-->

sosial media

Saturday, 25 October 2025

KHOTBAH; YUDAS 1 : 17 - 23 ( MEMELIHARA DIRI DALAM KASIH ALLAH )

 


MEMELIHARA DIRI DALAM KASIH ALLAH

Kajian Historis–Kritis dan Refleksi Teologis-Homiletis atas Yudas 1:17–23

Ditulis Oleh : Pdt. Hendra Crisvin Manullang

 

I – PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Surat Yudas adalah salah satu kitab paling singkat dalam Perjanjian Baru, hanya terdiri dari satu pasal, namun sarat dengan pesan yang tegas dan mendalam. Yudas menulis pada masa di mana gereja sedang berhadapan dengan krisis moral dan teologis. Orang-orang yang mengaku percaya mulai menyimpang dari ajaran rasuli. Mereka menyelewengkan kasih karunia Allah menjadi alasan untuk hidup dalam dosa (Yud. 4).

Yudas menulis dengan keprihatinan yang mendalam. Ia tahu bahwa gereja yang baru bertumbuh dapat kehilangan arah jika tidak berhati-hati. Dalam ayat 17–23, ia menegaskan pesan kunci: “Peliharalah dirimu dalam kasih Allah sambil menantikan rahmat Tuhan kita Yesus Kristus untuk hidup yang kekal.”

Kalimat ini menjadi poros teologis dari seluruh surat. Di tengah arus penyimpangan dan kebingungan, Yudas tidak hanya menegur, tetapi juga memberikan fondasi rohani: kasih Allah adalah pelindung sekaligus kekuatan untuk bertahan.

Dalam konteks zaman ini, pesan Yudas terasa semakin relevan. Gereja modern menghadapi tantangan yang berbeda namun serupa—ajaran palsu, krisis moral, dan kehidupan iman yang dangkal. Banyak orang beriman, namun tidak sedikit yang kehilangan kasih. Karena itu, memelihara diri dalam kasih Allah bukan sekadar tindakan moral, tetapi panggilan eksistensial bagi umat yang hidup di tengah zaman yang penuh kekacauan spiritual.

 

II – KAJIAN HISTORIS–KRITIS

2.1 Konteks Penulis dan Jemaat

Yudas memperkenalkan dirinya sebagai “hamba Yesus Kristus dan saudara Yakobus” (Yud. 1). Banyak penafsir mengidentifikasinya sebagai saudara tiri Yesus, yang kemudian menjadi pemimpin di gereja Yerusalem (bdk. Kis. 15:13).
Surat ini ditujukan kepada jemaat Kristen Yahudi yang tersebar (diaspora), yang hidup dalam tekanan sosial dan ajaran sesat yang mengancam integritas iman.

Yudas menulis di sekitar tahun 65–80 M, masa yang sama dengan 2 Petrus. Kedua surat ini memiliki kemiripan tematik tentang peringatan terhadap guru palsu. Ajaran sesat yang dimaksud kemungkinan adalah bentuk awal dari Gnostisisme—gerakan yang menolak otoritas moral dan menekankan kebebasan spiritual tanpa batas.

Dalam konteks itu, Yudas memanggil jemaat untuk mengingat firman para rasul dan menjaga iman yang benar. Perikop 17–23 menjadi klimaks dari seluruh surat: setelah memperingatkan, ia mengajak jemaat untuk bertumbuh dalam kasih dan belas kasihan.

 

2.2 Analisis Historis-Kritis

Aspek Analisis

Penjelasan

Kritik Teks

Naskah Yunani menunjukkan keseimbangan antara aspek teologis dan etis. Kata agapÄ“ tou Theou (kasih Allah) menunjukkan kasih sebagai wilayah yang harus “dipelihara,” bukan dicapai.

Kritik Historis

Jemaat menghadapi bahaya moral dan intelektual. Yudas menulis bukan hanya untuk menentang ajaran sesat, tetapi untuk membangun spiritualitas yang tangguh.

Kritik Bentuk (Formkritik)

Bagian ini berbentuk parainesis (nasihat moral dan rohani), menandai penutup surat yang bersifat praktis dan kontemplatif.

Kritik Redaksi

Yudas menata suratnya dari kecaman menuju peneguhan iman. Ini menunjukkan peralihan dari konfrontasi menuju pemulihan komunitas.

 

2.3 Sitz im Leben (Situasi Hidup Teks)

Surat Yudas lahir dari krisis komunitas iman. Beberapa anggota gereja telah terpengaruh oleh ajaran palsu yang mengabaikan kekudusan. Dalam situasi ini, teks Yudas 1:17–23 berfungsi sebagai manifesto rohani—ajakan untuk kembali kepada kasih Allah yang sejati.
Kasih Allah di sini bukan emosi religius, melainkan realitas etis dan eksistensial yang harus dipelihara melalui doa, iman, dan pengharapan.

 

2.4 Struktur Retorika dan Dinamika Teks

Bagian

Ayat

Isi Pokok

Retorika

I

17–19

Peringatan akan para pengejek dan penyimpang iman

Nostalgia terhadap ajaran rasuli

II

20–21

Perintah untuk membangun diri dan memelihara kasih

Dorongan aktif dan personal

III

22–23

Sikap terhadap sesama yang goyah dan berdosa

Kasih yang menyelamatkan

Struktur ini menunjukkan pergeseran dari defensif (melawan kesesatan) menuju konstruktif (membangun iman dan kasih)—suatu langkah pastoral yang menunjukkan kematangan rohani penulis.

 

III – ANALISIS TEOLOGIS DAN REFLEKSI HOMILETIS

3.1 Membangun Diri di Atas Dasar Iman yang Kudus (Ay. 20)

Yudas memerintahkan: “Bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci.”
Kata “bangun” (epoikodomein) menggambarkan tindakan aktif dan berkelanjutan. Iman bukanlah fondasi mati, tetapi ruang hidup yang terus dibangun melalui pembelajaran, pengajaran, dan persekutuan.

Dalam konteks modern, membangun iman berarti menumbuhkan spiritualitas reflektif yang tidak mudah goyah oleh tren teologi instan atau ajaran populer yang dangkal.

 

3.2 Berdoa dalam Roh Kudus (Ay. 20b)

Doa dalam Roh Kudus bukanlah formula mistik, tetapi doa yang selaras dengan kehendak Allah. Roh Kudus menjadi sumber discernment—yang menuntun umat membedakan kebenaran dari kepalsuan.

Doa seperti ini menjaga umat dari bahaya rasionalisme kering maupun emosi keagamaan tanpa dasar. Berdoa dalam Roh berarti mengizinkan Allah berbicara melalui keheningan, bukan sekadar memaksa Tuhan menjawab keinginan kita.

 

3.3 Memelihara Diri dalam Kasih Allah (Ay. 21)

Frasa ini adalah pusat teologis seluruh perikop.Kata tērēsate (peliharalah) dalam bentuk aorist imperatif menunjukkan tanggung jawab aktif dan sadar. Kasih Allah tidak berubah, namun manusia bisa menjauh darinya. Maka tugas iman adalah tinggal dalam kasih seperti ranting dalam pokok anggur (Yoh. 15:4).

Memelihara diri dalam kasih Allah berarti menjaga hati dari kebencian, hidup dalam pengampunan, dan menolak kedinginan spiritual di tengah dunia yang sinis.

 

3.4 Menyelamatkan Mereka yang Goyah (Ay. 22–23)

Yudas mengakhiri suratnya dengan tindakan pastoral yang lembut namun tegas. Ada tiga kelompok yang disebut:

1.     Mereka yang ragu-ragu — perlu diyakinkan.

2.     Mereka yang hampir jatuh ke dalam api — perlu diselamatkan.

3.     Mereka yang hidup dalam dosa — perlu dikasihi tanpa ikut menajiskan diri.

Kasih Allah bukan pasif, tetapi kasih yang menyelamatkan. Gereja yang hidup dalam kasih Allah tidak hanya menjaga diri, tetapi juga menjangkau yang lemah.

