Menggali Pemimpin dan Kepemimpinan dari Filemon dan Refleksinya dalam Kepemimpinan dalam Era Revolusi Industri 4.0
I. Pendahuluan
Kondisi para pemimpin yang
tidak sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya bahkan banyak orang yang tidak
mengetahui betapa pentingnya seorang pemimpin dan juga banyak orang yang
merasa sebagai pemimpin. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti kepemimpinan
yang benar dan berkualitas yang bisa menjadi teladan bagi para generasi
penerus, secara khusus kepemimpinan di dalam gereja. Sebab kepemimpinan dalam
gereja pada zaman ini banyak yang sepertinya tidak bermanfaat karena tidak
sesuai dengan kepemimpinan yang Alkitabiah, oleh karena perubahan situasi,
politik Negara maupun persaingan organisasi secara eksternal juga persaingan
gereja secara internal.
Kepemimpinan adalah
termasuk tugas yang di berikan oleh Yesus Kristus kepada umat Kristen lewat
GerejaNya. Pemimpin sangat di butuhkan oleh setiap manusia untuk mencapai
kebahagiaan dan kesejahteraan dalam segala bidang. Dengan demikian Gereja
mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kepemimpinan untuk membina jemaat
Tuhan, karena melalui pemimpin yang berkualitas maka orang-orang dapat mengerti
dengan benar bagaimana sebenarnya mengikut Tuhan. Dengan adanya pemimpin yang
berkualitas ini, orang dapat mengerti siapa dan untuk apa Tuhan menciptakannya
yaitu sebagai garam dan terang dunia di tengah-tengah bangsa yang sedang
berkembang.
Dalam masa sekarang ini
semua manusia membutuhkan pemimpin, baik orang tua, kaum muda dan anak-anak
tanpa kecuali. Oleh sebab itu sebagai pemimpin Gereja harus sungguh-sunggu
menghayati panggilan dan tanggungjawabnya, serta memperhatikan arah dan tujuan
pelayanannya atau kepemimpinannya dengan benar.
II. Pembahasan
Pada
dasarnya setiap setiap orang adalah pemimpin. Sebagian waktu yang kita miliki
kita pergunakan untuk memimpin, terlebih memimpin diri kita sendiri. Tak ada
seorang pun yang mampu mengatur, dan menguasai diri kita sepenuhnya selain diri
kita sendiri. Meskipun kita adalah pemimpin bagi diri kita sendiri, namun kita
tidak bisa lepas dari orang lain. Dalam hidup kita kita juga membutuhkan
kepemimpinan orang lain agar kita tidak salah dalam melangkah. Seorang Pemimpin
yang baik adalah seorang yang dapat dipimpin.Tidak dapat disangkal bahwa isi dan arti kata
“pemimpin” dan “kepemimpinan” mempunyai corak yang beraneka ragam dalam
pengertian dan pemakaiannya sehari-hari. Kepemimpinan selalu berhubungan dengan seseorang, artinya menyangkut gaya, cara
dan kepribadiannya. Kepemimpinan tidak lepas dari mereka yang dipimpin, entah
langsung atau tidak langsung. Menurut Jan Hendriks dalam hal naluri kepemipinan pada hakikatnya ada pada diri
manusia. Ia dicipta menurut gambar dan
rupa Allah (Kej. 1:26-17), yang mengandung arti bahwa kepadanya diberi
wewenang untuk mengatur dan mengelola seluruh lingkungan hidupnya (Kej. 1:27).
Dia diberi amanat dan juga kemampuan untuk menjalankan kepemimpinan, walaupun
ia tidak dapat disamakan dengan Sang Pemberi wewenang, yakni Allah. Pada pihak
lain, ia diperhadapkan pada tanggungjawab kepada Allah, yang tidak dapat
dielakkannya, karena setiap langkahnya dinilai Allah. Menjadi pemimpin adalah
suatu panggilan dari Tuhan. Hal itu merupakan suatu ciri khas. Orang yang
dipanggil-Nya, mendapat perlakuan khusus: ia
diurapi. Salah satu contoh ialah ketika Daud terpilih untuk menggantikan
Saul sebagai raja (1 Samuel 16:1-13). Kepemimpinan Kristen adalah berdasarkan Kristus. Pemimpin Kristen hanya dapat
memimpin karena Yesus memanggil: “Ikutlah Aku”. Kristuslah pimpinan bagi setiap
pelayan pemimpin. Di dalam Matius 2:6, Ibrani 2:10, dan Ibrani 12:2,
kepemimpinan digambarkan dengan menggembalakan, memimpin kepada keselamatan dan
memimpin kepada iman. Yesus memberi contoh dan corak kepemimpinan “bukan untuk
dilayani, melainkan untuk melayani” (Mat 20:28). Gaya dan cara kepemimpinan berpengaruh besar terhadap vitalitas organisasi. Hal
itu umum diakui. Untuk menghindari salah paham perlu ditentukan bahwa
kepemimpinan dapat dijalankan oleh orang
tertentu (pastor, pemimpin pembicaraan, ketua) atau oleh badan (dewan gereja/paroki atau panita
kader) tetapi juga sebagai fungsi oleh
organisasi, grup. Yang dimaksud dengan kepemimpinan sebagai fungsi ialah
“pelaksana bentuk perilaku tertentu yang membantu grup untuk mencapai hasil
yang diinginkan” Kepemimpinan dapat dilihat sebagai fungsi. Berarti bahwa
kepemimpinan tidak hanya dijalankan oleh mereka yang diangkat untuknya,
melainkan juga oleh orang lain. Hal itu paling jelas dalam kelompok kecil.
Menurut Twijnstra “setiap orang mempunyai pengaruh terhadap berfungsinya grup
atau organisasi dalam mana ia bekerja. Hal ini sejak dulu selalu begitu” Memimpin
tidak hanya merupakan fungsi dari pimpinan formal saja tetapi semua anggota
organisasi. Bowers dan Franklin berbicara tentang dua bentuk kepemimpinan: supervisory leadership yaitu pimpinan
formal dan peerleadership yang
berarti perilaku anggota satu sama lain. Pertanyaan kita ialah: bagaimana
pemimpin dapat berfungsi sedemikian rupa sehingga orang digairahkan untuk
berpartisipasi dengan senang dan efektif.Seorang pemimpin memiliki kekuasaan dalam menjalankan
suatu misi, visi gereja, akan tetapi meski seorang pemimpin memiliki wewenang
atau kekuasaan akan tetapi kekuasaan yang dimiliki tidaklah berdampak negatif
bagi komunitas, dikalangan saat ini pemimpin dianggap fungsi ialah memperoleh
dan menjalankan kekuasaan dengan cara apa pun yang diperlukan, dengan
menggunakan paksaan, bermain politik keras atau mengungguli orang lain. Ketika
menjalankan kekuasaannya seorang pemimpin bertanggung jawab dan berhak membuat
keputusan. Orang-orang menyerahkan tanggung jawab kepada seorang pemimpin,
sehingga yang kemudian pemimpin bertanggung jawab atas segalanya. Ketika
kepemimpinan diberikan suatu kekuasaan, orang-orang tidak dimobilisasi untuk
bertindak, sebab keputusan ada dalam seorang pemimpin. Akan tetapi pemimpin
yang membawa komunitas dalam kesuksesan adalah pemimpin yang menjawab dan yang
bertanggung jawab atas pergumulan komunitasnya. Pemimpin juga harus mengikut
sertakan komunitas dalam setiap kegiatan yang dilakukan, sehingga kita menilai
kesuksesan berdasarkan statistik. Artinya bahwa disaat pemimpin itu bertanggung
jawab terhadap komunitas dapat kita melihat perkembagan komunitas
tersebut.Seorang pemimpin memiliki kekuasaan yang beroperasi di zona otoritas
dalam memberikan apa yang diinginkan dan diinginkan orang. Orang-orang memberi
wewenang kepada para pemimpin untuk melakukan hal-hal yang memudarnya dilakukan
oleh para pemimpin. Otoritas adalah semua tentang memahami dan memenuhi harapan
orang. Ketika seorang pemimpin melakukannya, ia sering diberikan lebih banyak
wewenang - dan lingkaran itu mengembangkannya. Penggunaan otoritas pada
dasarnya adalah tentang melindungi orang-orang, menjaga ketertiban, dan
menetapkan parameter, memenuhi harapan, lebih tentang manajemen daripada
kepemimpinannya. Orang tidak pernah mengizinkan pemimpin untuk melakukan
hal-hal yang menyebabkan rasa sakit atau tidak nyaman, akan tetapi yang sering
dilihat saat ini sebagai seorang pemimpin, juga harus menyadari bahwa apa yang
pemimpin berwenang lakukan terkadang jarang dikomunikasikan secara langsung. Kepemimpinan dalam suatu komunitas sangatlah
menentukan, sebab seorang pemimpin memiliki
kekuasaan dalam menjalankan suatu misi, visi gereja, gereja adalah bangsa
Allah yang terpilih, yang kudus, dimana Roh Kudus selalu hadir, akan tetapi meski seorang pemimpin memiliki wewenang
atau kekuasaan akan tetapi kekuasaan yang dimiliki tidaklah berdampak negatif
bagi komunitas.Kristianitas adalah komunitas-komunitas Kristiani. Setiap
komunitas Kristiani ini harus menghadapi permasalahan di daerahnya
masing-masing, sebagaimana juga kita saat ini harus menghadapi tantangan zaman
berkaitan dengan konteks hidup komunitas-komunitas Kristiani kita sendiri.Seorang pemimpin yang sehat harus mengetahui
komunitasnya sendiri, dan mampu mengambil setiap solusi atau jalan keluar dalam
sebuah komunitasnya.
2.1. Latar Belakang Surat Filemon
Paulus menulis beberapa surat termasuk surat Paulus kepada Filemon. Surat ini unik karena menjadi surat terpendek diantara surat-surat Paulus yang lainnya. Selain itu, surat ini juga satu-satunya surat pribadi Paulus. Surat Filemon ditulis pada waktu dan situasi yang sama dengan Efesus dan Kolose, Paulus menulis surat ini oleh karena Onesimus, seorang budak yang telah melarikan sebagai harta majikannya yaitu Filemon, seorang penguasaha dari Kolose. Onesimus melarikan diri kesebuah kota besar yaitu Roma, Filemon menyembunyikan diri ditengah keramaian kota besar tersebut. Di situ Onesimus mengenal Paulus dan Paulus membawa dia kepada Kristus.Suatu ikatan persahabatan yang kuat berkembang diantara Onesimus dan Paulus (ayat Filemon 1:9-13). Paulus merasa bahwa harus meluruskan kesalahan yang telah diperbuat oleh Onesimus, oleh karena itu Paulus mengirimnya kembali kepada bekas majikannya dengan membawa surat ini, yang menghimbaunya untuk menerima dan memaafkan Onesimus kembali. Paulus bersedia membayar kerugian materi yang disebabkan oleh Onesimus (Filemon 18-19). Paulus berharap bahwa dalam waktu dekat ini Paulus dapat dibebaskan, dan setelah itu Paulus merencanakan untuk mengunjungi gereja-gereja lagi
2.2. Tujuan Surat Filemon
Di dalam surat
Paulus kepada Filemon ini, penulis melihat ada 3 tujuan Paulus menulis surat
ini. Pertama, Paulus ini menulis dengan tujuan menunjukan kepada pembaca
bagaimana Paulus menggunakan otoritas kerasulan dan dorongan pastoralnya Kedua: Paulus
menulis surat ini dengan tujuan mengurus persoalan khusus tentang hambanya
Filemon yaitu Onesimus yang telah melarikan diri. Menurut hukum
Romawi, hamba yang melarikan diri dapat dihukum mati, Paulus tidak mau hal itu
terjadi kepada Onesimus maka Paulus menjadi perantara untuk Onesimus dengan
Filemon dan memohon kepada Filemon supaya Onesimus diterima kembali secara
ramah bukan lagi sebagai budak melainkan teman seiman dan sahabat Paulus,
dengan kasih yang sama sebagaimana Filemon akan menerima Paulus sendiri. Ini
menunjukan bagaimana kekristenan menjadikan budak dan pemilik budak, kaya dan
miskin, menjadi saudara dan saudari! Kebenaran ini akan, pada waktunya, secara
radikal mengubah kekaisaran Romawi. Ke tiga, Paulus menulis surat ini dengan
tujuan menunjukakan keyakinan Paulus bahwa Paulus akan dibebaskan dari penjara
Roma dan kembali ke Asia Kecil, Jadi penulis
menyimpulkan bahwa tujuan surat Filemon ini yaitu mengajak pembaca untuk
menggunakan otoritas kerasulan dan dorongan pastoralnya seperti Rasul Paulus
dan menunjukan bagaimana kekristenan menjadikan budak dan pemilik budak, kaya
dan miskin, menjadi saudara dan saudari bukan dengan kekerasan atau dengan
membedakan orang yang rendah dan orang yang memiliki kedudukan tinggi atau
melakukan tindakan-tindakan jahat yang lain.
2.3. Ajaran Paulus
Kepada Filemon
Filemon yang dalam bahasa Yunani berarti penuh kasih, adalah seorang warga kota Kolose yang disebut dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen.Di Kolose, Filemon merupakan orang yang terkemuka dan memiliki banyak budak.Selain itu, rumah Filemon menjadi tempat berkumpul jemaat Kristen dan disebutkan juga Arkhipus dan Apfia (menurut tradisi adalah istri Filemon) yang rupanya adalah anggota keluarga Filemon,Salah satu budak yang bekerja kepada Filemon adalah Onesimus.Hubungan antara Filemon dengan Onesimus sempat kurang baik karena Onseimus pergi melarikan diri dari Kolose dan membawa harta milik Filemon.Ia bertobat ketika di penjara, berkat pewartaan dari Santo Paulus, yang saat itu juga dipenjarakan karena mengajarkan iman Kristen. Surat Paulus kepada Filemon adalah satu-satunya surat pribadi yang masuk ke dalam kanon Perjanjian Baru.Rasul Paulus melalui suratnya meminta Filemon agar memaafkan Onesimus dan menerima Onesimus kembali.Tidak hanya itu, Paulus juga meminta Filemon agar menerima Onesimus dengan status yang tidak lagi budak tetapi saudara terkasih. Selain itu, Paulus juga membujuk Onseimus sendiri untuk kembali kepada Filemon yang merupakan tuannya.Di dalam surat kepada Filemon ini, Paulus ingin menekankan persamaan derajat semua orang,Namun, ada saja tokoh-tokoh yang meragukan bahwa Surat Paulus kepada Filemon itu benar-benar ditujukan kepada Filemon.
2.3.1 Kepemimpinan Kasih
Paulus adalah contoh pemimpin yang menggunakan kepemimpianan kasih sehingga dalam pelayanan-pelayanan yang Paulus lakukan boleh menjadi berkat. Dalam ayat 8-14 ini, merupakan pernyataan Paulus kepada Filemon bahwa Paulus sebenarnya memiliki kebebasan penuh dalam memerintahkan Filemon. Tetapi Paulus tidak menggunakan hal demikian, melainkan menggunakan kepemimpinan kasih dengan berbicara kepada Filemon sebagai teman/sahabat. Paulus mempergunakan kepemimpinannya atau hak kerasulannya hanya sebagai cara untuk mengingatkan bahwa ada otoritasnya untuk menegaskan perintah kepada Filemon. Dalam memberikan perintah, Filemon bukan dengan kekerasan melainkan dengan lemah lembut, Paulus hanya berpesan kepada Filemon dan pesan ini dilakukan secara terus menerus ini mengandakan bahwa Paulus bukanlah pemimpinan yang otoriter melainkan Pualus menghargai pendapat Filemon (ayat 14) menjelaskan bahwa “tanpa persetujuanmu” ini bukti bahwa Paulus bukanlah pemimpin yang mengambil keputusan sendiri. Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menggunakan tipe kepemimpinan kasih yaitu kepemimpinan yang tidak memaksakan kehendak sendiri, kepemimpinan yang menhargai pendapat orang lain dalam mendelegasikan tugas , pemimpin tidak memaksa tapi memohon.
2.3.2. Berfikir Positif Di Tengah
Masalah
Pemimpin yang
dapat berfikir positif ditengah-tengah masalah sangat dibutuhkan oleh setiap
orang percaya. Berfikir adalah merupakan aktivitas psikis yang internasional,
dan terjadi apabila seseorang menjumpai problem (masalah) yang harus
dipecahkan. Dengan demikian bahwa dalam berfikir itu seseorang menghubungkan
pengertian satu
dengan
pengertian lainnya dalam rangka mendapatkan pemecahan persoalan yang dihadapi. Paulus adalah
pemimpin yang dapat berfikir positif ditengah-tengah masalah yang Paulus hadapi
dan juga orang-orang yang Paulus pimpin. Ayat 15-16, dalam ayat ini, ada
kalimat “Mungkin Onesimus Terpisah untuk sementara waktu supaya kamu memiliki
Onesimus untuk selama-lamanya”. Paulus menghimbau Filemon untuk melihat
peristiwa Onesimus dari sisi rencana Allah. Paulus mengajak Filemon untuk
berfikif positif, bahwa Allahlah yang punya rencana dibalik semua kejadian yang
dialami oleh Filemon dan juga Onesimus.
2.3.3. Memimpin Dengan Penuh
Tanggung Jawab
Pemimpin yangn
baik dan bijaksana tidak han ya sekedar dapat berfikir positif ditengah-tengah
masalah tetapi, pemimpin yang baik dan bijaksana adalh pemimpin yang
bertanggung jawab. Rasul Paulus adalah contoh pemimpin yang bertanggung jawab
(ayat 18-19). Dalam ini menjelaskan bahwa Paulus siap membayar kerugian Filemon
oleh karena Onesimus hambanya itu. Artinya bahwa Paulus tidak hanya sekedar
memerintahkan Filemon untuk menerima kembali Onesimus tetapi, dengan tindakan
Paulus mengajar Filemon bahwa sebagai seorang pemimpin harus siap berkorban
untuk satu tujuan yaitu mendapatkan sebuah perubahan, baik dalam diri
seseorang, organisasi dll.
2.3.4. Memimpin Dengan Penuh
Kepercayaan
Untuk mencapai
satu tujuan yang baik dalam sebuah organisasi, gereja, dll, diperlukan kerja
sama antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpin. Dan sebagai seorang
pemimpin harus menyadari bahwa orang yang kita pimpin memiliki lelebihan atau
kemampuan. Dengan begitu, maka timbul kepercayaan dalam diri pemimpin untuk
mendelegasikan tugas kepada bawahannya. Paulus adalah contoh pemimpin yang
percaya kepada bawahannya (ayat 21) dalam ayat ini menjelaskan bahwa Paulus
berbicara mengenai ketaatan iman, ketaatan iman ini tertuju kepada Allah (Roma
6:16) kepada Injil (Roma 10:16) kepada Kristus “2 Korintus 10:5) dan kepada
kehendak Allah (Roma 15:18 dan 16:19). Dalam konteks ini Paulus menunjuk kepada
ketaatan Filemon sehubungan dengan melaksanakan kehendak Allah, yang terwujud
dalam penerimaan kembali Onesimus dalam kasih sebagai saudara. Rasul Paulus
percaya bahwa Filemon akan melakukan apa yang diperintahkan Paulus untuk
menerima kembali Onesimus budaknya itu, oleh karena ketaatan kepada Allah.
Dalam bagian ini juga Paulus secara tidak langsung mengajak Filemon menanggapi
secara Kristen masalah yang mempunyai dampak sosial. Bagaimana seseorang
menerima saudara/saudari dalam Kristus bukanlah masalah biasa, melainkan
memerlukan tindakan yang mungkin jauh mengatasi kebiasaan dan hukum duniawi,
karena hidup dalam Kristus adalah tatanan baru.
2.4. Kepemimpinan Filemon
Filemon diketahui sebagai pemimpin jemaat Kolose (Colossae). Meskipun Filemon sudah menjadi pemimpin, namun Paulus merasa perlu untuk membimbing dan memberikan pengarahan kepada Filemon. Surat penggembalaan dari Paulus ini ditujukan bukan hanya kepada Filemon pribadi, tapi juga kepada Apfia (diduga adalah istri Filemon) dan Arkhipus (diduga adalah anaknya Filemon). Surat singkat dari Paulus ini (hanya terdiri dari 25 ayat) memiliki pesan yang padat dan ternyata berguna juga bagi kita yang telah menjadi pemimpin saat ini.
Sebelumnya,
Filemon memiliki seorang budak bernama Onesimus yang diduga melarikan diri.
Namun selanjutnya Onesimus mengabdi kepada Paulus dan menjadi Kristen. Oleh
karena sesuatu hal, Paulus hendak mengembalikan Onesimus kepada Filemon.
Terkait dengan hal ini, Paulus menyampaikan beberapa pengarahan kepada Filemon.
Pengarahan
Paulus kepada Filemon saat itu adalah sebagai berikut:
1.
Turut mengerjakan pengetahuan yang baik" Dan aku berdoa, agar
persekutuanmu di dalam iman turut mengerjakan pengetahuan yang baik diantara
kita untuk Kristus" (Filemon 1 : 6)
Pada
saat itu, Kolose yang berada di Asia Tengah merupakan jajahan Kekaisaran Roma.
Sebagai orang kaya dari Roma, Filemon juga memiliki budak.
Yang
dimaksud budak dalam hal ini bukanlah seperti di Amerika yang bekerja keras di
ladang. Budak di Roma adalah pekerja rumah tangga yang mengabdi kepada tuannya.
Namun terkadang ada juga tuan Roma yang kejam dalam memperlakukan budaknya.
Filemon yang telah di-Kristen-kan oleh Paulus diminta untuk menyadari bahwa
hubungan tuan – budak itu tidak baik. Yang harus dilakukan oleh Filemon adalah
memperkuat hubungan antara pemimpin – pengikut. Walaupun tidak secara
eksplisit, namun menurut Paulus, ini adalah pengetahuan yang baik diantara kita
untuk Kristus.
Setelah
2000 tahun kemudian, pesan Rasul Paulus ini masih relevan dengan kita. Sebagai
umat Kristiani, kita juga harus mengerjakan pengetahuan yang baik diantara
kita. Apa kriteria pengetahuan yang baik?
Pengetahuan
yang baik harus ditujukan untuk Kristus. Lantas, apa yang dimaksud pengetahuan
yang baik?
Dalam
konteks Filemon, pengetahuan yang baik adalah kepemimpinan yang didasarkan pada
hubungan antara pemimpin – pengikut. Hubungan tuan – budak atau pun hubungan
atasan – bawahan bukanlah pengetahuan yang baik di dalam persekutuan.
Kepemimpinan yang bervisi kepada Kristus merupakan pengetahuan yang baik di
dalam persekutuan. Komitmen ini yang diminta kepada kita selaku pemimpin di
abad ini.
2.
Lebih baik meminta daripada memerintahkan" Karena itu, sekalipun di dalam
Kristus aku mempunyai kebebasan penuh untuk memerintahkan kepadamu apa yang
harus engkau lakukan, tetapi mengingat kasihmu itu, lebih baik aku memintanya
daripadamu" (Filemon 1:8-9). Memerintahkan (command) memiliki arti
hubungan atasan – bawahan. Sekalipun Paulus memiliki legitimasi penuh untuk
memerintahkan kepada Filemon namun Paulus enggan mempergunakan haknya tersebut.
Paulus mengajari Filemon arti kata meminta (asking) kepada pengikutnya. Kepemimpinan
yang baik bukan berbicara tentang hubungan atasan – bawahan. Kepemimpinan yang
baik adalah tentang hubungan pemimpin – pengikut. Ajaran Paulus tentang
kepemimpinan ternyata masih relevan dengan situasi yang ada saat ini. Banyak
pejabat yang begitu diangkat ternyata tidak memiliki jiwa kepemimpinan.
Bersikap bossy, suka main perintah, bahkan suka main tangan. Bukannya memberi
pengarahan, malah hanya jadi tukang pos, surat dari pimpinan puncak langsung
dimemokan ke bawahan tanpa diberi pengarahan bagaimana cara melaksanakannya.
Begitu pula draft surat dari bawahan langsung diteruskan ke pimpinan tanpa
di-reviu terlebih dahulu. Sikap begini bukanlah sikap seorang pemimpin.
Pemimpin yang baik akan meminta kepada pengikutnya untuk melaksanakan sesuatu,
bukan memerintahkan. Contoh yang paling relevan saat ini adalah tatkala Bapak
Presiden meminta (bukan memerintahkan) agar kader partai-nya yang terlibat
korupsi untuk mengundurkan diri.
3.
Meminta persetujuan bawahan" tetapi tanpa persetujuanmu, aku tidak mau
berbuat sesuatu, supaya yang baik itu jangan engkau lakukan seolah-olah dengan
paksa, melainkan dengan sukarela" (Filemon 1:14)
Paulus
memang hebat dalam ilmu manajemen. 1900 tahun sebelum Stoner menjelaskan
mengenai keputusan manajemen, Paulus sudah mengajarkan arti keputusan bersama.
Bahkan untuk sesuatu hal yang dirasakan baik oleh Paulus, Paulus meminta
persetujuan Filemon terlebih dahulu. Paulus tidak mau memaksakan kehendak.
Paulus tidak ingin menang sendiri. Paulus tidak ingin terlihat hebat. Dia mau
agar semua keputusan dibuat bersama, sehingga pada saat dilaksanakan tidak ada
yang merasa terpaksa. Dan bila berhasil tidak ada yang akan menepuk dada bahwa
keberhasilan itu merupakan buah pikirnya sendiri.
Kita
sebagai pemimpin juga diminta untuk selalu bersikap seperti yang telah
diajarkan oleh Paulus. Setiap keputusan yang diambil harus kita mintakan
kesepakatannya kepada bawahan. Fungsinya jelas, agar pada saat melaksanakan
tidak dengan terpaksa.
Hal
ini juga memberi kesempatan kepada bawahan untuk meminta penjelasan terinci
mengenai keputusan yang diambil. Dan kita juga tidak akan jatuh dalam dosa
KESOMBONGAN karena keberhasilan yang diperoleh.
4.
Memperlakukan bawahan sebagai saudara" bukan lagi sebagai hamba, melainkan
lebih daripada hamba, yaitu sebagai saudara yang terkasih, bagiku sudah
demikian, apalagi bagimu, baik secara manusia maupun di dalam Tuhan".
(Filemon 1:16)
Sebagai
bagian dari pengetahuan yang baik, Paulus mengajari Filemon agar memperlakukan
bawahannya bukan sebagai hamba, melainkan sebagai saudara yang terkasih.
Cara
memperlakukan bawahan seperti ini akan membuat mereka bekerja lebih baik.
Paulus menyadari hal tersebut dan mengingatkan Filemon untuk melakukan hal yang
sama. Bukan hanya kepada Onesimus, tapi juga kepada seluruh pengikutnya di
Kolose agar diperlakukan sebagai saudara, baik secara manusia maupun di dalam
Tuhan.
Demikian
pula dengan kita. Sebagai pemimpin kita harus memperlakukan bawahan kita
sebagai saudara yang terkasih. Istilahnya di- "wongke."(Bhs Jawa:
dihargai sebagai orang).Bawahan akan merasa dianggap sebagai orang, suaranya
didengarkan, keluhannya diperhatikan, ide-nya dicatat oleh pemimpin mereka.
Akhirnya mereka akan berupaya memberikan hasil terbaik kepada kita. Akibatnya
bukan saja tujuan yang sudah ditetapkan bersama akan tercapai, namun juga
memberikan peningkatan kinerja luar biasa bagi organisasi/perusahaan.
5.
Taat kepada peraturan / perundangan serta loyal kepada atasan" Dengan
percaya kepada ketaatanmu, kutuliskan ini kepadamu. Aku tahu, lebih daripada
permintaanku ini akan kaulakukan." (Filemon 1:21) Sekali lagi, Paulus
menunjukkan kepiawaiannya dalam ilmu manajemen. Paulus menekankan kepada
Filemon mengenai arti pentingnya ketaatan (kepada ajaran Kristus) serta
loyalitas kepada pimpinan dengan melakukan apapun yang diminta oleh pimpinan
sepanjang tidak bertentantang dengan ajaran Kristus.
Paulus
mengungkapkan hal ini dengan kalimat positif, bukan dengan kalimat menggurui.
Dengan demikian, Filemon merasa tersanjung karena dianggap telah taat dan
loyal. Padahal saat itu tujuan Paulus menulisnya agar Filemon mau mematuhi soal
Onesimus. Relevansinya buat kita adalah pentingnya taat dan loyal. Taat kepada
peraturan / perundangan merupakan unsur yang penting sebagai pemimpin. Bawahan
maupun kolega tidak dapat mencari-cari kesalahan dalam diri kita sebagai upaya
untuk menjatuhkan kita. Loyalitas kepada pimpinan puncak juga penting sehingga
kita dapat menyenangkan hati pimpinan kita karena semua permintaannya telah
kita lakukan dengan baik sepanjang sesuai dengan peraturan / perundangan.
Paulus menyadari hakikat "
the good follower will be a good leader". Permasalahan Onesimus yang
disampaikan oleh Paulus kepada Filemon ternyata memiliki arti yang mendalam
bagi perkembangan ilmu manajemen. Pola kepemimpinan yang diarahkan oleh Paulus
kepada Filemon dalam surat penggembalaanya ini ternyata masih relevan bagi kita
di masa sekarang.
III. Refleksi Teologis
Pemimpin zaman sekarang, atau biasa disebut
pemimpin zaman now mau tidak mau harus berhadapan dengan era
digital, di mana manusia secara umum memiliki gaya hidup baru yang tidak bisa
dilepaskan dari perangkat yang serba canggih. Teknologi menjadi alat yang mampu
membantu sebagian besar kebutuhan manusia. Teknologi telah dapat digunakan oleh
manusia untuk mempermudah melakukan apapun, misalnya; tugas dan pekerjaan.
Peran penting teknologi inilah yang membawa peradaban manusia memasuki era
digital. Belum lagi saat ini kita sedang memasuki revolusi industri 4.0 yang
sebenarnya hadir sebagai serangkaian dampak era digital. Presiden Jokowi
menuturkan revolusi 4.0 kecepatan perubahannya akan bertambah 10 kali lipat dan
dampaknya 300 kali lebih luas. Dalam era ini pula kehidupan kian global, setiap
orang dapat memahami bahwa ruang-ruang kompetisi semakin terbuka lebar.
Terkoneksinya satu orang dengan yang lainnya saat ini menjadi penegasan bahwa
masing-masing orang dituntut memberikan performa terbaiknya agar tidak
mengalami ketertinggalan dan mampu bergerak bersama-sama. Perkembangan media
memang seperti tidak bisa lagi dipisahkan dari kehidupan seseorang, saat ini
seakan-akan media “memaksa” kita untuk menggunakannya demi kelangsungan hidup. Sebagai
seorang pemimpin dan calon pemimpin, hendaknya mereka dapat beradaptasi dengan
media digital, karena media digital dan kepemimpinan saat ini merupakan bagian
yang tak terpisahkan ditengah arus perubahan zaman yang serba cepat. Kali ini
gaya kepemimpinan yang konservatif, yaitu gaya kepemimpinan yang
cenderung kaku dan segala pengambilan keputusan hanya dilakukan oleh seorang
pimpinan harus mulai ditinggalkan. Saat ini gaya kepemimpinan yang terbuka,
dinamis, komunikatif menjadi ciri yang menarik yang dapat diterima oleh
masyarakat. Untuk mewujudkan hal itu sebenarnya tidaklah rumit, seorang
pemimpin cukup mau terbuka untuk belajar dari tokoh-tokoh Alkitab dan
merekontruksikannya dalam kehidupannya. Kesadaran menjadi seorang pemimpin yang
murah hati dan terbuka dengan segala hal, ini juga harus disadari oleh seluruh
kepala daerah di seluruh Indonesia, mengingat pengguna internet di Indonesia
semakin meningkat.
IV. Kesimpulan
Jadi
pemimpin itu harus mampu sebagai soko guru dalam membuat suatu rancangan yang
benar serta mampu mempengaruhi pola pikir yang di pimpinnya untuk kemajuan
suatu organisasi atau gereja tersebut, pemimpin harus benar-benar mampu melihat
situasi dan keadaan yang akan terjadi jauh di hari depan serta mampu
merealisasikannya. Dari hal inilah alasan mengenai kehidupan setiap pemimpin
harus menunjukkan pekerjaan kepemimpinan yang mempengaruhi dengan baik dan juga
kepemimpinan yang menghamba dengan meneladani kepemimpinan Yesus. “Dengan teguh
Yesus mencari kehendak Bapa-Nya sebagai arah pelayananNya, dari pada sekedar merespon
tuntutan populer orang banyak, Ia lebih berinisiatif untuk menjalankan
tujuanNya”.
Pemimpin itu ialah pemberian oleh
Tuhan dan di kembangkan oleh manusia tersebut, kemampuan berasal dari Allah
tetapi manusia mengembangkan potensinya guna mencapai maksud dan tujuan Tuhan
dalam kehidupan bangsanya.
Tidak mengerti hal ini maka para
pemimpin gereja akan banyak yang gagal, karena akan banyak orang menganggap
dirinya memiliki kemampuan apabila tidak mengetahui dengan jelas apa maksud dan
tujuan kepemimpinan, serta siapa yang memberikan kemampuan yang dimilikinya. Segala
keruetan ini justru muncul sebagai akibat dari fakta bahwa gereja menghadapi
pergeseran budaya. Kebanyakan pergeseran yang terjadi di sekitar kita tidak
lagi dapat kita pikirkan dan makin sering terjadi, tetapi sulit di antisipasi
dan menimbulkan kekacauan. Oleh sebab itu para pemimpin gereja harus mampu
memikirkan keadaan itu dan konsekuensi-konsekuensinya.
V.
Daftar Pustaka
Aritonang Jonge. Chr de Jan S. ,Apa Dan Bagaimana Gereja?, Jakarta :
BPK-GM, 1995
Drane
John., Memahami Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005
F. Rudy Dwiwibawa, Theo Riyanto, Siap Jadi Pemimpin, Yogyakarta :
KANISIUS, 2008
Ford Kevin G., Transforming Church,American, Saltriver/Tyndale, 2008
Hendriks Jan , Jemaat
Vital dan Menarik, Yogyakarta:
KANISIUS, 2006
Heuken,
Adolf, Ensiklopedi Gereja: jilid C-G. Jakarta: Yayasan Cipta Loka
Caraka,2004
Ma’mur Jamal,
Manajemen Pengelolaan dan
Kepemimpinan Pendidikan Professional. DIFA Press Yokyakarta:
Gunung Mulia 2009
Merrill
C. Tenney, Survei Perjanjian Baru II, Jakarta:
Gunung Mulia, 2008
O.E. Ch. Wuwungan, Pemahaman Alkitab dan Warga Gereja, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1997
Octavianus,
Manajemen dan Kepemimpinan Menurut Wahyu
Allah, Malang: Gandum Mas, 1986
Osborne Kenan B., Komunitas, Ekaristi, dan Spritualitas, Yogyakarta: Kanisius, 2008
Subardrijo
Bambang, Menyingkap Pesan-Pesan
Perjanjian Baru, Jakarta: Bina Media Informasi, 2010
Sutan M. Hutagalung, Identitas Kepemimpinan Pelayanan Gereja, Jakarta: BPK-Gunung Mulia,
1988
utley
Bob, Kumpulan Komentari Panduan Belajar Perjanjian Baru, Vol 8, Bible Lesson
International, 2011
Willian Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: 1 dan 2 Timotius, Titus, Filemon, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2001
Diakses melalui, http://2belife.blogspot.com/2012/06/kepemimpinan-filemon.html pada hari Sabtu, 28 November 2020, Pukul 16.42 WIB di
Jl. Binjai Km 10,8
Tags :
BPPPWG MENARA KRISTEN
KOMITMEN DALAM MELAYANI
PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
- ORA ET LABORA
- : Pdt Hendra C Manullang
- : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
- : crisvinh@gmail.com
- : menarakristen@gmail.com
Post a Comment