KHOTBAH 17 SEPTEMBER 2023 ; FILIPI 2 : 1 - 11 ( BERSATU DAN MERENDAHKAN DIRI )
I. Pembukaan
Salam sejahtera
sahabat BPPPWG MENARA KRISTEN, semoga dimanapun kita berada kita selalu dalam
penyertaan Tuhan Yesus Kristus, dan kiranya tak henti-hentinya kita selalu
berserah kepadaNYA. Dari segi akar permasalahan yang sedang dihadapi,
yaitu masalah perpecahan, dapat diperkirakan bahwa hal itu berasal dari dalam komunitas
itu sendiri dan juga dari
adanya musuh-musuh dari luar .Masalah
dari dalam timbul karena adanya sikap egois dari sebagian anggota jemaat, yaitu kelompok Yahudi-Kristen yang masih menekankan sunat dan Taurat,
serta dengan kelompok Libertinis yang
serba ingin bebas, tanpa perlu ikut aturan. Sementara
masalah dari luar tampaknya berkaitan
dengan kelompok Yahudi
non-Kristen dan kelompok Gnostik yang juga mulai tumbuh pada waktu itu (bdk. Flp 3:2-4).
Dalam hal ini, lawan yang dihadapi
jemaat Filipi adalah orang Kristen Yahudi dan guru-guru palsu, termasuk para penginjil gnostik Kristen. Persoalan lain yang dihadapi
jemaat Filipi adalah pergulatan untuk tetap memiliki ciri khas sebagai orang Kristen
yang berbeda dengan masyarakat Roma kecil
tersebut. Di tengah masyarakat Filipi
berkembang budaya cursus honorum, yaitu mengukur kehormatan melalui meningkatnya status sosial dan kedudukan seseorang
di tengah masyarakat karena prestasi yang dilakukannya serta karena pengakuan yang berasal dari pemerintah. Dengan
demikian, orang berlomba-lomba untuk lebih unggul dibandingkan yang lain
supaya dihormatidan dipandang oleh sesamanya. Budaya semacam ini pun ternyata
mulai terindikasi muncul di kalangan jemaat Filipi dengan menganggap diri mereka
lebih utama (hebat) dibandingkan yang lain dan mereka lebih memperhatikan
kepentingan diri sendiri dibandingkan kepentingan sesamanya. Untuk alasan inilah,
Paulus mengingatkan mereka dengan mengutip himne Kristus (Flp 2:6-11) yakni untuk
meneladan Kristus yang justru melakukan hal sebaliknya, menurunkan status dan kedudukan-Nya
demi kebaikan dan kepentingan sesama.
II. Penjelasan
A. Latar Belakang
Masalah
Kita tentu sering mendengar berbagai macam konflik yang
terjadi di lingkungan pergaulan kita. Ada hamba Tuhan yang berebut kursi ketua
Sinode. Tidak terhitung pula pelayan Tuhan yang mundur akibat bersinggungan
dengan rekan pelayanan yang lain. Di dalam keluarga Kristen pun, konflik biasa
terjadi. Mulai dari pertengkaran rumah tangga hingga berebut warisan. Apa akar
masalahnya? Masing-masing saling menganggap diri lebih utama dibanding yang
lain. Sehingga, tidak bisa menerima ketika diperlakukan “rendah” oleh orang
yang lainnya. Padahal, siapa sih diri kita? Kita adalah orang yang berdosa.
Dibentuk dari debu tanah dan akan kembali ke tanah. Jabatan, pakaian bermerek,
gelar, popularitas, tidak ada satu pun yang bisa membuat martabat kita
meningkat. Belum lagi, kita berlumuran dosa. Di mata Allah, manusia sama sekali
tidak berharga apa-apa (Ayb. 25:5-6).
Tetapi, demi kita yang tidak berharga itu, Kristus mau mengosongkan diri-Nya,
menderita dan mati. Melalui karya penebusan-Nya, diri kita kembali dipulihkan.
Jika memahami hal ini, maka kita pasti akan segan untuk meninggikan diri.
Dihina seperti apapun tidak akan merasa terhina, karena menyadari kehinaan
kita. Jika banyak orang melakukannya, maka komunitas gereja dan keluarga
Kristen yang kokoh pasti akan terwujud.
B. Nasihat Bersatu dan Merendahkan diri
Dalam Filipi 2:
1-11 Rasul mendorong kita memiliki kerendahan hati seperti Yesus,… Hendaklah
kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga
dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah tidak menganggap kesetaraan
dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah
mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi
sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan
diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah
sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas
segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit
dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku:
“Yesus Kristus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Allah, Bapa!”
Pribadi Kristus menjiwai empat nasihat tersebut., Nasihat penghiburan kasih yang dimaksudkan oleh Paulus ialah penghiburan yang didorong dan yang dikuasai oleh kasih Kristus seperti yang terdapat dalam jemaat-Nya. Dengan ini, Paulus ingin menekankan bahwa dalam pergumulan dan penderitaan yang sedang dihadapi, jemaat senantiasa menerima penghiburan di dalam Kristus. Walaupun tidak disebutkan secara jelas kasih dari siapa yang memberi penghiburan bagi jemaat (bisa saja kasih Kristus atau pun Paulus sendiri), tetapi dalam tradisi Perjanjian Lama, ‘kasih’ selalu dikaitkan dengan kasih Allah. Kasih karunia itulah yang memberikan penghiburan bagi jemaat di tengah pergumulan dan penderitaan yang mereka alami karena percaya kepada Kristus. Setelah berbicara tentang penghiburan dan kasih Allah, Paulus menyebutkan Persekutuan Roh (koinonia) yaitu persekutuan yang diciptakan oleh Roh Kudus, persekutuan di mana anggota-anggotanya hidup dari dan dipimpin oleh Roh itu. Persekutuan yang dimaksud ialah sebuah keadaan memiliki sesuatu bersama-sama orang lain. Dengan kata lain, kata ini juga bermakna partisipasi, perkumpulan atau persahabatan. Persekutuan berarti berbagi sesuatu atau berpartisipasi bersama dengan orang lain dalam suasana persahabatan, dan hal ini terjadi dalam jemaat oleh karena pekerjaan Roh. Selanjutnya, Paulus menyebutkan kasih-mesra (splangcha) dan belas kasihan (oiktirmoi).Yang dimaksud oleh Paulus ialah kasih mesra dan belas kasihan yang juga berakar dalam Kristus bagi jemaat Filipi yang kemudian menjadi kebajikan yang diterapkan di antara mereka. Ketika Yesus merendahkan diri-Nya, ada yang Dia lepaskan, yakni status ilahi dan kesetaraan-Nya dengan Allah yang ditanggalkan untuk turun menjadi manusia dan mati di kayu salib. Bila di tengah masyarakat Romawi kehormatan dan kemuliaan diperoleh dengan meningkatknya kedudukan dan status seseorang (cursus honorum), Yesus memberi teladan sebaliknya, Ia turun dari kedudukan-Nya dan status-Nya sampai ke titik terendah bahkan sampai pada status yang paling tidak terhormat (menjadi hamba dan mati di kayu salib) demi kebaikan yang lain (cursus pudorum). Ungkapan “merendahkan diri” dapat lebih tepat dijelaskan dalam ungkapan “mengambil rupa seorang hamba, menjadi serupa dengan manusia, dan ditemukan dalam wujud manusia”. Hal ini tidak berarti bahwa terjadi ‘pertukaran’ antara rupa Allah menjadi hamba. Kristus tidak membatalkan keilahian-Nya untuk menjalani kemanusiaan-Nya, melainkan hendak menegaskan bahwa Kristus menambahkan pada diri-Nya apa yang dulu tidak Ia miliki dalam diri-Nya sendiri, yaitu ‘rupa seorang hamba’, ‘keserupaan dengan manusia’. Dengan pemahaman seperti ini, kenosis Yesus tidak sekadar ‘mengurangi’ apa yang semula dimiliki, apalagi sampai kosong dari keadaan semula, melainkan ‘menambahkan’ apa yang semula tidak ada pada diri-Nya supaya bisa makin menjadi berkat bagi orang lain. Yesus yang merendahkan dirinya (berkenosis) dimengerti sebagai manifestasi Allah yang mau turun ke tataran pengalaman manusia. Allah berkenosis ketika Ia menciutkan diri untuk memberi ruang bagi manusia supaya mengalami pengalaman berhadapan dengan-Nya dalam kerendahannya. Sedangkan Yesus sebagai subjek berkenosis ketika Ia memberi ruang bagi yang lain, memberikan diri-Nya dan merasa bertanggung-jawab bagi yang lain
III. Penutup
Yesus adalah Putera
Allah yang merendahkan diri dalam ketaatan yang sempurna. Ketaatan tersebut memampukan
Dia untuk merendahkan diri sampai pada titik yang paling rendah dalam hidup
manusia yaitu menjadi hamba atau budak. Ketika perendahan diri itu membawa-Nya pada
jalan salib yang adalah jalan kematian paling keji pun, Dia taat sampai mati.
Ia berkuasa dan memiliki segala- galanya, tetapi Ia memilih merendahkan diri
dalam ketaatan pada kehendak Bapa.Rasul dalam surat ke jemaat Filipi ini sangat
menarik, karena kita diajak memiliki karakter dan kepribadian yang rendah hati
seperti Yesus. Pikiran dan perasaan kita diselaraskan seperti Yesus. Bersedia
turut ke bawah sekali pun Dia adalah mulia sebagai Raja. Perasaan dan pikiran
seperti Yesus yang rendah hati akan menolong kita memiliki damai sejahtera
dalam hidup ini. Saat Yesus mengosongkan diri-Nya dari kemuliaan-Nya sebagai
Raja, maka Yesus bisa sampai taat menjalani via dolorosa, sangat mengerikan dan
menyakitkan, tetapi DIA taat. Kita pun akan menjalani bagian ini dalam
kehidupan dan perjuangan kita. Mempersatukan diri dan merendahkan hati, Amin.
Tags : BAHAN KHOTBAH
BPPPWG MENARA KRISTEN
KOMITMEN DALAM MELAYANI
PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
- ORA ET LABORA
- : Pdt Hendra C Manullang
- : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
- : crisvinh@gmail.com
- : menarakristen@gmail.com
Post a Comment