-->

sosial media

Friday, 6 May 2022

Teologi Oikos ( Rumah Tangga ) dalam Gereja awal dan dampaknya dalam pertumbuhan gereja saat ini


I.             Pendahuluan

Gereja dalam Perjanjian Baru adalah gereja di rumah.  Timbul sebuah pertanyaan, bahwa mengapa murid-murid Yesus dan Paulus menggunakan rumah untuk kegiatan gereja?.  Mereka menggunakan rumah karena rumah adalah unit sosial, ekonomi dan religius.  Ibadah dan pengajaran rohani biasa diadakan dalam rumah-rumah pada waktu itu.  Karena fungsi sosial dan ekonominya, rumah juga membuka kontak dan komunikasi bagi para penginjil untuk memberitakan tentang Injil Yesus Kristus kepada jaringan sosial rumah di mana mereka melayani.  Dengan demikian murid-murid Yesus dan Paulus telah melakukan upaya kontekstual yang cerdas dengan menggunakan rumah untuk membangun komunitas Kristen sekaligus pekabaran Injil.  Terbukti kekristenan diterima secara luas dengan pendekatan gereja di rumah ini di tiga abad pertama sejarah kekristenan.

 

II.          Pembahasan

Dalam  Perjanjian  Baru,  gereja  adalah  gereja  rumah. Di dalam    rumah orang-orang berkumpul  untuk  beribadah  dan  berkomunitas. Ketika  menuliskan  teologia  Paulus  tentang  gereja  rumah, Branick  menulis:  the  house  hold  with  its  family  setting  was  the  church.  Out  that  household  arose  some  of  the  earliest offices and structures that would shape the course of the church through the centuries.”[1]Menurut   Flemming,  Paulus   menggunakan   sejumlah   aspek   budaya   Helenistik   seperti   bahasa dan gambaran-gambaran, retorika dan juga  institusi  dan  kebiasaan  dalam  budaya.[2] Dalam  hal  institusi  budaya, Paulus  menggunakan  hal  mendasar  dalam  kehidupan  sosial  dunia Helenistik, yaitu rumah tangga.[3]

 

2.1. Oikos dalam Perjanjian Baru

Kata  “rumah”  dalam  Alkitab  banyak  digunakan.  Baik  dalam  pengertian  harfiah  maupun  metafora.    Untuk  itu  dalam  awal  artikel  ini  akan  diuraikan  secara  singkat  survei  kata  “rumah”   dalam   Perjanjian   Baru.  Bahasa   Yunani   untuk   “rumah”   adalah   oikos atau   oikia. Banyaknya penggunaan oikos dan oikia menunjukkan bahwa penulisan teks-teks Perjanjian  Baru  mempunyai  latar  belakang  para  pembaca jemaat gereja rumah. Dalam  TDNT  oikos lebih  dimengerti  sebagai  tempat  yaitu  rumah  dan  tempat  tinggal.[4]Oikia dalam  Perjanjian  Baru  dapat  berarti rumah,  keluarga  atau  rumah  tangga.[5]

TDNT  menuliskan  bahwa  sering  kali  oikos merujuk  pada  sebuah  tempat  ibadah.  Dalam  Perjanjian  Lama oikos merupakan  kata  favorit  karena  digunakan  juga  dalam  arti  keluarga  dan ras serta metafora rumah Allah yang nantinya  berpengaruh  dalam  Perjanjian  Baru.  Dalam hal ini oikolah yang biasanya dikaitkan dengan rumah Allah, bukan Oikia Dalam Perjanjian  Lama,  Musa  adalah  pelayan  setia  dalam  rumah  Tuhan  (Ibr.  3:1-6)  tetapi  Kristus sebagai Anak adalah berkuasa atas rumah Allah (3:2, 6; 10:21). Dalam Perjanjian Lama rumah-Ku  adalah  Israel.    Jadi  rumah  Allah  berkaitan dengan komunitas.[6]Menurut  EDNT,  pada  umumnya  oikosdan  oikiadapat   dipakai   saling   menggantikan[7].Walaupun demikian oikoslebih dominan dari oikia dalam PB, yaitu muncul 115 kali.  Oikialebih  dominan  dalam  Markus  dan  Matius.  Berbeda dengan TDNT, EDNT memperlihatkan  adanya  nuansa  arti  yang  berbeda  antara oikos dan  oikia, oikos lebih  dekat  dengan  kepunyaan  seseorang  sedangkan  Oikia lebih  pada  tempat  tinggal[8]. Tetapi  secara  keseluruhan oikos dan oikia dapat ditukarkan penggunaannya.  Hal  ini  terlihat  pada  satu  nats  digunakan  kedua  kata  tanpa  membedakan  arti. Misalnya  dalam  Lukas  15:6,  8; 1 Korintus 11:22, 34; juga 1 Korintus 1:16, 16:15  di  mana kedua  kata  berarti  keluarga. Dalam Injil Sinoptik, untuk cerita yang sama kata rumah dalam Markus 5:38 menggunakan oikos sedangkan  ayat  paralelnya  Matius  9:23  menggunakan oikia Markus 3:25 dan Matius 12:25  menggunakan  oikia sedangkan  dalam  ayat  paralelnya  di  Lukas  11:17  menggunakan Oikos Matius  24:43  menggunakan  oikia sedangkan Lukas 12:39 menggunakan oikos. Pengajaran Yesus,  teks-teks  Injil  dan  surat-surat  banyak  menggunakan  kata  rumah  dan  mengambil  kisah  dengan  latar  belakang  rumah, karena  gereja  saat  itu  ada  di rumah[9]

 

2.2. Fungsi Oikos pada masa gereja awal

Dari beberapa faktor luar yang menyebabkan terjadinya perluasan kekristenan,   Harnack menyebutka bahwa  adanya asosiasi-asosiasi  yang  berkembang  dalam  Kerajaan Romawi  menjadi  lahan diterimanya kekristenan[10].Harnack sendiri lebih melihat bahwa organisasi Kristen yang dikembangkan murid-murid dan  saudara-saudara  Yesus  meminjam  dari  Yudaisme,yaitu sinagoge[11].Riset   terkini   yang  sejalan  dengan  Harnack  adalah  tulisan  Banks dan  Dunn.Harnack  cenderung  melihat  banyak  persamaan  antara berkembangnya sinagoge dan gereja. Para penulis setelah Harnack  mempunyai  pandangan   yang   berbeda.  

Scroggs  lebih   melihatnya  sebagai  sekte[12].Ia  menjelaskan  dengan  pendekatan  social-scientific criticism bahwa  komunitas  Kristen  mula-mula  adalah  sebuah  sekte  karena  bercirikan:  dimulai  dari  sebuah  protes,  menolak  realitas  yang  diabaikan  oleh  lembaga yang  mapan,  egalitarian,  menawarkan  kasih  dan  penerimaan  dalam  kelompoknya,   merupakan   asosiasi   bebas,   menuntut  komitmen  total  anggotanya,  dan  bersifat adventis (menunggu saat akhir). Malina lebih menjelaskan komunitas Kristen mula-mula sebagai asosiasi sukarela di dunia Mediterania,  yaitu  kelompok  orang  karena  adanya  kepentingan  sosial  yang  sama,  yaitu  merasakan  perlunya  perubahan  dan  untuk  mencapai  kepuasan  secara  sosial[13].Pilihan  lainnya  adalah  model  sekolah  filsafat. Ada  sejumlah penulis yang memperlihatkan beberapa  aspek  yang  dikembangkan  oleh  Paulus serupa dengan pola sekolah filsafat[14].Pandangan  Meeks  lebih  bersifat  mengintegrasi pilihan-pilihan yang ada. Ia menuliskan bahwa ekklesia sebagai   komunitas   Kristen  terbentuk dari perpaduan model-model yang ada  di  sekitar  lingkungan  gereja  yaitu  model  rumah   tangga,   asosiasi   sukarela,   sinagoge dan  sekolah  filsafat/retorik. Meeks  sendiri  memberikan   kesimpulan   tambahan   bahwa   tidak  ada  satu  pun  model  yang  menangkap  semua   nuansa   komunitas   gereja   tetapi   ia menyatakan bahwa rumah tangga merupakan konteks  dasar[15].

Dengan  demikian  konteks  rumah  dan  rumah  tangga  merupakan  model  utama.Rumah,   yaitu   oikosmenurut   Luhrmann   bukan  hanya  sekadar  menjadi  konteks  dasar  dari pertemuan suatu kelompok dalam berbagai jenis kelompok di atas, tetapi: “merupakan  bentuk  dasar  sosial  dan  ekonomi  untuk  dunia  kuno  dan  Perjanjian  Baru  dan  bahkan  untuk  semua  kehidupan  menetap  sebelum  masa  industri.”    Berikut  ini  akan  diuraikan  rumah  dalam  fungsi  ekonomi,  sosial  seperti  yang  disebutkan  oleh  Luhrmann  dan  akan  ditambahkan kemudian dengan fungsi religius seperti  yang  dipaparkan  oleh  Gehring  untuk  memperlihatkan    bahwa    mengapa    rumah    menjadi  konteks  dasar  perkembangan  kegiatan religius pada umumnya dan kekristenan secara khusus pada masa Perjanjian Baru[16].

 

2.3. Pemahaman Ekonomi dan Sosial Oikos

        2.4.1. Ekonomi Rumah Tangga

        Dalam bahasa Yunani kata ekonomi mempunyai kata dasar “rumah”. Ekonomi atau oikonomia berarti manajemen rumah atau pengaturan rumah. Dari kata dasarnya terlihat bahwa rumah dalam budaya Romawi-Yunani dan bahkan pada budaya kuno lainnya merupakan unit dasar ekonomi. Dalam Perjanjian Baru fungsi ekonomi rumah banyak disebutkan khususnya dalam perumpamaan dan pengajaran Yesus.Yesus menggunakan perumpamaan yang diperankan oleh tuan dan hamba (Mat. 24:45), hal keuangan (Mat. 25:15); diskriminasi terhadap istri dan anakanak (Mat. 18:23-34); buruh upah harian (Mat. 20:1) dan produksi dari rumah (Mat. 21:33-41) dan lain-lain Dalam konteks pedesaan, perekonomian masyarakat bertumpu pada tanah.  Tanah merupakan sumber utama dihasilkannya makanan yang menjadi kebutuhan dasar manusia. Tanah dikelola menghasilkan sayuran, biji-bijian dan tumbuhan lainnya yang dapat dimakan.  Pada tanah dipelihara ternak yang menghasilkan susu, daging, wol dan barang-barang lainnya. Dengan uraian di atas maka masyarakat agrikultural di pedesaan pada umumnya mengaitkan kekayaan dengan tanah.  Jika mereka mempunyai kelebihan sumber daya, mereka akan berusaha memiliki tanah lebih banyak lagi. Karena ketika dikelola tanah, akan menghasilkan lebih banyak lagi kekayaan.  Kekayaan berupa tanah ini akan diwariskan secara turun-temurun, dan karenanya ekonomi rumah terbentuk dari keluarga. Anggota keluargalah yang pada mulanya membantu segala pekerjaan mengelola tanah.  Mereka yang lebih kaya dengan tanah yang lebih luas mempekerjakan orang lain atau budak untuk mengelola tanahnya.  Masing-masing keluarga dalam mengelola tanah menghasilkan barang-barang tertentu yang dikonsumsi sendiri. Kelebihan produksi mereka kemudian dibarter atau dijual. Biasanya hal ini terjadi di pasar di desanya atau dibawa ke kota untuk dijual di sana. Dalam konteks perkotaan, interaksi sosial karena faktor ekonomi ini menjadi lebih luas karena pertukaran barang bukan semata barang-barang yang berkaitan dengan makanan.  Di perkotaan muncul orang-orang yang ahli membuat barang tertentu misalnya para tukang tembikar, pembuat piring, tukang tenun kain, pandai besi, pembuat barang dari kulit seperti sepatu dan tenda, pematung, pembuat perhiasan dan lain-lain yang biasanya dikerjakan dalam bengkelbengkel mereka sendiri. Pada umumnya, mereka menjadikan lantai pertama rumah atau bagian muka sebagai bengkel dan atau toko. Sedangkan lantai dua atau bagian belakang rumah sebagai tempat tinggal.  Hal ini yang terjadi pada Priskila dan Akwila sebagai tukang kemah, yaitu membuat ataupun menjual kemah dari kulit (Kis. 18:3, 26).[17] 

        Demikian juga ada para penjual jasa seperti pembersih kain, pedagang, ahli hukum, dokter, pemilik penginapan, tukang cukur.  Ataupun para pekerja seperti budak, buruh harian dan pekerja tetap yang bekerja untuk para majikan pada rumah tangga tertentu atau tempat usaha tertentu. Semua kegiatan ekonomi di atas, baik dalam konteks pertanian maupun kota, pada umumnya dilakukan di rumah-rumah dan dari rumah ke rumah. Dengan adanya perdagangan, maka terjadi interaksi antarkeluarga dan sumber-sumbernya sehingga komunitas yang lebih luas menjadi dapat berfungsi. Itulah sebabnya rumah merupakan unit dasar ekonomi yang membangun komunitas yang lebih luas.[18]

        2.4.2. Sosial Rumah Tangga

Selain berfungsi secara ekonomis, rumah mempunyai fungsi sosial.  Di dalam rumah keluarga-keluarga tinggal.  Keluarga dalam rumah jelas merupakan unit sosial terkecil dalam masyarakat.  Dalam keluarga terdapat ayah, ibu, anak-anak laki-laki, anakanak perempuan, sering kali berikut anggota keluarga lainnya seperti saudara laki-laki, saudara perempuan, kakek, nenek atau saudara lainnya serta para pembantu, selir dan tamu yang menumpang. Daftar ini untuk memperlihatkan luasnya cakupan yang disebut keluarga dalam suatu rumah dalam masyarakat kuno.Walaupun demikian pada umumnya keluarga terdiri dari keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, anak pertama dengan keluarganya dan anak-anak lain yang belum menikah.  Keluarga semacam ini menjadi unit sosial, residensial, konsumsi dan produksi yang efektif. Perjanjian Baru mengindikasikan anggotaanggota keluarga ini, khususnya keluarga inti yaitu suami, istri, anak-anak dan para pekerja dalam rumah.[19]

Hal ini terdapat dalam dua house codes (aturan rumah tangga) dalam tulisan-tulisan Paulus, yaitu Efesus 5:21-6:9 dan Kolose 3:18-4:1.Dalam aturan rumah tangga ini diperlihatkan bagaimana anggotaanggota keluarga menjalankan perannya masing-masing dan berinteraksi satu dengan yang lainnya.  Hal ini merupakan pola umum dalam masyarakat kuno karena para filsuf pengikut Aristoteles dan Neo-Pitagoras membahas hal ini. Demikian juga dapat ditemukan paralelitas dengan tulisan para rabi dan filsuf Stoik. Dalam keluarga ayah atau suami adalah kepala rumah tangga.Baik orang Yahudi maupun budaya Romawi-Yunani menganut patriarkalisme, yaitu pria yaitu ayah yang menjadi pemimpin keluarga. Dalam budaya Romawi hal ini dikenal sebagai paterfamilias.Ia digambarkan mempunyai kuasa untuk menentukan mati-hidupnya seorang anak.Walaupun demikian sebenarnya paterfamilias lebih merupakan pemahaman dari aspek hukum dan kepemilikan. Ia tidak harus punya istri atau anak untuk menjadi paterfamilias, ia hanya perlu punya barang-barang sebagai hak milik. Menarik dicatat di sini bahwa walaupun pria menjadi pemimpin, para wanita biasanya menjadi manajer dalam rumah. Dalam Alkitab hal ini tecermin dalam Amsal 31:1031, 1 Timotius 5:14 dan Titus 2:4-5. Ialah yang mengelola keseharian rumah tangga.  Artinya peran wanita cukup banyak dan penting. Wanita juga dapat menjadi pemimpin keluarga.  Mereka menjadi materfamilias bukan karena kelahiran atau status pernikahan tetapi karena karakter yang baik dan kesuksesan mereka.  Wanita, biasanya para janda, yang mempunyai barang milik seperti budak dan tanah dapat disebut sebagai paterfamilia.  Ada contoh-contoh tertulis untuk hal ini dalam literatur Yunani-Romawi. [20]

Demikian juga dalam Perjanjian Baru: ibu dari Yohanes Markus (Kis. 12:12-17), Lidia di Filipi (Kis. 16:14-15, 40), Nimfa (Kol. 4:15). Anak-anak dipelihara dan dididik dalam keluarga, khususnya oleh ibu dan para budak atau pembantunya.  Ayah juga bertanggung jawab untuk pendidikan anak.  Pendidikan ini pada umumnya dilakukan di rumah.  Mereka yang mempunyai uang akan membayar guru untuk mengajar anak-anak mereka.  Anak wanita tetap dalam pengawasan ibunya sampai ia menikah.  Dengan demikian anak menjadi “berutang besar” kepada orang tuanya dan karena itu sebagai balasannya mereka wajib menghormati dan taat kepada orang tua. Dari sudut pandang orang tua, anak akan menjadi rekan dan pendukung utama orang tua ketika mereka berusia lanjut. Dalam cakupan yang lebih luas, terjadi juga hubungan antara keluarga dengan keluarga yaitu klan.  Pada umumnya klan terbentuk karena pertalian darah atau pernikahan dalam keluarga-keluarga.[21]

Hubungan antarkeluarga juga dapat terjadi karena afiliasi politik atau kerjasama ekonomi.  Hubungan-hubungan antarkeluarga ini menjadi penting dalam konteks perkembangan kekristenan karena jaringan sosial semacam ini yang memungkinkan Injil disebarluaskan dengan cepat.  Dengan adanya jaringan sosial semacam ini para misionaris mendapat kemudahan.  Jika ia mendapat tuan rumah yang menampungnya, maka anggota keluarga dan jaringan sosial tuan rumah akan menjadi objek pekabaran Injil.[22]

2.4. Oikos untuk Pekabaran Injil

Rumah yang mempunyai fungsi ekonomi, sosial dan religius merupakan struktur yang ada dalam masyarakat dan telah mengakar lama.  Orang Kristen mula-mula menggunakan struktur rumah ini untuk pengembangan pekabaran Injil.  Dengan demikian jelas terlihat bahwa para pemimpin dan misionari dalam Gereja Mula-mula telah melaksanakan upaya kontekstualisasi pertama dan cerdas agar Injil dapat diterima oleh masyarakat pada waktu itu. Hal pertama yang menonjol mengenai penggunaan rumah pada Gereja Mula-mula adalah karena untuk pertumbuhan gereja diperlukan ruang untuk melaksanakan pertemuan.  Untuk itu rumahlah yang dipakai.[23]

Mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membangun rumah ibadah khusus, cukup menyediakan ruang makan atau ruang lainnya untuk pertemuan Kristen.  Karena itu gereja di rumah menjadi bangunan gereja yang umum pada masa dua abad pertama. Grant menyebutkan bahwa orang Kristen lambat dalam membangun rumah ibadah khusus juga karena alasan eskatologis, yaitu dirasakan tidak perlu membangun gedung ibadah jika dunia segera berakhir.  Alasan teologis ini juga ditambah dengan kesulitan pendanaan dan status hukum yang belum jelas serta kecenderungan untuk lebih menggunakan dana untuk kebajikan membuat rumah merupakan tempat paling mudah untuk melaksanakan pertemuan Kristen. Penggunaan rumah bagi kekristenan mulamula juga menguntungkan untuk penerimaan sosial masyarakat di luar Kristen.  Dengan menggunakan rumah sebagai tempat pertemuan, maka gereja pada masa Paulus adalah seperti pertemuan asosiasi keagamaan ketika dipandang oleh para anggota gereja, para tetangga maupun pihak berwenang setempat. Dengan demikian orang Kristen mulamula merasa aman untuk bertemu sebagai kelompok sosial dan terhindar dari perhatian umum.Dengan demikian dari seluruh uraian di atas maka gereja menggunakan struktur rumah sebagai media perwujudannya karena sudah ada dalam masyarakat sebelumnya sehingga tidak perlu membentuk lagi yang baru tetapi menggunakan bentuk yang sudah ada. Karena itu ada kemiripan dalam hal tertentu dengan kelompok sosial lain yang telah ada, khususnya dalam hal penggunaan rumah.  Struktur oikos kuno diambil menjadi struktur kegiatan Kristen karena ada dalam budaya di sekitar mereka.  Hal ini merupakan upaya kontekstualisasi yang cerdas karena memudahkan untuk melakukan penyebaran agama Kristen kepada orang-orang lain.  Rumah menjadi basis pekerjaan misi serta menjadi pusat organisasi jemaat lokal dan pertemuan ibadah.Tulisan dan pekerjaan Paulus memperlihatkan hal di atas dengan lebih jelas.  Paulus mengintegrasikan struktur oikos/rumah dalam masyarakat dengan strategi misi. Ia menjangkau orang-orang dalam rumah mereka setelah gagal menjangkau orang di sinagoge. Dari rumah ini ia menjangkau keluarga-keluarga lainnya.[24] Hal ini terjadi karena dunia Hellenis memang diikat oleh struktur keluarga secara menetap. Dengan demikian Paulus menggunakan struktur sosial yang sudah ada yang dikenali oleh orang Kristen maupun orang bukan Kristen.  Paulus menggunakan secara khusus rumah tangga untuk mengorganisasi gerakan Kristen mula-mula.  Dan kesuksesan misi Kristen mula-mula dan kehidupan gereja sangat terkait dengan rumah. Dengan demikian Paulus telah melakukan upaya kontekstualisasi yang efektif, yaitu menggunakan struktur rumah tangga yang ada dalam masyarakat untuk menyebarkan kekristenan.[25]

 

2.5. Implikasi pada Gereja Masa Kini

Berikut ini akan diuraikan secara ringkas implikasi kontekstualisasi penggunaan rumah dalam upaya pekabaran Injil untuk gereja masa kini:

a. Gereja di rumah mendorong gereja masa kini untuk kembali mengembangkan gereja sebagai organisme daripada sekadar organisasi, sedikitnya menyeimbangkan keduanya. Gereja di rumah lebih memiliki suasana kekeluargaan daripada suasana formal dan struktural.  Organisasi gereja haruslah lebih mementingkan hubungan dan orangorang daripada aturan dan birokrasi.  Gereja mestinya menjadi tempat yang hangat di mana anggota-anggotanya dekat dan saling mengasihi dan saling menumbuhkan.

b. Gereja di rumah mendorong dikem-bangkannya pelayanan kelompok kecil di gereja masa kini. Tidak cukup hanya ibadah mingguan.Setiap orang percaya mesti masuk dalam kelompok kecil untuk bertumbuh melalui komunitas dan pemuridan di dalamnya.

c. Gereja di rumah mendorong upaya pekabaran Injil melalui hubunganhubungan informal selain kegiatankegiatan formal seperti ibadah dan pengajaran. Anggota-anggota jemaat didorong untuk menyaksikan kasih Tuhan melalui kehidupan mereka sehari-hari dan membangun hubungan dengan orang-orang sekitar mereka untuk nantinya bisa diberitakan Injil.  Juga dengan terbangunnya hubunganhubungan dengan orang-orang di sekitarnya, anggota-anggota jemaat dapat mengajak mereka ke komunitas kelompok kecil atau ibadah untuk mendalami kehidupan bergereja lebih mendalam dan bertumbuh di dalam Tuhan

 

III.       Kesimpulan

Keluarga merupakan lembaga yang fenomenal dan universal. Di dalamnya terdapat anak-anak yang dipersiapkan untuk bertumbuh. Keluarga adalah lembaga masyarakat paling kecil tetapi paling penting.  Tetapi, kata keluarga terlalu banyak dipakai oleh berbagai orang dari berbagai kelompok sehingga menjadi hilang makna yang sesungguhnya. Keluarga adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak. Inilah yang disebut dengan keluarga kecil atau keluarga inti. Keluarga pertama di dunia ini dibentuk oleh Allah  sendiri yakni keluarga Adam Kejadian 1:27-29). Adam sebagai suami Hawa sekaligus ayah dari Kain dan Habel; Hawa sebagai istri Adam sekaligus sebagai ibu Kain dan Habel; Kain dan Habel sebagai anak-anak dari Adam dan Hawa; Inilah keluarga ini pertama yang dibentuk oleh Allah. bahwa keluarga Kristen merupakan tempat berkarya untuk keselamatan manusia dan berkembangnya kerajaan Allah. Keluarga Kristen dibentuk serupa dengan Allah yang berarti mencerminkan sifat - sifatNya dalam pola hidup sehari - hari. Orang tau harus memperkenalkan kebiasaan yang baik dengan menanamkan  nilai - nilai kristiani kepada anak. Pentingnya kehidupan keluarga yang baik, yang sesuai dengan prinsip Alkitab (2 Timotius 3:16-17) yang akan membentuk anak (generasi) yang berakhal mulia sesuai kehendakNya.

 



[1] Vincent Branick, The House Church in the Writings of Paul, (Wilmington, Michael Glazier, 1989), 13

[2] Dean  Flemming, Contextualization  in  the  New  Testament:  Pattern  for  Theology  and  Mission Downers  (Grove:IVP, 2005), 133

[3] Dean  Flemming, Contextualization  in  the  New  Testament:  Pattern  for  Theology  and  Mission Downers ,134

[4] Gerhard  Kittel,  Gerhard  Friedrich,  eds., Theological Dictionary  of  the  New  Testament Vol.  5.  Tr.  Geoffrey  W. Bromiley (Grand Rapids: Eerdmans, 1967), 119

[5] Gerhard  Kittel,  Gerhard  Friedrich,  eds., Theological Dictionary  of  the  New  Testament Vol.  5.  Tr.  Geoffrey  W. Bromiley ,128

[6] Ibid, 130

[7] Horst  Balz  dan  Gerhard  Schneider,  Exegetical  Dictionary  of  the  New  Testament Vol.  2.  (Grand  Rapids: Eerdmans, 1991), 501

[8] Collin  Brown,  ed., New  International Dictionary of New Testament Theology Vol. 2 (GrandRapids:  Zondervan,  1986),  247

[9] Collin  Brown,  ed., New  International Dictionary of New Testament Theology Vol. 2 ,  248

[10] Adolf  von  Harnack,  The  Expansion  of  Christianityin the First Three Century 2 Vols. Tr. James Moffat (Eugene: Wipf & Stock, 1998), 122

[11] Adolf  von  Harnack,  The  Expansion  of  Christianityin the First Three Century 2 Vols. Tr. James Moffat ,147

[12] Robin   Scroggs,   The   Earliest   Christian   Community  as  Sectarian  Movement,”  dalam  David  G.  Horrel,  Social-scientific Approaches to New Testament Interpretation, (Edinburgh: T&T Clark, 1999), 69-91

[13] Bruce  J.  Malina, “Early  Christian  Groups:  Using  Small   Group   Formation   Theory   to   Explain   Christian   Organization,”   dalam   Philip   F.   Esler,   Modelling   Early   Christianity:  Social-Scientific  Studies  of  the  New  Testament  in  its  Context ,(London:  Routledge,  1995),  110

[14] Bruce  J.  Malina, “Early  Christian  Groups:  Using  Small   Group   Formation   Theory   to   Explain   Christian   Organization,”   dalam   Philip   F.   Esler,   Modelling   Early   Christianity:  Social-Scientific  Studies  of  the  New  Testament  in  its  Context ,112

[15] Ibid, 114

[16] Ibid. 115

[17] Dale Burke,Dua Perbedaan Dalam Satu Tujuan, (Jakarta: Metanonia,2000), 23

[18] Dale Burke,Dua Perbedaan Dalam Satu Tujuan, 23

[19] James Dobson, Panduan Lengkap Pernikahan dan Keluarga, (Batam:Gospel Press, 2004), 142

[20] James Dobson, Panduan Lengkap Pernikahan dan Keluarga, (Batam:Gospel Press, 2004), 143-144

[21] Ibid, 145

[22] Leon Morris, New Testamant Theology, (Malang: Gandum Mas,2006), 63

[23] Leon Morris, New Testamant Theology, 64

[24] Ibid, 65

[25] Ibid, 65-66

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim