifat dan kecakapan baru.
Apabila manusia yg memberikan nama (mis 2 Raj 24:17), maka makna yg terkandung dalamnya
hanyalah pengharapan yg indah saja. Dalam ay tersebut, misalnya, raja Babel
mengangkat Matanya, paman Yoyakhin, menjadi raja menggantikan dia dan menukar
namanya menjadi Zedekia ('Yahweh adalah kebenaran'), yg menggambarkan pengharapan
raja bahwa Zedekia akan 'benar' terhadap raja saja! Uraian lebih lanjut tentang
hal ini disajikan di bawah. Tapi apabila Allah yg memberikan nama baru kepada
seseorang, hal ini berarti pembaharuan (seperti dlm Kej 17:5, 15; 32:28) atau kutukan (seperti
dlm Yer 20:3). Nama itu tegas menggambarkan bahwa yg
diberi nama itu memiliki kualitas pribadi tertentu; Allah telah menentukan
sifat dasarnya, kemampuan dan nasibnya. Dengan alasan yg sama Allah memilih
nama yg menjadi nama AnakNya (Mat 1:21); nama itu harus cocok dengan sifat dan
fungsi-Nya. Sumber nama yg menjadi pilihan paling sering adalah keadaan pada
waktu kelahiran. Demikianlah halnya dengan Peleg (Kej 10:25), Zoar (Kej 19:22), Edom (Kej 25:30), dan banyak lagi yg lain. Dalam
beberapa hal keadaan itu bersifat nubuat, seperti dalam pemberian nama Yakub (Kej 25:26). Nama itu menggambarkan bagaimana
sifat seseorang kelak.
Hubungan antara nama dan keadaan dapat
menggambarkan ciri adat kebiasaan mengenai pemberian nama-nama penting:
kadang-kadang nama dan keadaan itu mempunyai kesamaan bahasa yg tepat, seperti
dalam hal Peleg, yg berarti 'terbagi'; tapi kadang-kadang kaitannya hanya dalam
hal bunyi: misalnya Yusuf menamai anaknya 'Efraim', nama yg agaknya kenangan
akan akar kata kerja para, yg menggambarkan kesuburan (Kej 41:52), dan Musa menamakan anaknya 'Gersom',
sama dalam bunyinya dengan kata ger, 'seorang pendatang di negeri asing'.
Motif lain memilih nama adalah pengharapan
atau nubuat. Allah dapat memakai nama-nama sebagai bukti jelas dari
kejadian-kejadian mendatang (mis Hos 1:4; Yes 8:1-4, bnd 8:18), tapi orangtua manusiawi hanya dapat
mengungkapkan pengharapan, seperti Lea yg malang yg melihat tanda dalam tiap
anaknya berturut-turut, bahwa sesudah itu Yakub akan sungguh-sungguh
mencintainya (Kej 29:32-35). Juga dengan pengharapan yg sama
dapat kita amati, bahwa banyak nama menyatakan secara tidak langsung doa-doa.
'Yusuf yg dapat ditafsirkan 'Kiranya Tuhan menambahkan kepada saya seorang anak
lagi' (Kej 30:24). Tentu kita harus memasukkan juga
Nabal yg dursila (1 Sam 25:25) di sini, sebab bagaimana kita dapat
menerangkan nama demikian kecuali berkaitan dengan doa tak langsung, agar anak
itu hendaknya dijauhkan dari kebodohan? Sayang orang tuanya hanya mahir dalam
hal nubuat!. Koehler bicara tentang nama-nama demikian sebagai jimat:
'Kehidupan anak itu dibayang-bayangi oleh suatu bahaya yg menakutkan, dan itu
teracu dalam namanya yg mengatakan kiranya tidak terjadi demikian pada anak
itu'. Banyak nama yg dikaitkan dengan Yahweh atau 'el ('Allah') hendaknya
dimengerti sebagai doa-doa; mis 'Yosua' = 'Yahweh adalah keselamatan', dan
beberapa nama lainnya.
Suatu segi terakhir dari pemberian nama yg
penting dicatat. Si pemberi nama menempatkan namanya sendiri pada orang yg
diberi nama, dan pemberian nama demikian menandakan dua pribadi yg terpisah
sebelumnya menjadi terikat dalam suatu kesatuan yg erat. Si istri menerima dan
memakai nama suaminya (Yes 4:1). Secara khusus, Israel dinamai dengan
nama Yahweh, dan dengan demikian menjadi umat yg kudus dari Allah yg kudus (Ul 28:9-10; bnd Yes 43:7; 63:19; 65:1). Berdasarkan kebersamaan
memakai Nama itu, Yeremia berseru kepada Yahweh supaya menyelamatkan Israel (Yer 14:9); itu jugalah dasar persekutuan Yeremia
pribadi dengan Allah (15:16). Lagi pula Yerusalem (Yer 25:29; Dan 9:18 dab), Bait Allah (Yer 32:34), dan mungkin juga tabut (2 Sam 6:2) disebut dengan Nama, yg menandakan
sangat dekat kaitannya dengan pribadi kudus Yahweh. Hal ini tentu mempunyai
implikasi-implikasi dogmatis yg sangat penting, sebab dalam PB baptisan adalah 'membaptis di dalam Nama...' (eis dgn
akusatif, Mat 28:19; Kis 8:16; 1 Kor 1:13, 15), yg menandakan kesatuan,
perpindahan kepada pemilikan baru, kesetiaan, dan persekutuan (bnd Yak 2:7).
III.
Refleksi
Bagi Kehidupan Jemaat Kristen Memberikan Nama
Makna memberi nama anak secara personal
memiliki makna dan harapan khusus yang mengandung doa serta keindahan yang luar
biasa. Hal ini merupakan representasi dari harapan para orangtua yang
mencita-citakan kepribadian seorang anak kelak. Cita-cita, doa, serta harapan
orangtua tersebut pada akhirnya mampu mempengaruhi keperibadian dan tingkah
laku seorang anak dalam kehidupan bermasyarakat dengan terlebih dahulu melewati
fase-fase tertentu dalam proses sosial dan sosialisasi yang terjadi pada
masyarakat tersebut, hal itu memburuhkan waktu yang lama.
Kepribadian anak yang diharapkan mampu
memenuhi, merepresentasikan, serta menjadi seperti apa yang para orangtua
cita-citakan seperti yang terdapat pada arti nama mereka masing-masing, juga
memberikan kebanggaan tersendiri bagi para orangtua. Kebanggaan orang tua akan
nama yang diberikan kepada anak-anak mereka juga dipengaruhi oleh konstruksi
dan kepercayaan tersendiri. Tak heran jika nama anak juga seringkali
dihubungkan dengan perilaku seorang anak tersebut dalam kehidupan
bermasyarakat. Hal ini dikarenakan perilaku seorang anak dianggap dapat
memiliki hubuungan terhadap nama dari anak tersebut. Untuk itu perilaku seorang
anak di masyarakat juga seringkali dikaitkan dengan makna namanya. Namun dalam
hal ini masih ada beberapa yang bertentangan, dimana terdapat adanya persepsi
yang menganggap bahwa nama anak tidak memberikan pengaruh terhadap kehidupan
anak dan perilaku anak tersebut. Namun keseluruhan penjelasan Etika-Teologi
yang menjadi dasar orang Kristen dalam memberikan nama anak, mengungkapkan
bahwa nama yang diberikan dari orangtua kepada anak memiliki pengaruh positif.
Internalisasi nama yang baik dan mampu
memberikan stimulus positif bagi seorang anak dapat memberikan kesan-kesan
tentang deskripsi seorang anak dari para orangtua . Hal terbesar itu diwujudkan
dalam berbagai bentuk yang identik dari setiap personal. Wujud tersebut dapat
berupa perilaku keseharian dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan
masyarakat baik menyangkut perilaku santun, wujud religiusitas seorang anak,
prestasi-prestasi baik dalam akademik maupun dalam lingkungan kerja. Wujud
kesuksesan dan keberhasilan seseorang juga dianggap menjadi pencapaian terbesar
seorang anak kepada orangtuanya. Pencapaian tersebut merupakan hasil dari
suksesnya proses internalisasi yang di internalisasikan baik orang tua maupun
anak-anak mereka dalam kehidupan pribadi mereka.
IV.
Kesimpulan
Setelah
menguraikan dan membahas sudut pandang Alkitab dan Etika tentang pemberian nama kepada anak, maka
penulis menyimpulkan bahwa dalam memberi nama sebaiknya mempunyai nama dan
makna nama yang baik (menjadi doa), dan juga baik, yang nama di dukung oleh
hasil analisa sebagai berikut: Dalam memamahi Alkitab tentang pemberian nama
kepada anak, kita harus mengkaji lebih dalam ayat-ayat Alkitab tersebut. Adapun
kesimpulan penulis adalah sebagai berikut:
1. Pemberian nama-nama yang didalam Alkitab
yaitu nama-nama yang mempunyai makna dan mengandung doa. Namun, jika mengikuti
zaman sekarang, memberi nama kepada anak yang disarankan tidak cukup sebatas
itu, maka dari itu juga disesuaikan dengan kasta atau keturunan dari keluarga.
Misalnya jika dari keturunan agamis, biasanya namanya menggunakan nama-nama
yang ada di Alkitab. Hal ini adalah untuk menjaga sudut pandang yang baik. Jika
masyarakat tidak mempermasalahkan hal tersebut, maka boleh memilih nama anak
sesuai dengan keinginan orang tua yang dipandang baik. Maka dari itu, orangtua
bebas memilih nama untuk anaknya. Melihat fenomena sekarang di Indonesia banyak
nama-nama yang tidak sesuai dengan posisi keluarganya di masyarakat, sehingga
berakibat direndahkan oleh masyarakat. Maka dari itu, memberi atau memilih nama
anak dengan memperhatikan Keturunan keluarga sangat dianjurkan. Selain itu,
Nabi juga menganjurkan untuk mengubah nama jika dianggap buruk atau tidak
sesuai. Contohnya adalah nama ‘Tuhan’ asal Banyuwangi. Dia adalah seorang
tukang becak. Nama ‘Tuhan’ ini jelas tidak layak untuk disandang, karena
menyamai nama Sang pencipta makhluk. Dan hasilnya dimasyarakat, nama ‘Tuhan’
ini diganti dengan ‘Toha’ oleh masyarakat sekitar.
2. Ada banyak macam orang
Indonesia dalam memberi nama anaknya. Diantaranya ada nama yang megandung doa,
menggabungkan antara nama kedua orangtuanya, mengambil nama dari bahasa Arab
namun diubah sedikit supaya lebih menarik, memberi nama menurut bulan lahirnya.
Ini membuktikan bahwa sebagian masyarakat Kristen Indonesia banyak yang belum
mengetahui pemberian nama yanga baik menurut Kristen. Walaupun memilih nama
kepada anak adalah hak, namun alangkah baiknya jika memberi atau memilih nama
anak menurut pemahaman Alkitab, yaitu yang mengandung doa yang baik. Selain itu
juga dianjurkan untuk memperhatikan golongan atau kasta keluarga jika dianggap
bermasalah oleh masyarakat.
V.
Daftar
Isi
Sumber
Buku-Buku
Barr J, 'The Symbolism of Names in the OT',England:
Marshal Morgan & Cott,1969
Hasel Gerhard F,,Teologia Perjanjian Lama. Masalah-masalah
Pokok dalam Perdebatan Saat Ini, Malang: Gandum Mas, 2006
Koentjaraningrat,. Pengantar Antropologi 1,Jakarta : Rineka Cipta,1980
Motyer J. A., The Revelation of the Divine Name, Chicago:
Moody Press,1959
Rad G von, Studies in
Deuteronomy, Michigan: Oliver and
Boyd,1953
Sibarani R., Antropolinguistik, Medan: Poda,2004
SudikaSetya Yuwana, Metode Penelitian Kebudayaan. Unesa Unipress/Citra Wacana:
Surabaya,2000
Sugiri Eddy, Faktor dan Bentuk Pergeseran Pandangan Masyarakat Jawa dalam Proses
Pemberian Nama Diri : Kajian Antropologi Linguistik. Wahana TH IX,
Surabaya: IKIP PGRI,2000
Sumber Undang-Undang
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 , Pasal 53 ayat (2)
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 , Pasal 5
Tags :
BPPPWG MENARA KRISTEN
KOMITMEN DALAM MELAYANI
PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
- ORA ET LABORA
- : Pdt Hendra C Manullang
- : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
- : crisvinh@gmail.com
- : menarakristen@gmail.com
Post a Comment