-->

sosial media

Friday, 18 March 2022

REFORMASI JHON KNOX (Suatu Tinjauan Historis Teologis Tentang Reformasi Jhon Knox Serta Refleksinya Terhadap Pemimpin Masa Kini)

 



I.                   Latar Belakang Masalah

Mereformasi bukan menjadi hal yang mudah untuk kita lakukan.Terjadinya sebuah Reformasi adalah karena adanya ketidakcocokan lagi baik dalam negara, maupun gereja. Banyak pada saat ini para pemimpin  yang tidak lagi melakukan tugasnya dengan benar/ tidak sesuai lagi dengan perintah yang telah ditetapkan oleh Allah. Penyalagunan jabatanpun terjadi pada karena tidak dapat menahan diri dan menghidupi sesuai dengan panggilan yang telah Allah tetapkan terhadap dirinya. Bahkan dalam gerejapun terjadi karena jabatannya diluar  lebih tinggi dari pada pendeta. jadi sesuka hati bicara terhadap pendeta tersebut dan tidak menghargainya lagi sebagai pemimpin yang telah diutus Allah didalam gereja. Dan begitu juga dengan sebaliknya, pendeta menyalahgunakan jabatannya didalam gereja karena tidak puasnya dengan yang dipimpinnya dan sehingga hilang kedisiplinan dalam aturan yang telah ditetapkan. Beranjak dari pergumulan tersubutlah saya  mengangkat seorang Tokoh yang bernama Jhon Knox sebagai tokoh reformasi.

 

II.                Pembahasan

2.1.Pengertian Reformasi

Menurut KBBI, Reformasi adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan (sosial, politik, atau agama) disuatu negara atau masyarakat.[1] Reformasi lahir sebagai hasil pergumulan satu orang mengenai ajaran gereja pada zamannya. Dalam pergumulan itu ia mendapat pertolongan dari amanat Alkitab. Mungkin kita harus berkata: Injil bergumul di dalam jiwa orang itu untuk melepaskan diri dari bentuk-bentuk yang telah dipakai oleh gereja barat dalam abad pertengahan untuk mengungkapkan injil itu.[2]

 

2.2.Riwayat Hidup Jhon Knox

Jhon Knox lahir tahun 1513 setelah menyelesaikan studinya disebuah sekolah lokal di Haddington, ia masuk ke St. Andrews, dimana Jhon Major telah mengajar sejak 1531, dan ke Universitas Glasgow[3]. Pada umur 30 tahun ia pindah ke Protestan. Ia sangat terkesan oleh teman sezamannya George Wishart, yang berkhotbah tanpa takut dan membayar dengan nyawanya ketika dibakar di St. Andrews pada tahun 1546. Selama tiga belas tahun berikutnya Knox merantau kemana-mana.[4] Pada tahun 1543, Knox bertemu George Wishart, dan melalui karya Roh Kudus, ia bertobat ketika membaca Yohanes 17 yang berisi “Doa Imam Besar” Kristus bagi murid-murid-Nya dan bagi orang-orang yang percaya melalui kesaksian mereka. Dari isi pasal inilah mucul tema surat-surat , pamflet dan khotbah-khotbah Knox: pertama keselamatan Kristen hanya melalui iman kepada Yesus Kristus; kedua, orang Kristen dipanggil untuk melayani Kristus; ketiga, sebab akibatnya, orang Kristen menjadi musuh dunia, namun mereka memiliki jaminan hidup yang kekal.[5] Wishart dieksekusi oleh gereja di muka St. Andrews. Eksekusi ini memberi pengaruh yang dalam terhadap Knox. Lima minggu terakhir bersama Wishart terhadap Knox. Lima minggu terakhir bersama Wishart telah  mempersiapkannya untuk menjadi reformator pada masa mendatang. Jhon Knox meninggal pada tahun 1572.[6]

 

2.3.Permasalahan Dalam Keluarga Inggris

Pada tahun 1509, menjelang naik takhta raja Henry VIII menikah dengan Catherina dari Ar          agon seorang putri Spanyol, janda almarhum abangnya Arthur. Catherina sebenarnya melahirkan banyak anak, tetapi hampir semuanya meninggal pada waktu bayi; yang tersisa hanya satu yaitu Mary.[7] Pada tahun 1527, Henry VIII si pendukung poligami yang jatuh cinta pada Anna Boleyn berupaya memperoleh alasan-alasan legal dengan pelbagai dalih, yakni demi pembatalan perkawinannya yang pertama dengan Catherina. Dalih yang dipakai oleh pihak Henry VIII demi membatalkan perkawinannya dengan Catherina adalah Imamat 20:21 yang berbunyi demikian: Bila seorang laki-laki mengambil istri saudaranya, itu suatu kecemaran karena ia melanggar hak saudaranya laki-laki dan mereka akan tidaak beranak. Dengan bersekukuh pada penegasan Imamat 20:21 tersebut, Henry VIII setelah mendengarkan beberapa pandangan “durna kerajaan” menyatakan bahwa perkawinan pertama itu tidak sah.[8] Kematian beruntun dari anak-anak yang dilahirkan Catherina dipahami Henry sebagai hukuman Allah atas perkawinannya dengan Catherina, sebab pada masa lalu Paus pernah membatalkan perkawinan yang seperti itu.[9]  Gereja di Inggris akhirnya berkembang dari abad ke abad. Sejak akhir abad ke-14 hingga abad ke-16, dalam suasana dan pasang surut dari dua kutup: kesatuan dan kepelbagaian, sentralisasi dan otonomi terjadi. Terkadang tampil uskup yang sangat tunduk dan sangat menekankan kesatuan dengan Roma; terkadang muncul yang sebaliknya, yang sangat menekankan otonomi gereja Inggris. Tipe yang belakangan ini sangat dekat hubungannya dengan raja atau penguasa setempat. Tetapi kadang-kadang ada pula uskup yang bisa menggabungkan kedua kecenderungan dan ketaatan itu: taat kepada paus dan kepada raja, seperti misalnya Uskup Lanfranc (1005-1089). Sementara gereja Inggris masih tetap memelihara kesatuannya dengan GKR, terutama dalam ajaran dan praktik sehari hari. Sejak abad ke-14 mulai muncul pemikiran kritis yang menggugat berbagai segi ajaran maupun praktik dalam gereja. Seorang tokoh John Wicliffe memberikan landasan dan kritikan yang dilancarkannya, yaitu cita-cita untuk memulihkan kedudukan Alkitab sebagai otoritas tunggal bagi kehidupan dan ajaran gereja.[10]

                       

2.4.Keterkaitan Jhon Knox dengan Latar Belakang Historis di Skotlandia

Pada abad ke-14 mulai bermunculan kritikan-kritikan yang dilontarkan baik dalam tubuh gereja maupun luar Gereja Roma.[11] Sebenarnya, kritikan-kritikan dan sindiran-sindiran yang merupakan bentuk kprihatinan mengenai kemerosotan derajat gereja yang dilayangkan pada gereja Roma atau kepausan oleh masyarakat telah dimulai dari satu abad sebelumnya. Contohnya Dante pada tahun 1265-1321, seorang penyair yang hidup di Florensia (Italia) sekitar tahun 1256-1321, membuat kitab syair yang panjang dan indah menceritakan sebuah perjalanan khayal menuju ke neraka, beserta api penyucian dan surga yang berjudul Divina Comedia.[12] Selanjutnya, mucullah perintis-perintis reformasi diantaranya Johanes Hush (1369-1415) dari Bohemia dan Savonarola (1452-1498), seorang rahib Dominican di Florencia, italia. Istilah gereja  Anglican untuk pertama sekali  muncul di dalam sepucuk surat Paus Alexander III (1159-1181) sekitar 1165, daan termuat juga dalam “ Magna Carta” (1125), yakni sebuah dokumen untuk membatasi otoritas raja Inggris. Magna Carta artinya adalah undang-undang agung. Disebut sebagai undang-undang agung karena pemerintahan kerajaan sampai zaman pencerahan, terlihat bahwa aturan yang ditetapkan raja hanya bersifat sepihak saja yaitu dari pihak kerajaan, tanpa memikirkan akibat dan bahaya peraturan itu di pihak rakyat. Dapat dipastikan, bahwa aturan itu merugikan rakyat, khususnya kalangan bawah; diperlakukan semena-mena sesuai dengan keinginana raja sebagai pemimpin.[13] Tipe erastianisme dalam perspektif teoritik telah menjadi bagian dalam konteks gereja dan negara di Inggris. Tipe erastianisme yaitu suatu kehidupan bernegara yang didalamnya para pemimpin politik telah mengeksploitasi agama untuk tujuan negara. Disebut erastianisme mengikuti pandangan Thomas Erastus, teolog Protestan Swiss Jerman abad XVI. Bentuk kehidupan negara seperti ini menurut Wogaman terdapat terutama di Jepang dengan Shintoismenya. Hal serupa juga dapat dilihat ketika Stalin pada awal perang dunia I  merangkul gereja Orthodox Rusia. Dan contoh paling nyata dapat dilihat dalam kehidupan gereja Anglikan ini.[14]

Perancis dan Inggris merupakan dua negara yang sangat berpengaruh dalam reformasi di skotlandia. Pembahasan  akan dititikberatkan pada tokoh-tokoh pemerintah Prancis dan Inggris yang memiliki pengaruh besar dalam reformasi Skotlandia, Khususnya terhadap apa yang diperjuangkan dan dinyatakan oleh Jhon Knox. Tokoh-tokoh pemerintahan Inggris dan Prancis yang memberi pengaruh terbesar dalam perkembangan reformasi Skotlandia, Khususnya pada masa Knox, Semuanya wanita, Yaitu: Mary Tudor, Mary Stuart, dan Elizabeth.

a.       Henry adalah anak ke tiga dan putra kedua dari raja Henry VII dan istrinya permaisuri Elisabeth dari York yang lahir pada 28 Juni 1491.[15] Saudara-saudaranya yang hidup sampai usia dewasa adalah: Arthur, putra pertama raja Henry VII dan pewaris tahta Inggris; Margaret yang kemudian menjadi permaisuri raja Skotlandia; dan Mary yang kemudian menjadi permaisuri raja Prancis.[16] Tidak banyak hal yang dapat diketahui selama kehidupannya karena statusnya bukan merupakan putra pertama menjadikan dirinya tidak dipandang sebagai pewaris takhta Pada tahun 1502, kakak Henry yang merupakan seorang pangeran Wales yakni Arthur, meninggal  karena penyakit keringat.[17]

Ketika Henry menjadi seorang raja, ia menjalankan pemerintahan dengan banyak membaca buku-buku dan tertarik dengan filsafat scholastik dan humanisme.[18] Henry ini sangat keras kepala dan menyukai kekuasaan. Setelah ia duduk di atas takhta, pada saat itu walaupun Uskup Inggris diangkat oleh paus, tetapi harus dengan persetujuan raja ini. Uskup yang diangkat saat itu harus berdiri sebagai pejabat tinggi pemerintahan, dengan kata lain yang dapat menjadi uskup adalah pejabat tinggi dari pemerintahan. Pada saat pengangkatan uskup itu, yang menjadi syaratnya adalah harus orang-orang yang berpendidikan tinggi dan berkemampuan bekerja. Sedangkan masalah rohani para uskup yang diangkat itu tidak begitu dilihat atau di nilai, karena Henry menganggap itu semua hanya sebagai soal sekunder saja.[19]

Pada Februari 1503, pangeran Henry kemudian dinobatkan sebagai pangeran Wales.[20] Untuk memeperbaharui perjanjian antara Inggris dan Spanyol, Henry dinikahkan dengan janda mendiang kakaknya, Katherina dari Aragon. Katherina adalah putri Spanyol, anak perempuan Fernando II raja Aragon. Pernikahan dilangsungkan setelah Henry naik takhta menggantikan kakaknya.[21]

Pada tahun 1525, Catherina genap berusia 40 tahun. Dalam usia tersebut Catherina tidak memperlihatkan lagi harapan akan mendapat keturunan (laki-laki) dari perkawinannya. Bukannya tanpa usaha gigih pasangan ini, tetapi mengingat dari rahim Catherina telah lahir lima orok, tetapi yang bertahan hidup hanyalah Maria (Katolik) Tudor. Raja Henry sangat mendambakan keturunan laki-laki, yang bakal meneruskan kepemimpinannya di kerajaan Inggris. Karena pendambaan tersebut tidak membuahkan kenyataan , ia berangan-angan untuk menceraikan Catherine. Keinginan untuk mendapatkan keturunan laki-laki itu begitu kuat demi alasan stabilitas kekuasaan wangsa Tudor. Henry VIII konon dihantui oleh perang sipil yang terjadi di Inggris, jka putrinya Mary Tudor yang memegang kendali pemerintahan kerajaan Inggris seperti yang terjadi pada tahun 1135, Mathilda, putri raja Henry I memerintah kerajaan Inggris dan dibawah kekuasaannya Inggris berantakan dalam perang sipil selama hampir 2 (dua) dekade.[22]

 

b.      Mary Tudor

 Mary Tudor adalah Putri Raja Ingris, Henry VIII, dan Chaterine dan Arogon. Ia memanfaatkan relasinya dengan Gereja Roma Khatolik untuk memantapkan posisinya sebagai Ratu Inggris.[23] Oleh kaum Protestan ia disebut “Bloody Mary,” karena dalam usahanya merestorasi  Khatolikhisme ia telah membunuh dan memenjarakan  banyak pemimpin Protestan. Untuk menghindari penganiayaan Mary Tudor, Knox pergi ke Swiss dimana ia bertemu dengan Jhon Calvin di Jenewa dan Bullinger (Pengganti Zwingli) di Zurich. Pertemuan dengan kedua tokoh reformator itu semakin meneguhkannya untuk terus memperjuangkan  reformasi dinegaranya. Selama dipengasingan ia menulis sebuah buku yang menyerang wanita-wanita yang memerintah di Eropa saat itu, yaitu The First Blast of the Trumpet Against the Monstrous Regiment of Women.

c.       Mary Stuart

Mery Stuart adalah putri Raja Skotlandia, James V, dan Mary dari Guise, Prancis. Pada usianya yang keenam belas ia adalah ratu dari tiga negara, yakni sebagai ratu Prancis (Karena ia menikahi Francis II, Raja Prancis, pada tahun 1558), menyandang gelar Ratu Skotlandia, dan Ratu Inggris (karena ia adalah  Henry VII, dan apabila sepupunya Elizabeth dinyatakan sebagai anak yang sah oleh Gereja maka dialah yang berhak menyandang jabatan itu.[24] Setelah kematian suaminya, pada tahun 1961 Mary Stuart pindah ke Skotlandia dan menerima tawaran untuk menjadi Ratu Skotlandia. Ketika pertama kali tiba di Skotlandia, ia bersikeras untuk mengadakan misa di kapel pribadinya sehingga  menimbulkan reaksi keras dari kaum Protestan, khususnya dari Knox.[25] Knox bertemu dengan Mary Stuart sebanyak empat kali. Percakapan-percakapan didalam pertemuan itu antara lain menyangkut sejauh mana sebenarnya  otoritas yang dimiliki oleh seorang penguasa pemerintah dikaitkan dengan Firman Allah dan otoritas Allah. Ratu Mary mempertanyakan mengapa Knox menganjurkan orang untuk memilih agama yang tidak direstui oleh Ratu. Dihadapan Ratu, dengan segala konsekuensi yang harus diterimanya, Knox tetap berpegang teguh pada kebenaran yang ia yakini berdasar pada otoritas  Firman Allah. Ia menyatakan bahwa agama yang benar tidak pernah didasarkan pada tudor belajar dari sejarah, dimana umat Allah selama di Mesir tidak pernah menganut  agama Firaun dan pada Zaman Romawi, mereka juga tidak menganut agama Kaisar Romawi.[26]

 

d.      Elizabeth

Elisabet adalah saudara tiri Mary Tudor dan ia menggantikan Tudor setelah ia wafat pada tahun 1558. Ia menjadi musuh dari Mary Stuart dan  posisinya terancam oleh Stuart karena menurut Gereja Khatolik posisi Elizabeth tidaklah sah. Karena alasan yang sama seperti Mary Tudor, yang menjadi Khatolik demi kepentingan dan kebutuhan politik, Elizabeth memilih untuk menganut Protestan. Sebagai seorang politisi ia berusaha untuk merangkul semua pihak guna mendapat dukungan dari semua pihak. Mary tudor adalah salah seorang wanita yang dituju oleh Knox  dalam bukunya The First Blast of the Trumpet Against the Monstrous Regiment of women, sedangkan Elizabeth oleh Knox disebut sebagai  “Debora.”[27]

 

2.5.Reformasi Jhon Knox

Jhon Knox didasarkan pada Yohanes 17 yang berisi “Doa Imam Besar” Kristus bagi murid-murid-Nya dan bagi orang-orang yang percaya melalui kesaksian mereka. Dari isi pasal inilah muncul tema surat-surat, pamlet dan khotbah-khotbah Knox : pertama, keselamatan orang Kristen hanya melalui iman kepada Yesus Kristus; kedua, orang Kristen dipanggil untuk melayani Kristus; sebagai akibatnya, orang Kristen menjadi musuh dunia, namun mereka memiliki jaminan hidup yang kekal.[28]

Knox beralih menjadi protestan pada tahun 1543 karena dipengaruhi seorang reformator di Skotlandia, George Wishart, kemudian Knox melibatkan diri dalam pergolakan politik, yaitu dalam gerakan kemerdekaan Skotlandia dari Inggris. Pada tahun 1547 knox ditangkap dan dipenjarakan selama 18 bulan. Ketika Edward menjadi raja Inggris, Knox dibebaskan. Knox menjadi pendeta istana dan giat berkhotbah dimana-mana. Maria Tudor naik menjadi ratu Inggris  pada tahun 1553 dan mulai menganiaya orang Protestan. Maria Tudor hendak mengembalikan orang Protestan Inggris kedalam Gereja Katolik. Knox melarikan diri ke Eropa daratan dan menjadi pendeta bagi orang-orang Inggris yang mengungsi di Frankfurt. Knox sering ke Jenewa dan belajar pada Calvin, baik dalam bidang teologi dan politik. Pengaruh Calvin sangat besar dalam dirinya sehingga orang mengatakan bahwa Knox lebih Calvinis daripada Calvin sendiri. Asas-asas Calvinisme  mulai dipraktikkan dalam jemaat dipengungsian. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik dengan anggota jemaatnya dibawah pimpinan Richard Cop.

 Pada tahun 1555 Knox kembali ke Skotlandia dengan semangat Calvinisme dan mau membawa gereja di Skotlandia menjadi Calvinisme (Presbiterian). Banyak bangsawan Skotlandia yang menerima Calvinis. Ia menulis surat kepada Maria dari lorraine Ratu Skotlandia, agar menerima Calvinisme,  namun ditolak dan diancam. Oleh karena itu, ia terpaksa melarikan diri kembali ke Jenewa.

Knox tetap mengadakan hubungan dengan para bangsawan Skotlandia yang berjiwa Calvinisme. Ia menganjurkan agar para bangsawan  membentuk sebuah perserikatan untuk pembaharua gereja di Skotlandia. Perserikatan ini didirikan pada tahun 1557. Perserikatan ini mengundang Knox kembali ke Skotlandia berkaitan dengan Maria Tudor. Lalu Elizabeth  naik menjadi ratu Inggris. Kini Knox dengan sekuat tenaga mengadakan pembaharuan gereja di Skotlandia. Asas-asas teologi Calvin diterapkannya dengan gigih.

Pada tahun 1560 Pengakuan Iman Skotlandia yang berjiwa Calvinis disahkan oleh parlemen Skotlandia. Knox memainkan peranan yang penting dalam perumusannya. Pengakuan Iman Skotlandia ini berlaku hingga diganti oleh Pengakuan Iman Westminster pada tahun 1647.[29]

 

Ketika Jhon Knox Edinburgh yang terkenal itu sedang menghadapi ajalnya pada tahun  1572, ia berkata kepada seorang penatua yang berdiri disamping tempat tidurnya, “dua malam ini aku telah merenungkan Gereja Tuhan yang dipandang rendah oleh dunia namun berharga dimata-Nya. Aku telah berseru kepada Allah dan mempercayakannya kepada kepala Gereja yaitu Kristus. Aku telah berjuang kepada Allah dan mempercayakannya kepada kepala gereja yaitu Kristus. Aku telah berjuang melawan iblis yang selalu siap menerjang. Aku telah memerangi kejahatan spritual dan berhasil menang. Aku telah melihat sorga tempat aku sedang berada sekarang ini dan aku lebih mencicipi sukacita sorgawi.[30] Ia adalah puncak suatu kehidupan yang diberikan kepada Tuhan melalui pelayanan bagi gereja dan negaranya, yang diawali dan diakhiri dengan cara sama. Sejak hari-hari pertama, doa-doanya dipanjatkan bagi keberhasilan reformasi gereja di Skotlandia, dan kerinduan inilah yang membentuk seluruh pengalaman hidupnya. Melalui kata-kata terakhirnya, kita dapat melihat kekuatan yang telah dimenangkannya di ranah Sorgawi. Namun, kemampuan untuk berjuang dan menang dalam peperangan rohani yang murni itu bukannya tanpa pengorbanan pribadi. Kebesaran dan wibawanya didalam doa sebagian berasal dari disiplin penderitaan yang diletakkan Tuhan kepadanya ketika ia masih muda dan bekerja sebagai seorang tutor bagi anak-anak seorang bangsawan di St.Andrwes.

Tidak lama setelah ia mulai dikenal sebagai penafsir Kitab Suci yang handal, Angkatan bersenjata Prancis dalam upaya mendukung Chatolic Queen Regent Of Scotland menyerang kota itu sebagai pembalasan dendam atas pembunuhan seorang Kardinal yang kejam dan suka menindas. Bersama orang-orang lain, Knox dipenjarakan dan dijadikan budak yang dirantai pada dayung kapal Prancis. Pada musim semi 1948, kapal ini berlayar dekat dengan tanah kelahirannya. Ketika itu ia sedang sakit keras kemungkinan sakit disentri atau tifus. Rantainya dilepas dan ia diletakkan begitu saja dikapal. Namun seorang teman menopangnya agar ia dapat memandang kearah  St. Andrews melewati ombak.

            Saat mengenali menara gereja tempat ia berkhotbah untuk pertama kalinya dan dengan kerinduan untuk mengabarkan Injil yang masih menguasai angan-angannya, ia berbisik, “Aku yakin sepenuhnya bahwa meskipun aku tampak sangat lemah, aku tidak akan mati sebelum lidahku mempermuliakan nama Allah ditempat yang sama.” Tentu saja kata-katanya menjadi kenyataan. [31]

 

2.6. Pandangan Jhon Knox Dalam hal Mereformasi

a.       Langkah pertama untuk mereformasi gereja adalah pertobatan didalam gereja itu

b.      Kita tidak boleh mengizinkan orang-orang yang tidak memiliki pengertian yang benar tentang firman  Allah serta tidak menundukkan diri mereka sendiri kepada firman Allah, ditempatkan dalam posisi apapun diantara jemaat Kristus.[32]

c.       Knox memberi peringatan atas penyalagunaan-penyalagunaan yang diakibatkan oleh adnya pendeta yang memegang jabatan rangkap di beberapa gereja. Setiap pendeta haus memegang satu jabatan dan berhak memperoleh gaji tetap yang cukup. Seorang pedeta tidak boleh bebas berkhotbah dimanapun ia mau, namun hanya ditempat-tempat dimana mereka telah ditugaskan oleh gereja, karena hanya dengan cara inilah kebutuhan akan adanya pengkhotbah diseluruh gereja di Inggris akan terpenuhi.[33] Disamping mempertahankan aturan diantara para pengkhotbah dan kebutuhan gereja, nasehat ini juga dapat mencegah adanya pengkhotbah atau pendeta perorangan menjadi pendeta dibanyak gereja, memperoleh gaji dari gereja-gereja tersebut, tetapi sangat jarang bahkan tidak pernah pergi kegereja-gereja itu. Knox ingin agar hal ini dihentikan dan membiarkan para pendeta memperoleh gaji yang sepantasnya.

d.      Knox mengusulkan agar seorang pendeta tidak dibebani lebih dari yang ia bisa lakukan dalam memberitakan Kristus.  Dalam hal ini ia sebenarnya berbicara tentang pembagian yang pantas dari keuskupan, yakni pembagian itu seharusnya dalam ukuran yang sesuai dengan yang bisa dikelolah oleh para bishop sehingga mereka dapat memenuhi tanggung jawab secara efektif sebagai pelayan Allah bagi umat-Nya.[34]

e.       Pendeta harus memberitakan Kristus yang disalibkan berdasarkan kebenaran firman Allah, jangan hanya sekedar membaca bahan yang telah dipersiapkan sebelumnya atau mazmur tertentu berulang kali.

f.       Para pendeta tidak perlu terlibat dalam urusan-urusan sipil dan para pendeta perlu bersepakat untuk tujuan pelaksanaan disiplin. Knox yakin jika iman yang benar telah ditegakkan sebagaimana mestinya dan kontraversi berhenti, para pendeta tidak perlu lagi menghadiri parlemen.

g.      Disiplin gereja yang telah ditegakkan sesuai dengan firman Allah harus dilaksanakan tanpa memandang muka, dengan perkataan lain, disiplin gereja harus diaplikasikan kepada setiap orang tanpa ada pengecualian.

h.      Sekolah-sekolah harus didirikan disemua kota utama, dengan tujuan untuk memelihara iman protestan. Pengelolaan sekolah harus diserahkan kepada orang-orang yang berdedikasi yang terbeban untuk mendidik dan memperlengkapi orang orang yang takut akan Tuhan.[35]

 

2.7. Karya-Karya Jhon Knox

Karya-karya Jhon Knox adalah selama hidupnya ia berhasil menyusun beberapa buku dengan bantuan orang lain maupun hasil pemikiranya sendiri, diantaranya: Books of Discipline (Buku Disiplin, 1561). Books of Common Order (buku aturan umum, 1564), Scots Confession (pengakuan iman Skotlandia dan menjadi pengakuan iman Skkotlandia yang diterima parlemen Skotlandia dan menjadi pengakuan iman Gereja Reformasi Skotlandia sampai tahun 1647, hingga pengakuan iman westminster menggantikannya), serta menulis History of the Reformation of Religion Within the Realm of Scotland (sejarah Reformasi Agama dalam Kerajaan Skotlandia, yang baru terbit secara lengkap tahun 1644).[36]

 

2.8. Refleksinya Terhadap Pemimpin Gereja Masa Kini

Yesus tidak mengajarkan orang untuk menggunakan kekuasaan itu dalam rangka menindas dan memaksa orang lain agar tunduk kepada pemerintahannya. Manusia tidak memiliki wewenang atas hak kehidupan orang lain. Mulai sejak zaman Yesus pun, para pemerintah menjalankan pemerintahnnya dengan paksaan, tangan besi. Hal ini berarti manusiawi karena memperlakukan orang lain sebagai ciptaan Allah. Kuasa bagi Yesus adalah kuasa yang melayani, bai di dalam segala bidang pelayanan yang dikerjakan. Bahkan Paulus, di dalam suratnya kejemaat Roma bahwa pemerintah juga adalah pelayan (Yunani: diakonos). Inilah konsep penguasa yang ideal. Gereja harus lebih baik dari pemerintah, terkusus para  pendeta sebagai pemimpin harus menjadi pemimpin yang melayani baik dari tingkat pusat sampai ke gereja lokal.

Pemimpin haruslah menghidupi Firman Allah dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sama seperti reformasi yang dilakukan oleh Jhon Knox yang menghidupi  firman Allah yang tertulis didalam Yohanes 17  yang menjadi landasan Teologisnya dalam mereformasi Gereja pada masa itu. Banyak tantangan dan rintangan yang dihadapinya dalam mereformasi. Tetapi dia tidak menyerah dalam melakukan reformasi pada saat itu. Dalam Yohanes 17 itu juga, saya sebagai penyeminar mengambil ayat paralel yang menjadi landasan untuk melakukan Reformasi yaitu yang tertulis pada ayat 7 dan 8  yang berbunyi;

7.sekarang mereka tahu, bahwa, bahwa semua yang engkau berikan kepada-Ku itu berasal dari padamu.

8. sebab segala firman yang engkau sampaikan kepada-Ku telah kusampaikan kepada mereka dan mereka telah menerimanya. Mereka tahu benar-benar, bahwa Aku datang dari pada-Mu, dan mereka percaya bahwa engkaulah yang telah mengutus Aku.

Dapat kita pahami bahwa seorang pemimpin/ pendeta adalah wakil Allah untuk menyampaikan serta menjalankan misi Allah didalam dunia ini. Menjadi seorang pemimpin/ pendeta harus terlebih dahulu mendengarkan Firman Tuhan baru melaksanakannya. Oleh karena itu, nyatalah kehendak Allah di dunia ini. Pelayan seorang pemimpin gereja bukan hanya pangilan, tetapi juga profesi yang harus dijalankan secara profesional pula. Profesionalisme itu telihat ketika pelayan tersebut memiliki kode etik yang bersifat transparan dan dapat dilihat orang lain. Seorang pemimpin harus memiliki prioritas pelayanan. Sabagaimana yang dikatakan Paulus, bahwa yang tidak kelihatan (nilai-nilai kekal, nilai-nilai kerajaan Allah) harus menjadi prioritas utama perhatiannya. Sehingga nantinya, hal tersebut dapat menerangi, mentransformasi hal-hal yang kelihatan (peraturan-peraturan organisasi, hal-hal yang bersifat material dan temporal) di dalam gereja.

2.9. Analisa Penyeminar

Pemicu dari keputusan raja Henry VIII  untuk memisahkan diri dari otoritas Roma adalah yakni keinginan dia dalam memiliki garis keturunan laki-laki karena istrinya yakni Catherine dari Aragon tidak memberikan anak laki-laki bagi dirinya melainkan hanya anak perempuan yang bernama Mary yang masih hidup. Memang untuk meneruskan takhta kerajaan, laki-laki adalah sosok pemimpin yang diinginkan oleh sebagian besar masyarakat pada saat itu, meskipun di Inggris sendiri pernah dipimpin oleh seorang perempuan yang menjadi raja pada abad-abad sebelumnya yakni putri dari Raja henry I yang bernama ratu Matilda. Jadi keinginan Raja Henry untuk memisahkan diri dari otoritas Roma juga merupakan masalah penerus kepemimpinan selanjutnya dalam kerajaan Inggris.

Jemaat pasti akan sangat merasa kecewa apabila mengetahui bahwa salah satu pemimpin gereja telah melakukan kekerasan, korupsi, seksual, serta eksistensi tindakan negatif lainnya terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukannya sebagai pemimpin dalam gereja. Setiap jemaat ingin pendetanya ataupun pemimpin gerejanya berusaha mengikut Yesus dalam kehidupannya yang tersembunyi ataupun dalam kehidupan publiknya. Pengungkapan bahwa pemimpin gereja telah melakukan kesewenang-wenangan, merupakan hal yang mengecewakan dan merusak bagi banyak orang. Dosa mereka meninggalkan jejak kehancuran.

Reformasi yang dilakukan Jhon Knox menuntut 2 hal: yaitu yang pertama,  memuliakan Allah dengan benar dapat membawa kita kepada pemurnian yang dituntut oleh Firman-Nya. Kedua, kita harus yakin bahwa kita berada dalam agama yang benar yang disetujui oleh Allah sendiri sehingga itu dapat diaplikasikan kepada setiap orang. Dan begitu juga dengan pemimpin , haruslah lebih menghidupi firman Allah karena jabatan sebagai pemimpin itu Allah tujukan dan Allah percayakan kepada kita maka kita harus menghidupi apa yang dikatakan Alkitab tentang firman Allah.

 

 

III.             Kesimpulan

Jhon Knox didasarkan pada Yohanes 17 yang berisi “Doa Imam Besar” Kristus bagi murid-murid-Nya dan bagi orang-orang yang percaya melalui kesaksian mereka. Dari isi pasal inilah muncul tema surat-surat, pamlet dan khotbah-khotbah Knox : pertama, keselamatan orang Kristen hanya melalui iman kepada Yesus Kristus; kedua, orang Kristen dipanggil untuk melayani Kristus; sebagai akibatnya, orang Kristen menjadi musuh dunia, namun mereka memiliki jaminan hidup yang kekal.

Berkaitan dengan reformasi gereja, jelas sekali bahwa pendapat Knox  sangat dipengaruhi pada situasi pada saat itu. Namun, itu tidak menjadi penghalan bagi Knox tantangan dalam mereformasi. Dalam masa Reformasi Knox, banyak karya-karya serta pelajaran yang dapat kita ambil serta kita terapkan sebagai Pemimpin kelaknya.

 

IV.             Daftar Pustaka

...KBBI, Jakarta: Balai Pustaka, 1996

Den End TH. Van, Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK-GM, 1980

Matthew A. Price. Michael Collins & Millenium the Story of Christianity: Menelusuri Jejak Kristianitas Yogyakarta: Kanisius, 2006

Lane Tony, Runtut Pijar, Jakarta: BPK-GM, 2015

Williston Waker, A History Of The Christiany Church New York (Charles  Scribner’Sons: 1946), 416

Aritonang Jan s., Garis Besar Sejarah Reformasi, Bandung:Anggota Ikapi

Samekto. Ikhtisar Sejarah Bangsa , Jakarta: Daya Widya & Garasindo, 1998

Berkhof H,  Sejarah Gereja, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2015

H. Situmorang Jonar T., Sejarah Gereja Umum,  Yogyakarta: Anggota IKAPI, 2014

Titaley John A., Rligiositas DI Alinea Tiga, Pluralisme, Nasionalisme dan Transformasi Agama-agama, Satya Wacana University Press, 2013

Ian &  Crafton, The Kings and Queens of England,  Quercus Books, 2006

Maloney William j., Diseases, Disorders and Diagnoses of Historical Individuals, Anaphora Literary Press, 2015

Dietrich Kuhl, Sejarah Gereja Jilid III, Batu: Yayasan persekutuan  Pekabaran Injil Indonesia, 1997

Wongso Peter, Sejarah Gereja,  Seri Diktat, catatan ketiga, Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara 2001

Henry VIII, J..J.Scarisbrick, edisi ke-2 Yale University Press, 1997

Henry VIII David,Loades,: Court, Church and Conflict, 2009, TheNationala Archives

Aritonang Jan S., Refomrasi Dari Dalam: Sejarah Gereja  Zaman Modern, Kanisius: Anggota IKAPI, 2003

Knox Jhon, The Reformation in Scotlandia Edinburg: The Banner Of Truth Trust, 1982

Freudth, Ir Albert H.., Classnotes for the Courses History of Christiany I and II, Jackson: RTS, 1989

Greaves Richard L., Theology and Revolution in the Scottish Reformation Gran Rapids: Christian University Pres, 1980

Greaves Richard L., Theology and Revolution in the Scottish Reformation, 25

F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat, Jakarta: BPK-GM, 2015

Renwick A.N., Story of the shottish Reformation Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1960

Thomas M’Crie, Life of Jhon Knox Edinburgh and London: William Blackwood and Sons, 1880

Richard L. Greaves, Theoogi and Revolution in the Scottish Reformation Grand Rapids: Christian University Press, 1980

 



[1] ...KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996)

[2]TH. Van Den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta: BPK-GM, 1980), 150

[3] Michael Collins & Matthew A. Price. Millenium the Story of Christianity: Menelusuri Jejak Kristianitas (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 141-142

[4] Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK-GM, 2015), 169

[5] Williston Waker, A History Of The Christiany Church New York (Charles  Scribner’Sons: 1946), 416

[6]  Williston Waker, A History Of The Christiany Church New York, 422

[7] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, 84

[8]  Jan S. Aritonang, Reforasi Dari Dalam: Sejarah Gereja  Zaman Modern, 87

[9]  Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, 85

[10] Jan s. Aritonang, Garis Besar Sejarah Reformasi, (Bandung:Anggota Ikapi), 48

[11] Samekto. Ikhtisar Sejarah Bangsa , (Jakarta: Daya Widya & Garasindo, 1998), 75

[12] H.Berkhof,  Sejarah Gereja, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2015), 94

[13] Jonar T.H. Situmorang, Sejarah Gereja Umum, ( Yogyakarta: Anggota IKAPI, 2014), 367

[14]  John A. Titaley, Rligiositas DI Alinea Tiga, Pluralisme, Nasionalisme dan Transformasi Agama-agama, (Satya Wacana University Press, 2013), 3

[15] Crafton & Ian, The Kings and Queens of England,  (Quercus Books, 2006), 128

[16]  Crafton & Ian, The Kings and Queens of England, 129

[17]  William j. Maloney, Diseases, Disorders and Diagnoses of Historical Individuals, (Anaphora Literary Press, 2015), 96

[18]  Dietrich Kuhl, Sejarah Gereja Jilid III,( Batu: Yayasan persekutuan  Pekabaran Injil Indonesia, 1997),132-133

[19]  Peter Wongso, Sejarah Gereja,  Seri Diktat, catatan ketiga, (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara 2001), 141

[20]  J..J.Scarisbrick, Henry VIII, edisi ke-2(Yale University Press, 1997), 4-5

[21]  David,Loades, Henry VIII: Court, Church and Conflict, 2009, ( TheNationala Archives), 24

[22]  Jan S. Aritonang, Refomrasi Dari Dalam: Sejarah Gereja  Zaman Modern, (Kanisius: Anngota IKAPI, 2003), 85-86

[23]  Williston Waker, A History Of The Christiany Church New York,76

[24]  Williston Waker, A History Of The Christiany Church New York, 78

[25]  Jhon Knox, The Reformation in Scotlandia (Edinburg: The Banner Of Truth Trust, 1982), 269-270

[26]  Albert H. Freudth, Ir., Classnotes for the Courses History of Christiany I and II, (Jackson: RTS, 1989), 159.

[27] Richard L. Greaves, Theology and Revolution in the Scottish Reformation (Gran Rapids: Christian University Pres, 1980), 61

[28]  Richard L. Greaves, Theology and Revolution in the Scottish Reformation, 25

[29] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat, (Jakarta: BPK-GM, 2015), 118-119

[30] A.N. Renwick, Story of the shottish Reformation (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1960), 169.

[31] Thomas M’Crie, Life of Jhon Knox (Edinburgh and London: William Blackwood and Sons, 1880), 35.

[32]  David Laing, The Works of Jhon Knox, ,(New York: AmS, 1966), 513

[33] Richard L. Greaves, Theoogi and Revolution in the Scottish Reformation (Grand Rapids: Christian University Press, 1980), 61.

[34]  David Laing, The Works of Jhon Knox,519.

[35]   Richard L. Greaves, Theoogi and Revolution in the Scottish Reformation, 61

[36]  Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK-GM, 2015),

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim