KHOTBAH; MATIUS 3 : 1–12 ( BERTOBATLAH! KERAJAAN ALLAH SUDAH DEKAT )
Bertobatlah! Kerajaan
Allah Sudah Dekat: Rekonstruksi Historis-Kritis dan Tafsir Teologis Matius
3:1–12
DITULIS OLEH : PDT HENDRA CRISVIN MANULLANG,S.TH
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pemberitaan Yohanes Pembaptis dalam Matius 3:1–12
adalah salah satu peristiwa paling penting dalam narasi awal Injil. Ia menjadi
“jembatan” antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dan membuka babak baru
dalam sejarah keselamatan. Yohanes tampil secara profetik, memakai bahasa
penghakiman sekaligus pemulihan, dengan gaya yang mengingatkan Israel pada para
nabi kuno.
Seruannya, “Bertobatlah!” (μετανοεῖτε)
merupakan inti pemberitaan Injil Yesus (Mat 4:17) dan para rasul (Kis 2:38).
Artinya, penelaahan ayat ini bukan hanya penting secara akademik, tetapi sangat
relevan bagi gereja modern yang sering kehilangan kesadaran akan urgensi
pertobatan dan kedatangan Kerajaan Allah.
Secara historis, Yohanes tampil pada masa ketika
Israel mengalami “kekosongan profetis” sekitar 400 tahun sejak Maleakhi. Di
bawah penjajahan Romawi, bangsa ini mengalami tekanan politik, kerusakan moral,
dan kompromi religius oleh para pemimpin yang korup. Panggilan Yohanes untuk
kembali kepada Tuhan menjadi gema harapan baru.
Dengan demikian, Matius 3:1–12 perlu dipelajari
melalui metode historis–kritis, teologi PL–PB, dan kritik teks untuk melihat
kedalaman pesannya.
1.2 Rumusan Masalah
- Apa
konteks historis dan sosial yang melatarbelakangi munculnya Yohanes
Pembaptis?
- Bagaimana
kritik teks dan analisis linguistik terhadap Matius 3:1–12 memperdalam
pemahaman?
- Apa
makna teologi pertobatan dalam PL dan PB?
- Bagaimana
pemahaman ini diterapkan dalam kehidupan gereja masa kini?
1.3 Tujuan Penulisan
- Mendeskripsikan
latar historis–kritis Yohanes Pembaptis.
- Melakukan
kritik teks terhadap kata-kata kunci Matius 3:1–12.
- Menggali
teologi pertobatan dalam PL dan PB.
- Menyampaikan
amanat khotbah yang relevan bagi gereja modern.
1.4 Metode Penelitian
Penelitian memakai:
- Metode
historis–kritis
(analisis konteks sejarah, budaya, intertekstualitas PL).
- Kritik
teks
(analisis kata Yunani, perbandingan naskah).
- Eksegesis
teologis dengan
pendekatan PL–PB.
- Hermeneutika pastoral (aplikasi khotbah).
II. KONTEKS HISTORIS MATIUS 3:1–12
2.1 Situasi Sosial–Politik
Palestina Abad Pertama
Matius 3:1–12 terjadi di bawah penjajahan Romawi.
Rakyat Yahudi terbagi menjadi beberapa kelompok religius:
- Farisi: mempertahankan tradisi
lisan
- Saduki: elit imam, bekerjasama
dengan Romawi
- Essenes: komunitas gurun, hidup
asketis
- Zelot: radikal anti-Romawi
Di tengah situasi ini, banyak orang menantikan
Mesias yang akan membebaskan mereka. Kehadiran Yohanes Pembaptis di padang
gurun—bukan di Bait Allah—merupakan kritik keras terhadap kepemimpinan rohani
yang gagal.
2.2 Kemunculan Yohanes Pembaptis
dalam Cahaya Historis-Kritis
Tokoh Yohanes Pembaptis sangat unik karena:
- Ia
hidup seperti nabi Elia (pakaian bulu, makanan belalang & madu).
- Ia
muncul di padang gurun (ἔρημος), simbol awal mula pembentukan
Israel.
- Ia
mengkhotbahkan pertobatan untuk menyambut Allah yang datang.
Menurut kajian historis, banyak gerakan keagamaan
Yahudi pada masa itu mengajarkan baptisan ritual, tetapi Yohanes membawa
baptisan yang once-for-all sebagai tanda komitmen moral, bukan sekadar
ritual penyucian.
2.3 Sitz im Leben Yohanes
Pembaptis
Sitz im Leben (setting kehidupan) Yohanes adalah:
- Masa
krisis identitas Israel
- Kekecewaan
terhadap Imam-imam Bait Allah
- Kerinduan
akan pemulihan eskatologis
- Keyakinan
bahwa Allah akan segera turun tangan
Seruan Yohanes, “Kerajaan Sorga sudah dekat”
(ἤγγικεν), menandai pecahnya intervensi Allah ke dalam sejarah manusia.
III. KRITIK TEKS DAN ANALISIS BAHASA
MATIUS 3:1–12
3.1 Kata Kunci Yunani
1. Μετανοεῖτε (metanoeite) —
“bertobatlah”
Metanoia bukan sekadar perubahan perilaku, tetapi:
- perubahan
pikiran,
- perubahan
orientasi hidup,
- kembali
kepada Allah sebagai Raja.
2. Βασιλεία τῶν οὐρανῶν (basileia
tōn ouranōn) — Kerajaan Sorga
Dalam Matius, istilah ini memuat dua dimensi:
- kehadiran
Allah yang memerintah sekarang,
- penyelesaian
final di akhir zaman.
3. Ἄξινος (axinē) — “kapak”
Simbol penghakiman yang dekat; menunjuk pada murka
Allah PL (Yes 10:15; Yer 46:22).
4. Πῦρ (pyr) — “api”
= simbol kemurnian & penghukuman (Mal 3:2–3).
3.2 Kritik Teks: Variasi
Manuskrip
Walau tidak banyak variasi, beberapa naskah awal
menekankan:
- pyr
asbestos
(πῦρ ἄσβεστος) “api yang tidak dapat dipadamkan”
- variabel
kecil pada konstruksi frasa “buah pertobatan”
Semua varian memperkuat tema penghakiman, bukan
melemahkannya.
3.3 Kritik Literer
Struktur retorika Matius 3:1–12 berbentuk:
- Kehadiran
Yohanes (ay.1–4)
- Respons
massa (ay.5–6)
- Peringatan
bagi pemimpin agama (ay.7–10)
- Pengumuman
tentang Mesias unggul (ay.11–12)
Semua bagian menjadi satu gambaran besar: Allah
sedang mendekat, maka umat harus bertobat.
IV. Pemberitaan Yohanes Pembaptis dan
Tuntutan Pertobatan: Analisis Naratif, Teologis, dan Hermeneutis
4.1 Latar Historis dan Sosial
Pelayanan Yohanes Pembaptis
Kemunculan Yohanes Pembaptis
tidak terjadi dalam ruang hampa. Ia hadir pada masa ketika Israel berada dalam
kondisi rohani yang tandus. Sejak nubuat Maleakhi (sekitar abad ke-5 SM),
bangsa Israel hidup dalam masa yang disebut intertestamental period—empat
abad tanpa nabi. Keheningan profetis yang panjang ini membuat kerinduan
Mesianik memuncak. Bangsa itu berada di bawah kekuasaan Romawi, tertindas baik
secara politik maupun ekonomi, dan haus pemulihan.
Yohanes tampil bukan di pusat
kota, melainkan “di padang gurun”. Secara simbolis, padang gurun
adalah tempat:
- Pembentukan Israel (Keluaran)
- Pemurnian rohani
- Dimulainya sesuatu yang baru
Dengan tampil di padang gurun,
Yohanes sebenarnya memutus pola religius yang telah membatu di pusat-pusat
ibadah. Ia menarik massa keluar dari kenyamanan liturgi menuju kesadaran yang
lebih mendasar: manusia adalah pendosa yang harus kembali kepada Allah.
Pelayanan Yohanes juga menantang
status-quo keagamaan. Orang Farisi dan Saduki, yang mewakili kalangan elite
religius, datang menemui Yohanes bukan untuk bertobat, tetapi untuk mengamati
dan mungkin mengkritisinya. Karena itu tegurannya tajam:
“Hai kamu keturunan ular beludak!” (Mat. 3:7).
Yohanes berhadapan langsung
dengan kemunafikan struktural: agama tanpa pertobatan.
4.2 Seruan Pertobatan: Makna
Teologis dan Eksistensial
Seruan Yohanes—“Bertobatlah!”
(μετανοεῖτε)—mengandung makna yang jauh lebih dalam daripada sekadar perubahan
perilaku. Secara bahasa Yunani:
- μετά (meta) = berubah, melampaui
- νοέω (noeo) = pikiran, kesadaran
Metanoia berarti perubahan
kesadaran yang mendasar, sebuah transformasi batin yang mengarah pada
perubahan orientasi hidup. Yohanes tidak memulai dengan etika, tetapi dengan identitas
manusia di hadapan Allah.
Pertobatan dalam PL memiliki dua
aspek utama:
- Sikap kembali (שׁוּב – shub) kepada Allah (Yer. 3:12;
Hos. 14:2)
- Mengubah perilaku sebagai bukti kesetiaan
kepada perjanjian (Yes. 1:16–17)
PB memperdalam makna ini: Yesus
memulai pelayanan-Nya dengan seruan yang sama (Mat. 4:17). Dengan demikian,
Yohanes adalah jembatan antara PL dan PB dalam teologi pertobatan.
Pertobatan dalam Alkitab selalu:
- diarahkan kepada Allah, bukan sekadar
moralitas;
- disertai perubahan nyata, bukan hanya penyesalan;
- berorientasi pada Kerajaan Allah yang datang.
4.3 Baptisan Yohanes: Makna
Ritual dan Teologis
Ritual pembaptisan Yahudi
sebenarnya sudah dikenal dalam bentuk mikvah, yaitu penyucian diri
dengan air. Namun baptisan Yohanes berbeda pada aspek berikut:
- Dilakukan sekali, bukan berkala.
- Menuntut pertobatan, bukan sekadar penyucian
lahiriah.
- Bersifat eskatologis, mempersiapkan jalan bagi
Sang Mesias.
- Terbuka bagi semua, bukan hanya kelompok
tertentu.
Air menjadi simbol:
- pembersihan,
- kelahiran baru,
- pemutusan dengan kehidupan lama.
Secara PL, baptisan Yohanes
merepresentasikan:
- Perjalanan Israel melalui Laut Teberau
(Keluaran 14)
- Pembersihan melalui air dalam nubuat Yehezkiel
(Yeh. 36:25)
Secara PB, baptisan ini menunjuk
pada:
- baptisan dalam Roh (Mat. 3:11; Kis. 2)
- kematian dan kebangkitan Kristus (Rm. 6:3–4)
Yohanes secara sadar menempatkan
dirinya sebagai pembuka jalan:
“Ia yang datang sesudah aku lebih berkuasa daripadaku” (Mat. 3:11).
Dengan mengakui ketidaklayakannya untuk membuka tali kasut Mesias, ia
merendahkan diri dan memusarakan seluruh perhatian umat kepada Kedatangan
Kristus.
4.4 Kritik Sosial dan Etis
Yohanes: Seriusnya Tuntutan Buah Pertobatan
Yohanes tidak sekadar berkhotbah;
ia menantang struktur sosial yang penuh kemunafikan.
Tegurannya terhadap orang Farisi
dan Saduki memperlihatkan tiga kritik tajam:
1. Pertobatan yang tidak
menghasilkan buah
Buah merupakan bukti, bukan
syarat keselamatan. Tanpa buah, pertobatan hanyalah retorika.
2. Ketergantungan pada garis
keturunan
“Kami adalah keturunan Abraham” (Mat. 3:9). Yohanes mengecam
keyakinan palsu bahwa identitas etnis menjamin keselamatan.
3. Penghakiman yang mendesak
Gambaran kapak yang sudah
diletakkan pada akar pohon (Mat. 3:10) adalah metafora eskatologis bahwa:
- Tuhan tidak menunda penghakiman;
- umat Allah tidak kebal terhadap hukuman;
- keselamatan tidak otomatis.
Yohanes mengingatkan bahwa Allah tidak membutuhkan formalitas kekristenan, tetapi kehidupan yang berubah secara nyata.
4.5 Dimensi Eskatologis: Api,
Alat Penampi, dan Penghakiman
Ayat 11–12 mengandung
simbol-simbol kuat:
1) Api (πῦρ)
Melambangkan penyucian (Maleakhi
3:2–3) sekaligus penghukuman (Yes. 66:15–16).
Kristus datang membaptis dengan Roh dan api:
- Roh = memperbaharui
- Api = memurnikan dan menghakimi
2) Alat Penampi (πτύον)
Ini adalah gambaran petani yang
memisahkan gandum dari sekam.
Fungsi teologisnya:
- memisahkan umat yang sejati dari yang palsu.
3) Lumbung dan Api yang tidak
terpadamkan
Keduanya menunjukkan dua tujuan
akhir manusia:
- Keselamatan (gandum)
- Kebinasaan (sekam)
Simbol-simbol ini menggarisbawahi pesan utama Yohanes: Pertobatan bukan pilihan tambahan; itu adalah tuntutan mendesak dalam terang Kerajaan Allah yang segera dinyatakan.
V. KHOTBAH
Berikut versi khotbah yang lahir dari eksposisi
akademik di atas:
KHOTBAH: “BERTOBATLAH! KERAJAAN
ALLAH SUDAH DEKAT”
Pendahuluan
Suatu hari, seorang ayah kehilangan arah di dalam
hutan. Ia terus berjalan tetapi semakin tersesat. Anaknya berkata: “Ayah, kita
harus kembali.” Tetapi ayah berkata, “Aku malu kembali.”
Namun anak itu menjawab:
“Kembali bukan berarti kalah. Kembali berarti kita menuju jalan yang benar.”
Itu adalah gambar pertobatan: kembali kepada Tuhan
sebelum terlambat.
Poin 1 — Pertobatan adalah
panggilan Tuhan untuk memulai kembali
Yohanes tampil di padang gurun—tempat Israel
pertama kali dibentuk. Pesan Yohanes:
“Metanoeite!”
Kembali. Berbalik. Jangan tetap di jalan yang salah.
Poin 2 — Pertobatan harus
menghasilkan buah
“Hasillah buah yang sesuai dengan pertobatan”—bukan
hanya emosi, bukan sekadar ritual.
Contoh: seorang pemabuk yang berhenti minum hanya seminggu,
namun kembali jatuh. Pertobatan sejati bukan sesaat, tetapi perubahan karakter.
Poin 3 — Penghakiman semakin
dekat
Kapak sudah diletakkan di akar.
Api penghakiman sudah siap.
Ini bukan ancaman kosong, tetapi fakta eskatologis.
Poin 4 — Pertobatan membuka jalan
bagi Yesus
Tujuan pelayanan Yohanes bukan Yohanes, tetapi
Yesus.
Ketika kita bertobat, kita sedang membuka jalan
bagi Tuhan untuk berkarya di hidup kita.
5.1 Implikasi Hermeneutis:
Membaca Matius 3 dalam Konteks PL dan PB
1. Kesinambungan PL–PB
Yohanes bukan tokoh baru, melainkan kelanjutan
dari:
- Yesaya
40:3 — suara yang berseru-seru di padang gurun
- Maleakhi
3:1 — utusan yang mempersiapkan jalan
- Maleakhi
4:5 — hadirnya nabi seperti Elia
PB mengonfirmasi seluruh pola ini: Yohanes tampil
dengan gaya hidup asketis ala Elia, dan Yesus sendiri menegaskan identitasnya
(Mat. 11:14).
2. Motif Pertobatan dalam Narasi
Keselamatan
Pertobatan selalu mendahului pemulihan (Yoel 2;
Amos 5; Kis. 2).
Hermeneutika Matius menempatkan tema ini sebagai gerbang memasuki Injil.
3. Formula Dialektika
“Sementara–Sudah” dalam Eskatologi Kerajaan Allah
Yohanes menyatakan bahwa “Kerajaan Allah sudah
dekat.”
Ini menandakan:
- Kerajaan
itu belum sepenuhnya hadir (karena Mesias belum memulai pelayanan-Nya),
- tetapi
sudah mulai bekerja di tengah umat.
Dengan demikian, setiap pertobatan adalah bukti
kehadiran awal Kerajaan Allah.
5.2 Implikasi Teologis:
Pertobatan dalam Kerangka Kristologi dan Soteriologi
1. Pertobatan Sesungguhnya
Mengarah pada Kristus
Yohanes tidak pernah memusatkan perhatian pada
dirinya.
Ia menyediakan ruang bagi Sang Anak Domba Allah.
Dalam teologi PB:
- Pertobatan
membuka hati bagi karya Roh Kudus (Kis. 2:38).
- Pertobatan
dipenuhi melalui karya Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya (Rm. 6).
- Pertobatan
mengalir menjadi kehidupan baru (1 Ptr. 1:14–16).
2. Penghakiman sebagai Realitas
Eskatologis yang Nyata
Penghakiman dalam Alkitab bukan ancaman kosong; itu
bagian dari keadilan Allah.
PL:
—Yesaya 13; Yehezkiel 7; Amos 5
PB:
—Matius 25; 2 Tesalonika 1; Wahyu 20
Matius 3 menempatkan umat dalam pilihan serius:
menjadi gandum atau sekam.
3. Keselamatan bersifat
transformasional
Pertobatan sejati bukan hanya meninggalkan dosa,
tetapi:
- mencintai
kebenaran,
- berbuah
secara etis dan sosial,
- membangun
kehidupan yang memuliakan Allah.
5.3 Implikasi Pastoral dan
Praktis di Gereja Masa Kini
1. Gereja Tidak Boleh
Menggantikan Pertobatan dengan Aktivitas
Banyak orang mengira kehadiran di ibadah atau
pelayanan rutin cukup untuk menjadi rohani.
Yohanes mengingatkan bahwa:
“Gereja tanpa pertobatan adalah masyarakat religius
tanpa kehadiran Allah.”
2. Khotbah tentang Pertobatan
Harus kembali dibangkitkan
Mazmur 139:23–24 menjadi doa gereja:
“Selidikilah aku, ya Allah.”
Khotbah pertobatan bukan kuno—itu inti Injil.
3. Pertobatan Melibatkan Dimensi
Etis dan Sosial
Seperti Yohanes, gereja perlu berbicara terhadap:
- ketidakadilan,
- korupsi,
- kemunafikan,
- penyalahgunaan
religiusitas.
Pertobatan bukan hanya moral pribadi, tetapi
transformasi komunitas.
4. Menantikan Penghakiman dengan
Kesungguhan
Karena Kerajaan Allah sudah dekat, maka:
- waktu
adalah anugerah;
- pertobatan
adalah respons;
- hidup
kudus adalah buahnya.
5.4 Ilustrasi: Pohon yang Menolak
Berbuah
Ada sebuah kisah tentang kebun anggur di daerah
Mediterania. Seorang petani merawat sebuah pohon ara selama tiga tahun. Ia
menyiangi rumput, menyiramnya, dan memberi pupuk. Namun pohon itu tetap tidak
berbuah. Suatu hari ia berkata:
“Pohon ini hanya mengambil tempat. Sudah waktunya
ditebang.”
Tetapi anaknya berkata:
“Beri aku satu tahun lagi. Aku akan menggemburkan tanahnya. Jika tetap tidak
berbuah, tebanglah.”
Demikianlah hidup manusia di hadapan Allah.
Kasih karunia memberi kita “satu tahun lagi”—sebuah kesempatan.
Tetapi kesempatan tidak berlangsung selamanya.
5.5 Ringkasan Teologis Utama Bab
V
- Pertobatan
adalah pintu masuk Kerajaan Allah.
- Pertobatan
mengakar pada tradisi PL dan digenapi dalam PB melalui Kristus.
- Baptisan
Yohanes menunjuk pada karya Roh di dalam Kristus.
- Penghakiman
adalah realitas eskatologis yang menuntut kesiapan.
- Gereja
modern membutuhkan kebangkitan kesadaran pertobatan.
PENUTUP
Kajian historis–kritis dan teologi PL–PB
menunjukkan bahwa Matius 3:1–12 bukan sekadar seruan moral, tetapi deklarasi
eskatologis bahwa Allah telah turun tangan ke dalam sejarah.
Pertobatan adalah jalan masuk menuju pemerintahan Allah.
Gereja masa kini dipanggil bukan hanya mengajarkan kebaikan, tetapi menyerukan metanoia—perubahan hidup, hati, dan orientasi—sebelum kehadiran penuh Kerajaan Allah tiba.
Tags : BAHAN KHOTBAH
BPPPWG MENARA KRISTEN
KOMITMEN DALAM MELAYANI
PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
- ORA ET LABORA
- : Pdt Hendra C Manullang
- : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
- : crisvinh@gmail.com
- : menarakristen@gmail.com
Post a Comment