 

IV – KHOTBAH: “HIDUP DALAM WILAYAH KASIH ALLAH”

4.1 Pendahuluan: Di Tengah Dunia yang Semakin Dingin Kasihnya

Kita hidup di zaman di mana kasih menjadi barang langka. Manusia semakin cerdas, tetapi hatinya kian keras. Teknologi membuat kita dekat secara digital, tetapi jauh secara emosional. Dalam suasana seperti inilah pesan surat Yudas menemukan gaungnya kembali:

“Peliharalah dirimu dalam kasih Allah.” (Yud. 21)

Kasih Allah bukan sekadar perasaan lembut; ia adalah kekuatan rohani yang menopang iman ketika dunia kehilangan arah.
Ketika berita yang kita dengar penuh dengan kebencian, kekerasan, dan keputusasaan, kasih Allah menjadi wilayah perlindungan jiwa.

Namun kasih tidak terpelihara dengan sendirinya. Ia harus dijaga, dibangun, dan dipelihara dalam disiplin rohani yang terus-menerus. Yudas menulis kepada jemaat yang sedang diguncang ajaran palsu dan moralitas yang runtuh. Pesannya ringkas, tetapi mendalam:
ingatlah firman Allah, bangunlah iman, berdoalah dalam Roh, peliharalah kasih, dan selamatkanlah sesama.

4.2 Titik Fokus Homiletis

Pokok khotbah ini berpusat pada tindakan iman aktif:

“Bangunlah dirimu di atas dasar imanmu yang paling suci dan berdoalah dalam Roh Kudus, peliharalah dirimu dalam kasih Allah, sambil menantikan rahmat Tuhan kita Yesus Kristus.” (ay. 20–21)

Teks ini menunjukkan tiga gerakan spiritual utama:

1.     Gerakan ke dalam – membangun iman pribadi yang kuat;

2.     Gerakan ke atas – berdoa dan bergantung pada Roh Kudus;

3.     Gerakan ke luar – mengasihi dan menyelamatkan orang lain.

4.3 Mengingat Firman (Yudas 17–19)

“Ingatlah akan apa yang telah dikatakan oleh rasul-rasul Tuhan kita Yesus Kristus.”

Yudas memulai dengan “ingatlah”, karena pelupa adalah penyakit rohani yang berbahaya. Gereja yang lupa pada firman akan mudah tersesat oleh suara dunia.

Dalam konteks historis, ajaran para rasul adalah sumber otoritas yang tertinggi bagi jemaat mula-mula. Para guru palsu muncul, menjanjikan kebebasan tanpa batas, menafsirkan kasih sebagai alasan untuk hidup tanpa hukum moral. Yudas mengingatkan: kasih Allah bukanlah pembenaran dosa, melainkan kekuatan untuk melawan dosa.

💡 Contoh Ilustratif: Bayangkan seorang pelaut yang berlayar di tengah badai tanpa kompas. Mungkin ia punya kapal yang kokoh, layar yang kuat, tapi tanpa arah, ia tersesat. Firman Tuhan adalah kompas rohani bagi gereja. Tanpanya, iman akan hanyut dalam gelombang opini.

4.4 Membangun Iman yang Kudus (Ay. 20a)

“Bangunlah dirimu di atas dasar imanmu yang paling suci.”

Kata “bangun” (epoikodomein) dalam bahasa Yunani memberi kesan proses berkelanjutan, bukan tindakan sekali jadi. Seperti seorang tukang bangunan yang menata batu demi batu, iman dibangun melalui pembelajaran, disiplin, dan ketaatan.

Contoh Kehidupan: Seorang murid Kristus yang bertumbuh tidak hanya mendengar kotbah setiap minggu, tetapi meneliti firman setiap hari. Ia membaca bukan sekadar mencari jawaban cepat, tetapi untuk membentuk karakter. Ketika badai hidup datang, iman seperti ini tidak roboh, sebab fondasinya kokoh.

Aplikasi Praktis:

·        Pelihara kebiasaan rohani: baca Alkitab, doa, dan pelayanan kasih.

·        Jangan biarkan iman menjadi rutinitas tanpa makna.

·        Iman tidak bisa diwariskan; ia harus dibangun secara pribadi.

4.5 Berdoa dalam Roh Kudus (Ay. 20b)

Doa dalam Roh bukan berarti doa dengan bahasa roh saja, melainkan doa yang dipimpin dan disesuaikan dengan kehendak Allah. Roh Kudus mengarahkan isi hati kita agar sejalan dengan isi hati Allah.

Contoh Naratif: Ketika Yesus berdoa di Getsemani, Ia tidak berkata, “Bapa, lakukan kehendakku,” tetapi, “Jadilah kehendak-Mu.” Doa dalam Roh adalah doa yang menyerahkan ego dan membuka ruang bagi kuasa Allah bekerja.

Aplikasi Teologis:

·        Doa dalam Roh menjaga kita dari kesombongan rohani.

·        Ia memurnikan motivasi: kita berdoa bukan untuk memuaskan diri, melainkan untuk memuliakan Allah.

·        Gereja yang berdoa dalam Roh menjadi peka terhadap suara Tuhan dan kebutuhan dunia.

4.6 Memelihara Diri dalam Kasih Allah (Ay. 21)

Inilah inti dari seluruh pesan Yudas. Kasih Allah adalah wilayah perlindungan rohani. Manusia sering gagal bukan karena kasih Allah berhenti, tetapi karena ia keluar dari wilayah kasih itu.

Dalam teks Yunani, “peliharalah” (tÄ“rÄ“sate) berarti menjaga sesuatu agar tetap aman dalam pengawasan. Ini menuntut kesadaran rohani yang aktif.

💡 Ilustrasi: Seperti seorang tukang kebun yang setiap hari membersihkan rumput liar agar bunga tetap mekar, demikian pula kita harus membersihkan hati dari dosa, iri, dan kebencian agar kasih Allah tetap mengalir.

Contoh Aktual: Dalam kehidupan pelayanan, banyak hamba Tuhan jatuh bukan karena tidak tahu firman, tetapi karena kehilangan kasih mula-mula. Mereka lelah, kecewa, dan membiarkan kepahitan tumbuh. Memelihara diri dalam kasih Allah berarti kembali setiap hari ke sumber kasih itu — ke salib Kristus.

4.7 Menantikan Rahmat Kristus (Ay. 21b)

Harapan eskatologis menjadi penopang kasih. Kata prosdexomenoi (“menantikan”) menggambarkan kerinduan yang aktif. Orang Kristen hidup bukan hanya untuk masa kini, tetapi juga menatap masa depan: saat Tuhan Yesus datang membawa hidup kekal.

Aplikasi Praktis:

·        Harapan akan kedatangan Kristus mendorong kesetiaan di tengah penderitaan.

·        Gereja yang berharap adalah gereja yang sabar dan teguh.

·        Pengharapan membuat kasih bertahan ketika logika dunia berkata “menyerahlah.”

4.8 Kasihanilah Mereka yang Ragu dan Selamatkanlah yang Goyah (Ay. 22–23)

Inilah wujud kasih yang nyata. Kasih Allah yang sejati tidak berhenti pada diri sendiri, melainkan menjangkau mereka yang lemah dan terjatuh.

Yudas memberikan tiga kategori yang menggambarkan spektrum kondisi rohani jemaat:

1.     Mereka yang ragu-ragu – perlu diyakinkan melalui kelembutan kasih.

2.     Mereka yang hampir jatuh ke dalam api – perlu diselamatkan dengan tindakan cepat dan tegas.

3.     Mereka yang hidup dalam dosa – perlu dikasihi tanpa ikut menajiskan diri.

💡 Ilustrasi Pastoral: Bayangkan seorang gembala yang menemukan dombanya tersangkut di semak berduri. Ia tidak menegur dari jauh, tetapi turun tangan, meski tangannya terluka, demi menyelamatkan domba itu. Begitu pula kasih Allah bekerja melalui kita — kasih yang rela kotor demi memulihkan yang tersesat.

Aplikasi:

·        Jangan cepat menghakimi orang yang goyah; dekati dengan kasih dan hikmat.

·        Beranilah menyelamatkan, tapi juga berhati-hati agar tidak ikut jatuh.

·        Gereja harus menjadi tempat penyembuhan, bukan penghakiman.

Refleksi Teologis: Tindakan ini menunjukkan dimensi misi kasih. Kasih Allah bukan ide teologis abstrak; ia menuntut keberanian praktis. Yudas mengingatkan bahwa memelihara kasih berarti juga menghidupkan kasih itu bagi orang lain.

4.9 Menutup dengan Doksologi Kehidupan

Setelah semua peringatan dan ajaran, Yudas menutup dengan pengakuan iman yang megah:

“Bagi Dia yang berkuasa memelihara kamu dari tersandung… bagi Dia kemuliaan sampai selama-lamanya.” (ay. 24–25)

Kasih Allah tidak hanya harus dipelihara, tetapi juga dipuji. Ketika kita belajar memelihara diri dalam kasih, pada akhirnya kita sadar: bukan kita yang menjaga kasih itu, melainkan kasih Allah sendiri yang menjaga kita.

4.10 Khotbah Aplikatif

Isi Khotbah:

1.     Jangan Lupa Firman (Ay.17–19) – Pegang kompas firman dalam badai moral dunia.

2.     Bangunlah Imanmu (Ay.20) – Jangan biarkan imanmu menjadi reruntuhan. Bangun setiap hari dengan disiplin rohani.

3.     Berdoalah dalam Roh Kudus (Ay.20b) – Doa yang sejati menyalakan kembali kasih yang redup.

4.     Peliharalah Diri dalam Kasih (Ay.21)  – Kasih harus dijaga dari kebencian, iri, dan keputusasaan.

5.     Kasihanilah Mereka yang Ragu (Ay.22–23) – Jadilah tangan Allah bagi mereka yang goyah.

Penutup:
Kasih Allah bukanlah tempat pelarian, tetapi tempat pembentukan.
Yang memelihara diri dalam kasih Allah akan bertahan, bahkan bersinar, di tengah dunia yang gelap.

4.11 Refleksi Akhir

Pesan Yudas 1:17–23 menyatukan iman, doa, kasih, dan misi.
Gereja masa kini dipanggil bukan hanya menjaga ortodoksi (ajaran benar), tetapi juga ortopraksis (perilaku benar). Kasih Allah adalah medan pertempuran terakhir antara terang dan gelap — dan umat Allah diminta untuk tinggal di dalamnya.

 

BAB V – KESIMPULAN

1.     Secara historis, surat Yudas lahir dari konteks gereja yang diguncang ajaran palsu.

2.     Secara teologis, teks ini menekankan iman, doa, kasih, dan belas kasihan sebagai inti kehidupan rohani.

3.     Secara homiletis, pesan ini relevan bagi gereja masa kini yang perlu menjaga diri dari kesesatan dengan hidup dalam kasih yang aktif.

4.     “Memelihara diri dalam kasih Allah” berarti hidup dalam disiplin rohani, kesetiaan pada kebenaran, dan pelayanan penuh kasih terhadap sesama.

 

DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Primer

·        Alkitab Terjemahan Baru. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2023.

·        The Greek New Testament, 5th Edition. Stuttgart: Deutsche Bibelgesellschaft, 2014.

·        The Holy Bible, New International Version. Grand Rapids: Zondervan, 2011.

 

B. Tafsir dan Studi Perjanjian Baru

·        Bauckham, Richard J. Jude, 2 Peter. Word Biblical Commentary 50. Waco, TX: Word Books, 1983.

·        Green, Gene L. Jude and 2 Peter. Baker Exegetical Commentary on the New Testament. Grand Rapids: Baker Academic, 2008.

·        Davids, Peter H. The Letters of 2 Peter and Jude. Grand Rapids: Eerdmans, 2006.

·        Moo, Douglas J. 2 Peter and Jude. NIV Application Commentary. Grand Rapids: Zondervan, 1996.

·        Guthrie, Donald. New Testament Introduction. Downers Grove: InterVarsity Press, 1990.

 

C. Literatur Historis dan Teologis

·        Brown, Raymond E. An Introduction to the New Testament. New York: Doubleday, 1997.

·        Bruce, F. F. The Canon of Scripture. Downers Grove: IVP Academic, 1988.

·        Dunn, James D. G. Unity and Diversity in the New Testament. London: SCM Press, 1990.

·        Wright, N. T. Simply Christian: Why Christianity Makes Sense. New York: HarperOne, 2006.

 

D. Literatur Homiletik dan Spiritualitas

·        Stott, John R. W. The Contemporary Christian. Downers Grove: IVP, 1992.

·        Tozer, A. W. The Pursuit of God. Chicago: Moody Publishers, 2009.

·        Packer, J. I. Knowing God. Downers Grove: InterVarsity Press, 1993.

·        Barus, Karel. Khotbah Ekspositori: Prinsip dan Praktik. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019.

 

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim