-->

sosial media

Friday, 18 March 2022

Menggali Pemimpin dan Kepemimpinan dari Filemon dan Refleksinya dalam Kepemimpinan dalam Era Revolusi Industri 4.0

 

I. Pendahuluan

Kondisi para pemimpin yang tidak sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya bahkan banyak orang yang tidak mengetahui betapa pentingnya seorang pemimpin dan juga banyak orang yang  merasa sebagai pemimpin. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti kepemimpinan yang benar dan berkualitas yang bisa menjadi teladan bagi para generasi penerus, secara khusus kepemimpinan di dalam gereja. Sebab kepemimpinan dalam gereja pada zaman ini banyak yang sepertinya tidak bermanfaat karena tidak sesuai dengan kepemimpinan yang Alkitabiah, oleh karena perubahan situasi, politik Negara maupun persaingan organisasi secara eksternal juga persaingan gereja secara internal.

Kepemimpinan adalah termasuk tugas yang di berikan oleh Yesus Kristus kepada umat Kristen lewat GerejaNya. Pemimpin sangat di butuhkan oleh setiap manusia untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dalam segala bidang. Dengan demikian Gereja mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kepemimpinan untuk membina jemaat Tuhan, karena melalui pemimpin yang berkualitas maka orang-orang dapat mengerti dengan benar bagaimana sebenarnya mengikut Tuhan. Dengan adanya pemimpin yang berkualitas ini, orang dapat mengerti siapa dan untuk apa Tuhan menciptakannya yaitu sebagai garam dan terang dunia di tengah-tengah bangsa yang sedang berkembang.

Dalam masa sekarang ini semua manusia membutuhkan pemimpin, baik orang tua, kaum muda dan anak-anak tanpa kecuali. Oleh sebab itu sebagai pemimpin Gereja harus sungguh-sunggu menghayati panggilan dan tanggungjawabnya, serta memperhatikan arah dan tujuan pelayanannya atau kepemimpinannya dengan benar.

 

II. Pembahasan

Pada dasarnya setiap setiap orang adalah pemimpin. Sebagian waktu yang kita miliki kita pergunakan untuk memimpin, terlebih memimpin diri kita sendiri. Tak ada seorang pun yang mampu mengatur, dan menguasai diri kita sepenuhnya selain diri kita sendiri. Meskipun kita adalah pemimpin bagi diri kita sendiri, namun kita tidak bisa lepas dari orang lain. Dalam hidup kita kita juga membutuhkan kepemimpinan orang lain agar kita tidak salah dalam melangkah. Seorang Pemimpin yang baik adalah seorang yang dapat dipimpin.Tidak dapat disangkal bahwa isi dan arti kata “pemimpin” dan “kepemimpinan” mempunyai corak yang beraneka ragam dalam pengertian dan pemakaiannya sehari-hari. Kepemimpinan selalu berhubungan dengan seseorang, artinya menyangkut gaya, cara dan kepribadiannya. Kepemimpinan tidak lepas dari mereka yang dipimpin, entah langsung atau tidak langsung. Menurut Jan Hendriks dalam hal naluri kepemipinan pada hakikatnya ada pada diri manusia. Ia dicipta menurut gambar dan rupa Allah (Kej. 1:26-17), yang mengandung arti bahwa kepadanya diberi wewenang untuk mengatur dan mengelola seluruh lingkungan hidupnya (Kej. 1:27). Dia diberi amanat dan juga kemampuan untuk menjalankan kepemimpinan, walaupun ia tidak dapat disamakan dengan Sang Pemberi wewenang, yakni Allah. Pada pihak lain, ia diperhadapkan pada tanggungjawab kepada Allah, yang tidak dapat dielakkannya, karena setiap langkahnya dinilai Allah. Menjadi pemimpin adalah suatu panggilan dari Tuhan. Hal itu merupakan suatu ciri khas. Orang yang dipanggil-Nya, mendapat perlakuan khusus: ia diurapi. Salah satu contoh ialah ketika Daud terpilih untuk menggantikan Saul sebagai raja (1 Samuel 16:1-13). Kepemimpinan Kristen adalah berdasarkan Kristus. Pemimpin Kristen hanya dapat memimpin karena Yesus memanggil: “Ikutlah Aku”. Kristuslah pimpinan bagi setiap pelayan pemimpin. Di dalam Matius 2:6, Ibrani 2:10, dan Ibrani 12:2, kepemimpinan digambarkan dengan menggembalakan, memimpin kepada keselamatan dan memimpin kepada iman. Yesus memberi contoh dan corak kepemimpinan “bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani” (Mat 20:28). Gaya dan cara kepemimpinan berpengaruh besar terhadap vitalitas organisasi. Hal itu umum diakui. Untuk menghindari salah paham perlu ditentukan bahwa kepemimpinan dapat dijalankan oleh orang tertentu (pastor, pemimpin pembicaraan, ketua) atau oleh badan (dewan gereja/paroki atau panita kader) tetapi juga sebagai fungsi oleh organisasi, grup. Yang dimaksud dengan kepemimpinan sebagai fungsi ialah “pelaksana bentuk perilaku tertentu yang membantu grup untuk mencapai hasil yang diinginkan” Kepemimpinan dapat dilihat sebagai fungsi. Berarti bahwa kepemimpinan tidak hanya dijalankan oleh mereka yang diangkat untuknya, melainkan juga oleh orang lain. Hal itu paling jelas dalam kelompok kecil. Menurut Twijnstra “setiap orang mempunyai pengaruh terhadap berfungsinya grup atau organisasi dalam mana ia bekerja. Hal ini sejak dulu selalu begitu” Memimpin tidak hanya merupakan fungsi dari pimpinan formal saja tetapi semua anggota organisasi. Bowers dan Franklin berbicara tentang dua bentuk kepemimpinan: supervisory leadership yaitu pimpinan formal dan peerleadership yang berarti perilaku anggota satu sama lain. Pertanyaan kita ialah: bagaimana pemimpin dapat berfungsi sedemikian rupa sehingga orang digairahkan untuk berpartisipasi dengan senang dan efektif.Seorang pemimpin memiliki kekuasaan dalam menjalankan suatu misi, visi gereja, akan tetapi meski seorang pemimpin memiliki wewenang atau kekuasaan akan tetapi kekuasaan yang dimiliki tidaklah berdampak negatif bagi komunitas, dikalangan saat ini pemimpin dianggap fungsi ialah memperoleh dan menjalankan kekuasaan dengan cara apa pun yang diperlukan, dengan menggunakan paksaan, bermain politik keras atau mengungguli orang lain. Ketika menjalankan kekuasaannya seorang pemimpin bertanggung jawab dan berhak membuat keputusan. Orang-orang menyerahkan tanggung jawab kepada seorang pemimpin, sehingga yang kemudian pemimpin bertanggung jawab atas segalanya. Ketika kepemimpinan diberikan suatu kekuasaan, orang-orang tidak dimobilisasi untuk bertindak, sebab keputusan ada dalam seorang pemimpin. Akan tetapi pemimpin yang membawa komunitas dalam kesuksesan adalah pemimpin yang menjawab dan yang bertanggung jawab atas pergumulan komunitasnya. Pemimpin juga harus mengikut sertakan komunitas dalam setiap kegiatan yang dilakukan, sehingga kita menilai kesuksesan berdasarkan statistik. Artinya bahwa disaat pemimpin itu bertanggung jawab terhadap komunitas dapat kita melihat perkembagan komunitas tersebut.Seorang pemimpin memiliki kekuasaan yang beroperasi di zona otoritas dalam memberikan apa yang diinginkan dan diinginkan orang. Orang-orang memberi wewenang kepada para pemimpin untuk melakukan hal-hal yang memudarnya dilakukan oleh para pemimpin. Otoritas adalah semua tentang memahami dan memenuhi harapan orang. Ketika seorang pemimpin melakukannya, ia sering diberikan lebih banyak wewenang - dan lingkaran itu mengembangkannya. Penggunaan otoritas pada dasarnya adalah tentang melindungi orang-orang, menjaga ketertiban, dan menetapkan parameter, memenuhi harapan, lebih tentang manajemen daripada kepemimpinannya. Orang tidak pernah mengizinkan pemimpin untuk melakukan hal-hal yang menyebabkan rasa sakit atau tidak nyaman, akan tetapi yang sering dilihat saat ini sebagai seorang pemimpin, juga harus menyadari bahwa apa yang pemimpin berwenang lakukan terkadang jarang dikomunikasikan secara langsung. Kepemimpinan dalam suatu komunitas sangatlah menentukan, sebab seorang pemimpin memiliki kekuasaan dalam menjalankan suatu misi, visi gereja, gereja adalah bangsa Allah yang terpilih, yang kudus, dimana Roh Kudus selalu hadir, akan tetapi meski seorang pemimpin memiliki wewenang atau kekuasaan akan tetapi kekuasaan yang dimiliki tidaklah berdampak negatif bagi komunitas.Kristianitas adalah komunitas-komunitas Kristiani. Setiap komunitas Kristiani ini harus menghadapi permasalahan di daerahnya masing-masing, sebagaimana juga kita saat ini harus menghadapi tantangan zaman berkaitan dengan konteks hidup komunitas-komunitas Kristiani kita sendiri.Seorang pemimpin yang sehat harus mengetahui komunitasnya sendiri, dan mampu mengambil setiap solusi atau jalan keluar dalam sebuah komunitasnya.

 

2.1. Latar Belakang Surat Filemon

            Paulus menulis beberapa surat termasuk surat Paulus kepada Filemon. Surat ini unik karena menjadi surat terpendek diantara surat-surat Paulus yang lainnya. Selain itu, surat ini juga satu-satunya surat pribadi Paulus. Surat Filemon ditulis pada waktu dan situasi yang sama dengan Efesus dan Kolose, Paulus menulis surat ini oleh karena Onesimus, seorang budak yang telah melarikan sebagai harta majikannya yaitu Filemon, seorang penguasaha dari Kolose. Onesimus melarikan diri kesebuah kota besar yaitu Roma, Filemon menyembunyikan diri ditengah keramaian kota besar tersebut. Di situ Onesimus mengenal Paulus dan Paulus membawa dia kepada Kristus.Suatu ikatan persahabatan yang kuat berkembang diantara Onesimus dan Paulus (ayat Filemon 1:9-13). Paulus merasa bahwa harus meluruskan kesalahan yang telah diperbuat oleh Onesimus, oleh karena itu Paulus mengirimnya kembali kepada bekas majikannya dengan membawa surat ini, yang menghimbaunya untuk menerima dan memaafkan Onesimus kembali. Paulus bersedia membayar kerugian materi yang disebabkan oleh Onesimus (Filemon 18-19). Paulus berharap bahwa dalam waktu dekat ini Paulus dapat dibebaskan, dan setelah itu Paulus merencanakan untuk mengunjungi gereja-gereja lagi

2.2. Tujuan Surat Filemon

            Di dalam surat Paulus kepada Filemon ini, penulis melihat ada 3 tujuan Paulus menulis surat ini. Pertama, Paulus ini menulis dengan tujuan menunjukan kepada pembaca bagaimana Paulus menggunakan otoritas kerasulan dan dorongan pastoralnya Kedua: Paulus menulis surat ini dengan tujuan mengurus persoalan khusus tentang hambanya Filemon yaitu Onesimus yang telah melarikan diri. Menurut hukum Romawi, hamba yang melarikan diri dapat dihukum mati, Paulus tidak mau hal itu terjadi kepada Onesimus maka Paulus menjadi perantara untuk Onesimus dengan Filemon dan memohon kepada Filemon supaya Onesimus diterima kembali secara ramah bukan lagi sebagai budak melainkan teman seiman dan sahabat Paulus, dengan kasih yang sama sebagaimana Filemon akan menerima Paulus sendiri. Ini menunjukan bagaimana kekristenan menjadikan budak dan pemilik budak, kaya dan miskin, menjadi saudara dan saudari! Kebenaran ini akan, pada waktunya, secara radikal mengubah kekaisaran Romawi. Ke tiga, Paulus menulis surat ini dengan tujuan menunjukakan keyakinan Paulus bahwa Paulus akan dibebaskan dari penjara Roma dan kembali ke Asia Kecil, Jadi penulis menyimpulkan bahwa tujuan surat Filemon ini yaitu mengajak pembaca untuk menggunakan otoritas kerasulan dan dorongan pastoralnya seperti Rasul Paulus dan menunjukan bagaimana kekristenan menjadikan budak dan pemilik budak, kaya dan miskin, menjadi saudara dan saudari bukan dengan kekerasan atau dengan membedakan orang yang rendah dan orang yang memiliki kedudukan tinggi atau melakukan tindakan-tindakan jahat yang lain.

2.3. Ajaran  Paulus Kepada Filemon

Filemon yang dalam bahasa Yunani berarti penuh kasih, adalah seorang warga kota Kolose yang disebut dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen.Di Kolose, Filemon merupakan orang yang terkemuka dan memiliki banyak budak.Selain itu, rumah Filemon menjadi tempat berkumpul jemaat Kristen dan disebutkan juga Arkhipus dan Apfia (menurut tradisi adalah istri Filemon) yang rupanya adalah anggota keluarga Filemon,Salah satu budak yang bekerja kepada Filemon adalah Onesimus.Hubungan antara Filemon dengan Onesimus sempat kurang baik karena Onseimus pergi melarikan diri dari Kolose dan membawa harta milik Filemon.Ia bertobat ketika di penjara, berkat pewartaan dari Santo Paulus, yang saat itu juga dipenjarakan karena mengajarkan iman KristenSurat Paulus kepada Filemon adalah satu-satunya surat pribadi yang masuk ke dalam kanon Perjanjian Baru.Rasul Paulus melalui suratnya meminta Filemon agar memaafkan Onesimus dan menerima Onesimus kembali.Tidak hanya itu, Paulus juga meminta Filemon agar menerima Onesimus dengan status yang tidak lagi budak tetapi saudara terkasih. Selain itu, Paulus juga membujuk Onseimus sendiri untuk kembali kepada Filemon yang merupakan tuannya.Di dalam surat kepada Filemon ini, Paulus ingin menekankan persamaan derajat semua orang,Namun, ada saja tokoh-tokoh yang meragukan bahwa Surat Paulus kepada Filemon itu benar-benar ditujukan kepada Filemon.

2.3.1 Kepemimpinan Kasih

     Paulus adalah contoh pemimpin yang menggunakan kepemimpianan kasih sehingga dalam pelayanan-pelayanan yang Paulus lakukan boleh menjadi berkat. Dalam ayat 8-14 ini, merupakan pernyataan Paulus kepada Filemon bahwa Paulus sebenarnya memiliki kebebasan penuh dalam memerintahkan Filemon. Tetapi Paulus tidak menggunakan hal demikian, melainkan menggunakan kepemimpinan kasih dengan berbicara kepada Filemon sebagai teman/sahabat. Paulus mempergunakan kepemimpinannya atau hak kerasulannya hanya sebagai cara untuk mengingatkan bahwa ada otoritasnya untuk menegaskan perintah kepada Filemon. Dalam memberikan perintah, Filemon bukan dengan kekerasan melainkan dengan lemah lembut, Paulus hanya berpesan kepada Filemon dan pesan ini dilakukan secara terus menerus ini mengandakan bahwa Paulus bukanlah pemimpinan yang otoriter melainkan Pualus menghargai pendapat Filemon (ayat 14) menjelaskan bahwa “tanpa persetujuanmu” ini bukti bahwa Paulus bukanlah pemimpin yang mengambil keputusan sendiri. Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menggunakan tipe kepemimpinan kasih yaitu kepemimpinan yang tidak memaksakan kehendak sendiri, kepemimpinan yang menhargai pendapat orang lain dalam mendelegasikan tugas , pemimpin tidak memaksa tapi memohon. 

2.3.2. Berfikir Positif Di Tengah Masalah

     Pemimpin yang dapat berfikir positif ditengah-tengah masalah sangat dibutuhkan oleh setiap orang percaya. Berfikir adalah merupakan aktivitas psikis yang internasional, dan terjadi apabila seseorang menjumpai problem (masalah) yang harus dipecahkan. Dengan demikian bahwa dalam berfikir itu seseorang menghubungkan pengertian satu dengan pengertian lainnya dalam rangka mendapatkan pemecahan persoalan yang dihadapi. Paulus adalah pemimpin yang dapat berfikir positif ditengah-tengah masalah yang Paulus hadapi dan juga orang-orang yang Paulus pimpin. Ayat 15-16, dalam ayat ini, ada kalimat “Mungkin Onesimus Terpisah untuk sementara waktu supaya kamu memiliki Onesimus untuk selama-lamanya”. Paulus menghimbau Filemon untuk melihat peristiwa Onesimus dari sisi rencana Allah. Paulus mengajak Filemon untuk berfikif positif, bahwa Allahlah yang punya rencana dibalik semua kejadian yang dialami oleh Filemon dan juga Onesimus.

 

2.3.3. Memimpin Dengan Penuh Tanggung Jawab

     Pemimpin yangn baik dan bijaksana tidak han ya sekedar dapat berfikir positif ditengah-tengah masalah tetapi, pemimpin yang baik dan bijaksana adalh pemimpin yang bertanggung jawab. Rasul Paulus adalah contoh pemimpin yang bertanggung jawab (ayat 18-19). Dalam ini menjelaskan bahwa Paulus siap membayar kerugian Filemon oleh karena Onesimus hambanya itu. Artinya bahwa Paulus tidak hanya sekedar memerintahkan Filemon untuk menerima kembali Onesimus tetapi, dengan tindakan Paulus mengajar Filemon bahwa sebagai seorang pemimpin harus siap berkorban untuk satu tujuan yaitu mendapatkan sebuah perubahan, baik dalam diri seseorang, organisasi dll.

2.3.4. Memimpin Dengan Penuh Kepercayaan

     Untuk mencapai satu tujuan yang baik dalam sebuah organisasi, gereja, dll, diperlukan kerja sama antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpin. Dan sebagai seorang pemimpin harus menyadari bahwa orang yang kita pimpin memiliki lelebihan atau kemampuan. Dengan begitu, maka timbul kepercayaan dalam diri pemimpin untuk mendelegasikan tugas kepada bawahannya. Paulus adalah contoh pemimpin yang percaya kepada bawahannya (ayat 21) dalam ayat ini menjelaskan bahwa Paulus berbicara mengenai ketaatan iman, ketaatan iman ini tertuju kepada Allah (Roma 6:16) kepada Injil (Roma 10:16) kepada Kristus “2 Korintus 10:5) dan kepada kehendak Allah (Roma 15:18 dan 16:19). Dalam konteks ini Paulus menunjuk kepada ketaatan Filemon sehubungan dengan melaksanakan kehendak Allah, yang terwujud dalam penerimaan kembali Onesimus dalam kasih sebagai saudara. Rasul Paulus percaya bahwa Filemon akan melakukan apa yang diperintahkan Paulus untuk menerima kembali Onesimus budaknya itu, oleh karena ketaatan kepada Allah. Dalam bagian ini juga Paulus secara tidak langsung mengajak Filemon menanggapi secara Kristen masalah yang mempunyai dampak sosial. Bagaimana seseorang menerima saudara/saudari dalam Kristus bukanlah masalah biasa, melainkan memerlukan tindakan yang mungkin jauh mengatasi kebiasaan dan hukum duniawi, karena hidup dalam Kristus adalah tatanan baru.

2.4. Kepemimpinan Filemon

Filemon diketahui sebagai pemimpin jemaat Kolose (Colossae). Meskipun Filemon sudah menjadi pemimpin, namun Paulus merasa perlu untuk membimbing dan memberikan pengarahan kepada Filemon. Surat penggembalaan dari Paulus ini ditujukan bukan hanya kepada Filemon pribadi, tapi juga kepada Apfia (diduga adalah istri Filemon) dan Arkhipus (diduga adalah anaknya Filemon). Surat singkat dari Paulus ini (hanya terdiri dari 25 ayat) memiliki pesan yang padat dan ternyata berguna juga bagi kita yang telah menjadi pemimpin saat ini.

Sebelumnya, Filemon memiliki seorang budak bernama Onesimus yang diduga melarikan diri. Namun selanjutnya Onesimus mengabdi kepada Paulus dan menjadi Kristen. Oleh karena sesuatu hal, Paulus hendak mengembalikan Onesimus kepada Filemon. Terkait dengan hal ini, Paulus menyampaikan beberapa pengarahan kepada Filemon.

Pengarahan Paulus kepada Filemon saat itu adalah sebagai berikut:

1.      Turut mengerjakan pengetahuan yang baik" Dan aku berdoa, agar persekutuanmu di dalam iman turut mengerjakan pengetahuan yang baik diantara kita untuk Kristus" (Filemon 1 : 6)

Pada saat itu, Kolose yang berada di Asia Tengah merupakan jajahan Kekaisaran Roma. Sebagai orang kaya dari Roma, Filemon juga memiliki budak.

Yang dimaksud budak dalam hal ini bukanlah seperti di Amerika yang bekerja keras di ladang. Budak di Roma adalah pekerja rumah tangga yang mengabdi kepada tuannya. Namun terkadang ada juga tuan Roma yang kejam dalam memperlakukan budaknya. Filemon yang telah di-Kristen-kan oleh Paulus diminta untuk menyadari bahwa hubungan tuan – budak itu tidak baik. Yang harus dilakukan oleh Filemon adalah memperkuat hubungan antara pemimpin – pengikut. Walaupun tidak secara eksplisit, namun menurut Paulus, ini adalah pengetahuan yang baik diantara kita untuk Kristus.

Setelah 2000 tahun kemudian, pesan Rasul Paulus ini masih relevan dengan kita. Sebagai umat Kristiani, kita juga harus mengerjakan pengetahuan yang baik diantara kita. Apa kriteria pengetahuan yang baik?

Pengetahuan yang baik harus ditujukan untuk Kristus. Lantas, apa yang dimaksud pengetahuan yang baik?

Dalam konteks Filemon, pengetahuan yang baik adalah kepemimpinan yang didasarkan pada hubungan antara pemimpin – pengikut. Hubungan tuan – budak atau pun hubungan atasan – bawahan bukanlah pengetahuan yang baik di dalam persekutuan. Kepemimpinan yang bervisi kepada Kristus merupakan pengetahuan yang baik di dalam persekutuan. Komitmen ini yang diminta kepada kita selaku pemimpin di abad ini.

2.      Lebih baik meminta daripada memerintahkan" Karena itu, sekalipun di dalam Kristus aku mempunyai kebebasan penuh untuk memerintahkan kepadamu apa yang harus engkau lakukan, tetapi mengingat kasihmu itu, lebih baik aku memintanya daripadamu" (Filemon 1:8-9). Memerintahkan (command) memiliki arti hubungan atasan – bawahan. Sekalipun Paulus memiliki legitimasi penuh untuk memerintahkan kepada Filemon namun Paulus enggan mempergunakan haknya tersebut. Paulus mengajari Filemon arti kata meminta (asking) kepada pengikutnya. Kepemimpinan yang baik bukan berbicara tentang hubungan atasan – bawahan. Kepemimpinan yang baik adalah tentang hubungan pemimpin – pengikut. Ajaran Paulus tentang kepemimpinan ternyata masih relevan dengan situasi yang ada saat ini. Banyak pejabat yang begitu diangkat ternyata tidak memiliki jiwa kepemimpinan. Bersikap bossy, suka main perintah, bahkan suka main tangan. Bukannya memberi pengarahan, malah hanya jadi tukang pos, surat dari pimpinan puncak langsung dimemokan ke bawahan tanpa diberi pengarahan bagaimana cara melaksanakannya. Begitu pula draft surat dari bawahan langsung diteruskan ke pimpinan tanpa di-reviu terlebih dahulu. Sikap begini bukanlah sikap seorang pemimpin. Pemimpin yang baik akan meminta kepada pengikutnya untuk melaksanakan sesuatu, bukan memerintahkan. Contoh yang paling relevan saat ini adalah tatkala Bapak Presiden meminta (bukan memerintahkan) agar kader partai-nya yang terlibat korupsi untuk mengundurkan diri.

3.      Meminta persetujuan bawahan" tetapi tanpa persetujuanmu, aku tidak mau berbuat sesuatu, supaya yang baik itu jangan engkau lakukan seolah-olah dengan paksa, melainkan dengan sukarela" (Filemon 1:14)

Paulus memang hebat dalam ilmu manajemen. 1900 tahun sebelum Stoner menjelaskan mengenai keputusan manajemen, Paulus sudah mengajarkan arti keputusan bersama. Bahkan untuk sesuatu hal yang dirasakan baik oleh Paulus, Paulus meminta persetujuan Filemon terlebih dahulu. Paulus tidak mau memaksakan kehendak. Paulus tidak ingin menang sendiri. Paulus tidak ingin terlihat hebat. Dia mau agar semua keputusan dibuat bersama, sehingga pada saat dilaksanakan tidak ada yang merasa terpaksa. Dan bila berhasil tidak ada yang akan menepuk dada bahwa keberhasilan itu merupakan buah pikirnya sendiri.

Kita sebagai pemimpin juga diminta untuk selalu bersikap seperti yang telah diajarkan oleh Paulus. Setiap keputusan yang diambil harus kita mintakan kesepakatannya kepada bawahan. Fungsinya jelas, agar pada saat melaksanakan tidak dengan terpaksa.

Hal ini juga memberi kesempatan kepada bawahan untuk meminta penjelasan terinci mengenai keputusan yang diambil. Dan kita juga tidak akan jatuh dalam dosa KESOMBONGAN karena keberhasilan yang diperoleh.

4.      Memperlakukan bawahan sebagai saudara" bukan lagi sebagai hamba, melainkan lebih daripada hamba, yaitu sebagai saudara yang terkasih, bagiku sudah demikian, apalagi bagimu, baik secara manusia maupun di dalam Tuhan". (Filemon 1:16)

Sebagai bagian dari pengetahuan yang baik, Paulus mengajari Filemon agar memperlakukan bawahannya bukan sebagai hamba, melainkan sebagai saudara yang terkasih.

Cara memperlakukan bawahan seperti ini akan membuat mereka bekerja lebih baik. Paulus menyadari hal tersebut dan mengingatkan Filemon untuk melakukan hal yang sama. Bukan hanya kepada Onesimus, tapi juga kepada seluruh pengikutnya di Kolose agar diperlakukan sebagai saudara, baik secara manusia maupun di dalam Tuhan.

Demikian pula dengan kita. Sebagai pemimpin kita harus memperlakukan bawahan kita sebagai saudara yang terkasih. Istilahnya di- "wongke."(Bhs Jawa: dihargai sebagai orang).Bawahan akan merasa dianggap sebagai orang, suaranya didengarkan, keluhannya diperhatikan, ide-nya dicatat oleh pemimpin mereka. Akhirnya mereka akan berupaya memberikan hasil terbaik kepada kita. Akibatnya bukan saja tujuan yang sudah ditetapkan bersama akan tercapai, namun juga memberikan peningkatan kinerja luar biasa bagi organisasi/perusahaan.

5.      Taat kepada peraturan / perundangan serta loyal kepada atasan" Dengan percaya kepada ketaatanmu, kutuliskan ini kepadamu. Aku tahu, lebih daripada permintaanku ini akan kaulakukan." (Filemon 1:21) Sekali lagi, Paulus menunjukkan kepiawaiannya dalam ilmu manajemen. Paulus menekankan kepada Filemon mengenai arti pentingnya ketaatan (kepada ajaran Kristus) serta loyalitas kepada pimpinan dengan melakukan apapun yang diminta oleh pimpinan sepanjang tidak bertentantang dengan ajaran Kristus.

Paulus mengungkapkan hal ini dengan kalimat positif, bukan dengan kalimat menggurui. Dengan demikian, Filemon merasa tersanjung karena dianggap telah taat dan loyal. Padahal saat itu tujuan Paulus menulisnya agar Filemon mau mematuhi soal Onesimus. Relevansinya buat kita adalah pentingnya taat dan loyal. Taat kepada peraturan / perundangan merupakan unsur yang penting sebagai pemimpin. Bawahan maupun kolega tidak dapat mencari-cari kesalahan dalam diri kita sebagai upaya untuk menjatuhkan kita. Loyalitas kepada pimpinan puncak juga penting sehingga kita dapat menyenangkan hati pimpinan kita karena semua permintaannya telah kita lakukan dengan baik sepanjang sesuai dengan peraturan / perundangan. Paulus menyadari hakikat "
the good follower will be a good leader". Permasalahan Onesimus yang disampaikan oleh Paulus kepada Filemon ternyata memiliki arti yang mendalam bagi perkembangan ilmu manajemen. Pola kepemimpinan yang diarahkan oleh Paulus kepada Filemon dalam surat penggembalaanya ini ternyata masih relevan bagi kita di masa sekarang.

 

III. Refleksi Teologis

Pemimpin zaman sekarang, atau biasa disebut pemimpin zaman now mau tidak mau harus berhadapan dengan era digital, di mana manusia secara umum memiliki gaya hidup baru yang tidak bisa dilepaskan dari perangkat yang serba canggih. Teknologi menjadi alat yang mampu membantu sebagian besar kebutuhan manusia. Teknologi telah dapat digunakan oleh manusia untuk mempermudah melakukan apapun, misalnya; tugas dan pekerjaan. Peran penting teknologi inilah yang membawa peradaban manusia memasuki era digital. Belum lagi saat ini kita sedang memasuki revolusi industri 4.0 yang sebenarnya hadir sebagai serangkaian dampak era digital. Presiden Jokowi menuturkan revolusi 4.0 kecepatan perubahannya akan bertambah 10 kali lipat dan dampaknya 300 kali lebih luas. Dalam era ini pula kehidupan kian global, setiap orang dapat memahami bahwa ruang-ruang kompetisi semakin terbuka lebar. Terkoneksinya satu orang dengan yang lainnya saat ini menjadi penegasan bahwa masing-masing orang dituntut memberikan performa terbaiknya agar tidak mengalami ketertinggalan dan mampu bergerak bersama-sama. Perkembangan media memang seperti tidak bisa lagi dipisahkan dari kehidupan seseorang, saat ini seakan-akan media “memaksa” kita untuk menggunakannya demi kelangsungan hidup. Sebagai seorang pemimpin dan calon pemimpin, hendaknya mereka dapat beradaptasi dengan media digital, karena media digital dan kepemimpinan saat ini merupakan bagian yang tak terpisahkan ditengah arus perubahan zaman yang serba cepat. Kali ini gaya kepemimpinan yang konservatif, yaitu gaya kepemimpinan yang cenderung kaku dan segala pengambilan keputusan hanya dilakukan oleh seorang pimpinan harus mulai ditinggalkan. Saat ini gaya kepemimpinan yang terbuka, dinamis, komunikatif menjadi ciri yang menarik yang dapat diterima oleh masyarakat. Untuk mewujudkan hal itu sebenarnya tidaklah rumit, seorang pemimpin cukup mau terbuka untuk belajar dari tokoh-tokoh Alkitab dan merekontruksikannya dalam kehidupannya. Kesadaran menjadi seorang pemimpin yang murah hati dan terbuka dengan segala hal, ini juga harus disadari oleh seluruh kepala daerah di seluruh Indonesia, mengingat pengguna internet di Indonesia semakin meningkat.

IV. Kesimpulan

            Jadi pemimpin itu harus mampu sebagai soko guru dalam membuat suatu rancangan yang benar serta mampu mempengaruhi pola pikir yang di pimpinnya untuk kemajuan suatu organisasi atau gereja tersebut, pemimpin harus benar-benar mampu melihat situasi dan keadaan yang akan terjadi jauh di hari depan serta mampu merealisasikannya. Dari hal inilah alasan mengenai kehidupan setiap pemimpin harus menunjukkan pekerjaan kepemimpinan yang mempengaruhi dengan baik dan juga kepemimpinan yang menghamba dengan meneladani kepemimpinan Yesus. “Dengan teguh Yesus mencari kehendak Bapa-Nya sebagai arah pelayananNya, dari pada sekedar merespon tuntutan populer orang banyak, Ia lebih berinisiatif untuk menjalankan tujuanNya”.

Pemimpin itu ialah pemberian oleh Tuhan dan di kembangkan oleh manusia tersebut, kemampuan berasal dari Allah tetapi manusia mengembangkan potensinya guna mencapai maksud dan tujuan Tuhan dalam kehidupan bangsanya.

Tidak mengerti hal ini maka para pemimpin gereja akan banyak yang gagal, karena akan banyak orang menganggap dirinya memiliki kemampuan apabila tidak mengetahui dengan jelas apa maksud dan tujuan kepemimpinan, serta siapa yang memberikan kemampuan yang dimilikinya. Segala keruetan ini justru muncul sebagai akibat dari fakta bahwa gereja menghadapi pergeseran budaya. Kebanyakan pergeseran yang terjadi di sekitar kita tidak lagi dapat kita pikirkan dan makin sering terjadi, tetapi sulit di antisipasi dan menimbulkan kekacauan. Oleh sebab itu para pemimpin gereja harus mampu memikirkan keadaan itu dan konsekuensi-konsekuensinya.

 

V. Daftar Pustaka

Aritonang Jonge. Chr de Jan S. ,Apa Dan Bagaimana Gereja?, Jakarta : BPK-GM, 1995

Drane John., Memahami Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005

F. Rudy Dwiwibawa, Theo Riyanto, Siap Jadi Pemimpin, Yogyakarta : KANISIUS, 2008

Ford Kevin G., Transforming Church,American, Saltriver/Tyndale, 2008

Hendriks Jan  , Jemaat Vital  dan Menarik, Yogyakarta: KANISIUS, 2006

Heuken, Adolf, Ensiklopedi Gereja: jilid C-G. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka,2004

Ma’mur Jamal, Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan Professional. DIFA Press Yokyakarta: Gunung Mulia 2009

            Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru II, Jakarta: Gunung Mulia, 2008

O.E. Ch. Wuwungan, Pemahaman Alkitab dan Warga Gereja, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1997

            Octavianus, Manajemen dan Kepemimpinan Menurut Wahyu Allah, Malang: Gandum Mas, 1986

Osborne Kenan B., Komunitas, Ekaristi, dan Spritualitas, Yogyakarta: Kanisius, 2008

            Subardrijo Bambang, Menyingkap Pesan-Pesan Perjanjian Baru, Jakarta: Bina Media Informasi, 2010

Sutan M. Hutagalung, Identitas Kepemimpinan Pelayanan Gereja, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1988

            utley Bob, Kumpulan Komentari Panduan Belajar Perjanjian Baru, Vol 8, Bible Lesson International, 2011

Willian Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: 1 dan 2 Timotius, Titus, Filemon, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001

Diakses melalui, http://2belife.blogspot.com/2012/06/kepemimpinan-filemon.html pada hari Sabtu, 28 November 2020, Pukul 16.42 WIB di Jl. Binjai Km 10,8

 

 




Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim