-->

sosial media

Friday, 18 March 2022

Arti dan makna kehidupan dalam Kitab Pengkhotbah (Arti dan makna kehidupan dalam kitab Pengkhotbah diperhadapkan dengan pemahaman dalam ilmu pengetahuan science, sistematika, ilmu agama-agama, agama suku, kaum ateis, di tengah-tengah krisis kehidupan manusia masakini)

 

I.    Latar Belakang Masalah

Seluruh sejarah umat manusia adalah wujud dari rentetan usahanya menemukan hakikat diri dan makna hidup. Sebab dalam adanya rasa dan kesadaran akan makna hidup, kebahagiaan dapat terwujud. Eesadaran hidup bermakna dan bertujuan diperoleh orang hampir semata-mata karena dia mempunyai tujuan yang diyakini cukup berharga untuk diperjuangkan, kalau perlu dengan pengorbanan. Hanya saja, mengatakan hidup orang bermakna, atau mungkin sangat bermakna, tidak dengan sendirinya mengatakan bahwa hidup orang itu bernilai positif, yakni baik. Sebab bisa disebutkan dua contoh paradoks yang keduanya hidup penuh makna. Pertama, bisa disebutkan tokohtokoh seperti Nabi Muhammad saw., Nabi Isa al-Masih a.s., Mahatma Ghandhi, Bung Karno, Bung Hatta, dan Iain-lain, adalah tokoh-tokoh kebaikan. Sementara kedua, sebut saja tokoh-tokoh lain seperti Hitler, Stalin, Pol Pot, James Jones (pendiri sekte People's Temple), Bhagwan Shri Rajneesh, dan Iain-lain yang merupakan tokoh-tokoh kejahatan. Namun semuanya diketahui telah menempuh hidup penuh makna, dengan tingkat kesungguhan dan dedikasi yang luar biasa kepada perjuangan mencapai tujuan mereka, positif atau baik maupun negatif atau jahat. Berdasarkan pernyataan di atas, tampak jelas bahwa selain ada masalah makna dan tujuan hidup, juga tidak kurang pentingnya, ialah persoalan "nilai" makna dan tujuan hidup itu. Karena hampir setiap orang merasa mempunyai tujuan hidup, maka mungkin persoalan nilai makna dan tujuan hidup itu sendiri justru lebih penting.

II. Pembahasan

2.1.  Pengertian Hidup Secara Umum

Hidup adalah bentuk atau kualitas eksistensi yang membedakan maklhuk hidup dari benda mati.Karakteristik kehidupan yang dimiliki oleh semua organisme hidup adalah pertumbuhan, reproduksi, metabolisme, dan kemampuan untuk menanggapi rangsangan.[1] Hidup berarti masih terus ada, bergerak dan bekerja sebagaimana mestinya, bertempat tinggal (diam), mengalami kehidupan dalam keadaan atau dengan cara tertentu.[2] Selain itu hidup merupakan keberadaan spiritual dianggap melampaui kematian jasmani.[3]

 

2.2.  Konsep Hidup dalam Perjanjian Lama

Dalam istilah Ibrani untuk kata hidup/kehidupan adalah הׇיkhay (Tunggal) atau הׇיִםkhayim (Jamak), yang terdapat 147 kali dalam Perjanjian Lama.Kata kerjanya yaitu הׇיׇהkhayah pada awalnya berarti lamanya waktu seseorang hidup, biasanya jumlah tahun tertentu.[4]Selain bermakna lamanya waktu hidup, kata ini juga berarti status kehidupan yang berlawanan dengan kematian (2 Sam. 15:21; Kej. 27:46), (kepemilikian atau sukacita) hidup atau kesehatan atau totalitas (Mzm. 56:14; Yer. 21:8), serta mata pencaharian (Ams. 27:27).[5]

Bagi orang Ibrani hidup/kehidupan mempunyai makna selain makna kehidupan fisik.Bagi mereka, hidup adalah aktivitas atau keadaan yang baik/kesejahteraan. Penggunaan kata ini dalam PL didasarkan atas konsep gerekan, aktivitas.Hal ini dikuatkan terutama karena adakalanya kata ini digabungkan dengan שלום (Shalom).Dalam kitab hikmat, semua jalan hikmat adalah shalom dan bahwa hikmat adalah pohon kehidupan bagi mereka yang bersandar padaNya (Ams. 3:17) yang berbicara tentang panjang umur, kekayaan, kehormatan dan kebahagiaan.Maleakhi 2:5 menyatakan bahwa perjanjian Allah dengan orang Lewi adalah perjanjian “Hidup dan Damai”.Ada juga hubungannya dengan berkat (Ul. 18; 30:16; 30:19).Karenanya kehidupan berarti berkat dan kematian adalah kutuk.[6]

Selain itu, kehidupan juga berarti kesehatan atau kehidupan yang penuh.Hidup artinya bukan hanya tetap hidup, melainkan juga menikmati suatu hidup yang penuh, kaya dan bahagia.Sering juga berarti “kuat dan sehat”. Orang Israel digigit ular di padang gurun, melihat pada tiang ular dan “hidup” atau disembuhkan  (Ul. 21:8). Hidup dihubungkan dengan “kepemilikan tanah” (Ul. 4:1; 5:33; 8:1).Jika demikian, hidup hanya didapatkan dengan menjaga perintah Allah.[7]

 

2.3.  Arti dan Makna Kehidupan Secara Umum

Makna hidup adalah suatu tujuan kenapa manusia ada dan kenapa kita ada. Sebab asumsinya adalah manusia tidak selalu ada dan pernah tidak ada. Jadi kehadirannya dianggap membawa suatu makna tertentu.Kejadian 1:26-29, berfirmanlah Allah :"Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia ; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." Berfirmanlah Allah : "Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah yang akan menjadi makananmu."

Secara umum Allah menciptakan manusia dengan tujuan:

a.       Untuk menjadi wakil Allah di bumi.

b.      Memerintah segala isi bumi ini atau alam semesta, juga menunjukkan manusia itu diciptakan Tuhan untuk menikmati semua karya ciptaan Tuhan.

Tujuan utama atau tujuan puncak manusia diciptakan Tuhan adalah untuk menikmati Tuhan, untuk dirinya bersekutu dengan Tuhan, dan menikmatiNya.

Standar atau kriteria penciptaan manusia adalah hal yang sangat-sangat khusus, yang juga menandakan betapa spesialnya dan berharganya manusia itu.Semua ciptaan, diciptakan Tuhan melalui perkataanNya, tapi hanya satu ciptaan yang diciptakan dengan tangan Tuhan yaitu manusia. Alkitab mencatat hal itu untuk menunjukkan betapa khususnya manusia, sehingga Tuhan perlu mendisainnya dengan tanganNya sendiri dan Tuhan yang menghembuskan nafas kehidupan ke dalam manusia itulah yang menghidupkan manusia. Dr. Victor Frankle adalah seorang terapi yang menekankan bahwa manusia itu harus mempunyai makna hidup, tanpa makna hidup manusia sebetulnya kehilangan hidup itu sendiri.[8]

 

2.4.  Arti dan Makna Hidup dalam Kitab Pengkhotbah

Kitab Pengkhotbah adalah salah satu kitab sastera hikmat yang terdapat dalam kitab PL. Secara etimologi pengkhotbah berasal dari kata Ibr Qohelet dengan akar kata qahal yang artinya sidang atau pertemuan, sehingga pengkhotbah adalah orang yang berdiri di depan sidang/ jemaat untuk mengajar atau memberitahukan jalan-jalan Tuhan. Ibrani kuno awalnya memakai istilah “hossoperet”artinya: orang yang cerdas dan pintar, sehingga orang yang berdiri di depan jemaat tersebut adalah orang-orang yang cerdas dan pintar. Septuaginta memakai istilah ekklesia artinya jemaat atau gereja. Sebagai pengajar yang bijaksana maka tujuan pengajaran adalah memahami arti dan makna kehidupan.[9] Kitab ini sesungguhnya menyatakan bahwa Allah mengetahui apa yang sedang terjadi dan umatNya harus bergantung pada-Nya serta melayani Dia. Kitab ini memperingatkan agar hati-hati dalam hidup karena manusia harus mempertanggung jawabkan kepada Dia. Penulis seakan-akan berkata: “Marilah kita melihat bagaimana rasanya hidup tanpa Allah? Apa yang akan diperoleh jika hanya hidup untuk hal-hal duniawi? Hidup menjadi sia-sia dan hampa, menjengkelkan dan penuh dengan penderitaan. Namun, Allah bisa mengubah semua itu.[10]

Kehidupan dalam Kitab Pengkhotbah adalah sebagaimana yang dijalani manusia, dimana dalam kitab ini mengatakan bahwa tanpa Allah hidup adalah sia-sia, tiada arti, tiada tujuan, kosong, dan merupakan sebuah gambaran yang suram. Kehidupan ini tidak adil, bekerja itu tidak ada gunanya, kesenangan tidak dapat memberi kepuasan, kehidupan yang baik dan pikiran yang bijaksana menjadi sia-sia karena pada akhirnya menghadapi kematian.[11] Dalam pasal-pasal pertama kitab Pengkhotbah, pernyataan demi pernyataan dari Pengkhotbah yang tidak biasa, ia mengatakan bahwa segala sesuatu adalah sia-sia (Pengkhotbah 1:2). Ungkapan kesia-siaan ini mendominasi dan dapat ditemukan hampir di seluruh bagian pasal dalam kitab tersebut. Dan bagi Pengkhotbah, segala sesuatu adalah kesia-siaan.[12] Kitab Pengkhotbah ini bukan berisi khotbah agar pembaca meyakini hidup, bekerja, dan belajar adalah sia-sia. Tetapi Pengkhotbah mengajak manusia untuk merenung dan menimbang secara kritis segala aspek kehidupan ini, mulai dari tingkah laku manusia, termasuk makna dan tujuan hidup sendiri. Pengkhotbah bergumul lalu menyadari bahwa semakin keras ia berusaha memaknai hidup, semakin ia menyadari bahwa hal tersebut adalah sia-sia. Menurut Pengkhotbah, ternyata tidak semuanya sia-sia. Ada satu yang tidak, yaitu Allah. Pengkhotbah mengajak orang untuk menikmati hidup pemberian Allah. Pengkhotbah mengajak untuk tunduk kepada Allah karena Allah-lah yang tahu segalanya dan hanya Dialah yang tidak sia-sia.[13]

Penemuan Pengkotbah membuktikan bahwa semua peristiwa dan pengalaman yang dilakukan oleh manusia adalah kesia-siaan atau useha untuk menjaring angin. Selain itu kitab pengkotbah juga mengatakan bahwa Hikmat pun sia-sia dan tidak berdaya karena kekesalan tumbuh sama kuat dan cepat dengan hikmat itu, dan kemajuan pengetahuan menambah kesengsaraann. (1:218). Olch karena itu dalam kitab Pengkotbah juga terdapat penekanan tentang Presdestinasi. Kegiatan dan tingkah laku manusia mempunyai pola yang tetap dan sama dengan pola kogiatan dan tingkah laku alam (3:1-8) Apa yang telah dibuat oleh Allah tak' akan dapat berubab dan diubah dan tak ada hal baru yang muncul serta dapat mengubah arah keberadaan sesuatu. Kesusahan kedudukan manusia telah ditetapkan dan dimateraikan oleh kenyataan bahwa Allah telah menaruh sıfat kekekalan di dalam hati manusia Dengan kata lain manusia memang dibuat tidak puas dengan pemahamanya yang sepotong-potong tentang dunia ini, sekaligus ia tidak dimampukan untuk melengkapkan pemahamanya itu, ia memang ditakdirkan untuk bingung dan hampa sia-sia Gambaran tentang dunia dimana manusia dimana manusia hidup adalah' gambaran kekacauan nilai-nilai moral yang memang intheren dalam dunia ini," inilah yang dimaksudkan pengkotbah bahwa jika kita menghilangkan kemungkinan eksistensi Allah maka hidup kita tidak akan berarti" dan Sebenamya yang dimaksud dengnn kesia-siaan dalam kitab ini ialah: dimana, kata ībrani yang dipakai untuk sia-sia dalam kitab ini adalah hebel berarti breath (nafas), breeze (hembusan angin, selain itu kata hebel juga berarti tidak berguna dan kekosongan. Ada pula yang menerjemahkanya dengan meaningless yang tidak ada artinya Menurut Gerrit Singgih pemakaian ungkapan hebel tersebut dalam kitab par.gkotbah hendak menunjukkan bahwa hidup ini sebagai yang absurb, dalam arti ada jurang yang besar antara apa diharapkan dan apa yang dialami manusia. Kegiatan yang absurd adalah usaha yang terus menerus diulangi tetapi tidak rampung Kitab pengkotbah bukan berisi kotbah agar pembaca meyakini bahwa hidup, bekerja, dan belajar adalah sia-sia. Malahan pengkotbah mengajak manusia untuk merenung dan menimbang secara kritis. segala aspek kehidupan ini melalui tingkah laku manusia termasuk makna dan tujuan hidup itu sendiri. Perngkotbah juga sebenarnya hendak memperlihatkan kepada pembaca bahwa kenyataan itu apa adanya, realitas yang sesungguhnya terjadi dalam kehidupan ini..[14] Seluruh hidup kita akan bermakna bila kita menjalaninya dalam takut akan Allah. Segala sesuatu pun akan bermakna bila dikerjakan dan dipergunakan dalam ketundukan kepada Allah. Mengapa? Karena itulah ketetapan Allah bagi setiap orang. Selain itu, kelak Allah akan menuntut pertanggungjawaban kita, la akan menghakimi segala perbuatan kita menurut keadilan dan kebenaran-Nya. Apakah gunanya kepuasan selama hidup yang singkat di dunia ini bila kelak kita menerima penghukuman kekal? Karcna itu, penting bagi kita untuk senantiasa mengarahkan pandangan kita kepada kekekalan selama menjalani hidup di dunia ini. Penting pula bagi kita untuk memiliki juruselainat yang daput menjamin keselamatan kekal kita Bila. tidak, kita akan terus-menerus dihinggapi ketakutan dan kekuatiran akan kematiun Akhirnya, hanya di dalam Allah sajalah ada kepuasan dan damai sejahtera yang sejati. Hanya di dalam Dia sajalah ada kehidupan yang bermakna Dialah satu-satunya jawaban dari segala kesia-siaan hidup kita. [15]

 

2.5. Arti dan Makna Hidup Dalam Science

Secara biologis, manusia tidak berbeda dari makhluk hidup yang lain, khususnya hewan. Manusia tidak lepas dari semua ciri-ciri makhluk hidup yang disampaikan di atas (zoe dalam tulisan Pak Yasraf). Fisiologi manusia serupa dengan mamalia – kita memiliki kelenjar mammae, menumbuhkan rambut dan berkembang biak secara vivipar (beranak). Secara fisiologis juga, manusia adalah makhluk yang sangat biasa. Kemampuan lari manusia jauh di bawah banyak mamalia lainnya seperti rusa, kuda atau singa, tetapi tidak juga kita selambat kukang dan kura-kura. Kemampuan pendengaran kita ada dalam rentang yang terbatas, demikian pula indra penciuman dan penglihatan kita. Ukuran tubuh manusia tidak cukup besar, tetapi juga tidak terlalu kecil sehingga lebih mudah untuk dimangsa. Rambut manusia jauh lebih tipis ketimbang rambut pada beruang atau kucing, sehingga manusia lebih tidak toleran terhadap kondisi dingin dibandingkan hewan lainnya. Secara evolutif, dibandingkan dengan banyak mamalia lain, manusia adalah organisme yang sangat lemah. Kemampuan fisik manusia sangat terbatas, meskipun dengannya manusia tetap mampu memangsa hewan lain sehingga ia tidak berada di dasar jaring-jaring makanan. Hal ini menarik untuk dilihat karena ‘produk terunggul’ dari evolusi, jika memang benar itu kita, tidak berasal dari organisme yang terkuat dan dominan, terbesar, ataupun tercepat.[16]

Terlepas dari kesamaan dan ke-‘biasa’-an manusia, harus diakui bahwa manusia juga memiliki keunikan yang memungkinkan kita mampu melakukan hal-hal yang secara fisik tidak dapat dilakukan oleh hewan lain. Manusia dan keluarga primata memiliki ibu jari yang posisinya berhadapan dengan jari-jari lainnya (opposable thumb). Kondisi fisik ini memungkinkan primata untuk mencengkeram dan menggunakan alat secara lebih bebas dibandingkan hewan lainnya. Banyak penelitian menunjukkan bagaimana simpanse mampu menggunakan ranting untuk mengambil semut atau batu untuk memecahkan biji yang keras. Lebih lanjut, manusia memiliki tangan yang relatif lebih pendek dari kakinya dan postur tubuh yang memungkinkan dia untuk berjalan dengan dua kaki. Hal ini juga memberi keleluasaan bagi manusia untuk menggunakan tangannya secara lebih  bebas lagi untuk keperluan lain. Hal lain yang unik pada manusia adalah struktur pita suara dan lidahnya yang memungkinkan manusia untuk menghasilkan berbagai bentuk suara. Kemampuan suara kita tentunya tidak seindah burung, tetapi manusia mampu menghasilkan berbagai perpaduan fonem dan morfem yang menjadi dasar pembentukan bahasa. Berbeda dengan burung dan beberapa mamalia lainnya, kemampuan suara manusia tidak terbatas pada satu jenis kelamin saja, sehingga komunikasi yang sifatnya lebih mendasar daripada sekadar perilaku kawin dapat terbentuk. Kombinasi dari kondisi fisik ini setidaknya menjadi modal dasar bagi berkembangnya budaya peralatan dan penggunaan bahasa, yang mana keduanya unik pada manusia. Akan tetapi, mengapa kera yang juga menggunakan alat atau bahasa tidak berkembang sejauh kita?. Di banyak tulisan di dalam ranah biologi dan antropologi biologis, keunggulan manusia yang paling utama adalah di dalam otaknya. ukuran otaknya, relatif terhadap tubuhnya. Dari bukti-bukti fosil, diketahui bahwa ‘manusia purba’ seperti Australopithecus dan Pithecanthropus berjalan dengan dua kaki terlebih dahulu sebelum kemudian secara evolutif menunjukkan perbedaan di ukuran otak. Richard Dawkins, seorang ahli biologi yang terkenal melalui bukunya The Selfish Genes, berargumen bahwa kondisi tersebut secara bertahap memungkinkan otak manusia purba untuk membesar. Saat ini diketahui bahwa manusia memiliki rasio otak-tubuh (encephalization quotient) yang tertinggi. Meskipun demikian, beberapa jenis hewan seperti tikus tanah memiliki rasio yang tinggi pula, sekalipun hewan tersebut tidak menunjukkan kecerdasan yang tinggi. Beberapa ilmuwan kemudian mengajukan bahwa perbedaan di dalam kecerdasan tidak hanya diukur dari rasio tersebut, tetapi juga dari diferensiasi yang ada di dalam otak, jumlah sel-sel neuron yang ada dan kecepatan koneksi antar sel-sel neuron tersebut. Dalam hal ini, otak manusia masih yang paling unggul dibandingkan yang lainnya.[17]

Frankl terkenal dengan logo terapinya, secara teori logo terapi adalah teori yang berorientasi untuk menemukan arti, suatu arti dalam dan bagi eksistensi manusia. Yang terpenting dalam hal ini adalah bagaimana berusaha menemukan dan bertanggung jawab terhadap arti atau nilai dibalik kehidupan.[18] Frankl juga mengatakan bahwa kebermaknaan hidup disebut sebagai kualitas penghayatan individu terhadap seberapa besar ia dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi-potensi dan kapasitas yang dimilikinya dan seberapa jauh ia telah berhasil mancapai tujuan-tujuan hidupnya, dalam hal memberi makna atau arti kepada kehidupannya.[19]

Makna hidup merupakan sesuatu yang penting dan berharga bagi sesorang individu, apabila seorang berhasil menemukan makna hidup maka kehidupan ini akan dirasakan sangat berarti. Makna hidup merupakan hal yang sangat pribadi, sehingga dapat selalu berubah-ubah sering berjalannya waktu dan perubahan situasi dalam kehidupan individu tersebut. Menurut Kruger makna hidup adalah ―manner, suatu cara atau gaya yang digunakan untuk menghadapi kehidupan, untuk menunjukkan eksistensi, dan cara pendekatan individu terhadap kehidupannya sendiri berbeda-beda dan unik. Dan apabila individu telah mencapai tingkat kesadaran yang lebih diman kesadarannya lebih tertujuuntuk pencarian makna-makna, maka dapat dipastikan bahwa pemaknaan seorang individu terhadap kehidupan dengan individu lain akan berbeda satu sama lain.[20]

 

2.6. Arti dan makna Hidup dalam Sistematika

Makna hidup merupakan suatu persoalan yang sangat urgen (The meaning of life is the most urgent question). Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Makna hidup -bila berhasil - ditemukan dan dipenuhi- akan menyebabkan kehidupan ini dirasakan demikian berarti dan berharga. Dan pada akhirnya akan menimbulkan penghayatan bahagia (happieness) sebagai aMbat sampingannya. Ada tiga karakteristik makna hidup.

Pertama, makna hidup itu sifatnya unik dan personal Artinya, apa yang dianggap berarti oleh seseorang belum tentu berarti bagi orang lain. Bahkan mungkin, apa yang dianggap penting dan bermakna pada saat ini oleh seseorang belum tentu sama bermaknanya bagi orang itu pada saat lain. Dalam hal ini, makna hidup seseorang dan apa yang bermakna baginya hiasanya bersifat khusus, berbeda dengan orang lain, dan mungkin dari waktu ke waktu berubah pula.

Kedua, sifat lain dari makna hidup adalah spesiflk dan konkrit. Artinya, dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari dan tidak selalu harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan idealitas, prestasi-prestasi akademis yang tinggi, atau hasil-hasil renungan filosofis yang kreatif. Mengagumi merekahnya ufuk Timur pada saat terbit fajar, raemandang dengan penuh kepuasan tumbnhnya putikputik bunga hasil tanaman sendiri, turut tersenyum melihat senyuman bayi montok, menghayati perasaan kasih dan haru menyaksikan anak sendiri terbaring sakit, bersemangat mengerjakan tugas yang disenangi, mendengarkan khotbah yang sarat dengan kebijakan dan kebajikan, merupakan contoh peristiwa sehari-hari yang bermakna bagi seseorang.

ketiga, sifat lain makna hidup adalah memberi pedoman dan arah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan sehingga makna hidup seakan-akan menantang (challennging) dan mengundang (inviting) seseorang untuk memenuhinya. Begitu makna hidup ditemukan dan tujuan hidup ditentukan, maka seseorang seakan-akan terpanggil untuk melaksanakan dan memenuhinya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya pun menjadi lebih terarah. [21]

Dalam makna kehidupan , ada dua kelompok yang refresentatif mendeskripsikan problem makna hidup di atas, yakni kaum pesimis dan kaum optirais.

 

1.      Fandangan Kaum Pesimis

Kaum pesimis, berpandangan bahwa hidup ini tidak bermakna dan tidak pula bertujuan, bahkan dengan mengambil pengalaman keseluruhan manusia sebagai pangkal penalarannya, mereka berpendapat bahwa hidup ini tidak saja tanpa makna dan tujuan, melainkan juga penuh kesengsaraan, sehingga mati sebenarnya adalah lebih baik daripadanya. Karena itu, menurut mereka, semua orang, seandainya bisa memilih, tentu lebih suka tidak pernah ada dan hidup di dunia ini, dan puas dengan "damainya ketiadaan yang serba - berkecukupan" (the peace of the all-sufficient nothing). Di antara kaum pesimistis, seperti Schopenhauer menolak adanya makna hidup berdasarkan pada beberapa pandangan.

Pertama, berawal dengan pandangan bahwa setiap kematian adalah peristiwa tragis dan amat menyedihkan. Semua orang takut mati. Ini berarti bahwa bag! semua orang, hidup masih lebih baik daripada mati. Tapi justru kematian itu salah satu dari sedikit kejadian yang mutlak tak terelakkan oleh siapa pun. Ini berarti, menurut kaum pesimis, hidup ini hanyalah proses pasti menuju tragedi. Jadi hidup adalah kesengsaraan. Darrow pun mengatakan bahwa hidup adalah "guyon yang mengerikan" (awful joke), dan Tolstoy melihat hidup sebagai "tipuan dungu" (stupidfraud). Jadi untuk apa hidup ? Bukankah, kalau begitu, lebih baik tidak pernah hidup di dunia ini dan tetap berada dalam ketiadaan yang tanpa masalah itu ? Atau, kalau seseorang cukup "rasional" dan "berani", bukankah lebih baik kembali kepada ketiadaan semula yang tanpa masalah itu, melalui bunuh diri ? (Tapi nyatanya sedikit sekali kalangan kaum pesimis sendiri yang memilih "kembali kepada ketiadaan" daripada tetap hidup dengan segala tragedinya ini).

Kedua, mereka menolak adanya makna dan tujuan hidup karena mereka memandang bahwa dalam hidup itu tidak ada kebahagiaan sejati. Setiap gambaran mengenai kebahagiaan adalah palsu, sebab kebahagiaan itu sendiri adalah palsu. Suatu lukisan kebahagiaan menarik hati hanya selama lukisan itu sendiri masih berada di masa depan yang belum terwujud, atau malah di masa lalu yang diromantiskan dan didambakan kembalinya secara nostalgik. Orang pun terdorong dan tergerak jiwa raganya dalam usaha inewujudkan lukisan kebahagiaan itu. Tetapi segera setelah suatu usaha mewujudkannya dianggap selesai dan tujuan tercapai, mulailah kekecewaan demi kekcewaan timbul, dan proses pun berulang kembali. Karena kebahagiaan adalah semu dan palsu, maka manusia adalah makhluk yang sengsara.

Ketiga, kaum pesimis menolak makna dan tujuan hidup karena mereka mendefinisikan kebahagiaan dengan negatif. Menurut mereka, jika toh kebahagiaan itu ada, maka paling jauh, hanya dapat didefinisikan secara negatif: "kebahagiaan ialah tidak adanya kesengsaraan". Karena kebahagiaan itu negatif, maka ia tidak mengandung kesejatian, alias palsu. Oleh karena itu, dalam hidup tidak ada kebahagiaan, atau, lebih tegasnya, hidup pada hakikatnya adalah kesengsaraan.. Dan, meskipun masa lalu senantiasa dirindukan, dan masa depan selalu diimpikan, tapi, kata kaum pesimis, semuanya itu tidak hakiki. Yang hakiki hanyalah sekarang. Tapi karena "sekarang" terdiri dari deretan atom waktu yang terns bergerak menjadi masa lalu, maka "sekarang" pun bukanlah hal yang memadai. Maka tipikal ucapan kaum pesimis ialah, "segala yang lalu telah tiada, segala yang akan datang belum terjadi, dan segala yang ada sekarang tidak memadai" (all that was is no more, all that will be is not yet, and all that is is unsufficient). Jadi, merindukan masa lampau adalah sia-sia, memimpikan masa depan adalah tetap impian belaka, dan menjalani hidup sekarang tidak cukup menarik. Lalu untuk apa hidup? Bukankah kalau begitu, keberadaan kita di dunia ini adalah peristiwa yang terjadi secara kebetulan belaka, tanpa makna maupun tujuan.[22]

2.      Kaum optimis

Kaum Optimis memandang bahwa hidup ini memiliki makna dan tujuan. Oleh karena itu, "menghidupkan" atau "menghidupi" orang adalah lebih baik daripada "mematikan"-nya. Kenyataan yang umum pada hampir setiap orang ialah pandangan bahwa hidup ini cukup berharga, sekurang-kurangnya sebelum ia menyadari bahwa ia akan berakhir dengan kematian. Kesadaran akan pasti datangnya kematian yang membuat semua kegiatan menjadi muspra itu, bagi sementara orang, memang bisa membuatnya putus asa begitu rupa sehingga akan menghalangi kemungkinannya melakukan tindakan bermakna dalam hidupnya. Tapi keputusasaan itu bukanlah suatu kemestian yang mutlak tak terhindarkan. Ia bisa dihindari, dan kebanyakan orang memang mampu menghindarinya. Sedangkan sikap berlarut-larut tenggelam dalam keputusasaan adalah suatu gejala sakit (patologis) dan tidak wajar. Dalam kewajaran, yaitu sebagaimana terjadi pada umumnya orang, bahkan ketika seseorang merasa kurang mampu sekalipun biasanya masih berusaha - sedapat-dapatnya mewujudkan keinginan atau cita-citanya. Ini cermin adanya harapan, dan harapan itu bertumpu kepada pandangan bahwa hidup ini cukup berharga untuk clijalarii dengan penuh minat dan sungguh-sungguh. [23]

Menurut kaum optimis, hidup ini berharga, karena memiliki makna dan tujuan. Tujuan hidup ialah memperoleh kebahagiaan, dan makna hidup ada dalam usaha mencapai tujuan itu. Artinya, pertanyaan tentang makna hidup dilontarkan dalam rangka memutuskan bagaimana caranya menjalani hidup. Oleh karena itu, hampir tidak ada orang yang tidak mempunyai makna dan tujuan hidup. Sebab setiap orang mempunyai tujuan yang cukup berharga untuk diperjuangkan agar terwujud. Maka hidup ini cukup berharga, dan kenyataannya ialah bahwa hampir setiap orang berjuang untuk mempertahankan dan meningkatkan taraf hidupnya, biarpun ia mungkin merasa sengsara di dunia ini. Namun adanya harapan dalam hati menjadi penyangga kekuatan jiwanya untuk tetap hidup, kalau dapat selama mungkin, di dunia Satu hal yang menarik dalam perbincangan kaum optimis ini adalah tidak semua kaum optimis itu agamawan, kaum komunis pun termasuk dalam kelompok ini. Perbedaan antara kaum optimis yang agamawan dengan yang komunis terletak pada "sumber makna hidup". Bagi kaum agamawan, agama adalah sumber makna dan tujuan hidup, sementara bag! kaum komunis makna dan tujuan hidup ada dan ditemukan dalam hidup pada dunia nyata ini, dan pengalaman hidup bermakna dan bertujuan itu tidak akaii melewati saat kematian. Sekalipun begitu, semua kaum optimis melihat hidup ini cukup berharga (worthwhile), dan tidak masuk akal bahwa mati adalah lebih baik daripada hidup. Hidup, bagaimana pun, adalah lebih baik daripada mati.[24]

 

2.7.Arti dan Makna Hidup dalam Agama-agama

2.7.1.       Islam

Tidak ada seorang pun yang tahu berapa lama ia akan hidup, di mana ia akan mati,(Q.S 31: 34) dalam keadaan apa ia akan mati, dan dengan cara apa ia akan mati, sebagian manusia menyangka bahwa hidup ini hanya satu kali dan setelah itu mati ditelan bumi. Mereka meragukan dan tidak percaya bahwa mereka akan dibangkitkan kembali setelah mati(Q.S An-Naml: 67).Adapun mengenai kepercayaan adanya kehidupan setelah mati pandangannya sangat beragam tergantung pada agama dan kepercayaan yang dipeluk dan diyakini.Islam menjelaskan makna hidup yang hakiki melalui perbandingan dua ayat yang sangat kontras, seperti dicontohkan di dalam Alquran. Seorang yang telah mati menurut mata lahir kita, bahkan telah terkubur ribuan tahun, jasadnya telah habis dimakan cacing dan belatung lalu kembali menjadi tanah, namanya sudah hampir dilupakan orang. Tetapi yang mengherankan, Allah SWT memandangnya masih hidup dan mendapat rezeki di sisi-Nya serta melarang kepada kita menyebut mati kepada orang tersebut.[25]

Hal ini dapat kita lihat dalam (Q.S 3: 169). “Janganlah kalian menyangka orang-orang yang gugur di jalan Allah itu telah mati, bahkan mereka itu hidup dan mendapat rezeki di sisi Allah.” Sebaliknya ada orang yang masih hidup menurut mata lahir kita, masih segar-bugar, masih bernapas, jantungnya masih berdetak, darahnya masih mengalir, matanya masih berkedip, tetapi justru Allah menganggapnya tidak ada dan telah mati, seperti disebutkan dalam firmannya “Tidak sama orang yang hidup dengan orang yang sudah mati. Sesungguhnya Allah SWT mendengar orang yang dikehendaki-Nya, sedangkan kamu tidak bisa menjadikan orang-orang yang di dalam kubur bisa mendengar,” (QS Al-Fathir 22). Maksud ayat ini menjelaskan Nabi Muhammad tidak bisa memberi petunjuk kepada orang-orang musyrikin yang telah mati hatinya.[26]

Dua ayat ini memberikan perbandingan yang terbalik, di satu sisi orang yang telah mati dianggap masih hidup, dan di sisi lain orang yang masih hidup dianggap telah mati. Lalu apa hakikat makna hidup menurut Islam?. Hidup dalam pandangan Islam adalah kebermaknaan dalam kualitas secara berkesinambungan dari kehidupan dunia sampai akhirat, hidup yang penuh arti dan manfaat bagi lingkungan. Hidup seseorang dalam Islam diukur dengan seberapa besar ia melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai manusia hidup yang telah diatur oleh Dienull Islam. Ada dan tiadanya seseorang dalam Islam ditakar dengan seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh umat dengan kehadiran dirinya. Sebab Rasul pernah bersabda “Sebaik-baiknya manusia di antara kalian adalah yang paling banyak memberikan manfaat kepada orang lain. (Alhadis). Oleh karena itu, tiada dipandang berarti (dipandang hidup) ketika seseorang melupakan dan meninggalkan kewajiban-kewajiban yang telah diatur Islam.[27]

Dengan demikian, seorang muslim dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas hidup sehingga eksistensinya bermakna dan bermanfaat di hadapan Allah SWT, yang pada akhirnya mencapai derajat Al-hayat Al-thoyyibah (hidup yang diliputi kebaikan). Untuk mencapai derajat tersebut maka setiap muslim diwajibkan beribadah, bekerja, berkarya berinovasi atau dengan kata lain beramal saleh. Sebab esensi hidup itu sendiri adalah bergerak (Al-Hayat) kehendak untuk mencipta (Al-Khoolik), dorongan untuk memberi yang terbaik (Al-Wahhaab) serta semangat untuk menjawab tantangan zaman (Al-Waajid).

Makna hidup yang dijabarkan Islam jauh lebih luas dan mendalam dari pada pengertian hidup yang dibeberkan Descartes dan Marx. Makna hidup dalam Islam bukan sekadar berpikir tentang realita, bukan sekadar berjuang untuk mempertahankan hidup, tetapi lebih dari itu memberikan pencerahan dan keyakinan bahwa. Hidup ini bukan sekali, tetapi hidup yang berkelanjutan, hidup yang melampaui batas usia manusia di bumi, hidup yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan sang Kholik. Setiap orang beriman harus meyakini bahwa setelah hidup di dunia ini ada kehidupan lain yang lebih baik, abadi dan lebih indah yaitu alam akhirat (Q.S. Adl-dluha: 4).

Setiap muslim yang aktif melakukan kerja nyata (amal saleh), Allah menjanjikan kualitas hidup yang lebih baik seperti dalam firmannya “Barang siapa yang melakukan amal saleh baik laki-laki maupun wanita dalam keadaan ia beriman, maka pasti akan kami hidupkan ia dengan al-hayat al-thoyibah (hidup yang berkualitas tinggi).” (Q.S. 16: 97). Ayat tersebut dengan jelas sekali menyatakan hubungan amal saleh dengan kualitas hidup seseorang[28]

 

2.7.2.       Hindu

Setiap kelahiran jika dipahami, sesungguhnya manusia membawa perannya masing-masing. Manusia yang telah melakukan perenungan secara mendalam dengan pikiran yang jernih akan bertanya, apa sesungguhnya yang menjadi tujuan hidupnya. Ada 2 macam tujuan hidup manusia yaitu tujuan duniawi dan spiritual.Tujuan duniawi berupa keinginan untuk mengejar harta, kekayaan dan keinginan. Sedangkan tujuan spiritual yaitu keinginan untuk bersatu kepada yang hakekat dan asal yang sesungguhnya. Dalam Hindu, tujuan hidup manusia terdapat dalam Catur Purusartha. Yang terdiri dari 4 bagian yaitu : Dharma, Artha, Kama Moksa. Dharma merupakan ajaran kebenaran, sebagai pandangan hidup, tuntunan hidup manusia. Artha yaitu kekayaan yang berupa materi. Kama merupakan keinginan dan Moksa yaitu bersatunya sang diri atau jiwatman dengan yang lebih tinggi.[29]

Jadi jelas dalam hidup manusia selalu mengejar artha, kama dan moksa. Namun dalam mengejar artha dan kama harus berdasarkan dharma, kebajikan dan kebenaran, bukan dengan cara-cara yang tidak baik. Penyatuan kepada yang hakekat merupakan tujuan yang harus dicapai manusia dengan berdasarkan etika keagamaan dan dharma yang telah ditentukan. Pembangkitan kesadaran bahwa kita merupakan salah satu bagian dari pada esensi dunia ini merupakan hal yang harus dicapai agar pikiran dapat terbuka, menyadari hakekat sang diri. Harapan tersebut dapat terwujud dengan mengimplementasikan ajaran dharma. Dalam pustaka suci Hindu telah disebutkan bahwa menjelma menjadi manusia merupakan suatu keberuntungan dan hal yang utama. Dengan manas atau pikiran yang dimiliki, maka manusia dapat menolong dirinya sendiri dari keadaan samsara dengan jalan berkarma yang baik. Kesadaran akan mampu meluruskan pikiran yang selalu hanya mementingkan kehidupan duniawi.

Dalam Sàrsamuccaya 8 disebutkan ; Mànusyam durlabham pràpya vidyullasita cañcalam, bhavakûayem atiá kàyà bhavopakaraóesu ca. artinya ;Menjelma menjadi manusia itu, sebentar sifatnya, tidak berbeda dengan kerdipan petir, sungguh sulit (didapat), karenanya pergunakanlah penjelmaan itu untuk melaksanakan dharma yang menyebabkan musnahnya penderitaan. Sorgalah pahalanya.

Dalam kehidupan modern ini, seseorang menghargai orang lain dari penampilannya, sikapnya yang sopan, lemah lembut, tutur katanya manis dan ramah dan memancarkan budhi pekerti yang luhur. Orang-orang yang demikian keadaannya, apalagi sangat giat belajar, giat bekerja, rendah hati dan ramah, serta memiliki keimanan yang tinggi senantiasa akan mendapatkan perlindungan Tuhan Yang Maha Esa, karena pada dirinya memancarkan kasih sayang yang sejati. Ketika seseorang merenung dengan dalam tentang arti dan tujuan hidupnya, maka bagi mereka yang mendalami ajaran Agama Hindu, arti hidup yang pertama adalah mewujudkan Dharma yakni kebajikan, kebaikan, kebenaran, kasih sayang, taat kepada hukum dan taat kepada ajaran agama. Dan tujuan akhir adalah untuk mencapai moksa yaitu bersatunya atma dengan paramatma.[30]

 

2.7.3.       Budha

Banyak orang yang masih memiliki salah pengertian mengatakan bahwa,Agama Buddha (Buddha Dhamma) hanya menaruh perhatian kepada cita-cita yang luhur, moral tinggi, dan pikiran yang mengandung filsafat tinggi saja, dengan mengabaikan kesejahteraan kehidupan duniawidari umat manusia. Padahal, Sang Buddha di dalam ajaran-Nya, juga menaruh perhatian besar terhadap kesejahteraan kehidupan duniawi dari umat manusia, yang merupakan kebahagiaan yang masih berkondisi.Memang, walaupun kesejahteraan kehidupan duniawi bukanlah merupakan tujuan akhir dalam Agama Buddha, tetapi hal itu bisa juga merupakan salah satu kondisi (sarana / syarat) untuk tercapainya tujuan yang lebih tinggi dan luhur, yang merupakan kebahagiaan yang tidak berkondisi,yaitu terealisasinya Nibbana. Sang Buddha tidak pernah mengatakan bahwa kesuksesan dalam kehidupan duniawi adalah merupakan suatu penghalang bagi tercapainya kebahagiaan akhir yang mengatasi keduniaan.Sesungguhnya yg menghalangi perealisasian Nibbana, bukanlah kesuksesan atau kesejahteraan kehidupan duniawi tersebut, tetapi kehausan dan keterikatan batin kepadanya itulah, yang merupakan halangan untuk terealisasinya Nibbana.[31]

Di dalam Vyagghapajja sutta, seorang yang bernama Dighajanu, salah seorang suku Koliya, datang menghadap Sang Buddha. Setelah memberi hormat, lalu ia duduk di samping beliau dankemudian berkata:“Bhante, kami adalah upasaka yang masih menyenangi kehidupan duniawi, hidup berkeluarga, mempunyai isteri dan anak. Kepada mereka yang seperti kami ini, Bhante, ajarkanlah suatu ajaran (Dhamma) yang berguna untuk mendapatkan kebahagiaan duniawi dalam kehidupan sekarang ini, dan juga kebahagiaan yang akan datang.”[32]

Menjawab pertanyaan ini, Sang Buddha bersabda bahwa ada empat hal yang berguna yang akan dapat menghasilkan arti dalam kehidupan duniawi sekarang ini, yaitu:

1. Utthanasampada: rajin dan bersemangat dalam mengerjakan apa saja, harus terampil dan produktif; mengerti dengan baik dan benar terhadap pekerjaannya, serta mampu mengelola pekerjaannya secara tuntas.

2. Arakkhasampada: ia harus pandai menjaga penghasilannya, yang diperolehnya dengan cara halal, yang merupakan jerih payahnya sendiri.

3. Kalyanamitta: mencari pergaulan yang baik, memiliki sahabat yang baik, yang terpelajar, bermoral, yang dapat membantunya ke jalan yang benar, yaitu yang jauh dari kejahatan.

4. Samajivikata: harus dapat hidup sesuai dengan batas-batas kemampuannya. Artinya bisa menempuh cara hidup yang sesuai dan seimbang dengan penghasilan yang diperolehnya, tidak boros, tetapi juga tidak pelit / kikir.

Keempat hal tersebut adalah merupakan persyaratan (kondisi) yang dapat menghasilkan kebahagiaan dalam kehidupan duniawi sekarang ini, sedangkan untuk dapat mencapai dan merealisasi kebahagiaan yang akan datang, yaitu kebahagiaan dapat terlahir di alam-alam yangmenyenangkan dan kebahagiaan terbebas dari yang berkondisi, ada empat persyaratan pula yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Saddhasampada: harus mempunyai keyakinan, yaitu keyakinan terhadap nilai-nilai luhur. Keyakinan ini harus berdasarkan pengertian, sehingga dengan demikian diharapkan untuk menyelidiki, menguji dan mempraktikkan apa yang dia yakini tersebut.

Di dalam Samyutta Nikaya V, Sang Buddha menyatakan demikian: “Seseorang … yang memiliki pengertian, mendasarkan keyakinannya sesuai dengan pengertian.”Saddha (keyakinan) sangat penting untuk membantu seseorang dalam melaksanakan ajaran dari apa yang dihayatinya; juga berdasarkan keyakinan ini, maka tekadnya akan muncul dan berkembang. Kekuatan tekad tersebut akan mengembangkan semangat dan usaha untuk mencapai tujuan.

2. Silasampada: harus melaksanakan latihan kemoralan, yaitu menghindari perbuatan membunuh, mencuri, asusila, ucapan yang tidak benar, dan menghindari makanan/minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran (hilangnya pengendalian diri).[33]

 

2.8.  Arti dan Makna Hidup dalam Agama Suku

Agama memainkan peran penting dalam kehidupan banyak orang. Kadang-kadang agama kelihatan absurd, kadang-kadang menjadi "semacam teladan tantang apa yang sebaiknya dilakukan manusia" dalam kehidupan mereka. Akan tetapi agama juga membuat pikiran kita terpusat pada masalahmasalah besar dan masalah-masalah yang ditimbulkan agama itu sendiri, seperti kesengsaraan dan ragam pemikiran. Dan telah menjadi kenyataan bahwa Mta hidup di atas dunia di mana manusia menjadi bagian darinya. Waktu dan kematian tidak membawa kebaikan apa-apa terhadap diri orang yang telah baik. Agamalah yang menafsirkan kehidupan dan kematian orang ke dalam bahasa-bahasa simbolis.[34]Dalam perspektif antropologis, sosiologis, historis, dan psikologis, evolusi agama adalah suatu fenomena sosial, kultural dan spiritual. Yaitu dari agama primitif (primitif religion) atau agama alam (natural religion) menuju bentuk yang lebih sempurna (politeisme-monoteisme) yang kita jumpai sekarang.[35]

Agama berlandaskan pada konsep yang suci (sacred), bukan pada dunia (profane). Agama berlandaskan pada yang gaib (supernatural), bukan pada hukum-hukum alamiah (natural). Agama berisikan ajaran-ajaran kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia agar dapat hidup selamat di dunia dan akhirat, yaitu sebagai manusia yang bertakwa kepada Tuhannya, beradab, dan menjalankan aktiviats sesuai dengan petunjuk agama, tidak seperti cara-cara hidup hewan atau makhluk gaib yang jahat. Agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi bagian inti dari sistemsistem nilai yang ada dalam kebudayaan dan masyarakat yang bersangkutan dan menjadi pendorong, penggerak, dan pengontrol berbagai tindakantindakan anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya. Jika pengaruh ajaran-ajaran agama itu sangat kuat terhadap sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan masyarakat, maka sistem-sistem nilai kebudayaan tersebut akan terwujud sebagai simbol-simbol suci yang maknanya bersumber kepada ajaran-ajaran agama yang menjadi kerangka acuannya. Dalam keadaan demikian, secara langsung atau tidak langsung, etos yang menjadi pedoman eksistensi dan kegiatan berbagai pranata yang ada dalam masyarakat dipengaruhi, digerakkan, dan dirahkan oleh berbagai sistem nilai yang sumbernya adalah agama yang dianutnya. Dengan kata lain, kegiatan-kegiatan warga masyarakat tersebut merupakan tindakan-tindakan dan karya-karya yang dibingkai oleh simbol-simbol suci.[36]

Agama merupakan simbol keyakinan yang melibatkan emosi-emosi dan pemikiran-pemikiran yang bersifat pribadi dan diwujudkan dalam tindakantindakan keagamaan. Agama apa pun tidak akan dapat menghindarkan diri dari nilai-nilai esoterik yang diyakini secara ruhaniyah oleh para penganutnya sebagai "kebenaran" paling otentik dan mutiak yang dapat menyelamatkannya dari segala penderitaan lahir batin.[37]

 

2.9. Arti dan Makna Kehidupan dalam Atheis

Atheis menciptakan dan memiliki arti kehidupan dimana ateis memandang sebuah hasil yang dicapai dalam pemenuhan makna hidupnya itu dikarenakan oleh hasil karya dan usaha subjek sendiri. Tidak ada Tuhan, tidak ada nasib, tidak ada takdir, yangada hanyalah apa yang telah dan dapat dicapai subjek untuk memberisuatu arti bagi hidupnya. Dengan cara itulah subjek dapat merasahidupnya utuh, penuh, dan bahagia.Bastaman (1996) mengatakan bahwa bagi mereka yang tidakmendasari pemaknaan hidupnya dari nilai-nilai agama tampaknya lebihtepat jika berusaha meninggalkan inhautic existence untuk menuju authentic existence. Adapun yang dimaksud dengan inhautic existence adalah corak kehidupan pribadi yang sepenuhnya ditentukan oleh tuntutan-tuntutan masyarakat tanpa mampu menentukan apa yang terbaik bagi dirinya sendiri. Sedangkan authentic existence adalah corak kehidupan pribadi yang ditentukan oleh pribadi yang ditentukan sendiri secara bebas dan bertanggung jawab mengenai apa yang baik bagi dirinya sendiri.

Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat membuat hidup subjek bermakna berakar pada eksistensi. Pandangan dan pembuktian subjek terhadap independensinya serta keberartian hidup disaatkeberadaan dirinya dapat menjadi berarti bagi orang lain juga dirinyasendiri didasarkan atas satu pandangan eksistensialis. Atheis seakan ingin menegaskan bahwa kehidupan seorang manusia menjadi sesuatu hal yang berarti bukan karena apa yang dipikirkan atau yang diyakini oleh seorang manusia,melainkan apa yang didapat dari manusia tersebut.

Harga diri dan keunikan karakter yang didapatkan subjek sejalan dengan penemuan makna hidupnya telah memberi suatu perasaankeyakinan pada diri subjek. Hal ini sejalan dengan pernyataan Baumeister(dalam Snyder dan Shane, 2005) yang menyimpulkan bahwa pencarianmakna hidup dapat dipahami salah satunya dengan self-efficacy yaitukeyakinan pada diri sendiri Hal ini menimbulkan kepercayaan bahwaindividu dapat membuat perbedaan. Hidup yang mempunyai tujuan dannilai tetapi tanpa Efficacy akan menjadi tragis. Individu mungkinmengetahui sesuatu yang diinginkan tetapi tidak dapat melakukan sesuatusesuatu dengan pengetahuan itu.[38]

Menurut Craumbaugh ada beberapa sumber makna hidup yang dilihat dalam perpektif Atheis yaitu :

1.Creative Values

Subjek memenuhicreative values dengan cara melakukan sesuatuhal yang berarti bagi orang lain dimana hal tersebut dapat menjadialasan keberartian bagi pemaknaan keberadaan diri subjek sendiri.Selain itu nilai lainnya yang dapat membuat tindakan subjek memilikiarti yaitu subjek selalu berusaha untuk terus-menerus belajar dari pengalaman.

2. Experimental Values

Subjek memenuhi experimental values dengan cara berkumpuldengan teman-temannya. Subjek merasa bahwa hal tersebut sebagaisesuatu yang berarti sebab dari kegiatan tersebut terkadang subjekdapat menemukan inspirasi atas makna hidup dengansharing; berbagi pengalaman dengan banyak orang.

3. Attitudial Values

yaitu seseorang menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tak dapat disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal. Perlu dijelaskan di sini dalam hal ini yang diubah bukan keadaannya melainkan sikap (attitude), yang diambil dalam menghadapi keadaan itu.[39]

 

III.  Refleksi Teologis

Tuhan menciptakan makhluknya dengan berbagai macam variasi. Ada yang baik ada yang jahat, ada yg kaya dan ada yang miskin, ada yang cantik dan tampan, yang lainnya buruk atau biasa saja. Kadang manusia diberi rasa sakit, dan kadang diberikan sehat. Sekali waktu hidup bahagia, lain waktu hidup susah dan menderita. Segala sesuatu yang terjadi atas kehendak Tuhan. Tuhan menciptakan semua ini, dan tak mungkin Tuhan menciptakannya tanpa hikmah dan maksud apa-apa. Ketika kita lahir, kita tidak membawa apapun. Dan ketika mati nanti, tak ada sesuatupun yang dibawa kecuali kain kafan dan amal perbuatan. Namun pada saat hidup, sang pencipta telah menjamin keberlangsungan hidupnya dengan menyediakan fasilitas di dunia, seperti tanah, air, api udara, tumbuh-tumbuhan, barang tambang, hewan peliharaan dan semua yang ada di dunia ini disediakan untuk sarana hidup manusia. Semua makhluk-Nya diciptakan dengan jaminan rejeki di dunia. Bahkan seekor serangga pun tak dibiarkan kelaparan, saat pergi pagi sorenya pulang dengan perut kenyang. Jadi, ketika kita miskin sesungguhnya Tuhan sedang menguji kesabaran kita. Dengan adanya orang miskin, maka ada kesempatan orang kaya berbuat baik dan menolong orang. Namun ketika kita kaya, sebenarnya itu pun juga ujian, apakah dengan kekayaan kita bisa menyisihkan dan memanfaatkan harta titipan Tuhan untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya sesuai perintah Tuhan. Hidup sejatinya adalah menunggu pulang. Sementara pulang adalah sebuah perjalanan menuju tempat yang dirindukan yaitu Rumah. Perjalanan pulang itu ada suka dukanya, ada sedih gembiranya. Jangan meminta Tuhan untuk menjadikan hidup kita menjadi mudah, mintalah agar kita dijadikan sebagai orang yang kuat dan Berdoalah bukan karena kita membutuhkan sesuatu, tapi berdoalah karena begitu banyak yang harus kita syukuri atas pemberian Tuhan. Itulah makna hidup manusia yang sebenarnya.

Tujuan hidup manusia itu mempermuliakan Allah dan hidup di dalam anugerahNya untuk selama-lamanya Kita memuliakan Allah dengan menghormati dan menaati-Nya, memusatkan pandangan kita di surga kelak, dan mengenal Dia secara intim Kita menikmati anugerah Allah dengan mengikuti rancangan-Nya bagi kchidupan kita, schingga memampukan kita untuk mengalami sukacita yang benar dan yang abadi - kehidupan berlimpah yang la rencanakan bagi kita Tuhan Yesus datang untuk memberi hidup yang luar biasa kepada kita. Yesus berkata, "Akulah Hidup" (Yoh 14:6) Apakah kita mempunyai sumber hidup yang baru ini di dalam diri kita? Di Kolose 3:4, Paulus berkata, "Kristus adulah hidup kita". Hidup kekristenan adalah hidup dengan kualitas yang tinggi, karena ada pengampunan, kasilh dan pimpinanTuhan yang melimpah. Seperti sebuah lagu dengan syair "Hidup ini adalah kesemputan, hidup ini untuk melayani Tuhan, jangan sia-siakan apa yang Tuhan berikan hidup ini harus jadi berkat ......”. Mari kita gunakan hidup kita dengan sebaik-baiknya untuk melayani Tuhan

 

IV.  Kesimpulan

Tidak ada kata sepakat tentang makna hidup atau the meaning of life. Jalani realitas yang ada, paling tidak ada tiga kelompok yang memperdebatkan tentang itu. Kaum pesimis, menyatakan bahwa hidup ini tidak memiliki makna dan tujuan, sementara bagi kaum optimistis, yang terdiri dari kaum komunis dan kaum agamawan, hidup ini memiliki makna dan tujuan. Hanya saja mereka tidak sepakat tentang sumber makna dan tujuan hidup itu. Bagi kaum agamawan, agama adalah sumber makna dan tujuan hidup. Bagi kaum agamawan, yang dipersoalkan tidak hanya makna dan tujuan hidup, tetapi juga persoalan nilai makna dan tujuan hidup, atau dalam bahasa lain, masalah makna dan tujuan hidup yang benar. Dan, agama adalah sistem pandangan hidup yang menawarkan makna dan tujuan hidup yang benar dan baik itu

 

V. Daftar Pustaka

Sumber Buku

Bastaman H.D., Logoterapi” Psikologi untuk menemukan makna hiduo dan meraih hidup bermakna,”, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2007

Bergant Diane, Robert J. Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius, 2000

Britton Karl, Filsafat Kehidwpan Dekonstruksi atas Makna Kehidupan. Terj. Inyiak Ridwan Muzyir. Yogyakarta: Ar-Ruz, 2002

Dammananda Sri, Keyakinan Umat Budha, Penerjemah:Ida Kurniati, Jakarta: Yayasan PenerbitKaraniya,2005

Holladay William L., A Consice Hebrew and Aramic Lexicon of The Old Testament, Grand Rapids: Eerdmans, 1980

inggihEmanuel Gerrit S, Hidup di Bawah Bayang-bayang Maut, Jakarta: BPK-GM, 2001

Islam Nurcholish Madjid, Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina, 2000

Macmillan, Dictionary, New York: Macmillan Publishing, 1977

Munir Amin, Bimbingan dan konseling Islam, Jakarta: Amzah,2013

Purwodarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998

Ringgren, Theological Dictionary of The Old Testament Vol IV, G. Johanes Botterweek, Helmer Ringgren (ed), Grand Rapids: Eerdmans, 1980

S., Lukas Adi, Smart Book of Christianity: Perjanjian Lama, Yogyakarta: Andi, 2015

Saragih Agus Jetron, Kitab Ilahi Pengantar Kitab-Kitab Perjanjian Lama ,Medan: Bina Media Perintis, 2016

Von Rad Gerhard, Old Testament Theology Vol. I, London: SCM Press, 1975

Wayan Nurkancana, Pokok-pokok Ajaran Agama Hindu,Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha,2011

Weiden Wim Van Der, Seni Hidup, Yogyakarta:Kanisius, 1995

 

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim