KHOTBAH; YUDAS 1 : 17 - 23 ( MEMELIHARA DIRI DALAM KASIH ALLAH )
MEMELIHARA
DIRI DALAM KASIH ALLAH
Kajian Historis–Kritis dan Refleksi
Teologis-Homiletis atas Yudas 1:17–23
Ditulis Oleh : Pdt. Hendra Crisvin Manullang
I –
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Surat
Yudas adalah salah satu kitab paling singkat dalam Perjanjian Baru, hanya
terdiri dari satu pasal, namun sarat dengan pesan yang tegas dan mendalam.
Yudas menulis pada masa di mana gereja sedang berhadapan dengan krisis moral
dan teologis. Orang-orang yang mengaku percaya mulai menyimpang dari ajaran
rasuli. Mereka menyelewengkan kasih karunia Allah menjadi alasan untuk hidup
dalam dosa (Yud. 4).
Yudas
menulis dengan keprihatinan yang mendalam. Ia tahu bahwa gereja yang baru
bertumbuh dapat kehilangan arah jika tidak berhati-hati. Dalam ayat 17–23, ia
menegaskan pesan kunci: “Peliharalah dirimu dalam kasih Allah
sambil menantikan rahmat Tuhan kita Yesus Kristus untuk hidup yang kekal.”
Kalimat
ini menjadi poros teologis dari seluruh surat. Di tengah arus penyimpangan dan
kebingungan, Yudas tidak hanya menegur, tetapi juga memberikan fondasi rohani:
kasih Allah adalah pelindung sekaligus kekuatan untuk bertahan.
Dalam
konteks zaman ini, pesan Yudas terasa semakin relevan. Gereja modern menghadapi
tantangan yang berbeda namun serupa—ajaran palsu, krisis moral, dan kehidupan
iman yang dangkal. Banyak orang beriman, namun tidak sedikit yang kehilangan
kasih. Karena itu, memelihara diri dalam kasih Allah bukan sekadar tindakan
moral, tetapi panggilan eksistensial bagi umat yang hidup
di tengah zaman yang penuh kekacauan spiritual.
II – KAJIAN
HISTORIS–KRITIS
2.1 Konteks Penulis dan Jemaat
Yudas
memperkenalkan dirinya sebagai “hamba Yesus Kristus dan saudara Yakobus” (Yud.
1). Banyak penafsir mengidentifikasinya sebagai saudara tiri Yesus,
yang kemudian menjadi pemimpin di gereja Yerusalem (bdk. Kis. 15:13).
Surat ini ditujukan kepada jemaat Kristen Yahudi
yang tersebar (diaspora), yang hidup dalam tekanan sosial dan ajaran sesat yang
mengancam integritas iman.
Yudas
menulis di sekitar tahun 65–80 M, masa yang sama
dengan 2 Petrus. Kedua surat ini memiliki kemiripan tematik tentang peringatan
terhadap guru palsu. Ajaran sesat yang dimaksud kemungkinan adalah bentuk awal
dari Gnostisisme—gerakan
yang menolak otoritas moral dan menekankan kebebasan spiritual tanpa batas.
Dalam
konteks itu, Yudas memanggil jemaat untuk mengingat firman para rasul dan
menjaga iman yang benar. Perikop 17–23 menjadi klimaks dari seluruh surat:
setelah memperingatkan, ia mengajak jemaat untuk bertumbuh dalam
kasih dan belas kasihan.
2.2 Analisis Historis-Kritis
|
Aspek Analisis |
Penjelasan |
|
Kritik Teks |
Naskah Yunani menunjukkan keseimbangan antara aspek teologis dan etis.
Kata agapē
tou Theou (kasih Allah) menunjukkan kasih sebagai wilayah yang
harus “dipelihara,” bukan dicapai. |
|
Kritik Historis |
Jemaat menghadapi bahaya moral dan intelektual. Yudas menulis bukan
hanya untuk menentang ajaran sesat, tetapi untuk membangun spiritualitas yang
tangguh. |
|
Kritik Bentuk
(Formkritik) |
Bagian ini berbentuk parainesis (nasihat moral
dan rohani), menandai penutup surat yang bersifat praktis dan kontemplatif. |
|
Kritik Redaksi |
Yudas menata suratnya dari kecaman menuju peneguhan iman. Ini
menunjukkan peralihan dari konfrontasi menuju pemulihan komunitas. |
2.3 Sitz im Leben (Situasi Hidup Teks)
Surat
Yudas lahir dari krisis komunitas iman. Beberapa anggota
gereja telah terpengaruh oleh ajaran palsu yang mengabaikan kekudusan. Dalam
situasi ini, teks Yudas 1:17–23 berfungsi sebagai manifesto rohani—ajakan
untuk kembali kepada kasih Allah yang sejati.
Kasih Allah di sini bukan emosi religius, melainkan realitas etis dan
eksistensial yang harus dipelihara melalui doa, iman, dan pengharapan.
2.4 Struktur Retorika dan Dinamika Teks
|
Bagian |
Ayat |
Isi Pokok |
Retorika |
|
I |
17–19 |
Peringatan akan para pengejek dan penyimpang iman |
Nostalgia terhadap ajaran rasuli |
|
II |
20–21 |
Perintah untuk membangun diri dan memelihara kasih |
Dorongan aktif dan personal |
|
III |
22–23 |
Sikap terhadap sesama yang goyah dan berdosa |
Kasih yang menyelamatkan |
Struktur
ini menunjukkan pergeseran dari defensif (melawan kesesatan)
menuju konstruktif
(membangun iman dan kasih)—suatu langkah pastoral yang
menunjukkan kematangan rohani penulis.
III – ANALISIS
TEOLOGIS DAN REFLEKSI HOMILETIS
3.1 Membangun Diri di Atas Dasar Iman yang
Kudus (Ay. 20)
Yudas
memerintahkan: “Bangunlah
dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci.”
Kata “bangun” (epoikodomein)
menggambarkan tindakan aktif dan berkelanjutan. Iman bukanlah fondasi mati,
tetapi ruang hidup yang terus dibangun melalui pembelajaran, pengajaran, dan
persekutuan.
Dalam
konteks modern, membangun iman berarti menumbuhkan spiritualitas reflektif
yang tidak mudah goyah oleh tren teologi instan atau ajaran populer yang
dangkal.
3.2 Berdoa dalam Roh Kudus (Ay. 20b)
Doa
dalam Roh Kudus bukanlah formula mistik, tetapi doa yang selaras dengan
kehendak Allah. Roh Kudus menjadi sumber discernment—yang menuntun umat
membedakan kebenaran dari kepalsuan.
Doa
seperti ini menjaga umat dari bahaya rasionalisme kering maupun emosi keagamaan
tanpa dasar. Berdoa dalam Roh berarti mengizinkan Allah berbicara melalui
keheningan, bukan sekadar memaksa Tuhan menjawab keinginan
kita.
3.3 Memelihara Diri dalam Kasih Allah (Ay.
21)
Frasa
ini adalah pusat teologis seluruh perikop.Kata tērēsate
(peliharalah) dalam bentuk aorist imperatif menunjukkan tanggung
jawab aktif dan sadar. Kasih Allah tidak berubah, namun manusia
bisa menjauh darinya. Maka tugas iman adalah tinggal dalam kasih
seperti ranting dalam pokok anggur (Yoh. 15:4).
Memelihara
diri dalam kasih Allah berarti menjaga hati dari kebencian, hidup dalam
pengampunan, dan menolak kedinginan spiritual di tengah dunia yang sinis.
3.4 Menyelamatkan Mereka yang Goyah (Ay.
22–23)
Yudas
mengakhiri suratnya dengan tindakan pastoral yang lembut namun tegas. Ada tiga
kelompok yang disebut:
1.
Mereka yang ragu-ragu — perlu diyakinkan.
2.
Mereka yang hampir jatuh ke dalam api — perlu
diselamatkan.
3.
Mereka yang hidup dalam dosa — perlu dikasihi
tanpa ikut menajiskan diri.
Kasih
Allah bukan pasif, tetapi kasih yang menyelamatkan.
Gereja yang hidup dalam kasih Allah tidak hanya menjaga diri, tetapi juga menjangkau
yang lemah.
IV – KHOTBAH:
“HIDUP DALAM WILAYAH KASIH ALLAH”
4.1 Pendahuluan: Di Tengah Dunia yang Semakin Dingin Kasihnya
Kita
hidup di zaman di mana kasih menjadi barang langka. Manusia semakin cerdas,
tetapi hatinya kian keras. Teknologi membuat kita dekat secara digital, tetapi
jauh secara emosional. Dalam suasana seperti inilah pesan surat Yudas menemukan
gaungnya kembali:
“Peliharalah
dirimu dalam kasih Allah.” (Yud. 21)
Kasih
Allah bukan sekadar perasaan lembut; ia adalah kekuatan rohani yang menopang
iman ketika dunia kehilangan arah.
Ketika berita yang kita dengar penuh dengan kebencian, kekerasan, dan
keputusasaan, kasih Allah menjadi wilayah perlindungan jiwa.
Namun
kasih tidak terpelihara dengan sendirinya. Ia harus dijaga, dibangun, dan
dipelihara dalam disiplin rohani yang terus-menerus. Yudas menulis kepada
jemaat yang sedang diguncang ajaran palsu dan moralitas yang runtuh. Pesannya
ringkas, tetapi mendalam:
ingatlah
firman Allah, bangunlah iman, berdoalah dalam Roh, peliharalah kasih, dan
selamatkanlah sesama.
4.2 Titik
Fokus Homiletis
Pokok
khotbah ini berpusat pada tindakan iman aktif:
“Bangunlah dirimu di atas dasar imanmu yang
paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus, peliharalah dirimu dalam kasih
Allah, sambil menantikan rahmat Tuhan kita Yesus Kristus.” (ay.
20–21)
Teks
ini menunjukkan tiga gerakan spiritual utama:
1.
Gerakan
ke dalam – membangun iman pribadi yang kuat;
2.
Gerakan
ke atas – berdoa dan bergantung pada Roh Kudus;
3.
Gerakan
ke luar – mengasihi dan menyelamatkan orang lain.
4.3 Mengingat
Firman (Yudas 17–19)
“Ingatlah
akan apa yang telah dikatakan oleh rasul-rasul Tuhan kita Yesus Kristus.”
Yudas
memulai dengan “ingatlah”, karena pelupa adalah penyakit
rohani yang berbahaya. Gereja yang lupa pada firman akan mudah tersesat oleh
suara dunia.
Dalam
konteks historis, ajaran para rasul adalah sumber otoritas yang tertinggi bagi
jemaat mula-mula. Para guru palsu muncul, menjanjikan kebebasan tanpa batas,
menafsirkan kasih sebagai alasan untuk hidup tanpa hukum moral. Yudas
mengingatkan: kasih Allah bukanlah pembenaran dosa, melainkan kekuatan untuk melawan
dosa.
💡 Contoh Ilustratif:
Bayangkan seorang pelaut yang berlayar di tengah badai tanpa kompas. Mungkin ia
punya kapal yang kokoh, layar yang kuat, tapi tanpa arah, ia tersesat. Firman
Tuhan adalah kompas rohani bagi gereja. Tanpanya, iman
akan hanyut dalam gelombang opini.
4.4 Membangun
Iman yang Kudus (Ay. 20a)
“Bangunlah
dirimu di atas dasar imanmu yang paling suci.”
Kata
“bangun” (epoikodomein)
dalam bahasa Yunani memberi kesan proses berkelanjutan,
bukan tindakan sekali jadi. Seperti seorang tukang bangunan yang menata batu
demi batu, iman dibangun melalui pembelajaran, disiplin, dan ketaatan.
Contoh Kehidupan: Seorang
murid Kristus yang bertumbuh tidak hanya mendengar kotbah setiap minggu, tetapi
meneliti firman setiap hari. Ia membaca bukan sekadar mencari jawaban cepat,
tetapi untuk membentuk karakter. Ketika badai hidup
datang, iman seperti ini tidak roboh, sebab fondasinya kokoh.
Aplikasi Praktis:
·
Pelihara kebiasaan rohani: baca Alkitab, doa,
dan pelayanan kasih.
·
Jangan biarkan iman menjadi rutinitas tanpa
makna.
·
Iman tidak bisa diwariskan; ia harus dibangun
secara pribadi.
4.5 Berdoa
dalam Roh Kudus (Ay. 20b)
Doa
dalam Roh bukan berarti doa dengan bahasa roh saja, melainkan doa yang dipimpin
dan disesuaikan dengan kehendak Allah. Roh Kudus mengarahkan
isi hati kita agar sejalan dengan isi hati Allah.
Contoh Naratif: Ketika
Yesus berdoa di Getsemani, Ia tidak berkata, “Bapa, lakukan kehendakku,”
tetapi, “Jadilah kehendak-Mu.” Doa dalam Roh adalah doa yang menyerahkan ego
dan membuka ruang bagi kuasa Allah bekerja.
Aplikasi Teologis:
·
Doa dalam Roh menjaga kita dari kesombongan
rohani.
·
Ia memurnikan motivasi: kita berdoa bukan
untuk memuaskan diri, melainkan untuk memuliakan Allah.
·
Gereja yang berdoa dalam Roh menjadi peka
terhadap suara Tuhan dan kebutuhan dunia.
4.6 Memelihara
Diri dalam Kasih Allah (Ay. 21)
Inilah
inti dari seluruh pesan Yudas. Kasih Allah adalah wilayah perlindungan
rohani. Manusia sering gagal bukan karena kasih Allah berhenti,
tetapi karena ia keluar dari wilayah kasih itu.
Dalam
teks Yunani, “peliharalah” (tÄ“rÄ“sate) berarti menjaga
sesuatu agar tetap aman dalam pengawasan. Ini menuntut kesadaran rohani yang
aktif.
💡 Ilustrasi:
Seperti seorang tukang kebun yang setiap hari membersihkan rumput liar agar
bunga tetap mekar, demikian pula kita harus membersihkan hati dari dosa, iri,
dan kebencian agar kasih Allah tetap mengalir.
Contoh Aktual: Dalam
kehidupan pelayanan, banyak hamba Tuhan jatuh bukan karena tidak tahu firman,
tetapi karena kehilangan kasih mula-mula. Mereka lelah, kecewa, dan membiarkan
kepahitan tumbuh. Memelihara diri dalam kasih Allah berarti kembali setiap hari
ke sumber kasih itu — ke salib Kristus.
4.7 Menantikan
Rahmat Kristus (Ay. 21b)
Harapan
eskatologis menjadi penopang kasih. Kata prosdexomenoi (“menantikan”)
menggambarkan kerinduan yang aktif. Orang Kristen hidup bukan hanya untuk masa
kini, tetapi juga menatap masa depan: saat Tuhan Yesus datang membawa hidup
kekal.
Aplikasi Praktis:
·
Harapan akan kedatangan Kristus mendorong
kesetiaan di tengah penderitaan.
·
Gereja yang berharap adalah gereja yang sabar
dan teguh.
·
Pengharapan membuat kasih bertahan ketika
logika dunia berkata “menyerahlah.”
4.8
Kasihanilah Mereka yang Ragu dan Selamatkanlah yang Goyah (Ay. 22–23)
Inilah
wujud kasih yang nyata. Kasih Allah yang sejati tidak berhenti pada
diri sendiri, melainkan menjangkau mereka yang lemah dan
terjatuh.
Yudas
memberikan tiga kategori yang menggambarkan spektrum kondisi rohani jemaat:
1.
Mereka
yang ragu-ragu – perlu diyakinkan melalui kelembutan kasih.
2.
Mereka
yang hampir jatuh ke dalam api – perlu diselamatkan dengan tindakan cepat
dan tegas.
3.
Mereka
yang hidup dalam dosa – perlu dikasihi tanpa ikut menajiskan diri.
💡 Ilustrasi Pastoral:
Bayangkan seorang gembala yang menemukan dombanya tersangkut di semak berduri.
Ia tidak menegur dari jauh, tetapi turun tangan, meski tangannya terluka, demi
menyelamatkan domba itu. Begitu pula kasih Allah bekerja melalui kita — kasih
yang rela kotor demi memulihkan yang tersesat.
Aplikasi:
·
Jangan cepat menghakimi orang yang goyah;
dekati dengan kasih dan hikmat.
·
Beranilah menyelamatkan, tapi juga
berhati-hati agar tidak ikut jatuh.
·
Gereja harus menjadi tempat penyembuhan,
bukan penghakiman.
Refleksi Teologis: Tindakan
ini menunjukkan dimensi misi kasih. Kasih Allah
bukan ide teologis abstrak; ia menuntut keberanian praktis. Yudas mengingatkan
bahwa memelihara kasih berarti juga menghidupkan kasih itu bagi orang lain.
4.9 Menutup
dengan Doksologi Kehidupan
Setelah
semua peringatan dan ajaran, Yudas menutup dengan pengakuan iman yang megah:
“Bagi
Dia yang berkuasa memelihara kamu dari tersandung… bagi Dia kemuliaan sampai
selama-lamanya.” (ay. 24–25)
Kasih
Allah tidak hanya harus dipelihara, tetapi juga dipuji.
Ketika kita belajar memelihara diri dalam kasih, pada akhirnya kita sadar:
bukan kita yang menjaga kasih itu, melainkan kasih Allah sendiri
yang menjaga kita.
4.10 Khotbah
Aplikatif
Isi Khotbah:
1.
Jangan
Lupa Firman (Ay.17–19) – Pegang kompas firman dalam badai moral
dunia.
2.
Bangunlah
Imanmu (Ay.20) – Jangan biarkan imanmu menjadi reruntuhan.
Bangun setiap hari dengan disiplin rohani.
3.
Berdoalah
dalam Roh Kudus (Ay.20b) – Doa yang sejati menyalakan kembali kasih
yang redup.
4.
Peliharalah
Diri dalam Kasih (Ay.21) –
Kasih harus dijaga dari kebencian, iri, dan keputusasaan.
5.
Kasihanilah
Mereka yang Ragu (Ay.22–23) – Jadilah tangan Allah bagi mereka yang
goyah.
Penutup:
Kasih Allah bukanlah tempat pelarian, tetapi tempat pembentukan.
Yang memelihara diri dalam kasih Allah akan bertahan, bahkan bersinar, di
tengah dunia yang gelap.
4.11 Refleksi Akhir
Pesan
Yudas 1:17–23 menyatukan iman, doa, kasih, dan misi.
Gereja masa kini dipanggil bukan hanya menjaga ortodoksi (ajaran benar), tetapi
juga ortopraksis
(perilaku benar). Kasih Allah adalah medan pertempuran terakhir
antara terang dan gelap — dan umat Allah diminta untuk tinggal di dalamnya.
BAB V – KESIMPULAN
1.
Secara historis, surat Yudas lahir dari
konteks gereja yang diguncang ajaran palsu.
2.
Secara teologis, teks ini menekankan iman,
doa, kasih, dan belas kasihan sebagai inti kehidupan rohani.
3.
Secara homiletis, pesan ini relevan bagi
gereja masa kini yang perlu menjaga diri dari kesesatan dengan hidup dalam
kasih yang aktif.
4.
“Memelihara diri dalam kasih Allah” berarti hidup
dalam disiplin rohani, kesetiaan pada kebenaran, dan pelayanan penuh kasih
terhadap sesama.
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Primer
·
Alkitab Terjemahan Baru. Jakarta: Lembaga
Alkitab Indonesia, 2023.
·
The Greek New Testament, 5th Edition.
Stuttgart: Deutsche Bibelgesellschaft, 2014.
·
The Holy Bible, New International Version.
Grand Rapids: Zondervan, 2011.
B. Tafsir dan Studi Perjanjian Baru
·
Bauckham, Richard J. Jude, 2 Peter.
Word Biblical Commentary 50. Waco, TX: Word Books, 1983.
·
Green, Gene L. Jude and 2 Peter.
Baker Exegetical Commentary on the New Testament. Grand Rapids: Baker Academic,
2008.
·
Davids, Peter H. The Letters of 2
Peter and Jude. Grand Rapids: Eerdmans, 2006.
·
Moo, Douglas J. 2 Peter and Jude.
NIV Application Commentary. Grand Rapids: Zondervan, 1996.
·
Guthrie, Donald. New Testament
Introduction. Downers Grove: InterVarsity Press, 1990.
C. Literatur Historis dan Teologis
·
Brown, Raymond E. An Introduction to
the New Testament. New York: Doubleday, 1997.
·
Bruce, F. F. The Canon of
Scripture. Downers Grove: IVP Academic, 1988.
·
Dunn, James D. G. Unity and Diversity
in the New Testament. London: SCM Press, 1990.
·
Wright, N. T. Simply Christian:
Why Christianity Makes Sense. New York: HarperOne, 2006.
D. Literatur Homiletik dan Spiritualitas
·
Stott, John R. W. The Contemporary
Christian. Downers Grove: IVP, 1992.
·
Tozer, A. W. The Pursuit of God.
Chicago: Moody Publishers, 2009.
·
Packer, J. I. Knowing God.
Downers Grove: InterVarsity Press, 1993.
·
Barus, Karel. Khotbah
Ekspositori: Prinsip dan Praktik. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019.
Tags : BAHAN KHOTBAH
BPPPWG MENARA KRISTEN
KOMITMEN DALAM MELAYANI
PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
- ORA ET LABORA
- : Pdt Hendra C Manullang
- : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
- : crisvinh@gmail.com
- : menarakristen@gmail.com
Post a Comment