KHOTBAH; LUKAS 1 : 67–79 ( ALLAH MELAWAT UMATNYA )
ALLAH MELAWAT UMATNYA
Kajian Historis–Kritis,
Teologis, dan Filosofis atas Lukas 1:67–79
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Lukas 1:67–79, yang sering disebut Benedictus,
adalah salah satu teks paling kaya dalam keseluruhan karya Lukas. Pujian
Zakharia ini bukan hanya respons spontan seorang ayah yang anaknya lahir;
melainkan sebuah proklamasi profetis yang melampaui ruang pribadi menuju
panggung sejarah keselamatan universal. Di sini, Zakharia menyatakan bahwa Allah
telah melawat umat-Nya—suatu pernyataan yang mengguncang dunia kuno yang
selama berabad-abad merasakan seolah-olah Allah diam.
Sejak hari-hari terakhir kitab Maleakhi hingga
permulaan Injil Lukas, kira-kira empat abad berlalu tanpa wahyu profetik yang
baru. Bangsa Yahudi menyebut periode ini sebagai “masa kesunyian”. Dunia
berubah: Persia jatuh, Yunani bangkit dan runtuh, Romawi memaksakan Pax Romana
yang dingin, dan rakyat Yahudi hidup dalam tekanan politik, sosial, dan
religius. Mereka mengingat janji-janji Allah, tetapi tidak melihat penggenapan
langsung. Dalam konteks kegelapan historis inilah Lukas menampilkan sebuah
deklarasi ilahi: Allah kembali mengunjungi umat-Nya.
Ungkapan “Allah melawat” bukan sekadar metafora.
Dalam tradisi Israel, “kunjungan Allah” berarti perubahan besar dalam
sejarah—baik penyelamatan maupun penghukuman. Allah melawat Sara dan membuka
kandungannya (Kej. 21:1); Ia melawat Israel dalam perbudakan Mesir (Kel. 4:31);
Ia melawat umat-Nya ketika menegakkan raja, memulihkan tanah, atau
menghancurkan kejahatan. Dengan demikian, ketika Zakharia menyatakan bahwa
Allah telah melawat umat-Nya, ia sedang mengumumkan puncak baru intervensi
Allah dalam sejarah, yaitu kedatangan Mesias.
Apa yang terjadi di rumah kecil seorang imam tua
dan istrinya yang mandul ternyata bukan sekadar kisah pribadi; itu adalah titik
balik dalam sejarah kosmik. Yohanes Pembaptis lahir sebagai perintis jalan,
sedangkan Yesus akan lahir sebagai terang keselamatan. Pujian Zakharia
mengungkapkan bahwa Allah tidak jauh; Ia mendekat, menyentuh, mengintervensi,
dan memulai tindakan penyelamatan yang sejak lama dijanjikan.
Dalam dunia modern yang juga diliputi “kesunyian
rohani”—tekanan sosial, kekerasan, korupsi moral, dan kehilangan makna—tema
“Allah melawat umat-Nya” menjadi berita yang relevan. Banyak orang percaya
hidup dalam kegelapan emosional, spiritual, dan eksistensial. Penebusan sering
dipahami sebatas doktrin, bukan pengalaman. Karena itu, penelitian atas teks ini
bukan hanya akademis, tetapi juga pastoral dan eksistensial: Bagaimana makna
kunjungan Allah di abad pertama dapat berbicara kepada manusia abad dua puluh
satu?
1.2 Rumusan Masalah
Untuk menggali kedalaman makna teks ini, penelitian
ini difokuskan pada pertanyaan-pertanyaan utama berikut:
- Apa
makna historis, literer, dan teologis dari pernyataan Zakharia bahwa
“Allah melawat umat-Nya”?
- Bagaimana
struktur, bahasa Yunani, dan paralelisme puisi dalam Lukas 1:67–79
mencerminkan pemahaman Yahudi tentang keselamatan?
- Apa
hubungan antara pujian Zakharia dengan janji-janji Perjanjian Lama?
- Bagaimana
tema kunjungan Allah digenapi dalam inkarnasi Kristus dan dilanjutkan
dalam gereja?
- Apa
implikasi filosofis dari konsep “kunjungan Allah” bagi manusia modern yang
hidup dalam kecemasan, ketakpastian, dan kerapuhan eksistensial?
- Bagaimana
gereja masa kini dapat menghidupi panggilan sebagai umat yang telah
dikunjungi Allah?
Rumusan-rumusan ini memadukan kajian
historis-kritis, linguistik, teologi biblika, dan refleksi pastoral.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
- Menguraikan
makna mendalam dari pujian Zakharia melalui pendekatan bahasa dan analisis
literer.
- Menjelaskan
bagaimana Lukas menempatkan peristiwa kelahiran Yohanes dan Yesus sebagai
klimaks dari sejarah keselamatan.
- Mengidentifikasi
konsep visitation (kunjungan Allah) dalam PL dan PB.
- Menghubungkan
tema ini dengan persoalan eksistensial manusia (takut, gelap, dosa,
harapan).
- Menawarkan
refleksi teologis dan pastoral yang membantu gereja memaknai kunjungan
Allah dalam kehidupan nyata.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teologis
Teks ini memperdalam pemahaman tentang inkarnasi
sebagai puncak kunjungan Allah, memperkuat doktrin keselamatan, dan memperkaya
teologi pemulihan.
1.4.2 Manfaat Historis–Kritis
Analisis ini memberi gambaran bagaimana budaya Yahudi
pasca-pembuangan dan era Romawi memahami harapan mesianik.
1.4.3 Manfaat Liturgis–Pastoral
Benedictus menjadi dasar liturgi Gereja sepanjang
sejarah. Penelitian ini memperlihatkan kekuatan spiritual dari pujian tersebut.
1.4.4 Manfaat Filosofis–Eksistensial
Dalam dunia modern yang kehilangan kepastian,
konsep “kunjungan Allah” memberi jawaban atas kecemasan manusia.
Filsuf seperti Kierkegaard, Gabriel Marcel, dan
Moltmann membantu menafsirkan harapan yang melampaui nalar tetapi mengakar pada
tindakan Allah.
1.5 Tinjauan Pustaka
Kajian terhadap Lukas 1:67–79 telah dilakukan oleh
berbagai Tokoh:
- Raymond
E. Brown menekankan aspek historis dan tradisi Yahudi dalam The Birth
of the Messiah.
- Joel
Green melihat Benedictus sebagai jembatan antara PL dan PB.
- N.T.
Wright menyoroti aspek kerajaan dan eksodus baru.
- Bock
dan Fitzmyer memfokuskan analisis pada bahasa dan tradisi lisan Yahudi.
- Moltmann
menafsirkannya dalam terang teologi harapan dan inkarnasi.
Di tengah berbagai pendekatan ini, penelitian ini
mencoba menghadirkan sintesis yang lebih luas: linguistik, historis,
naratif, teologis, filosofis, dan pastoral, sehingga menghasilkan pemahaman
yang lebih menyeluruh.
1.6 Keaslian Penelitian
Keunikan penelitian ini terletak pada:
- Penggabungan
analisis eksegetis dengan filsafat harapan Kierkegaard–Marcel–Moltmann.
- Pendekatan
naratif-retoris yang melihat Benedictus sebagai puisi profetik.
- Pembacaan
integratif PL–PB tentang kunjungan Allah.
- Penekanan
pastoral bahwa kunjungan Allah bukan hanya doktrin, tetapi pengalaman
iman.
1.7 Metode Penelitian
Metode yang digunakan:
- Analisis
historis-kritis
(konteks Romawi–Yahudi)
- Kajian
bahasa Yunani
- Analisis
bentuk puisi dan retorika
- Teologi
biblika PL–PB
- Hermeneutika
filosofis
(eksistensial–harapan)
- Aplikasi
pastoral homiletis
1.8 Sistematika Penulisan
Disusun dalam lima bab besar:
- I – Pendahuluan.
- II – Analisis konteks historis dan teologi sekitar Lukas 1.
- III – Eksegesis teks dan analisis bahasa ayat per ayat.
- IV – Kajian teologis dan filosofis tema “Allah Melawat Umat-Nya”.
- V – Khotbah ekspositori + analisis akademik.
1.9 Penutup Bagian I
Bagian I menegaskan bahwa tema “Allah melawat
umat-Nya” bukan hanya sebuah pernyataan religius, tetapi pengumuman teologis
yang radikal—bahwa Allah yang tampak diam dalam sejarah, ternyata sedang
menenun keselamatan secara diam-diam, dan kini menyatakan diri melalui
kelahiran Mesias.
Sebagai pembaca, kita diajak tidak hanya memahami
teks, tetapi juga membuka diri bagi kunjungan Allah yang terus terjadi di
tengah dunia.
II. ANALISIS
KONTEKS HISTORIS DAN TEOLOGI SEKITAR LUKAS 1:67–79
Untuk
memahami nyanyian Zakharia (Benedictus) dalam Lukas 1:67–79, kita harus
memasukkannya ke dalam dunia historis, sosial, dan teologis di mana teks itu
lahir. Tanpa pemetaan konteks ini, pembacaan kita hanya akan menjadi impresi
rohani tanpa akar historis. Nyanyian ini bukanlah kata-kata pribadi seorang
imam tua yang baru memiliki anak, tetapi merupakan suara kolektif dari
generasi-generasi Israel yang telah menunggu, meratap, berharap, dan bertahan
melalui penindasan panjang—dari Asyur, Babel, Persia, Yunani, hingga Roma.
Bab
ini berusaha menampilkan konteks historis yang sangat luas,
konteks
sosial-politik Palestina abad pertama, perkembangan teologi
Yahudi masa Bait Kedua, serta pesan teologis yang
membentuk narasi Lukas 1. Semua ini menjadi fondasi bagi
pembacaan ekspositori yang lebih teknis pada Bab III dan IV.
2.1.
Konteks Historis Umum: Dunia Palestina Abad Pertama
2.1.1. Israel Dalam
Bayang-bayang "Empat Kekuasaan"
Untuk
memahami Lukas 1, penting untuk menyadari bahwa Israel telah berada dalam
kondisi “tidak merdeka” selama ±600 tahun. Nyanyian Zakharia bergema dalam
sejarah panjang penindasan:
1.
Asyur (722–605 SM) – menghancurkan kerajaan utara.
2.
Babel (605–539 SM) – menghancurkan Yerusalem dan Bait
Suci, membawa pembuangan.
3.
Persia (539–332 SM) – memperbolehkan kembali ke tanah,
tetapi tetap sebagai provinsi.
4.
Yunani (332–167 SM) – Alexander Agung dan dinasti Seleukid,
memicu pemberontakan Makabe.
5.
Roma (63 SM – abad 1) – kekaisaran yang menguasai Palestina
saat Yesus lahir.
Selama
ratusan tahun ini, Israel hidup dengan status “umat Tuhan yang
dijanjikan masa depan cerah, namun hidup dalam realitas gelap”.
Di
sinilah nyanyian Zakharia muncul: sebagai proklamasi bahwa Allah
akhirnya melawat umat-Nya, bukan sekadar sebagai konsep
teologis, melainkan sebagai intervensi historis.
2.2.
Latar Sosial-Politik Palestina Saat Kelahiran Yohanes dan Yesus
2.2.1. Kekuasaan Roma:
Ketidakadilan Sistematis
Pada
masa itu, Palestina berada di bawah kekuasaan Roma, dipimpin oleh Herodes Agung
sebagai raja klien. Kekuasaan Roma ditandai oleh:
·
pajak yang sangat berat (tributum soli, tributum capitis)
·
kehadiran militer Roma di kota-kota penting
·
dominasi politik yang manipulatif
·
hierarki sosial yang tajam
Roma
menjanjikan pax
Romana—tetapi damai bagi Roma sering berarti penindasan bagi
bangsa-bangsa di bawahnya.
Israel
merindukan pax
Dei (damai Allah), bukan pax Romana.
Nyanyian Zakharia akan berbicara tentang “membebaskan dari tangan musuh” (ay.
74) secara teologis dan eskatologis, tetapi konteks sosialnya jelas: mereka
benar-benar hidup dalam tekanan musuh.
2.2.2. Kelas Sosial
dalam Masyarakat Yahudi
Konteks
sosial Yahudi saat itu juga terfragmentasi:
·
Herodian – kelas penguasa yang berafiliasi
dengan Roma.
·
imam besar dan elite Saduki – kolaborator politik yang
mempertahankan status quo.
·
Farisi – golongan religius yang kuat dalam
tradisi lisan.
·
Kaum Essene – kelompok yang mengasingkan diri
menunggu Mesias.
·
Kaum Zelot – nasionalis radikal anti-Roma.
·
Rakyat jelata – petani, nelayan, tukang, yang hidup
dalam kemiskinan dan pajak.
Zakharia berbicara bukan sebagai seorang politisi atau pemberontak, tetapi sebagai imam, seorang dari kelompok sosial yang seharusnya dekat dengan pusat kekuasaan religius, tetapi justru dipakai Allah untuk menyampaikan kritik dan harapan.
2.3.
Latar Religius: Yudaisme Masa Bait Kedua
2.3.1. Dua Poros
Teologis Utama
Ada
dua poros teologis yang membentuk pemikiran Israel masa itu:
A. Teologi Perjanjian
(Covenantal Theology)
Bangsa
Israel hidup dari janji-janji Allah kepada:
·
Abraham
(Kej. 12:1–3)
·
Musa
(Kel. 19–24)
·
Daud
(2 Sam. 7)
Nyanyian
Zakharia berulang kali menyebut:
·
“perjanjian-Nya” (ay. 72)
·
“sumpah yang diucapkan kepada Abraham” (ay. 73)
Zakharia
tidak menciptakan teologi baru. Ia membaca peristiwa kelahiran Yohanes dalam
terang sejarah keselamatan.
B. Teologi Eskatologis
(Messianic Hope)
Di
bawah tekanan penjajahan, lahir berbagai harapan akan:
·
Mesias
raja dari keturunan Daud
·
Mesias
imam (Qumran)
·
pembaruan
Israel
·
pengampunan
dosa secara kosmik
·
pemulihan
kerajaan Allah
Nyanyian
Zakharia adalah deklarasi bahwa eskatologi mulai menerobos sejarah
2.4.
Situasi Keluarga Zakharia dan Elisabet
2.4.1. Status Sosial
dan Religius
Zakharia
adalah imam dari rombongan Abia; Elisabet keturunan Harun. Secara religius,
mereka:
·
memiliki
status terhormat,
·
namun
mengalami stigma sosial (“mandul”).
Mandul
di zaman itu diartikan sebagai:
·
hukuman,
·
ketidakhadiran
berkat,
·
kegagalan
memenuhi perintah budaya.
Dengan
memberi mereka anak, Allah bukan hanya bekerja secara biologis, tetapi secara simbolis:
“Allah
memulihkan apa yang hilang dari Israel yang mandul: harapan.”
2.5.
Mengapa Lukas Menempatkan Nyanyian Ini di Awal Injilnya?
Karena
Lukas sedang menulis:
A. Sejarah Keselamatan
Lukas
1–2 adalah pembuka teologis: sebuah overture, memperkenalkan
tema-tema besar yang akan kembali sepanjang Injil dan Kisah Para Rasul.
B. Konteks Naratif
Nyanyian
ini adalah:
·
respons
profetis Zakharia,
·
penyimpul
rangkaian mukjizat,
·
jembatan
menuju pelayanan Yohanes Pembaptis.
C. Konteks Liturgis
Banyak
ahli melihat bahwa Lukas memakai pola mazmur dan puisi Ibrani.
Benedictus itu sendiri memiliki struktur:
·
Pujian (ay. 68)
·
Alasan pujian (ay. 69–75)
·
Nubuat kepada Yohanes (ay. 76–79)
Ini
struktur yang sangat Yahudi dan sangat liturgis.
2.6.
Situasi Teologis dan Pergumulan Iman Israel
Israel
hidup di antara dua realitas:
·
janji: Allah akan menyelamatkan
·
kenyataan: situasi tetap gelap
Inilah
yang melahirkan tiga tema teologis besar yang menjadi fondasi nyanyian
Zakharia.
2.6.1. Teologi
Penggenapan Janji
Israel
telah menunggu:
·
Mesias
dari Daud
·
pembebasan
dari musuh
·
terang
bagi bangsa yang berjalan dalam kegelapan
Nyanyian
Zakharia menggambarkan bahwa semua janji ini mulai terwujud.
2.6.2. Teologi
Pengampunan
Tema
“pengampunan dosa” (ay. 77) sangat kuat.
Ini bukan hanya pengampunan moral individual, tetapi:
·
pemulihan
relasi perjanjian
·
pembaruan
komunitas
·
pemulihan
kosmik (shalom)
2.6.3. Teologi Hadirat
Allah
Kata
kunci nyanyian Zakharia adalah:
“Allah
melawat umat-Nya dan membawa kelepasan” (ay. 68).
Konsep
“melawat” (episkeptomai) adalah istilah yang dipakai Allah ketika Ia:
·
membebaskan
Israel dari Mesir (Kel. 3:16)
·
memperhatikan
umat-Nya yang tertindas
·
turun
tangan dalam sejarah
Zakharia
dengan sengaja menyamakan kelahiran Yohanes dan Mesias dengan eksodus
kedua.
2.7.
Konteks Sastra (Literary Context)
2.7.1. Hubungan Dengan
Kidung Maria (Magnificat)
Ada
kesinambungan antara Magnificat (Luk. 1:46–55) dan Benedictus:
·
keduanya
menjanjikan pembalikan keadaan (reversal)
·
keduanya
menghubungkan Mesias dengan Abraham
·
keduanya
memakai pola mazmur Ibrani
Namun
Magnificat lebih pribadi, sedangkan Benedictus lebih nasional dan profetis.
2.7.2. Hubungan Dengan
Nubuatan PL
Lukas
menulis sebagai sejarawan teologis.
Nyanyian Zakharia menyatukan:
·
Yesaya
(terang, keselamatan, jalan Tuhan)
·
Mazmur
(keselamatan dari musuh)
·
Maleakhi
(Yohanes sebagai utusan)
·
Kejadian
(janji Abraham)
Tidak
ada bagian nyanyian ini yang tidak berdasar pada teks PL.
2.8.
Tujuan Teologis Lukas Jika Dilihat Secara Historis-Kritis
Dari
perspektif historis-kritis, para ahli melihat bahwa:
1.
Lukas
menggunakan tradisi lisan komunitas Yahudi-Kristen awal.
2.
Nyanyian
ini mungkin sudah digunakan dalam ibadah awal gereja.
3.
Lukas
memasukkannya sebagai programmatic theology injilnya.
Tema
besar Lukas muncul semua di sini:
·
Allah
berpihak pada yang tertindas
·
keselamatan
universal
·
pembebasan
dari musuh
·
terang
bagi bangsa-bangsa
·
pengampunan
dosa
·
peran
Roh Kudus
·
kesinambungan
Israel–Gereja
Dengan
demikian, memahami teks ini berarti memahami seluruh Injil Lukas.
2.9.
Penekanan Khusus: “Zaman Senja” dan “Cahaya Fajar”
Zakharia
menggambarkan zaman gelap ini sebagai:
“mereka yang duduk dalam kegelapan dan
bayang-bayang maut” (ay. 79)
Ini
adalah gambaran eksistensial dan historis. Fajar keselamatan datang dari:
“rahmat dan belas kasihan Allah kita”
(ay. 78)
Zakharia
melihat kelahiran Yohanes sebagai:
·
tanda
·
awal
·
pembuka
pintu
·
fajar
sebelum matahari (Mesias) terbit
Narasi
ini menyatukan:
·
eksistensialisme
Ibrani
·
janji
eskatologis
·
intervensi
Allah dalam sejarah
Bagian ini menunjukkan bahwa
nyanyian Zakharia lahir dalam:
·
pergumulan
panjang Israel
·
konteks
sosial-politik yang menindas
·
harapan
teologis yang membara
·
kesadaran
historis bangsa yang merindukan Mesias
·
keyakinan
bahwa Allah adalah Allah yang “melawat”
III. EKSEGESE
TEKS LUKAS 1:67–79 (NA28/UBS5)
3.1.
Pendahuluan Eksegetis
Perikop
Lukas 1:67–79 merupakan salah satu puisi kenabian-perjanjian paling penting
dalam Injil Lukas. Dalam tradisi gereja, teks ini dikenal sebagai Benedictus,
karena dimulai dengan kata Εὐλογητός (Eulogētos:
“Terpujilah”). Secara literer, teks ini merupakan:
·
sebuah
mazmur
kenabian (prophetic psalm),
·
bernuansa
apokaliptis-perjanjian,
·
disusun
dalam gaya puisi
Ibrani tetapi dalam bahasa Yunani,
·
berfungsi
sebagai kunci
hermeneutis bagi seluruh Injil Lukas & Kisah Para Rasul.
Perikop
ini bukan hanya “pujian Zakaria”, melainkan deklarasi teologis bahwa Allah
telah memulai pemenuhan janji Perjanjian Lama melalui kelahiran Yohanes
Pembaptis dan Mesias. Di sini tema besar “Allah
Melawat Umat-Nya” (ἐπεσκέψατο epeskepsato)
menjadi fondasi teologis bagi keseluruhan teologi Lukas.
3.2.
Analisis Struktur Puisi (Poetic Structure)
Para
ahli struktur menilai Benedictus terdiri dari dua bagian besar:
I. Puji-pujian atas
karya penyelamatan Allah bagi Israel (ay. 68–75)
Fokus:
Yesus
sebagai Mesias – Anak Daud
Genre: Puisi pujian historis-salvifik (salvation-historical hymn)
II. Nubuat atas
pelayanan Yohanes Pembaptis (ay. 76–79)
Fokus:
Yohanes
sebagai nabi pendahulu (προφήτης ὑψίστου)
Genre: Nubuat kenabian dan teologi terang-kegelapan
Dalam
tradisi puisi Ibrani, terdapat:
·
Paralelisme sinonim (ay. 68–69; 77–79)
·
Paralelisme klimaks (ay. 71–75)
·
Pola bipolar: Kegelapan ↔ Terang (ay. 78–79)
Struktur
ini menunjukkan bahwa Lukas menulis dalam Yunani, tetapi berpikir dalam “jiwa”
puisi Ibrani.
3.3.
Kritik Teks (Textual Criticism): Pembacaan dari NA28/UBS5
Walau
teks Lukas relatif stabil, ada beberapa varian penting:
Ayat 69 – “Sungguh
telah membangkitkan tanduk keselamatan”
NA28:
ἤγειρεν
κέρας σωτηρίας
TR/Byz: identik, tetapi sebagian minor manuscripts menambahkan ἡμῖν
(“bagi kita”) lebih awal.
Signifikansi:
Penambahan “bagi kita” cenderung bersifat ekspansif
(scribal expansion), ingin memperjelas penerima keselamatan. NA28
mempertahankan bentuk yang lebih keras dan singkat.
Ayat 70 – “Seperti
telah difirmankan melalui nabi-nabi-Nya yang kudus sejak dahulu kala”
Varian:
sebagian manuskrip Barat menambahkan ἀπ’ αἰῶνος dua kali,
tetapi NA28 menahan bentuk tunggal.
Signifikansi:
Penyalin mencoba menekankan usia janji ini. NA28 mempertahankan bentuk lebih
asli.
Ayat 78 – “karena
rahmat dan belas kasihan Allah kita”
Varian:
beberapa naskah menambahkan ἡμῶν setelah Θεοῦ,
tetapi NA28 mempertahankan bentuk pendek.
Implikasi:
Bentuk pendek lebih konsisten dengan gaya Lukas: personal tetapi tidak
repetitif.
Secara
keseluruhan, tidak ada varian yang mengubah makna teologi utama:
karya Allah yang melawat Israel.
3.4.
Eksegesis Ayat per Ayat (Very Technical)
Berbasis teks Yunani NA28
Ayat
67
Καὶ Ζαχαρίας ὁ πατὴρ αὐτοῦ ἐπλήσθη
πνεύματος ἁγίου καὶ προεφήτευσεν λέγων·
Kata
kunci:
·
ἐπλήσθη πνεύματος ἁγίου
– “dipenuhi Roh Kudus”
– gaya bahasa khas Lukas (bdk. Kis 2:4; 4:8; 13:9).
– Menandakan otoritas kenabian, bukan sekadar inspirasi pribadi.
·
προεφήτευσεν
– “bernubuat”
– bukan puisi spontan, tetapi proklamasi profetik yang memiliki dimensi eschatological
revelation.
Makna:
Lukas menyatakan bahwa apa yang akan diucapkan Zakaria bukan perkataan
manusia, tapi pewahyuan Roh yang melihat sejarah dari
perspektif eskatologis.
Ayat
68
Εὐλογητὸς Κύριος ὁ Θεὸς τοῦ Ἰσραήλ, ὅτι
ἐπεσκέψατο καὶ ἐποίησεν λύτρωσιν τῷ λαῷ αὐτοῦ·
Kata
kunci:
1. Εὐλογητός
·
Formula
berkat Yahudi.
·
Selalu
mengawali mazmur pujian liturgis.
·
Menandakan
bahwa Zakaria berbicara dalam tradisi doxologis Israel.
2. ἐπεσκέψατο (aorist
mid.)
Arti:
“Ia telah melawat / mengunjungi / turun tangan.”
Ini istilah teknis PL:
·
Allah
“melawat” umat (Keluaran 3:16).
·
Allah
“melawat” rahim mandul (Kej. 21:1).
·
Allah
“melawat” dalam pembebasan (Rut 1:6).
Melawat = tindakan penyelamatan dramatis.
3. ἐποίησεν λύτρωσιν
“melakukan
penebusan”
·
λύτρωσις
= pembebasan dari musuh atau perbudakan
·
Gelar
teologis PL → Keluaran
Analisis:
Zakaria melihat kelahiran Yesus sebagai Keluaran baru (New
Exodus).
Ayat
69
καὶ ἤγειρεν κέρας σωτηρίας ἡμῖν ἐν οἴκῳ
Δαυὶδ παιδὸς αὐτοῦ·
κερας σωτηρίας
“Tanduk
keselamatan” = simbol kekuatan raja (Mazmur 132:17).
Makna:
·
bukan
sekadar keselamatan moral,
·
tetapi
“pemimpin kuat”, yaitu Mesias Daud.
ἐν οἴκῳ Δαυίδ
Lukas
menegaskan identitas Mesias Daud dengan
eksplisit—fondasi tema kerajaan dalam Injil.
Ayat
70
καθὼς ἐλάλησεν διὰ στόματος τῶν ἁγίων
ἀπ’ αἰῶνος προφητῶν αὐτοῦ·
Frasa
διὰ
στόματος adalah idiom Ibrani → “melalui mulut para nabi”.
Makna
teologis:
·
Tidak
ada pemisahan antara nabi → Firman Allah.
·
Janji
ini sangat
kuno, “dari zaman kekal”.
Ayat
71–75
Ayat-ayat
ini membentuk paralelisme puisi Ibrani.
Ay 71
“keselamatan dari musuh dan dari tangan
mereka yang membenci kita”
→ motif peperangan ilahi, seperti Keluaran dan Mazmur.
Ay 72
“mengingat belas kasihan kepada nenek
moyang kita”
→ akar janji Abraham.
Ay 73–74
“sumpah kepada Abraham … membebaskan
kita dari musuh”
→ teologi covenant renewal.
Ay 75
“beribadah dengan kekudusan dan
kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup”
→ tujuan keselamatan: pembentukan umat kudus,
bukan hanya bebas dari musuh.
Ayat
76
Καὶ σὺ, παιδίον, προφήτης Ὑψίστου
κληθήσῃ·
Identitas
Yohanes:
·
προφήτης Ὑψίστου
→ bukan nabi biasa, tapi nabi eskatologis (bdk. Maleakhi 3:1).
·
προπορεύσῃ
→ berjalan mendahului Mesias. Pencapaian identitas PL.
Ayat
77
"Untuk memberikan pengetahuan
keselamatan kepada umat-Nya dalam pengampunan dosa-dosa."
Teologi
penting:
·
Yohanes
bukan juru selamat,
·
tetapi
pemberita
keselamatan,
·
keselamatan
dimulai dari pengampunan dosa, bukan pembebasan politik.
Ayat
78–79
Ini
bagian paling puitis dan teologis.
διὰ σπλάγχνα ἐλέους Θεοῦ ἡμῶν
“karena belas kasihan terdalam dari Allah kita”
– σπλάγχνα = “isi perut”, kasih yang paling emosional.
ἐπιφᾶναι φῶς
“terang yang terbit”
→ motif Mesias sebagai Matahari Kebenaran (Maleakhi 4:2).
τοῖς καθημένοις ἐν σκότει καὶ σκιᾷ
θανάτου
“bagi mereka yang duduk dalam kegelapan dan bayang-bayang maut”
→ kutipan Yes. 9:1 dan Mazmur 23.
τοῦ κατευθῦναι τοὺς πόδας ἡμῶν εἰς ὁδὸν
εἰρήνης
“untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai”
→ shalom = ketertiban kosmik, bukan sekadar tidak ada konflik.
3.5.
Intertekstualitas Perjanjian Lama
Lukas
menyulam seluruh teks ini dari PL:
·
Keluaran 3:16 – Allah melawat Israel.
·
Mazmur 132:17 – Tanduk keselamatan.
·
Kejadian 22:16–18 – Janji Abraham.
·
Yesaya 9:1–2 – Terang di tengah kegelapan.
·
Maleakhi 3:1 – Utusan yang mendahului TUHAN.
·
Mazmur 23 – Bayang-bayang maut.
Makna:
Lukas menunjukkan bahwa Yesus bukan peristiwa baru yang tiba-tiba, melainkan
puncak sejarah penebusan Allah.
3.6.
Kesimpulan Eksegesis
Lukas
1:67–79 adalah deklarasi bahwa:
·
Era
baru telah tiba
·
Allah
turun tangan dalam sejarah
·
Keluaran
baru dimulai
·
Mesias
Daud hadir
·
Yohanes
menjadi pintu gerbang eskaton
Itulah
inti tema: “Allah
Melawat Umat-Nya.”
IV. DIMENSI
SOSIO-HISTORIS, FILOSOFIS, DAN PASTORAL
4.1.
Pendahuluan: Ketika Allah Bertindak di Tengah Dunia Manusia
Tema
“Allah Melawat Umat-Nya” bukan hanya tema spiritual yang melayang-layang di
awang-awang; melainkan tema yang berakar dalam realitas hidup manusia, dalam
pengalaman sejarah, politik, ekonomi, dan psikologi umat. Ketika Zakharia
bernubuat (Luk. 1:67–79), ia tidak hanya menyampaikan doktrin teologis abstrak;
ia menyampaikan sebuah perisitwa historis, sebuah momen eksistensial,
dan sebuah pengharapan
yang memulihkan lapisan terdalam identitas bangsa.
Karena
itu, dalam BAB IV kita mengupas dimensi non-eksegetis—atau lebih tepatnya, dimensi
hidup dari teks itu:
·
Bagaimana
Allah melawat umat dalam penderitaan sosial-politik?
·
Bagaimana
teks ini berbicara kepada manusia modern di tengah krisis identitas?
·
Bagaimana
dimensi filsafat eksistensial, personalisme, dan teologi kontemporer memaknai
kunjungan Allah?
·
Bagaimana
gereja mempraktikkan makna “kunjungan Allah” dalam pelayanan nyata?
Dengan
demikian, kita melihat bahwa karya Allah tidak hanya lahir dari langit, tetapi
turun mengakar dalam tanah kehidupan manusia—mengubah sejarah, mengubah hati,
dan mengubah arah masa depan umat.
4.2. Dimensi Sosiologis
dan Politik: Ketika Kunjungan Allah Menghadapi Kekaisaran
Tidak
ada teks Injil yang lahir dari ruang steril. Lukas 1:67–79 lahir dari dunia
yang sedang menyala—dunia yang tertindas oleh imperium Roma, dunia yang
ditandai oleh ketakutan kolektif, dunia yang dipenuhi propaganda politik dan
militer. Untuk itu, tema “Allah Melawat” harus dibaca dalam ketegangan
geopolitik yang sedang berlangsung.
4.2.1. Israel pada Abad
Pertama: Bangsa yang Tertindas dan Tercabik
Israel
pada masa Yesus adalah bangsa:
·
tanpa
kedaulatan politik,
·
tanpa
kebebasan hukum,
·
tanpa
kontrol ekonomi,
·
berada
di bawah pajak kejam Roma,
·
diawasi
ketat oleh tentara dan gubernur asing.
Kunjungan
Allah dalam konteks ini bukanlah “nyanyian rohani yang sentimental,” melainkan:
·
deklarasi
pembebasan politis,
·
kritik
terhadap penguasa lalim,
·
pengumuman
bahwa dunia akan berubah.
Para
ahli sosiologi agama menyebut fenomena ini sebagai resistance theology,
yakni teologi yang tumbuh sebagai respons terhadap penindasan struktural.
4.2.2. “Ia membebaskan
kita dari musuh-musuh kita” (Luk. 1:71)
Ayat-ayat
ini adalah manifesto
politik.
Tidak heran banyak rabi Yahudi mendengar gema tradisi eksodus—Allah menantang
Firaun.
Dalam
konteks Roma:
·
musuh
bukan hanya tentara,
·
tetapi
juga sistem ekonomi feodal Roma,
·
budaya
Helenistik yang menghancurkan identitas Yahudi,
·
dan
kolaborator politik internal (Herodes, Saduki aristokratik).
Karena
itu, ketika Zakharia berkata: “Allah melawat,” itu
artinya:
Allah memasuki arena politik. Allah
tidak netral. Allah berpihak kepada umat tertindas.
4.2.3. Implikasi untuk
Gereja Masa Kini
Jika
Allah melawat umat tertindas, maka gereja:
·
tidak
boleh netral terhadap ketidakadilan,
·
tidak
boleh menjadi penonton dalam penderitaan sosial,
·
tidak
boleh hanya peduli ritual tetapi mengabaikan jeritan masyarakat.
“Melawat”
berarti:
·
hadir,
·
terlibat,
·
membela,
·
menyembuhkan.
Dengan
demikian, gereja menjadi tanda kehadiran Allah dalam dunia sosial.
4.3.
Dimensi Filsafat dan Eksistensial: Allah yang Menjadi Hadir dalam Keheningan
Diri
Kunjungan
Allah tidak hanya menyentuh level sosial dan politik, tetapi juga level eksistensial
manusia—dalam krisis makna, pencarian identitas, dan dialog batin
manusia dengan dirinya sendiri.
4.3.1. Kierkegaard:
Allah yang “Menyeberang” Menuju Individu
Søren
Kierkegaard berbicara tentang lompatan ilahi—Allah yang
menyeberangi jurang antara kekekalan dan kefanaan.
Dalam
Lukas 1:
·
Allah
tidak sekadar berfirman,
·
Ia
“melawat,”
·
yakni
masuk ke dalam ruang hidup manusia.
Bagi
Kierkegaard, kunjungan Allah berarti:
·
manusia
tidak ditinggalkan dalam absurditas,
·
Allah
meruntuhkan kesunyian eksistensial,
·
manusia
dipanggil menjawab secara personal.
Dengan
demikian, “Allah melawat” berarti Allah mengundang manusia ke dalam
relasi—bukan filosofi, bukan ritual, melainkan perjumpaan pribadi.
4.3.2. Gabriel Marcel:
Misteri Kehadiran
Gabriel
Marcel mengembangkan konsep “presence”—hadir sebagai misteri relasional, bukan
objek logika. Menurut Marcel:
·
Kehadiran
adalah bentuk cinta,
·
Cinta
adalah bentuk keterlibatan,
·
Keterlibatan
adalah inti eksistensi manusia.
Karena
itu, “Allah melawat” berarti Allah hadir sebagai kasih, bukan
sebagai teori keagamaan.
Himne Zakharia menjadi ungkapan bahwa Allah telah memasuki ruang penderitaan
manusia untuk mengubahnya dari dalam.
4.3.3. Jürgen Moltmann:
Kunjungan Allah sebagai Harapan di Tengah Penderitaan
Dalam
Theology
of Hope, Moltmann menegaskan bahwa Allah bekerja tidak dari masa
lalu, tetapi dari masa depan—sebuah masa depan yang datang mengintervensi dunia
sekarang.
Kata
“melawat” dalam Lukas adalah tanda:
·
masa
depan Allah telah masuk ke masa kini,
·
sejarah
bergerak menuju pemulihan,
·
penderitaan
bukan akhir narasi manusia.
Dengan
demikian, kunjungan Allah adalah interupsi eskatologis yang
membuka horizon baru untuk umat manusia.
4.4.
Dimensi Spiritualitas: Kunjungan Allah dalam Penderitaan dan Keputusasaan
Teks
Lukas 1:67–79 tidak hanya berbicara untuk Israel abad pertama. Ia berbicara
kepada:
·
mereka
yang sedang kehilangan harapan,
·
mereka
yang tertindas oleh sistem hidup,
·
mereka
yang merasa jauh dari Tuhan,
·
mereka
yang hidup dalam “malam panjang jiwa.”
Ketika
Zakharia berkata:
“Surya pagi akan menyinari kita dari
tempat yang tinggi” (ay. 78),
ia
berbicara kepada manusia modern yang tenggelam dalam:
·
depresi,
·
kekosongan
batin,
·
kelelahan
eksistensial,
·
krisis
moral.
“Surya
pagi” itu adalah metafora pemulihan batin.
4.4.1. Allah Melawat
dalam Kesunyian
Di
tengah pandemi, duka, kehilangan pekerjaan, kehancuran keluarga, dan
kegelisahan mental, kunjungan Allah hadir sebagai:
·
ketenangan,
·
pemulihan
batin,
·
penguatan
jiwa,
·
cahaya
yang menembus kegelapan psikologis.
Keselamatan
bukan hanya doktrin; ia adalah pengalaman penyembuhan.
4.4.2. Allah Melawat
dalam Pertobatan
Ayat
77 menegaskan bahwa keselamatan merupakan pembebasan dari dosa dan rasa
bersalah—dua realitas yang menghancurkan manusia secara psikologis.
Allah
yang melawat:
·
memecah
rantai masa lalu,
·
memulihkan
citra diri,
·
mendamaikan
manusia dengan dirinya sendiri.
4.4.3. Allah Melawat
dalam Pelayanan Sakramen
Dalam
tradisi gereja, kunjungan Allah dihadirkan:
·
dalam
sakramen Perjamuan Kudus,
·
dalam
pelayanan pastoral,
·
dalam
doa bersama,
·
dalam
kehadiran gereja di masyarakat.
Kunjungan
Allah tidak berhenti di halaman Kitab Suci; ia berlanjut dalam kehidupan
gereja.
4.5.
Dimensi Hermeneutis: Membaca “Kunjungan Allah” Sebagai Pola Perjalanan Gereja
4.5.1. Gereja sebagai
Tanda Kunjungan Allah
Jika
Allah melawat umat-Nya, maka gereja harus menjadi tanda kunjungan itu:
·
melalui
liturgi yang hidup,
·
melalui
pelayanan yang menyembuhkan,
·
melalui
kehadiran di tengah rakyat,
·
melalui
pembelaan bagi yang lemah.
Gereja
bukan monumen; gereja adalah “perpanjangan tindakan Allah.”
4.5.2. Hermeneutika
Pembebasan: Teks ini sebagai Pembacaan Transformatif
Dalam
konteks Indonesia—kemiskinan, ketimpangan ekonomi, intoleransi,
ketidakadilan—teks ini mengundang gereja untuk berperan dalam:
·
misi
keadilan,
·
advokasi
sosial,
·
pelayanan
belas kasihan.
Hermeneutika
pembebasan melihat Benedictus sebagai:
·
teks
harapan,
·
teks
keberpihakan,
·
teks
perlawanan terhadap kejahatan struktural.
4.5.3. Hermeneutika
Eksistensial: Teks sebagai Panggilan Pribadi
Teks
ini juga memanggil individu untuk:
·
bertobat,
·
menyambut
terang Allah,
·
meninggalkan
kegelapan batin,
·
hidup
dalam damai sejahtera.
Dengan
demikian, hermeneutika Benedictus bersifat:
·
sosial,
·
personal,
·
eskatologis.
4.6.
Dimensi Pastoral: Gereja sebagai Alat Kunjungan Allah
Kunjungan
Allah bukan hanya doktrin, tetapi tugas gereja.
Gereja dipanggil menjadi:
4.6.1. Gereja yang
Melawat
Seperti
Allah melawat:
·
gereja
melawat yang sakit,
·
gereja
melawat yang miskin,
·
gereja
melawat yang terabaikan,
·
gereja
melawat yang hancur hatinya.
Kunjungan
pastoral adalah bentuk konkret kehadiran Allah.
4.6.2. Gereja yang
Menyatakan Cahaya
Ayat
79 berbicara tentang “cahaya bagi mereka yang duduk dalam kegelapan.”
Gereja harus menjadi:
·
pelita
moral,
·
suara
profetik,
·
pembimbing
rohani,
·
sumber
harapan.
4.6.3. Gereja yang
Memimpin kepada Damai
Jika
surya pagi memimpin “ke jalan damai,” maka gereja harus:
·
memediasi
konflik,
·
membangun
rekonsiliasi,
·
mengajarkan
pengampunan,
·
mengutus
umat menjadi pembawa shalom di dunia.
4.7.
Kesimpulan BAGIAN IV
Bagian IV menegaskan bahwa tema “Allah Melawat Umat-Nya”
memiliki dimensi yang sangat luas:
·
Sosiologis: Allah masuk ke dalam dunia
sosial-politik yang tertindas, membangun pembebasan nyata.
·
Filosofis: kunjungan Allah menginterupsi
keabsurdan eksistensi manusia, membawa makna dan relasi.
·
Spiritual: Allah menyentuh batin manusia pada
titik kehancuran terdalam.
·
Hermeneutis: teks menjadi peta bagi gereja untuk
bertindak di dunia.
·
Pastoral: kunjungan Allah diwujudkan melalui
pelayanan gereja yang mengunjungi, menyembuhkan, dan mendampingi.
Dengan
demikian, kunjungan Allah bukan peristiwa masa lalu tetapi pola tindakan ilahi
yang terus berlangsung—di dunia, di gereja, dan di hati manusia.
V. IMPLIKASI
TEOLOGIS, ESKATOLOGIS, DAN PASTORAL DARI TEMA “ALLAH MELAWAT UMAT-NYA” SERAYA
DIINTEGRASIKAN DALAM KHOTBAH EKS POSITORI
5.1.
Pendahuluan: Ketika Firman Menjadi Daging dalam Kehidupan Gereja
Setelah
memahami konteks historis (BAB I–II) dan struktur eksegetis (BAB III), serta
dimensi sosial-filosofisnya (BAB IV), kini kita bergerak ke pertanyaan puncak:
Apa makna kunjungan Allah bagi gereja masa kini?
Apa
dampaknya bagi iman Kristen dan pelayanan praktis?
Bagaimana teks Lukas 1:67–79 membentuk spiritualitas umat Allah?**
Dalam
bab ini, kita memandang Benedictus bukan hanya sebagai himne kuno, tetapi
sebagai:
·
fondasi
teologi inkarnasi,
·
sumber
etos pelayanan gereja,
·
nadi
dari harapan eskatologis,
·
undangan
untuk memasuki relasi yang diperbarui,
·
dan
naskah
hidup bagi khotbah Kristen.
5.2.
Implikasi Kristologis: Kristus sebagai Puncak Kunjungan Allah
Lukas
1:68 berkata:
“Terpujilah
Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya.”
Kata
“melawat” (ἐπεσκέψατο) dalam teks Yunani adalah bentuk aorist—menandakan
tindakan Allah yang penuh, tegas,
dan konklusif.
Namun di ayat berikutnya, kita melihat bahwa kunjungan itu bukan abstraksi; ia berinkarnasi
dalam diri Anak yang akan lahir.
5.2.1.
Inkarnasi sebagai Kunjungan Allah yang Tertinggi
Dalam teologi Perjanjian Baru:
·
Allah
melawat dalam bentuk penghukuman (PL),
·
Allah
melawat dalam bentuk pembebasan (Eksodus),
·
tetapi
dalam Injil, Allah melawat dalam diri-Nya sendiri,
sebagai seorang bayi.
Inkarnasi bukan sekadar kehadiran Allah,
melainkan:
1.
Allah menjadi manusia untuk memahami
penderitaan manusia.
2.
Allah memasuki sejarah sebagai bagian
sejarah itu sendiri.
3.
Allah tidak berjarak, tetapi menanggung
luka umat-Nya.
5.2.2.
Kristus sebagai “Tanduk Keselamatan” (κέρας σωτηρίας)
Istilah ini adalah metafora kerajaan:
·
simbol
kekuatan,
·
kemenangan,
·
otoritas
ilahi,
·
pembebasan
dari musuh.
Dalam Kristus:
·
musuh
itu bukan hanya Roma,
·
melainkan
dosa, maut, keputusasaan, dan kegelapan rohani.
5.2.3.
Kristologi Harapan
Dalam kerangka Moltmann:
·
Kristus
bukan saja Juruselamat,
·
tetapi
horizon masa depan Allah,
·
sumber
harapan yang merombak struktur historis.
5.3.
Implikasi Pneumatologis: Roh Kudus sebagai Agen Kunjungan Berkelanjutan
Ayat
67 menegaskan bahwa nubuat Zakharia lahir:
“penuh
dengan Roh Kudus.”
Roh
Kudus adalah:
·
pemrakarsa
wahyu,
·
penggerak
hati manusia,
·
penghubung
antara tindakan Allah dan respons manusia.
Implikasinya:
5.3.1. Kunjungan Allah
Berlanjut melalui Roh
Inkarnasi
adalah kunjungan pertama,
Pentakosta adalah kunjungan lanjutan,
kehadiran Roh dalam gereja adalah kunjungan yang terus berlangsung.
5.3.2. Roh Kudus
Membentuk Gereja sebagai Umat yang Melawat
Gereja
yang dipenuhi Roh:
·
tidak
pasif,
·
tidak
hidup berdiam diri,
·
tetapi
pergi melawat mereka yang membutuhkan.
Dengan
demikian, kunjungan Allah memunculkan:
·
gereja
yang bergerak,
·
gereja
yang menyembuhkan,
·
gereja
yang memberi pengharapan.
5.4.
Implikasi Soteriologis: Keselamatan sebagai Pembebasan Total
Ayat
77 menegaskan:
“untuk
memberi umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasar pada pengampunan
dosa-dosa mereka.”
Implikasi
soteriologisnya:
5.4.1.
Keselamatan bersifat holistik
Keselamatan mencakup:
·
pengampunan
dosa,
·
pembaruan
hati,
·
pembebasan
sosial,
·
rekonsiliasi
komunitas,
·
penyembuhan
batin.
5.4.2.
Keselamatan adalah gerakan cahaya
Cahaya itu:
·
mengalahkan
ketakutan,
·
membuka
jalan,
·
membangun
damai.
Keselamatan bukan sekadar status, tetapi
perjalanan
menuju damai yang dipimpin oleh Surya Kebenaran.
5.5.
Implikasi Eskatologis: Kunjungan Awal Menuju Kunjungan Akhir
Lukas
melihat kunjungan Allah dalam dua horizon:
5.5.1.
Kunjungan Pertama — Inkarnasi
Kristus datang untuk menebus dan memulai
kerajaan Allah.
5.5.2.
Kunjungan Kedua — Parousia
Kristus akan datang kembali dan membawa:
·
pemulihan
total,
·
kebenaran
yang penuh,
·
keadilan
final,
·
damai
kekal.
5.6.
Implikasi Ekklesiologis: Gereja sebagai Perpanjangan Kunjungan Allah
Gereja
dipanggil menjadi:
·
inkarnasi
kecil,
·
perpanjangan
kunjungan Allah,
·
tanda
kerajaan Allah di dunia.
Ini
berarti:
5.6.1.
Gereja harus hadir
Tidak ada kunjungan Allah tanpa
kehadiran gereja yang melayani.
5.6.2.
Gereja harus mengampuni
Ayat 77 menjadi dasar pelayanan
konseling, penggembalaan, dan pemulihan.
5.6.3.
Gereja harus menerangi
Menjadi terang dalam:
·
pendidikan,
·
etika
sosial,
·
advokasi
keadilan,
·
kerukunan
bangsa.
5.7.
Implikasi Filosofis: Allah yang Hadir dan Harapan dalam Penderitaan
Dalam
perspektif:
Kierkegaard — Allah melawat
individu.
Marcel — Allah hadir sebagai
misteri yang menghibur.
Moltmann — Allah membawa masa
depan ke masa kini.
Dengan
demikian:
·
harapan
Kristen bukan optimisme psikologis,
·
tetapi
kepastian ontologis bahwa Allah yang datang dahulu akan datang kembali.
5.8.
Implikasi Pastoral dan Liturgis bagi Gereja Masa Kini
5.8.1. Pastoral
Pelayanan
gereja harus meniru pola kunjungan Allah:
·
mengunjungi
yang sakit,
·
merangkul
yang terluka,
·
mendengarkan
yang berduka.
5.8.2. Diakonia
Kunjungan
Allah menjadi dasar misi sosial gereja:
·
pelayanan
lansia,
·
panti
asuhan,
·
pendampingan
korban bencana,
·
advokasi
keadilan sosial.
5.9.
KHOTBAH EKSPOSITORI LENGKAP
Tema: “Allah Melawat Umat-Nya”
Teks:
Lukas 1:67–79
Pendahuluan
Khotbah
Saudara-saudara
kekasih Tuhan, dunia kita hari ini penuh dengan pencarian:
pencarian harapan, pencarian makna, pencarian jalan keluar dari kegelapan.
Dalam
dunia seperti inilah firman Tuhan berbisik kepada kita:
“Allah
melawat umat-Nya.”
Bukan
sekadar datang lewat angin sepoi-sepoi,
tetapi datang menembus sejarah,
memecah keheningan,
menyapa manusia yang duduk dalam bayang-bayang maut.
1. Allah Melawat untuk
Membebaskan (ay. 68–71)
Zakharia
berseru:
“Terpujilah Tuhan… Ia melawat umat-Nya.”
Ini
berita pembebasan!
Allah melihat umat-Nya yang menderita di bawah penjajahan Roma.
Allah tidak berdiam diri.
Allah turun tangan.
Begitu
juga dalam hidup Saudara:
Allah melihat air mata Anda,
Allah melihat pergumulan Anda,
dan Ia turun untuk menolong.
2.
Allah Melawat dengan Pengampunan (ay. 77)
Kita
tidak hanya butuh pembebasan dari luar,
tetapi pembebasan dari dalam—
dari dosa, rasa bersalah, luka masa lalu.
Pengampunan
bukan teori.
Pengampunan adalah kunjungan kasih Allah yang menyembuhkan jiwa.
Saudara, Allah tidak hanya melihat dosa Anda—
Ia datang untuk mengampuni dan memulihkan.
3.
Allah Melawat dengan Cahaya (ay. 78–79)
“Surya
pagi akan menyinari kita…”
Di
dunia yang gelap,
Allah mengutus cahaya yang tidak pernah padam.
Cahaya
itu:
·
menuntun
langkah Anda,
·
menerangi
masa depan Anda,
·
membangun
damai di hidup Anda.
Penutup Khotbah
Saudaraku,
Allah tidak jauh.
Allah tidak asing.
Allah tidak diam.
Dia
melawat
ke dalam dunia
ke dalam sejarah
ke dalam gereja
ke dalam hati Anda.
Biarkan
Dia melawat Anda hari ini.
Serahkan hidup Anda kepada-Nya.
Dan biarkan cahaya-Nya memimpin Anda “ke jalan damai.”
5.10.
Penutup Bagian V
Bagian V ini menyatukan seluruh karya:
·
Allah
melawat dalam sejarah,
·
Allah
melawat dalam Kristus,
·
Allah
melawat dalam Roh,
·
Allah
melawat melalui gereja,
·
Allah
melawat melalui khotbah dan pelayanan.
Kunjungan
Allah bukan peristiwa sekali jadi;
ia adalah gelombang kasih yang mengalir dari kekekalan ke kehidupan umat-Nya—
dan menuntun seluruh gereja menuju pemulihan yang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar & Studi Injil Lukas
Bock,
Darrell L. Luke 1:1–9:50. Baker Exegetical Commentary on the New
Testament. Grand Rapids: Baker Academic, 1994.
———. Luke
9:51–24:53. Baker Exegetical Commentary on the New Testament. Grand Rapids:
Baker Academic, 1996.
Brown,
Raymond E. The Birth of the Messiah: A Commentary on the Infancy Narratives
in Matthew and Luke. Updated ed. New York: Doubleday, 1993.
Fitzmyer,
Joseph A. The Gospel According to Luke I–IX. Anchor Bible Commentary.
New York: Doubleday, 1981.
Green,
Joel B. The Gospel of Luke. New International Commentary on the New
Testament. Grand Rapids: Eerdmans, 1997.
Marshall,
I. Howard. The Gospel of Luke: A Commentary on the Greek Text. NIGTC.
Grand Rapids: Eerdmans, 1978.
Nolland,
John. Luke 1–9:20. Word Biblical Commentary. Dallas: Word Books, 1989.
Stein,
Robert H. Luke. NAC. Nashville: Broadman & Holman, 1992.
Turner,
David L. Israel’s Last Prophet: Jesus and the Jewish Leaders in the Gospel
of Luke. Grand Rapids: Baker Academic, 2015.
Latar Belakang Yahudi & Sejarah Zaman Bait
Kedua
Bauckham,
Richard. Jude and the Relatives of Jesus in the Early Church. London:
T&T Clark, 2004.
Collins,
John J., and Daniel C. Harlow, eds. The Eerdmans Dictionary of Early Judaism.
Grand Rapids: Eerdmans, 2010.
Evans,
Craig A. Ancient Texts for New Testament Studies: A Guide to the Background
Literature. Peabody, MA: Hendrickson, 2005.
Grabbe,
Lester L. An Introduction to Second Temple Judaism. London: T&T
Clark, 2010.
Sanders,
E. P. Judaism: Practice and Belief, 63 BCE–66 CE. London: SCM Press,
1992.
Schürer,
Emil. The History of the Jewish People in the Age of Jesus Christ. 3
vols. Revised by Geza Vermes, Fergus Millar, and Matthew Black. Edinburgh:
T&T Clark, 1973–87.
Wright,
N. T. The New Testament and the People of God. Christian Origins and the
Question of God. Minneapolis: Fortress Press, 1992.
Bahasa Yunani, Kritik Teks, dan Leksikon
Aland,
Kurt, et al., eds. The Greek New Testament. 5th rev. ed. Stuttgart:
Deutsche Bibelgesellschaft, 2014.
Bauer,
Walter et al. A Greek-English Lexicon of the New Testament and Other Early
Christian Literature (BDAG). 3rd ed. Chicago: University of Chicago Press,
2000.
Metzger,
Bruce M. A Textual Commentary on the Greek New Testament. 2nd ed.
Stuttgart: Deutsche Bibelgesellschaft, 1994.
Porter,
Stanley E. Idioms of the Greek New Testament. 2nd ed. Sheffield:
Sheffield Academic Press, 1994.
Wallace,
Daniel B. Greek Grammar Beyond the Basics. Grand Rapids: Zondervan,
1996.
Teologi Perjanjian Lama & Baru
Beale, G.
K. A New Testament Biblical Theology: The Unfolding of the Old Testament in
the New. Grand Rapids: Baker Academic, 2011.
Brueggemann,
Walter. Theology of the Old Testament: Testimony, Dispute, Advocacy.
Minneapolis: Fortress Press, 1997.
Carson,
D. A. Divine Sovereignty and Human Responsibility. Eugene, OR: Wipf
& Stock, 2002.
Goldsworthy,
Graeme. According to Plan: The Unfolding Revelation of God in the Bible.
Downers Grove, IL: IVP, 1991.
Hurtado,
Larry W. Lord Jesus Christ: Devotion to Jesus in Earliest Christianity.
Grand Rapids: Eerdmans, 2003.
Ladd,
George Eldon. A Theology of the New Testament. Rev. ed. Grand Rapids:
Eerdmans, 1993.
Moltmann,
Jürgen. Theology of Hope. Minneapolis: Fortress Press, 1993.
Wright,
Christopher J. H. The Mission of God: Unlocking the Bible’s Grand Narrative.
Downers Grove, IL: IVP Academic, 2006.
Filsafat, Hermeneutika, dan Metode Penafsiran
Gadamer,
Hans-Georg. Truth and Method. 2nd rev. ed. New York: Continuum, 2006.
Kierkegaard,
Søren. Fear and Trembling. Cambridge Texts in the History of Philosophy.
Cambridge: Cambridge University Press, 2006.
Marcel,
Gabriel. Homo Viator: Introduction to the Metaphysic of Hope. New York:
Harper & Row, 1962.
Thiselton,
Anthony C. The Two Horizons: New Testament Hermeneutics and Philosophical
Description. Grand Rapids: Eerdmans, 1980.
Wolterstorff,
Nicholas. Divine Discourse: Philosophical Reflections on the Claim That God
Speaks. Cambridge: Cambridge University Press, 1996.
Tags : BAHAN KHOTBAH
BPPPWG MENARA KRISTEN
KOMITMEN DALAM MELAYANI
PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
- ORA ET LABORA
- : Pdt Hendra C Manullang
- : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
- : crisvinh@gmail.com
- : menarakristen@gmail.com

Post a Comment