REFORMASI JHON KNOX (Suatu Tinjauan Historis Teologis Tentang Reformasi Jhon Knox Serta Refleksinya Terhadap Pemimpin Masa Kini)
I.
Latar Belakang Masalah
Mereformasi bukan menjadi hal yang mudah untuk kita lakukan.Terjadinya
sebuah Reformasi adalah karena adanya ketidakcocokan lagi baik dalam negara,
maupun gereja. Banyak pada saat ini para pemimpin yang tidak lagi melakukan tugasnya dengan
benar/ tidak sesuai lagi dengan perintah yang telah ditetapkan oleh Allah.
Penyalagunan jabatanpun terjadi pada karena tidak dapat menahan diri dan
menghidupi sesuai dengan panggilan yang telah Allah tetapkan terhadap dirinya.
Bahkan dalam gerejapun terjadi karena jabatannya diluar lebih tinggi dari pada pendeta. jadi sesuka
hati bicara terhadap pendeta tersebut dan tidak menghargainya lagi sebagai
pemimpin yang telah diutus Allah didalam gereja. Dan begitu juga dengan
sebaliknya, pendeta menyalahgunakan jabatannya didalam gereja karena tidak
puasnya dengan yang dipimpinnya dan sehingga hilang kedisiplinan dalam aturan
yang telah ditetapkan. Beranjak dari pergumulan tersubutlah saya
mengangkat
seorang Tokoh yang bernama Jhon Knox sebagai tokoh reformasi.
II.
Pembahasan
2.1.Pengertian
Reformasi
Menurut
KBBI, Reformasi adalah perubahan secara drastis untuk perbaikan (sosial,
politik, atau agama) disuatu negara atau masyarakat.[1] Reformasi lahir sebagai hasil pergumulan
satu orang mengenai ajaran gereja pada zamannya. Dalam pergumulan itu ia
mendapat pertolongan dari amanat Alkitab. Mungkin kita harus berkata: Injil
bergumul di dalam jiwa orang itu untuk melepaskan diri dari bentuk-bentuk yang telah
dipakai oleh gereja barat dalam abad pertengahan untuk mengungkapkan injil itu.[2]
2.2.Riwayat
Hidup Jhon Knox
Jhon Knox lahir tahun 1513 setelah menyelesaikan studinya disebuah sekolah
lokal di Haddington, ia masuk ke St. Andrews, dimana Jhon Major telah mengajar
sejak 1531, dan ke Universitas Glasgow[3].
Pada umur 30 tahun ia pindah ke Protestan. Ia sangat terkesan oleh teman
sezamannya George Wishart, yang berkhotbah tanpa takut dan membayar dengan
nyawanya ketika dibakar di St. Andrews pada tahun 1546. Selama tiga belas tahun
berikutnya Knox merantau kemana-mana.[4]
Pada tahun 1543, Knox bertemu George Wishart, dan melalui karya Roh Kudus, ia
bertobat ketika membaca Yohanes 17 yang berisi “Doa Imam Besar” Kristus bagi
murid-murid-Nya dan bagi orang-orang yang percaya melalui kesaksian mereka.
Dari isi pasal inilah mucul tema surat-surat , pamflet dan khotbah-khotbah
Knox: pertama keselamatan Kristen hanya melalui iman kepada Yesus Kristus;
kedua, orang Kristen dipanggil untuk melayani Kristus; ketiga, sebab akibatnya,
orang Kristen menjadi musuh dunia, namun mereka memiliki jaminan hidup yang
kekal.[5]
Wishart dieksekusi oleh gereja di muka St. Andrews. Eksekusi ini memberi
pengaruh yang dalam terhadap Knox. Lima minggu terakhir bersama Wishart
terhadap Knox. Lima minggu terakhir bersama Wishart telah mempersiapkannya untuk menjadi reformator
pada masa mendatang. Jhon Knox meninggal pada tahun 1572.[6]
2.3.Permasalahan
Dalam Keluarga Inggris
Pada tahun 1509, menjelang
naik takhta raja Henry VIII menikah dengan Catherina dari Ar agon seorang putri Spanyol, janda almarhum abangnya Arthur. Catherina
sebenarnya melahirkan banyak anak, tetapi hampir semuanya meninggal pada waktu
bayi; yang tersisa hanya satu yaitu Mary.[7]
Pada tahun 1527, Henry VIII si pendukung poligami yang jatuh cinta pada Anna
Boleyn berupaya memperoleh alasan-alasan legal dengan pelbagai dalih, yakni
demi pembatalan perkawinannya yang pertama dengan Catherina. Dalih yang dipakai
oleh pihak Henry VIII demi membatalkan perkawinannya dengan Catherina adalah Imamat 20:21 yang berbunyi demikian:
Bila seorang laki-laki mengambil istri saudaranya, itu suatu kecemaran karena
ia melanggar hak saudaranya laki-laki dan mereka akan tidaak beranak. Dengan
bersekukuh pada penegasan Imamat 20:21 tersebut, Henry VIII setelah
mendengarkan beberapa pandangan “durna kerajaan” menyatakan bahwa perkawinan
pertama itu tidak sah.[8]
Kematian beruntun dari anak-anak yang dilahirkan Catherina dipahami Henry
sebagai hukuman Allah atas perkawinannya dengan Catherina, sebab pada masa lalu
Paus pernah membatalkan perkawinan yang seperti itu.[9] Gereja di Inggris akhirnya berkembang dari abad ke abad. Sejak akhir
abad ke-14 hingga abad ke-16, dalam suasana dan pasang surut dari dua kutup:
kesatuan dan kepelbagaian, sentralisasi dan otonomi terjadi. Terkadang tampil
uskup yang sangat tunduk dan sangat menekankan kesatuan dengan Roma; terkadang
muncul yang sebaliknya, yang sangat menekankan otonomi gereja Inggris. Tipe
yang belakangan ini sangat dekat hubungannya dengan raja atau penguasa
setempat. Tetapi kadang-kadang ada pula uskup yang bisa menggabungkan kedua
kecenderungan dan ketaatan itu: taat kepada paus dan kepada raja, seperti
misalnya Uskup Lanfranc (1005-1089). Sementara gereja Inggris masih tetap
memelihara kesatuannya dengan GKR, terutama dalam ajaran dan praktik sehari
hari. Sejak abad ke-14 mulai muncul pemikiran kritis yang menggugat berbagai
segi ajaran maupun praktik dalam gereja. Seorang tokoh John Wicliffe memberikan
landasan dan kritikan yang dilancarkannya, yaitu cita-cita untuk memulihkan
kedudukan Alkitab sebagai otoritas tunggal bagi kehidupan dan ajaran gereja.[10]
2.4.Keterkaitan
Jhon Knox dengan Latar Belakang Historis di Skotlandia
Pada abad ke-14 mulai bermunculan kritikan-kritikan yang
dilontarkan baik dalam tubuh gereja maupun luar Gereja Roma.[11]
Sebenarnya, kritikan-kritikan dan sindiran-sindiran yang merupakan bentuk
kprihatinan mengenai kemerosotan derajat gereja yang dilayangkan pada gereja
Roma atau kepausan oleh masyarakat telah dimulai dari satu abad sebelumnya.
Contohnya Dante pada tahun 1265-1321, seorang penyair yang hidup di Florensia
(Italia) sekitar tahun 1256-1321, membuat kitab syair yang panjang dan indah
menceritakan sebuah perjalanan khayal menuju ke neraka, beserta api penyucian
dan surga yang berjudul Divina Comedia.[12]
Selanjutnya, mucullah perintis-perintis reformasi diantaranya Johanes Hush
(1369-1415) dari Bohemia dan Savonarola (1452-1498), seorang rahib Dominican di
Florencia, italia. Istilah gereja
Anglican untuk pertama sekali
muncul di dalam sepucuk surat Paus Alexander III (1159-1181) sekitar
1165, daan termuat juga dalam “ Magna Carta” (1125), yakni sebuah dokumen untuk
membatasi otoritas raja Inggris. Magna Carta artinya adalah undang-undang agung. Disebut sebagai
undang-undang agung karena pemerintahan kerajaan sampai zaman pencerahan,
terlihat bahwa aturan yang ditetapkan raja hanya bersifat sepihak saja yaitu
dari pihak kerajaan, tanpa memikirkan akibat dan bahaya peraturan itu di pihak
rakyat. Dapat dipastikan, bahwa aturan itu merugikan rakyat, khususnya kalangan
bawah; diperlakukan semena-mena sesuai dengan keinginana raja sebagai pemimpin.[13]
Tipe erastianisme dalam perspektif teoritik telah menjadi
bagian dalam konteks gereja dan negara di Inggris. Tipe erastianisme yaitu
suatu kehidupan bernegara yang didalamnya para pemimpin politik telah
mengeksploitasi agama untuk tujuan negara. Disebut erastianisme mengikuti
pandangan Thomas Erastus, teolog Protestan Swiss Jerman abad XVI. Bentuk
kehidupan negara seperti ini menurut Wogaman terdapat terutama di Jepang dengan
Shintoismenya. Hal serupa juga dapat dilihat ketika Stalin pada awal perang
dunia I merangkul gereja Orthodox Rusia.
Dan contoh paling nyata dapat dilihat dalam kehidupan gereja Anglikan ini.[14]
Perancis dan Inggris merupakan dua negara yang sangat berpengaruh dalam
reformasi di skotlandia. Pembahasan akan
dititikberatkan pada tokoh-tokoh pemerintah Prancis dan Inggris yang memiliki
pengaruh besar dalam reformasi Skotlandia, Khususnya terhadap apa yang diperjuangkan
dan dinyatakan oleh Jhon Knox. Tokoh-tokoh pemerintahan Inggris dan Prancis
yang memberi pengaruh terbesar dalam perkembangan reformasi Skotlandia,
Khususnya pada masa Knox, Semuanya wanita, Yaitu: Mary Tudor, Mary Stuart, dan
Elizabeth.
a. Henry adalah anak ke tiga dan putra kedua dari raja Henry VII dan
istrinya permaisuri Elisabeth dari York yang lahir pada 28 Juni 1491.[15]
Saudara-saudaranya yang hidup sampai usia dewasa adalah: Arthur, putra pertama
raja Henry VII dan pewaris tahta Inggris; Margaret yang kemudian menjadi
permaisuri raja Skotlandia; dan Mary yang kemudian menjadi permaisuri raja
Prancis.[16]
Tidak banyak hal yang dapat diketahui selama kehidupannya karena statusnya
bukan merupakan putra pertama menjadikan dirinya tidak dipandang sebagai
pewaris takhta Pada tahun 1502, kakak Henry yang merupakan seorang pangeran
Wales yakni Arthur, meninggal karena
penyakit keringat.[17]
Ketika Henry menjadi seorang raja, ia menjalankan pemerintahan dengan
banyak membaca buku-buku dan tertarik dengan filsafat scholastik dan humanisme.[18]
Henry ini sangat keras kepala dan menyukai kekuasaan. Setelah ia duduk di atas
takhta, pada saat itu walaupun Uskup Inggris diangkat oleh paus, tetapi harus
dengan persetujuan raja ini. Uskup yang diangkat saat itu harus berdiri sebagai
pejabat tinggi pemerintahan, dengan kata lain yang dapat menjadi uskup adalah
pejabat tinggi dari pemerintahan. Pada saat pengangkatan uskup itu, yang
menjadi syaratnya adalah harus orang-orang yang berpendidikan tinggi dan
berkemampuan bekerja. Sedangkan masalah rohani para uskup yang diangkat itu
tidak begitu dilihat atau di nilai, karena Henry menganggap itu semua hanya
sebagai soal sekunder saja.[19]
Pada Februari 1503, pangeran Henry kemudian dinobatkan sebagai pangeran
Wales.[20]
Untuk memeperbaharui perjanjian antara Inggris dan Spanyol, Henry dinikahkan
dengan janda mendiang kakaknya, Katherina dari Aragon. Katherina adalah putri
Spanyol, anak perempuan Fernando II raja Aragon. Pernikahan dilangsungkan
setelah Henry naik takhta menggantikan kakaknya.[21]
Pada tahun 1525, Catherina genap berusia 40 tahun. Dalam usia tersebut
Catherina tidak memperlihatkan lagi harapan akan mendapat keturunan (laki-laki)
dari perkawinannya. Bukannya tanpa usaha gigih pasangan ini, tetapi mengingat
dari rahim Catherina telah lahir lima orok, tetapi yang bertahan hidup hanyalah
Maria (Katolik) Tudor. Raja Henry sangat mendambakan keturunan laki-laki, yang
bakal meneruskan kepemimpinannya di kerajaan Inggris. Karena pendambaan
tersebut tidak membuahkan kenyataan , ia berangan-angan untuk menceraikan
Catherine. Keinginan untuk mendapatkan keturunan laki-laki itu begitu kuat demi
alasan stabilitas kekuasaan wangsa Tudor. Henry VIII konon dihantui oleh perang
sipil yang terjadi di Inggris, jka putrinya Mary Tudor yang memegang kendali
pemerintahan kerajaan Inggris seperti yang terjadi pada tahun 1135, Mathilda,
putri raja Henry I memerintah kerajaan Inggris dan dibawah kekuasaannya Inggris
berantakan dalam perang sipil selama hampir 2 (dua) dekade.[22]
b.
Mary
Tudor
Mary Tudor adalah Putri Raja Ingris, Henry
VIII, dan Chaterine dan Arogon. Ia memanfaatkan relasinya dengan Gereja Roma
Khatolik untuk memantapkan posisinya sebagai Ratu Inggris.[23]
Oleh kaum Protestan ia disebut “Bloody
Mary,” karena dalam usahanya merestorasi
Khatolikhisme ia telah membunuh dan memenjarakan banyak pemimpin Protestan. Untuk menghindari
penganiayaan Mary Tudor, Knox pergi ke Swiss dimana ia bertemu dengan Jhon Calvin
di Jenewa dan Bullinger (Pengganti Zwingli) di Zurich. Pertemuan dengan kedua
tokoh reformator itu semakin meneguhkannya untuk terus memperjuangkan reformasi dinegaranya. Selama dipengasingan
ia menulis sebuah buku yang menyerang wanita-wanita yang memerintah di Eropa
saat itu, yaitu The First Blast of the
Trumpet Against the Monstrous Regiment of Women.
c.
Mary
Stuart
Mery Stuart adalah putri Raja Skotlandia, James V, dan Mary dari Guise, Prancis. Pada
usianya yang keenam belas ia adalah ratu dari tiga negara, yakni sebagai ratu
Prancis (Karena ia menikahi Francis II, Raja Prancis, pada tahun 1558),
menyandang gelar Ratu Skotlandia, dan Ratu Inggris (karena ia adalah Henry VII, dan apabila sepupunya Elizabeth
dinyatakan sebagai anak yang sah oleh Gereja maka dialah yang berhak menyandang
jabatan itu.[24]
Setelah kematian suaminya, pada tahun 1961 Mary Stuart pindah ke Skotlandia dan
menerima tawaran untuk menjadi Ratu Skotlandia. Ketika pertama kali tiba di
Skotlandia, ia bersikeras untuk mengadakan misa di kapel pribadinya
sehingga menimbulkan reaksi keras dari
kaum Protestan, khususnya dari Knox.[25]
Knox bertemu dengan Mary Stuart sebanyak empat kali. Percakapan-percakapan
didalam pertemuan itu antara lain menyangkut sejauh mana sebenarnya otoritas yang dimiliki oleh seorang penguasa
pemerintah dikaitkan dengan Firman Allah dan otoritas Allah. Ratu Mary
mempertanyakan mengapa Knox menganjurkan orang untuk memilih agama yang tidak
direstui oleh Ratu. Dihadapan Ratu, dengan segala konsekuensi yang harus
diterimanya, Knox tetap berpegang teguh pada kebenaran yang ia yakini berdasar
pada otoritas Firman Allah. Ia
menyatakan bahwa agama yang benar tidak pernah didasarkan pada tudor belajar
dari sejarah, dimana umat Allah selama di Mesir tidak pernah menganut agama Firaun dan pada Zaman Romawi, mereka
juga tidak menganut agama Kaisar Romawi.[26]
d.
Elizabeth
Elisabet adalah
saudara tiri Mary Tudor dan ia menggantikan Tudor setelah ia wafat pada tahun
1558. Ia menjadi musuh dari Mary Stuart dan
posisinya terancam oleh Stuart karena menurut Gereja Khatolik posisi
Elizabeth tidaklah sah. Karena alasan yang sama seperti Mary Tudor, yang
menjadi Khatolik demi kepentingan dan kebutuhan politik, Elizabeth memilih
untuk menganut Protestan. Sebagai seorang politisi ia berusaha untuk merangkul
semua pihak guna mendapat dukungan dari semua pihak. Mary tudor adalah salah
seorang wanita yang dituju oleh Knox
dalam bukunya The First Blast of
the Trumpet Against the Monstrous Regiment of women, sedangkan Elizabeth
oleh Knox disebut sebagai “Debora.”[27]
2.5.Reformasi
Jhon Knox
Jhon Knox didasarkan pada Yohanes 17 yang berisi “Doa Imam Besar” Kristus
bagi murid-murid-Nya dan bagi orang-orang yang percaya melalui kesaksian
mereka. Dari isi pasal inilah muncul tema surat-surat, pamlet dan
khotbah-khotbah Knox : pertama, keselamatan orang Kristen hanya melalui iman kepada
Yesus Kristus; kedua, orang Kristen dipanggil untuk melayani Kristus; sebagai
akibatnya, orang Kristen menjadi musuh dunia, namun mereka memiliki jaminan
hidup yang kekal.[28]
Knox beralih menjadi protestan pada tahun 1543 karena dipengaruhi seorang
reformator di Skotlandia, George Wishart, kemudian Knox melibatkan diri dalam
pergolakan politik, yaitu dalam gerakan kemerdekaan Skotlandia dari Inggris.
Pada tahun 1547 knox ditangkap dan
dipenjarakan selama 18 bulan. Ketika Edward menjadi raja Inggris, Knox
dibebaskan. Knox menjadi pendeta istana dan giat berkhotbah dimana-mana. Maria
Tudor naik menjadi ratu Inggris pada
tahun 1553 dan mulai menganiaya orang Protestan. Maria Tudor hendak
mengembalikan orang Protestan Inggris kedalam Gereja Katolik. Knox melarikan
diri ke Eropa daratan dan menjadi pendeta bagi orang-orang Inggris yang
mengungsi di Frankfurt. Knox sering ke Jenewa dan belajar pada Calvin, baik
dalam bidang teologi dan politik. Pengaruh Calvin sangat besar dalam dirinya
sehingga orang mengatakan bahwa Knox lebih Calvinis daripada Calvin sendiri.
Asas-asas Calvinisme mulai dipraktikkan
dalam jemaat dipengungsian. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik dengan
anggota jemaatnya dibawah pimpinan Richard Cop.
Pada tahun 1555 Knox kembali ke
Skotlandia dengan semangat Calvinisme dan mau membawa gereja di Skotlandia
menjadi Calvinisme (Presbiterian). Banyak bangsawan Skotlandia yang menerima
Calvinis. Ia menulis surat kepada Maria dari lorraine Ratu Skotlandia, agar
menerima Calvinisme, namun ditolak dan
diancam. Oleh karena itu, ia terpaksa melarikan diri kembali ke Jenewa.
Knox tetap mengadakan hubungan dengan para bangsawan Skotlandia yang
berjiwa Calvinisme. Ia menganjurkan agar para bangsawan membentuk sebuah perserikatan untuk
pembaharua gereja di Skotlandia. Perserikatan ini didirikan pada tahun 1557.
Perserikatan ini mengundang Knox kembali ke Skotlandia berkaitan dengan Maria
Tudor. Lalu Elizabeth naik menjadi ratu
Inggris. Kini Knox dengan sekuat tenaga mengadakan pembaharuan gereja di Skotlandia.
Asas-asas teologi Calvin diterapkannya dengan gigih.
Pada tahun 1560 Pengakuan Iman
Skotlandia yang berjiwa Calvinis disahkan oleh parlemen Skotlandia. Knox
memainkan peranan yang penting dalam perumusannya. Pengakuan Iman Skotlandia
ini berlaku hingga diganti oleh Pengakuan
Iman Westminster pada tahun 1647.[29]
Ketika Jhon Knox Edinburgh yang terkenal itu sedang menghadapi ajalnya pada
tahun 1572, ia berkata kepada seorang
penatua yang berdiri disamping tempat tidurnya, “dua malam ini aku telah merenungkan
Gereja Tuhan yang dipandang rendah oleh dunia namun berharga dimata-Nya. Aku
telah berseru kepada Allah dan mempercayakannya kepada kepala Gereja yaitu
Kristus. Aku telah berjuang kepada Allah dan mempercayakannya kepada kepala
gereja yaitu Kristus. Aku telah berjuang melawan iblis yang selalu siap
menerjang. Aku telah memerangi kejahatan spritual dan berhasil menang. Aku
telah melihat sorga tempat aku sedang berada sekarang ini dan aku lebih
mencicipi sukacita sorgawi.[30]
Ia adalah puncak suatu kehidupan yang diberikan kepada Tuhan melalui pelayanan
bagi gereja dan negaranya, yang diawali dan diakhiri dengan cara sama. Sejak
hari-hari pertama, doa-doanya dipanjatkan bagi keberhasilan reformasi gereja di
Skotlandia, dan kerinduan inilah yang membentuk seluruh pengalaman hidupnya.
Melalui kata-kata terakhirnya, kita dapat melihat kekuatan yang telah
dimenangkannya di ranah Sorgawi. Namun, kemampuan untuk berjuang dan menang
dalam peperangan rohani yang murni itu bukannya tanpa pengorbanan pribadi. Kebesaran
dan wibawanya didalam doa sebagian berasal dari disiplin penderitaan yang
diletakkan Tuhan kepadanya ketika ia masih muda dan bekerja sebagai seorang
tutor bagi anak-anak seorang bangsawan di St.Andrwes.
Tidak lama setelah ia mulai dikenal sebagai penafsir Kitab Suci yang
handal, Angkatan bersenjata Prancis dalam upaya mendukung Chatolic Queen Regent Of Scotland
menyerang kota itu sebagai pembalasan dendam atas pembunuhan seorang Kardinal yang kejam dan suka menindas.
Bersama orang-orang lain, Knox dipenjarakan dan dijadikan budak yang dirantai
pada dayung kapal Prancis. Pada musim semi 1948, kapal ini berlayar dekat
dengan tanah kelahirannya. Ketika itu ia sedang sakit keras kemungkinan sakit
disentri atau tifus. Rantainya dilepas dan ia diletakkan begitu saja dikapal.
Namun seorang teman menopangnya agar ia dapat memandang kearah St. Andrews melewati ombak.
Saat mengenali menara gereja tempat
ia berkhotbah untuk pertama kalinya dan dengan kerinduan untuk mengabarkan
Injil yang masih menguasai angan-angannya, ia berbisik, “Aku yakin sepenuhnya bahwa meskipun aku tampak sangat lemah, aku tidak
akan mati sebelum lidahku mempermuliakan nama Allah ditempat yang sama.”
Tentu saja kata-katanya menjadi kenyataan. [31]
2.6.
Pandangan Jhon Knox Dalam hal Mereformasi
a.
Langkah
pertama untuk mereformasi gereja adalah pertobatan didalam gereja itu
b.
Kita
tidak boleh mengizinkan orang-orang yang tidak memiliki pengertian yang benar
tentang firman Allah serta tidak
menundukkan diri mereka sendiri kepada firman Allah, ditempatkan dalam posisi
apapun diantara jemaat Kristus.[32]
c.
Knox
memberi peringatan atas penyalagunaan-penyalagunaan yang diakibatkan oleh adnya
pendeta yang memegang jabatan rangkap di beberapa gereja. Setiap pendeta haus
memegang satu jabatan dan berhak memperoleh gaji tetap yang cukup. Seorang
pedeta tidak boleh bebas berkhotbah dimanapun ia mau, namun hanya
ditempat-tempat dimana mereka telah ditugaskan oleh gereja, karena hanya dengan
cara inilah kebutuhan akan adanya pengkhotbah diseluruh gereja di Inggris akan
terpenuhi.[33]
Disamping mempertahankan aturan diantara para pengkhotbah dan kebutuhan gereja,
nasehat ini juga dapat mencegah adanya pengkhotbah atau pendeta perorangan
menjadi pendeta dibanyak gereja, memperoleh gaji dari gereja-gereja tersebut,
tetapi sangat jarang bahkan tidak pernah pergi kegereja-gereja itu. Knox ingin
agar hal ini dihentikan dan membiarkan para pendeta memperoleh gaji yang
sepantasnya.
d.
Knox
mengusulkan agar seorang pendeta tidak dibebani lebih dari yang ia bisa lakukan
dalam memberitakan Kristus. Dalam hal
ini ia sebenarnya berbicara tentang pembagian yang pantas dari keuskupan, yakni
pembagian itu seharusnya dalam ukuran yang sesuai dengan yang bisa dikelolah
oleh para bishop sehingga mereka dapat memenuhi tanggung jawab secara efektif
sebagai pelayan Allah bagi umat-Nya.[34]
e.
Pendeta
harus memberitakan Kristus yang disalibkan berdasarkan kebenaran firman Allah,
jangan hanya sekedar membaca bahan yang telah dipersiapkan sebelumnya atau
mazmur tertentu berulang kali.
f.
Para
pendeta tidak perlu terlibat dalam urusan-urusan sipil dan para pendeta perlu
bersepakat untuk tujuan pelaksanaan disiplin. Knox yakin jika iman yang benar
telah ditegakkan sebagaimana mestinya dan kontraversi berhenti, para pendeta
tidak perlu lagi menghadiri parlemen.
g.
Disiplin
gereja yang telah ditegakkan sesuai dengan firman Allah harus dilaksanakan
tanpa memandang muka, dengan perkataan lain, disiplin gereja harus
diaplikasikan kepada setiap orang tanpa ada pengecualian.
h.
Sekolah-sekolah
harus didirikan disemua kota utama, dengan tujuan untuk memelihara iman
protestan. Pengelolaan sekolah harus diserahkan kepada orang-orang yang
berdedikasi yang terbeban untuk mendidik dan memperlengkapi orang orang yang
takut akan Tuhan.[35]
2.7.
Karya-Karya Jhon Knox
Karya-karya Jhon Knox adalah selama hidupnya ia berhasil menyusun beberapa
buku dengan bantuan orang lain maupun hasil pemikiranya sendiri, diantaranya:
Books of Discipline (Buku Disiplin, 1561). Books of Common Order (buku aturan
umum, 1564), Scots Confession (pengakuan iman Skotlandia dan menjadi pengakuan
iman Skkotlandia yang diterima parlemen Skotlandia dan menjadi pengakuan iman
Gereja Reformasi Skotlandia sampai tahun 1647, hingga pengakuan iman
westminster menggantikannya), serta menulis History of the Reformation of
Religion Within the Realm of Scotland (sejarah Reformasi Agama dalam Kerajaan
Skotlandia, yang baru terbit secara lengkap tahun 1644).[36]
2.8.
Refleksinya Terhadap Pemimpin Gereja Masa Kini
Yesus tidak mengajarkan
orang untuk menggunakan kekuasaan itu dalam rangka menindas dan memaksa orang
lain agar tunduk kepada pemerintahannya. Manusia tidak memiliki wewenang atas
hak kehidupan orang lain. Mulai sejak zaman Yesus pun, para pemerintah
menjalankan pemerintahnnya dengan paksaan, tangan besi. Hal ini berarti manusiawi
karena memperlakukan orang lain sebagai ciptaan Allah. Kuasa bagi Yesus adalah
kuasa yang melayani, bai di dalam segala bidang pelayanan yang dikerjakan.
Bahkan Paulus, di dalam suratnya kejemaat Roma bahwa pemerintah juga adalah
pelayan (Yunani: diakonos).
Inilah konsep penguasa yang ideal. Gereja harus lebih baik dari pemerintah,
terkusus para pendeta sebagai pemimpin
harus menjadi pemimpin yang melayani baik dari tingkat pusat sampai ke gereja
lokal.
Pemimpin haruslah menghidupi Firman Allah dan mempraktekkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Sama seperti reformasi yang dilakukan oleh Jhon Knox
yang menghidupi firman Allah yang
tertulis didalam Yohanes 17 yang menjadi
landasan Teologisnya dalam mereformasi Gereja pada masa itu. Banyak tantangan dan
rintangan yang dihadapinya dalam mereformasi. Tetapi dia tidak menyerah dalam
melakukan reformasi pada saat itu. Dalam Yohanes 17 itu juga, saya sebagai
penyeminar mengambil ayat paralel yang menjadi landasan untuk melakukan
Reformasi yaitu yang tertulis pada ayat 7 dan 8
yang berbunyi;
7.sekarang mereka tahu, bahwa, bahwa semua yang engkau berikan kepada-Ku
itu berasal dari padamu.
8. sebab segala firman yang engkau sampaikan kepada-Ku telah kusampaikan
kepada mereka dan mereka telah menerimanya. Mereka tahu benar-benar, bahwa Aku
datang dari pada-Mu, dan mereka percaya bahwa engkaulah yang telah mengutus
Aku.
Dapat kita pahami bahwa seorang pemimpin/ pendeta adalah wakil Allah untuk
menyampaikan serta menjalankan misi Allah didalam dunia ini. Menjadi seorang
pemimpin/ pendeta harus terlebih dahulu mendengarkan Firman Tuhan baru
melaksanakannya. Oleh karena itu, nyatalah kehendak Allah di dunia ini.
Pelayan
seorang pemimpin gereja bukan hanya pangilan, tetapi juga profesi yang harus
dijalankan secara profesional pula. Profesionalisme itu telihat ketika pelayan
tersebut memiliki kode etik yang bersifat transparan dan dapat dilihat orang
lain. Seorang pemimpin harus memiliki prioritas pelayanan. Sabagaimana yang
dikatakan Paulus, bahwa yang tidak kelihatan (nilai-nilai kekal, nilai-nilai
kerajaan Allah) harus menjadi prioritas utama perhatiannya. Sehingga nantinya,
hal tersebut dapat menerangi, mentransformasi hal-hal yang kelihatan
(peraturan-peraturan organisasi, hal-hal yang bersifat material dan temporal)
di dalam gereja.
2.9. Analisa
Penyeminar
Pemicu dari keputusan raja Henry VIII
untuk memisahkan diri dari otoritas Roma adalah yakni keinginan dia dalam memiliki garis keturunan
laki-laki karena istrinya yakni Catherine dari Aragon tidak memberikan anak
laki-laki bagi dirinya melainkan hanya anak perempuan yang bernama Mary yang
masih hidup. Memang untuk meneruskan takhta kerajaan, laki-laki adalah sosok
pemimpin yang diinginkan oleh sebagian besar masyarakat pada saat itu, meskipun
di Inggris sendiri pernah dipimpin oleh seorang perempuan yang menjadi raja
pada abad-abad sebelumnya yakni putri dari Raja henry I yang bernama ratu
Matilda. Jadi keinginan Raja Henry untuk memisahkan diri dari otoritas Roma
juga merupakan masalah penerus kepemimpinan selanjutnya dalam kerajaan Inggris.
Jemaat pasti akan sangat merasa kecewa apabila mengetahui
bahwa salah satu pemimpin gereja telah melakukan kekerasan, korupsi, seksual, serta eksistensi tindakan negatif
lainnya terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukannya sebagai pemimpin dalam
gereja. Setiap jemaat ingin pendetanya ataupun pemimpin gerejanya berusaha
mengikut Yesus dalam kehidupannya yang tersembunyi ataupun dalam kehidupan
publiknya. Pengungkapan bahwa pemimpin gereja telah melakukan
kesewenang-wenangan, merupakan hal yang mengecewakan dan merusak bagi banyak
orang. Dosa mereka meninggalkan jejak kehancuran.
Reformasi yang dilakukan Jhon Knox menuntut 2 hal: yaitu yang pertama, memuliakan Allah dengan benar dapat membawa
kita kepada pemurnian yang dituntut oleh Firman-Nya. Kedua, kita harus yakin bahwa kita berada dalam agama yang benar
yang disetujui oleh Allah sendiri sehingga itu dapat diaplikasikan kepada
setiap orang. Dan begitu juga dengan pemimpin , haruslah lebih menghidupi
firman Allah karena jabatan sebagai pemimpin itu Allah tujukan dan Allah
percayakan kepada kita maka kita harus menghidupi apa yang dikatakan Alkitab
tentang firman Allah.
III.
Kesimpulan
Jhon Knox didasarkan pada Yohanes 17 yang berisi “Doa Imam Besar” Kristus
bagi murid-murid-Nya dan bagi orang-orang yang percaya melalui kesaksian
mereka. Dari isi pasal inilah muncul tema surat-surat, pamlet dan
khotbah-khotbah Knox : pertama, keselamatan orang Kristen hanya melalui iman
kepada Yesus Kristus; kedua, orang Kristen dipanggil untuk melayani Kristus;
sebagai akibatnya, orang Kristen menjadi musuh dunia, namun mereka memiliki
jaminan hidup yang kekal.
Berkaitan dengan reformasi gereja, jelas sekali bahwa pendapat Knox sangat dipengaruhi pada situasi pada saat
itu. Namun, itu tidak menjadi penghalan bagi Knox tantangan dalam mereformasi.
Dalam masa Reformasi Knox, banyak karya-karya serta pelajaran yang dapat kita ambil
serta kita terapkan sebagai Pemimpin kelaknya.
IV.
Daftar Pustaka
...KBBI, Jakarta:
Balai Pustaka, 1996
Den
End TH. Van, Harta Dalam Bejana, Jakarta:
BPK-GM, 1980
Matthew A. Price. Michael Collins &
Millenium the Story of Christianity: Menelusuri Jejak
Kristianitas Yogyakarta: Kanisius, 2006
Lane Tony, Runtut
Pijar, Jakarta: BPK-GM, 2015
Williston Waker, A
History Of The Christiany Church New York (Charles Scribner’Sons:
1946), 416
Aritonang Jan s., Garis
Besar Sejarah Reformasi, Bandung:Anggota Ikapi
Samekto.
Ikhtisar Sejarah Bangsa , Jakarta:
Daya Widya & Garasindo,
1998
Berkhof
H, Sejarah Gereja, Jakarta: PT.
BPK Gunung Mulia, 2015
H. Situmorang Jonar T.,
Sejarah Gereja Umum, Yogyakarta:
Anggota IKAPI, 2014
Titaley John A.,
Rligiositas DI Alinea Tiga, Pluralisme, Nasionalisme dan Transformasi
Agama-agama, Satya Wacana University Press, 2013
Ian & Crafton, The Kings and Queens of England, Quercus Books, 2006
Maloney William j., Diseases,
Disorders and Diagnoses of Historical Individuals, Anaphora Literary Press,
2015
Dietrich Kuhl, Sejarah
Gereja Jilid III, Batu: Yayasan persekutuan
Pekabaran Injil Indonesia, 1997
Wongso Peter, Sejarah
Gereja, Seri Diktat, catatan ketiga, Malang:
Seminari Alkitab Asia Tenggara 2001
Henry VIII, J..J.Scarisbrick, edisi
ke-2 Yale University Press, 1997
Henry
VIII David,Loades,: Court, Church and Conflict, 2009,
TheNationala Archives
Aritonang Jan S., Refomrasi
Dari Dalam: Sejarah Gereja Zaman Modern,
Kanisius: Anggota
IKAPI, 2003
Knox Jhon, The
Reformation in Scotlandia Edinburg: The Banner Of Truth Trust, 1982
Freudth, Ir Albert H.., Classnotes for the Courses History of Christiany I and II, Jackson:
RTS, 1989
Greaves Richard L., Theology
and Revolution in the Scottish Reformation Gran Rapids: Christian
University Pres, 1980
Greaves Richard L., Theology
and Revolution in the Scottish Reformation, 25
F.D. Wellem, Riwayat
Hidup Singkat, Jakarta: BPK-GM, 2015
Renwick A.N., Story
of the shottish Reformation Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co.,
1960
Thomas M’Crie, Life
of Jhon Knox Edinburgh and London: William Blackwood and Sons, 1880
Richard L. Greaves, Theoogi
and Revolution in the Scottish Reformation Grand Rapids: Christian
University Press, 1980
[1] ...KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996)
[2]TH.
Van Den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta:
BPK-GM, 1980), 150
[3]
Michael Collins &
Matthew A. Price. Millenium the Story
of Christianity: Menelusuri Jejak
Kristianitas (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 141-142
[4] Tony
Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK-GM,
2015), 169
[5]
Williston Waker, A History Of The
Christiany Church New York (Charles Scribner’Sons:
1946), 416
[6] Williston Waker, A
History Of The Christiany Church New York, 422
[7]
Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar
Gereja, 84
[8]
Jan S. Aritonang, Reforasi Dari Dalam: Sejarah Gereja
Zaman Modern, 87
[9]
Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, 85
[10] Jan s. Aritonang, Garis Besar Sejarah Reformasi, (Bandung:Anggota Ikapi), 48
[11] Samekto.
Ikhtisar Sejarah Bangsa , (Jakarta: Daya Widya &
Garasindo, 1998), 75
[12]
H.Berkhof, Sejarah Gereja,
(Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2015), 94
[13] Jonar T.H. Situmorang, Sejarah Gereja Umum, ( Yogyakarta: Anggota IKAPI, 2014), 367
[14]
John A. Titaley, Rligiositas DI Alinea Tiga, Pluralisme, Nasionalisme dan Transformasi
Agama-agama, (Satya Wacana University Press, 2013), 3
[15]
Crafton & Ian, The Kings and Queens of England, (Quercus Books, 2006), 128
[16]
Crafton & Ian, The Kings and Queens of England, 129
[17]
William j. Maloney, Diseases,
Disorders and Diagnoses of Historical Individuals, (Anaphora Literary
Press, 2015), 96
[18]
Dietrich Kuhl, Sejarah Gereja
Jilid III,( Batu: Yayasan persekutuan
Pekabaran Injil Indonesia, 1997),132-133
[19]
Peter Wongso, Sejarah Gereja, Seri Diktat,
catatan ketiga, (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara 2001), 141
[20]
J..J.Scarisbrick, Henry VIII, edisi ke-2(Yale University Press, 1997), 4-5
[21]
David,Loades, Henry VIII: Court, Church and Conflict, 2009, ( TheNationala Archives),
24
[22]
Jan S. Aritonang, Refomrasi Dari Dalam: Sejarah Gereja
Zaman Modern, (Kanisius: Anngota IKAPI, 2003), 85-86
[23] Williston Waker, A
History Of The Christiany Church New York,76
[24] Williston Waker, A History Of The Christiany Church New York,
78
[25] Jhon Knox, The
Reformation in Scotlandia (Edinburg: The Banner Of Truth Trust, 1982),
269-270
[26] Albert H. Freudth, Ir., Classnotes for the Courses History of Christiany I and II, (Jackson:
RTS, 1989), 159.
[27]
Richard L. Greaves, Theology and
Revolution in the Scottish Reformation (Gran Rapids: Christian University
Pres, 1980), 61
[28] Richard
L. Greaves, Theology and Revolution in
the Scottish Reformation, 25
[29] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat, (Jakarta: BPK-GM, 2015), 118-119
[30] A.N. Renwick,
Story of the shottish Reformation (Grand
Rapids: Wm. B. Eerdmans Publishing Co., 1960), 169.
[31] Thomas
M’Crie, Life of Jhon Knox (Edinburgh
and London: William Blackwood and Sons, 1880), 35.
[32] David Laing, The
Works of Jhon Knox, ,(New York: AmS, 1966), 513
[33] Richard L.
Greaves, Theoogi and Revolution in the
Scottish Reformation (Grand Rapids: Christian University Press, 1980), 61.
[34] David Laing, The
Works of Jhon Knox,519.
[35] Richard L. Greaves, Theoogi
and Revolution in the Scottish Reformation, 61
[36] Tony
Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK-GM,
2015),
Tags :
BPPPWG MENARA KRISTEN
KOMITMEN DALAM MELAYANI
PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
- ORA ET LABORA
- : Pdt Hendra C Manullang
- : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
- : crisvinh@gmail.com
- : menarakristen@gmail.com
Post a Comment