-->

sosial media

Sunday, 27 June 2021

BAHASA ROH (Tinjauan Teologis Terhadap Ajaran Gereja Yang Beraliran Kharismatik Tentang Bahasa Roh )




             I.      Pendahuluan

Bahasa Roh merupakan salah satu dari antara sembilan charismata (karunia-karunia Roh) yang diberikan Allah kepada umat manusia menurut I Korintus 12:8-10. Bahasa Roh seperti yang tertulis dalam I Korintus 12 :10 dan I Korintus 14:2 disebut juga sebagai Bahasa Lidah (Glossolalia), yang berasal dari bahasa Yunani γλώσσα” (glossa), yang artinya ‘Lidah’ dan “λαλώ” (lalo), yang artinya ‘berbicara’ (yang artinya bahasa Roh) sebagai suatu pemberian yang maha mulia dari Tuhan Allah.[1] Berbicara mengenai Bahasa Roh, maka arah pikiran dan tujuan seseorang langsung mengarah kepada Gereja yang beraliran Kharismatik, karena inilah yang menjadi ciri khas dari gereja kharismatik Menurut keyakinan mereka, berkata-kata dalam Bahasa Roh ialah berkata-kata dengan roh manusia (yang berbicara kepada Allah ialah roh manusia). Dalam gereja kharismatik konsep-konsep glossolalia/bahasa roh sebagai “bahasa-yang-diilhami-Allah” maupun bahasa Roh sebagai “Praktek Kristiani yang relevan/sah” belum  dapat diterima secara universal.[2]

Apabila kita mengamati praktek berbahasa roh dalam gereja kharismatik, maka kita dapat melihat bahwa begitu banyak jemaat kharismatik yang sudah berkata-kata dengan bahasa roh, mengucapkan suku-suku kata yang tidak ada kaitannya dengan bahasa manusia yang telah dikenal. Dengan kejadian seperti ini, maka banyak jemaat yang berasal dari luar gereja kharismatik merasa heran dan tidak mengetahui apa yang sedang mereka ucapkan tersebut. Dengan situasi yang demikian timbullah beberapa pertanyaan mengenai bahasa roh tersebut, Apakah bahasa roh yang dipakai dalam gereja kharismatik itu benar-benar sama dengan apa yang dibicarakan Alkitab? Kepada siapakah bahasa roh itu ditujukan, dan siapa sebenarnya yang berhak mengucapkan/memakai bahasa roh itu? Apakah bahasa roh yang mereka ucapkan itu memiliki arti atau mereka hanya sekedar mengucapkannya saja? Untuk itulah penulis merasa tertarik membahas suatu tinjauan teologis bagaimana sebenarnya konsep Bahasa Roh menurut gereja yang beraliran kharismatik. Oleh karena itu, penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut :

             I.      Pendahuluan

          II.      Latar Belakang Munculnya  Gereja yang Beraliran Kharismatik

       III.      Pemahaman Gereja Kharismatik tentang Bahasa Roh

       IV.      Tinjauan Teologis tentang Bahasa Roh

          V.      Implikasi Teologis tentang Bahasa Roh

       VI.      Refleksi

   Daftar Pustaka.

 

          II.      Latar Belakang Munculnya  Gereja yang Beraliran Kharismatik

Istilah kharismatik berasal dari kata Yunani Charisma (bentuk jamaknya charismata), yang berarti karunia-karunia Roh. Di dalam Alkitab khususnya pada surat-surat Rasul Paulus, dapat ditemukan beberapa nas yang berbicara tentang sejumlah karunia Roh, misalnya dalam I Korintus 12 – 14,  Roma 12 dan Efesus 4. William H. Gentz (General Editor) menerangkan penggunaan istilah kharismatik(s) yang menunjuk kepada orang-orang Kristen yang mengaku telah menerima babtisan dan kepenuhan Roh Kudus di dalam dirinya. Hal ini diikuti pula dengan pengakuan bahwa mereka telah menerima salah satu dari karunia-karunia rohani (Charismata) sebagaimana dinyatakan Paulus dalam surat kirimannya. Inilah arti penggunaan kata “kharismatik” yang juga disebut ‘Pentakosta Baru’.[3] Secara langsung dapat diartikan bahwa Kharismatik merupakan sebuah istilah yang dipakai untuk mendeskripsikan kaum Kristiani yang percaya bahwa manifestasi Roh Kudus tersebut juga bisa terjadi dan seharusnya dipraktekkan sebagai pengalaman pribadi setiap orang-orang percaya pada masa sekarang ini. [4]

Berbicara mengenai latar belakang sejarah berdirinya Gerakan Kharismatik, maka di dalamnya Montanisme telah dianggap sebagai titik berangkat atau akar kekristenan kharismatik, sebab gerakan tersebut memiliki banyak kemiripan dalam teologi, praktek, dan fokus spiritual. Satu kesamaan umum yang tampak yaitu tentang ide-ide kaum Montanis yang hadir dalam kekristenan kharismatik. Montanisme adalah suatu gerakan profetis yang dipelopori oleh Montanus (seorang mantan imam dari Cybele di Phrygia).  Ajaran utama gerakan ini adalah mengenai ucapan-ucapan nubuat yang disampaikan dalam suatu keadaan ekstasis.[5] Gerakan ini juga mengajarkan  bahwa Allah berkomunikasi secara langsung lewat wahyu melalui Roh Kudus. Montanus dengan kuat memegang dan mempromosikan ide bahwa penutupan kanon Alkitabiah bukanlah akhir dari wahyu Ilahi.[6] Gerakan Montanus timbul dan menjadi sangat besar pada masa itu. Montanus tidak senang dengan suasana di dalam gereja. Menurutnya suasana gereja terlalu sibuk dengan masalah ortodoksi. Montanus menuntut kebebasan dalam Roh Kudus (freedom in Holy Spirit). Ia mengklaim pewahyuan langsung oleh Roh Kudus.[7]

            Akan tetapi dilihat dari latar belakang kelahirannya, gerakan kharismatik dapat disejajarkan dengan NRM (New Religious Movements), yang sama-sama lahir sebagai upaya untuk mempertahankan kemurnian kepercayaan atau doktrin yang dianutnya. NRM adalah gerakan keagamaan yang lahir di tengah-tengah masyarakat, sebagai reaksi terhadap agama-agama modern, atau agama-agama arus utama seperti Kristen, Islam, dan lain-lain. Kehadiran NRM ini merupakan sebagai suatu titik tolak untuk mengevaluasi dan mereformulasi pemahaman dan kesaksian gereja di tengah-tengah dunia, di dalam kehidupan masyarakat secara konkret. Begitu juga dengan gereja kharismatik, jika dilihat dari sejarah perkembangannya, gereja kharismatik itu juga pada awalnya adalah gerakan keberagamaan baru dari Pentacostal Movement menjadi Neopentacostal Movement yang kemudian disebut dengan gerakan kharismatik.[8]

            Ada tiga besar gerakan keberagamaan baru yang lahir di dalam gereja yang juga dapat disebut sebagai gerakan reformasi, yaitu gerakan reformasi Marthin Luther pada abad 16, gerakan Pietisme pada abad 18 dan gerakan kharismatik. Ketiga gerakan ini sama-sama ingin mengisi kegersangan rohani, meluruskan ajaran agar sesuai dengan Alkitab, menghidupkan tugas dan fungsi gereja yang terlupakan, misalnya dalam hal melayani dan bermisi dan menghayati iman secara fungsional yang lahir dar pengalaman kerohanian individual.

 

Berikut penjelasan singkat mengenai ketiga Gerakan Reformasi tersebut :[9]

1.      Reformasi pertama    : Marthin Luther

Reformasi Marthin Luther timbul karena adanya perbedaan yang mendasar dari pemahaman dan ajaran yang dilakukan Roma katolik tentang ajaran Alkitab yang menyimpang seperti : penghapusan dosa, perolehan keselamatan, kekuasaan Paus, otoritas Alkitab, dll. Dengan penyimpangan ini maka Luther meluruskan dan menjaga kemurnian ajaran Kristen sesuai dengan Alkitab. Inti pokok pengajaran Marthin Luther atau Luther terletak pada makna Firman Tuhan dan Sakramen.  Itulah sebabnya inti reformasi Teologi Luther merupakan upaya back to the Bible, kembali ke ajaran Alkitab. Dari pemahaman itulah lahir ajaran tentang Taurat dan Injil, dosa dan anugerah yang hanya dapat diatasi di dalam dan oleh pengorbanan serta penderitaan Yesus Kristus. Dengan demikian manusia tidak dapat mengupayakan sendiri keselamatan dirinya, tetapi hanya melalui pengorbanan Yesus Kristus.    

2.      Reformasi kedua       : Gerakan Pietisme

Pietisme adalah suatu gerakan pembaharuan yang mengupayakan agar kehidupan rohani hidup kembali. Gerakan ini berusaha agar setiap orang Kristen, secara pribadi berada dalam kehidupan yang kudus, hal ini dimaksudkan agar iman dapat dipahami dalam pengalaman yang konkret. Gerakan Pietisme sangat banyak mempengaruhi perkembangan reformasi Luther dimana Gerakan Pietisme bagaikan suatu jembatan gerakan antara reformasi Luther atau Lutheran dengan Gerakan Kharismatik. Pietisme lahir dan berkembang di kalangan puritan Inggris yang kemudian berkembang ke Belanda ke kalangan Calvinist dan membentuk nama Pietisme reformed Belanda. Gerakan ini diperkenalkan oleh Philip Jakob Spenner (1635-1705) dan August Herman Francke (1663-1727). Berkembangnya gerakan pietisme di kalangan Lutheran Jerman disebabkan karena semakin dirasakannya bahwa reformasi teologi yang dilakukan Luther pada akhirnya semakin kandas karena lebih merupakan pemahaman teologi, dogma dan ekklesiologi tetapi sangat kurang implementasinya ke dalam kehidupan praktis. Hal inilah yang dianggap sebagai penghambat cita-cita reformasi. Sebaliknya konsepsi pietisme tentang kesalehan, kekudusan dan ketaatan yang terlatih melalui praktik-praktik kekudusan dilihat sangat mendukung dalam mewujudkan cita-cita reformasi tersebut. Dengan demikian pietisme disambut dengan baik dan dipahami sebagai lanjutan dari reformasi Luther dan Lutheran.


3.      Reformasi ketiga       : Gerakan kharismatik

Berdasarkan uraian yang dijelaskan terhadap kedua reformasi yang disebutkan diatas, ada dua fundasi tempat berakar dan bertumbuhnya gerakan kharismatik ini, yaitu :

  1. Gerakan Reformasi Lutherlah yang mendorong pembaharuan gereja dalam memahami teologi berdasarkan Alkitab seperti yang dicanangkan oleh Luther yang akhirnya menjadi motif untuk mencari dan menemukan Firman Tuhan dan kehendak Allah dalam kehidupan ini.
  2. Gerakan Pietismelah yang membawa nafas segar dalam kehidupan rohani gereja.

Sejarah gerakan kharismatik adalah lanjutan dari gerakan pentakosta (Pentacost Movement) lahir di Inggris, yang juga dihubungkan dengan gerakan Quakers (tahun 1600-an) yang ditandai dengan lahirnya The Society of Friends. Kelahiran gerakan kharismatik ini harus dilihat di dalam konteks kehidupan gereja pada abad 16 dan 17, yang bermula dari lahirnya gerakan Assemblies of God dan Full Gospel Businessman Fellowship di Amerika. Dua gerakan inilah yangberkontribusi besar pada menyebarnya kekristenan kharismatik di Asia.  Assemblies of God adalah salah satu kelompok neo-pentakostal yang bertumbuh dari kebangkitan kerohanian abad ke-19 di Amerika sedangkan Full Gospel Businessman Fellowship adalah sebuah organisasi interdenominasional yang terdiri dari para pengusaha. Walaupun tujuan awalnya adalah untuk memberitakan Injil kepada komunitas bisnis, namun gerakan ini kemudian memadukan ruang lingkup yang lebih luas lagi dalam misinya.[10] Berawal dari gerakan inilah gereja kharismatik berkembang dan menjadi feneomena hingga saat ini.

Gerakan kharismatik pada awalnya kelihatan hanya sebagai suatu persekutuan antar denominasi  yang tidak terikat dan tidak mengikat diri menjadi suatu bentuk gereja. Jadi gerakan Pentakosta Baru (Gerakan Kharismatik) sebenarnya bukanlah suatu ajaran baru. Ia seperti yang nyata dari namanya – adalah suatu gerakan atau suatu peristiwa religius yang berlangsung di mana-mana pada waktu itu. Gerakan kharismatik ini muncul disebabkan oleh beberapa kelemahan yang terdapat dalam gereja yaitu : kekecewaan yang ditimbulkan oleh kemakmuran di negara-negara barat, karena tidak membawa kebahagiaan; penderitaan yang disebabkan oleh kemiskinan, kelaparan, penyakit, keterbelakangan, ketidakpastian hukum, dll; kekacauan ilmu theologia sesudah perang dunia kedua di Eropa dan Amerika.[11]

 

       III.      Pemahaman Gereja Kharismatik tentang Bahasa Roh

Pada umumnya Bahasa Roh (Bahasa-Lidah = glossolalia) sangat jarang disebutkan dalam Alkitab, namun hal itu tidak berarti bahwa bahasa-lidah kurang penting. Sewaktu-waktu bahasa-lidah telah muncul sepanjang sejarah gereja, tetapi boleh dikatakan bahwa sampai dengan abad ke-19 bahasa-lidah hampir tidak dikenal oleh sebagian besar orang Kristen. Sedangkan sejak tahun 1901 karunia bahasa-lidah telah menjadi ciri khas jemaat-jemaat Pentakosta dan Kharismatik, sehingga jutaan manusia telah mengalaminya pada abad ke-20 ini.

Gereja kekristenan kharismatik telah memberikan dampak yang besar dalam kehidupan semua gereja, secara pasti gerakan ini juga telah menimbulkan inspirasi dan kebangkitan kembali hidup kerohanian yang banyak dibutuhkan di antara gereja-gereja dan para individu. Gerakan kharismatik adalah suatu aliran gereja yang selalu mengandalkan kharismata, yang merupakan pemberian Allah melalui Roh Kudus. Menurut aliran ini, gereja adalah suatu persekutuan kharismata, persekutuan orang-orang percaya yang menerima berbagai karunia dari Yesus Kristus. Maksud dan tujuan gerakan ini adalah memberikan kepada anggota-anggota jemaat suatu penghayatan iman yang lebih intensif. Penghayatan ini disertai dengan rupa-rupa karunia yang tidak lazim lagi dalam banyak Gereja pada waktu itu, seperti : glossolalia (bahasa Roh), nubuat, penyembuhan orang sakit, dan lain-lain.[12]

Ciri khas gerakan Kharismatik ini adalah menyanyikan lagu pujian dengan penuh semangat secara berulang-ulang. Berdoa panjang dan mengutarakan isi hati dengan penuh perasaan dan penghayatan. Memiliki semangat yang tinggi untuk melayani dan bersaksi, memberi perhatian penuh tentang masalah-masalah eskatologi dan dengan keterbukaan hati dapat menerima kuasa Roh Kudus saat menyanyikan lagu pujian[13] serta yang menjadi salah satu ciri utama dari gereja kharismatik adalah berkata-kata dalam Bahasa Roh. Bahasa Roh sering juga disebut juga dengan “Bahasa Lidah” (Yunani: ‘glossolalia’, Batak: ‘Hata Sileban’ atau lebih tepat sebenarnya ‘Hata Partondion’). Berbicara dalam bahasa roh ialah suatu karunia Roh yang disebutkan dalam Mrk 16:17; Kis 10:44-46; 19:6, lalu dibicarakan dalam Kis 2:1-13 dan I Kor 12-14. Tatkala murid-murid yang telah berkumpul dan dipenuhi dengan Roh Kudus pada hari Pentakosta, mulailah mereka ‘berkata-kata dalam bahasa-bahasa (glossai) lain seperti yang diberitakan oleh Roh itu kepada mereka untuk dikatakannya’(Kis 2:4), sehingga banyak orang Yahudi dari luar Palestina tercengang mendengar puji-pujian bagi Allah dalam bahasa-bahasa (glossa. Ayat 11) dan dialek-dialek yang dipakai di negeri mereka sendiri.[14]

Glossolalia merupakan suatu ucapan atau ungkapan, yang pengertiannya tergantung pada si pendengar dan konteksnya, bisa sebagai bahasa asing (xenoglossia), bisa sebagai suku-suku kata yang tampak tidak berarti, atau sebagai bahasa mistis yang tidak dikenal; di mana ucapan atau ungkapan ini biasanya muncul sebagai bagian dari penyembahan religius (glossolalia religius). Untuk mempermudah pemahaman jemaat tentang bahasa Roh, gereja kharismatik membuat 4 tipe atau tingkat berbahasa lidah, yaitu :[15]

  1. Inarticulate sound or littering : berbahasa lidah yang sulit di pahami, suara tidak jelas, ungkapan kata, vokal, bunyi tidak jelas.
  2. Articulate sound or pseudo language, merupakan suatu ungkapan kata di mana setiap awal suku kata sama bunyinya.
  3. Articulate and combained language – like sound, or a fantasy language. Kata yang diungkapkan yang kedengarannya sudah seperti bahasa, walaupun arti dan maknanya tidak dimengerti.
  4. Automatic speech in a real language : bahasa yang diungkapkan, yang memang benar-benar bahasa dari suatu suku bangsa tertentu, yang merupakan bahasa asing dan yang tidak dimengerti oleh yang berbahasa lidah itu.

Dengan pemahaman ini maka menurut pemimpin-pemimpin gerakan kharismatik berkata-kata dengan bahasa roh itu tidak ada sangkut pautnya dengan luapan emosi seperti yang lebih banyak dilaksanakan pada saat sekarang ini. Kesalahan separuh pengikut gerakan kharismatik itu ialah : dalam doa mereka-khususnya di kumpulan-kumpulan doa-mereka terlampau banyak memberi diri mereka dikuasai dan dipimpin oleh emosi mereka. Apa yang mereka lakukan itu, menurut ajaran dari gerakan kharismatik adalah suatu penyalahgunaan dari karunia berbahasa roh. Akan tetapi yang penting diperhatikan dalam hal ini yaitu : Arahkanlah pikiranmu kepada Allah, kalau engkau mau berkata-kata dengan bahasa roh karena apabila suasana hati telah dikuasai perasaan emosi yang berlebihan maka hal ini dapat menjadi halangan besar untuk menerima Roh Kudus. [16] Ajaran kharismatik membedakan dua macam karunia bahasa roh, yaitu karunia bahasa roh untuk membangun diri sendiri dan oleh karena itu tidak perlu ditafsirkan karena karunia ini dapat diberikan dimana saja. Yang kedua yaitu untuk membangun jemaat dan karena itu harus ditafsirkan. Karunia bahasa roh ini biasanya diberikan dalam ibadah-ibadah jemaat atau dalam pertemuan-pertemuan Kristen lain yang diperuntukkan bagi orang-orang yang belum percaya. [17]

            Tentang perlu atau tidaknya orang-orang Kristen berkata-kata dengan bahasa roh, pengikut-pengikut gerakan kharismatik tidak mempunyai pendapat yang sama. Ada yang mengtaakan bahwa hal itu perlu, dan ada juga yang mengatakan hal itu tidak perlu. Hal inilah yang sebenarnya menurut Dennis Bennet (seorang Rektor Gereja Episkopal Santo Markus, Van Nuys, California, Amerika Serikat pada tahun 1960) yang tidak dapat dipahami sepenuhnya oleh pengikut gerakan kharismatik. Menurutnya ‘yang berkata-kata dengan bahasa roh bukan Roh Kudus tetapi roh kita. Roh Kudus hanya menginspirasi roh kita dan kita sendiri yang harus mengawasi roh kita itu. sekali lagi diingatkan bahwa Tuhan tidak memaksa siapapun. Ia hanya memberikan karunia bahasa roh kepada kita, kalau kita menghendakinya. Tetapi yang perlu diingat menurut Bennet yaitu berkata-kata dengan bahasa roh itu bukan syarat untuk mendapat keselamatan. Dan juga bukan syarat untuk menerima Roh Kudus. Menurut ajaran gerakan ini juga bahwa tiap-tiap orang yang telah dibabtis dengan Roh Kudus dapat berkata-kata dengan bahasa roh.[18]

              Dengan demikian dapat diketahui bahwa menurut jaran kharismatik bahwa karunia berbahasa roh dan penafsirannya adalah suatu tanda bagi orang-orang yang tidak percaya. Oleh karena itu, kepada pengikut-pengikut gerakan kharismatik yang lain dikatakan bahwa : Mintalah kepada Tuhan, supaya ia mau memakai kamu untuk kedua karunia itu.

 

IV. Tinjauan Teologis tentang Bahasa Roh

Bahasa roh  merupakan salah satu dari berbagai jenis karunia-karunia rohani sebagaimana disebutkan dalam Kitab Kisah Para Rasul 2:1-13,10:44-46; Markus 16:17 dan I Korintus 12-14.

Dalam kitab Kisah Para Rasul menceritakan tentang peristiwa ‘Pentakosta’, dimana ‘lidah-lidah api’ hinggap pada orang percaya dan dilanjutkan secara ajaib dan mereka mulai berkata-kata dengan bahasa-bahasa lain. Beberapa lagu himne ortodoks mengenai Hari Raya Pentakosta, yang memperingati peristiwa di Kisah Para Rasul ini menggambarkan hal ini sebagai pembalikan dari kejadian Menara Babel (Kejadian 11). Dengan kata lain, bahasa umat manusia yang dikacaubalaukan  dalam peristiwa Menara Babel direunifikasikan dalam peristiwa Pentakosta, yang menghasilkan penyebaran injil bagi orang-orang yang sedang berada di Yerusalem dari berbagai negara.[19]

Bebicara dalam bahasa-bahasa yang baru (glossais kai nais) juga disebut dalam kitab Markus 16:17 sebagai tanda yang akan menyertai iman kepada Tuhan Yesus Kristus. Tanda itu menyertai pencurahan Roh Kudus kepada orang-orang non-Yahudi pertama yang bertobat dan merupakan salah satu penjelmaan yang kelihatan di tengah-tengah orang-orang percaya pertama di Samaria (Kisah Para Rasul 8:17-19).

            Paulus dalam suratnya kepada jemaat Korintus menegaskan bahwa bahasa Roh itu adalah :[20]

  1. Bahasa Roh berarti berkata-kata kepada Allah; bukan kepada manusia; oleh Roh mengucapkan hal-hal yang rahasia, dan tidak ada seorang pun yang mengerti bahasanya (I Korintus 14:2)
  2. Orang yang berkata-kata dalam bahasa roh membangun (memperbaiki) dirinya sendiri (I Korintus 14:4)
  3. Bahasa Roh merupakan doa yang dilakukan oleh roh (I Korintus 14:4)
  4. Bahasa Roh merupakan bahasa pengucapan syukur yang sangat baik (I Korintus 14:16-17).

Sekalipun demikian, Paulus meminta agar jemaat berlaku bijak dalam berbahasa roh, karena bila dalam ibadah setiap orang berkata-kata dalam bahasa roh, maka orang-orang yang tidak percaya bisa mengatakan mereka “gila” (I Kor 14:23). Inilah persoalan utama yang harus dipikirkan. Mengapa sebenarnya Roh Kudus memberikan karunia berkata-kata dengan bahasa roh pada mulanya? Karunia berkata-kata dengan bahasa roh sebenarnya adalah tanda bagi orang-orang yang tidak beriman. Akan tetapi, karunia ini mempunyai tujuan lain yang berkaitan dengan tubuh Kristus. Paulus mengacu pada karunia berbahasa roh beberapa kali dalam lima ayat pertama dari I Korintus 14, dengan tujuan pembangunan atau pembinaan. Dapat dilihat bahwa dalam ayat 5 Paulus menyebutkan bahwa bahasa roh tidak seharusnya terjadi di gereja jika tidak ada seseorangpun yang menafsirkannya, sehingga jemaat dapat dibangun. Kemudian dalam ayat 26 Paulus memperkuat nasihat itu ketika dia menyatakan “semuanya itu harus digunakan untuk membangun.” Kata membangun berarti mendirikan atau dapat dikatakan bahwa apa saja yang tidak mendirikan atau membina gereja itu tidak sah. Karunia berkata-kata dengan bahasa roh diberikan oleh Roh Kudus untuk membangun perhimpunan para orang Percaya. Inilah letak kepentingan daripada berkata-kata dalam bahasa roh.[21]

Dengan demikian dapat dipahami bahwa karunia berbahasa roh dan penafsiran bahasa roh itu harus berjalan sejalan. Karena apa gunanya suatu perkataan yang tidak jelas artinya diucapkan? Tentulah hal ini tidak berguna, kecuali ada orang yang dapat menafsirkannya atau ia sendiri juga dapat menafsirkannya. Untuk itulah Allah memberi karunia yang disebut ‘penafsiran bahasa-lidah’ (I Kor 12:10)  

Karunia penafsiran bahasa roh itu merupakan ucapan ilahi melalui Roh yang memberikan arti terhadap suatu ucapan dalam bahasa lain. Ia bukan merupakan terjemahan bahasa roh, melainkan ia merupakan tafsiran dari bahasa roh, yang juga merupakan suatu ilham tersendiri, dan tidak merupakan pengertian intelektual akan bahasa-lidah, sebagaimana Roh mendorong seseorang berdoa dalam bahasa lidah maka Roh yang sama akan mendorong seseorang memberi pengertian bahasa lidah tersebut.[22]

  Karunia tentang penafsiran bahasa roh ini merupakan karunia yang paling rendah tingkatannya dari deretan karunia-karunia yang lainnya, sebab ia tidak dapat bekerja tanpa adanya kegiatan bahasa roh. Tujuan daripada karunia ini ialah untuk memberikan kepada karunia bahasa roh itu pengertian yang dapat dipahami bagi para pendengarnya agar supaya sidang jemaat maupun pemilik dari karunia itu dapat mengetahui apa yang telah dikatakan oleh dirinya, sehingga dengan demikian iman mereka dapat dibangunkan. [23] Oleh karena itu karunia-karunia Roh harus diusahakan untuk dipergunakan membangun jemaat. Jadi siapa yang berkata-kata dalam bahasa roh, haruslah berdoa agar diberikan juga karunia untuk menafsirkannya.[24]

Dalam sejarah gereja, aliran pentakosta abad ke-20 bukanlah merupakan aliran yang pertama kali “berbahasa lidah” selama Sejarah Gereja. Praktik berbahasa roh atau berbahasa-lidah sudah banyak disinggung pada zaman Bapa-bapa gereja. Seperti Justin Martyr (150 M) yang menyinggung mengenai bahasa lidah dalam sebuah dialog dengan Trypho, Iranaeus (200 M) yang menuliskan tentang “melalui Roh berbicara dalam segala macam bahasa”, Tertulianus (200 M) yang menyinggung tentang “interpretasi bahasa roh sebagai tanda”, Perkumpulan Quaker seperti Edward Burrough (1600an) yang menyatakan bahwa bahasa roh dipergunakan dalam kebaktian-kebaktian mereka, Pentecostalisme awal yang percaya bahwa bahasa lidah yang mereka nyatakan merupakan xenoglossia (bahasa asing), dan masih banyak lagi para bapa-bapa gereja yang menyinggung tentang pemakaian bahasa roh.[25]

Oleh karena itu, kita tidak perlu heran melihat berbagai kenyataan pada saat ini, akan adanya praktek berbahasa roh oleh berbagai aliran gereja khususnya kharismatis. Praktek berbahasa roh yang terlihat dalam gereja-gereja masa kini mirip sekali dengan yang terjadi 2000 tahun yang lalu di jemaat Korintus. Dapat dipastikan bahwa praktek bahas roh dalam gereja-gereja berlairan kharismatik sekarang merupakan pengulangan kembali dari keadaan yang pernah terjadi di jemaat Korintus zaman Paulus dahulu kala.

 

V. Implikasi Teologis tentang Bahasa Roh

            Kebanyakan praktek glossolalia kaum Kristiani saat ini merupakan semacam kebaktian pribadi mereka. Beberapa bagian komunitas Kristiani juga menerima dan terkadang turut mempromosikan penggunaan glossolalia selama ibadah penyembahan bersama. Hal ini terutama sekali nyata dalam tradisi Pentakosta dan Kharismatik. Keduanya percaya bahwa kemampuan berkata-kata dalam bahasa roh dan ungkapan-ungkapannya, adalah karunia supernatural dari Allah.

            Jemaat kharismatik atau kaum kristen yang mempraktekkan bahasa roh biasanya menggambarkan pengalaman mereka sebagai bagian sehari-hari dari doa yang cenderung diasosiasikan dengan emosi yang tenang dan menyenangkan. Karunia berkata-kata dengan bahasa roh tidaklah diberikan hanya untuk keuntungan rohani perseorangan. Karena pada saat ini, ada orang yang di dalam gereja menggunakan bahasa roh untuk menghasilkan uang, yaitu dengan jalan mengajar teknik berkata-kata dengan bahasa roh. Atau banyak pula yang menggunakan bahasa roh ini sebagai kesombongan pribadi akan tetapi dia tidak mengetahui apa arti dari perkataan yang dia ucapkan. Ada juga yang memandang bahwa siapa yang tidak berkata-kata dalam bahasa roh maka ia dianggap lebih rendah dari orang yang berbahasa roh.

Dengan sikap yang seperti ini maka banyak orang Kristen yang dibuat merasa minder dan benci kepada mereka yang berbahasa roh. Akan tetapi kita diingatkan kembali bahwa Roh Kudus tidak memberikan karunia-karunia-Nya untuk mengangkat beberapa orang percaya di atas yang lain, atau menyebabkan orang-orang saling membandingkan pengalaman untuk melihat siapa di antaranya yang memiliki kerohanian yang lebih tinggi. Dalam hal ini Iman Kristen menolak dengan keras ajaran dan praktek bahasa roh yang bertentangan dengan Firman Tuhan sebagaimana yang diamanahkan dalam Kisah Para Rasul 2, Markus 16:17 dan I Korintus 12-14. Iman Kristen menolak dengan tegas setiap praktek bahasa roh yang bukan berpedoman kepada pengajaran Allah.[26]

Akan tetapi Iman Kristen juga tidak boleh menutup diri terhadap adanya ‘bahasa roh’, karena bahasa roh adalah salah satu dari berbagai jenis karunia-karunia Roh yang diberikan kepada manusia dimana bahasa roh itu harus dimengerti dan dipahami oleh semua orang yang mendengarnya. Akan tetapi, bila sampai pada urusan gereja, sasarannya adalah untuk membina tubuh Kristus-bukan semata-mata membina diri sendiri. 

 

VI. Refleksi

Firman Tuhan memang mengajarkan bahwa praktek berbahasa roh sebagaimana yang dilakukan oleh murid-murid Yesus pada hari Pentakosta harus dapat dimengerti dan dipahami oleh semua orang yang mendengarnya. Kita perlu berhati-hati dalam menyikapi praktek berbahasa roh yang tidak bisa dimengerti dan dipahami oleh orang yang mendengarnya. Jangan-jangan itu suara roh jahat yang mengacaukan bahasa manusia. Paulus juga menempatkan karunia berbahasa roh itu ke dalam daftar skala prioritas yang paling belakang untuk menyangkal praktek memperdewakan bahasa roh seolah-olah karunia ini melebihi karunia-karunia yang lain. Oleh karena itu, sikap Gereja terhadap karunia berbahasa roh harus tidak menyimpang dari pandangan Alkitab sebagaimana diuraikan di atas.

Karunia berkata-kata dengan bahasa roh adalah tanda bagi orang-orang yang belum percaya (I Kor 14:22). Paulus mengingatkan jemaat untuk tidak terlalu menonjolkan karunia berbahasa roh ini. Karena bahasa-lidah adalah tidak berguna apabila tidak disertai dengan kasih. Kasih adalah karunia yang paling utama.[27] Apabila kita berbahasa roh tetapi tidak menunjukkan kasih kepada sesama manusia, maka kita menjadi sama seperti gong atau canang. Maksudnya, bahasa yang kita ucapkan itu hanya merupakan suatu bunyi yang keras saja dan tidak ada gunanya. Karena, kasih adalah buah atau hasil dari pekerjaan Roh di dalam diri seseorang yang merupakan sesuatu yang paling utama dalam kehidupan orang Kristen. Tanpa kasih segala sesuatu yang lain adalah tidak berguna. (Galatia 5 :22; I Korintus 13:4-7).[28]


Sumber Lain :

Internet : http://www.metareligion.com/Linguistics/Glossolalia/contemporary linguistic study.htm

 



[1]Bayer (art) “γλώσσα, dalam The Interpreter’s Dictionary of The Bible, Keith Crim dan Victor Paul Furnish (ed),  (Nashville : Parthenon Press, USA, 1976), 908-909.

[2] Colin Brown (ed), Dictionary of New Testament Theology Vol.3, (Michigan :EXETER The Paternoster Press, USA, 1978), 1078-1079.

[3] William H. Gentz, The Dictionary of The Bible and Religion, (Abingdon, Nashville, 1986), 190.

[4] Hans Maris, Gerakan Kharismatik dan Gereja Kita, (Surabaya : Momentum, 2004), 22-25.

[5] Ekstase/ ekstasis adalah keadaan berada diluar kesadaran diri (seperti keadaan orang yang sedang khusyuk bersemedi), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, 1990), 222

[6] Wilfred J. Samuel, Kristen Kharismatik, (Jakarta : BPK-Gunung Mulia, 2006), 10-11.

[7] Hans Maris, Gereja Kharismatik dan Gereja Kita, (Surabaya: Momentum Christian Literature, 2004), 9-10.

[8] Darwin Lumbantobing, Teologi di Pasar Bebas, (Pematangsiantar : L-SAPA, 2007), 177-184

[9] Darwin Lumbantobing, Ibid, hlm.185-195. 

[10] Wilfred J. Samuel, Op-Cit, hlm.26-29.

[11] J.L. Ch. Abineno, “Gerakan Pentakosta Dan Gerakan Pentakosta Baru – Gerakan Kharismatik” dalam buku Gerakan Kharimatik apakah itu?, (Jakarta : BPK- Gunung Mulia, 1982), 290-292.

[12] Rudolf H. Pasaribu, Penjelasan Lengkap Iman Kristen, (Jakarta : Atalya Rileni Sudeco (ARS), 2001), 231-232.

[13] Jan S. Aritonang, Berbagai aliran Di Dalam dan Di Sekitar Gereja, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1995),194.

[14] J. D. Douglas (Peny), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 1, (Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1982), 132-133.

[15] Darwin Lumbantobing, Op-Cit, 229-230.

[16] J.L.Ch. Abineno, Karunia-karunia ROH KUDUS, (Jakarta : BPK GUnung Mulia, 1980), 16-17.

[17] Ibid, 19-20

[18] Ibid, 18-19

[19] J. D. Douglas (Peny), Op-Cit, 132-133

[20] David L. Baker, Roh dan Kerohanian dalam jemaat, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1996), 28-30

[21] Tony Evans, Janji Allah, (Jakarta : Yayasan Pekabaran Injil “Immanuel”, 1999), 364-365

[22] David L. Baker, Op-Cit, 31-32.

[23] Wimanjaya K. Liotohe (Alih Bahasa), Mengenal Karunia-karunia Roh Kudus, (Jakarta : Yayasan Pekabaran Injil “Immanuel”, 1985), 118.

[24] Paul Enns, The Moody Hand Book of Theology, (Malang, Literatur Saat, 2004), 332-333.

[26] Rudolf H. Pasaribu, Op-Cit, 215-216

[27] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2007), 241.

[28] David L. Baker, Op-Cit, 97-110.

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim