-->

sosial media

Thursday, 4 December 2025

KHOTBAH; LUKAS 1 : 67–79 ( ALLAH MELAWAT UMATNYA )

 

ALLAH MELAWAT UMATNYA

Kajian Historis–Kritis, Teologis, dan Filosofis atas Lukas 1:67–79

 DITULIS OLEH : PDT HENDRA CRISVIN MANULLANG,S.TH


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Lukas 1:67–79, yang sering disebut Benedictus, adalah salah satu teks paling kaya dalam keseluruhan karya Lukas. Pujian Zakharia ini bukan hanya respons spontan seorang ayah yang anaknya lahir; melainkan sebuah proklamasi profetis yang melampaui ruang pribadi menuju panggung sejarah keselamatan universal. Di sini, Zakharia menyatakan bahwa Allah telah melawat umat-Nya—suatu pernyataan yang mengguncang dunia kuno yang selama berabad-abad merasakan seolah-olah Allah diam.

Sejak hari-hari terakhir kitab Maleakhi hingga permulaan Injil Lukas, kira-kira empat abad berlalu tanpa wahyu profetik yang baru. Bangsa Yahudi menyebut periode ini sebagai “masa kesunyian”. Dunia berubah: Persia jatuh, Yunani bangkit dan runtuh, Romawi memaksakan Pax Romana yang dingin, dan rakyat Yahudi hidup dalam tekanan politik, sosial, dan religius. Mereka mengingat janji-janji Allah, tetapi tidak melihat penggenapan langsung. Dalam konteks kegelapan historis inilah Lukas menampilkan sebuah deklarasi ilahi: Allah kembali mengunjungi umat-Nya.

Ungkapan “Allah melawat” bukan sekadar metafora. Dalam tradisi Israel, “kunjungan Allah” berarti perubahan besar dalam sejarah—baik penyelamatan maupun penghukuman. Allah melawat Sara dan membuka kandungannya (Kej. 21:1); Ia melawat Israel dalam perbudakan Mesir (Kel. 4:31); Ia melawat umat-Nya ketika menegakkan raja, memulihkan tanah, atau menghancurkan kejahatan. Dengan demikian, ketika Zakharia menyatakan bahwa Allah telah melawat umat-Nya, ia sedang mengumumkan puncak baru intervensi Allah dalam sejarah, yaitu kedatangan Mesias.

Apa yang terjadi di rumah kecil seorang imam tua dan istrinya yang mandul ternyata bukan sekadar kisah pribadi; itu adalah titik balik dalam sejarah kosmik. Yohanes Pembaptis lahir sebagai perintis jalan, sedangkan Yesus akan lahir sebagai terang keselamatan. Pujian Zakharia mengungkapkan bahwa Allah tidak jauh; Ia mendekat, menyentuh, mengintervensi, dan memulai tindakan penyelamatan yang sejak lama dijanjikan.

Dalam dunia modern yang juga diliputi “kesunyian rohani”—tekanan sosial, kekerasan, korupsi moral, dan kehilangan makna—tema “Allah melawat umat-Nya” menjadi berita yang relevan. Banyak orang percaya hidup dalam kegelapan emosional, spiritual, dan eksistensial. Penebusan sering dipahami sebatas doktrin, bukan pengalaman. Karena itu, penelitian atas teks ini bukan hanya akademis, tetapi juga pastoral dan eksistensial: Bagaimana makna kunjungan Allah di abad pertama dapat berbicara kepada manusia abad dua puluh satu?

1.2 Rumusan Masalah

Untuk menggali kedalaman makna teks ini, penelitian ini difokuskan pada pertanyaan-pertanyaan utama berikut:

  1. Apa makna historis, literer, dan teologis dari pernyataan Zakharia bahwa “Allah melawat umat-Nya”?
  2. Bagaimana struktur, bahasa Yunani, dan paralelisme puisi dalam Lukas 1:67–79 mencerminkan pemahaman Yahudi tentang keselamatan?
  3. Apa hubungan antara pujian Zakharia dengan janji-janji Perjanjian Lama?
  4. Bagaimana tema kunjungan Allah digenapi dalam inkarnasi Kristus dan dilanjutkan dalam gereja?
  5. Apa implikasi filosofis dari konsep “kunjungan Allah” bagi manusia modern yang hidup dalam kecemasan, ketakpastian, dan kerapuhan eksistensial?
  6. Bagaimana gereja masa kini dapat menghidupi panggilan sebagai umat yang telah dikunjungi Allah?

Rumusan-rumusan ini memadukan kajian historis-kritis, linguistik, teologi biblika, dan refleksi pastoral.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

  1. Menguraikan makna mendalam dari pujian Zakharia melalui pendekatan bahasa dan analisis literer.
  2. Menjelaskan bagaimana Lukas menempatkan peristiwa kelahiran Yohanes dan Yesus sebagai klimaks dari sejarah keselamatan.
  3. Mengidentifikasi konsep visitation (kunjungan Allah) dalam PL dan PB.
  4. Menghubungkan tema ini dengan persoalan eksistensial manusia (takut, gelap, dosa, harapan).
  5. Menawarkan refleksi teologis dan pastoral yang membantu gereja memaknai kunjungan Allah dalam kehidupan nyata.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teologis

Teks ini memperdalam pemahaman tentang inkarnasi sebagai puncak kunjungan Allah, memperkuat doktrin keselamatan, dan memperkaya teologi pemulihan.

1.4.2 Manfaat Historis–Kritis

Analisis ini memberi gambaran bagaimana budaya Yahudi pasca-pembuangan dan era Romawi memahami harapan mesianik.

1.4.3 Manfaat Liturgis–Pastoral

Benedictus menjadi dasar liturgi Gereja sepanjang sejarah. Penelitian ini memperlihatkan kekuatan spiritual dari pujian tersebut.

1.4.4 Manfaat Filosofis–Eksistensial

Dalam dunia modern yang kehilangan kepastian, konsep “kunjungan Allah” memberi jawaban atas kecemasan manusia.

Filsuf seperti Kierkegaard, Gabriel Marcel, dan Moltmann membantu menafsirkan harapan yang melampaui nalar tetapi mengakar pada tindakan Allah.

1.5 Tinjauan Pustaka

Kajian terhadap Lukas 1:67–79 telah dilakukan oleh berbagai Tokoh:

  • Raymond E. Brown menekankan aspek historis dan tradisi Yahudi dalam The Birth of the Messiah.
  • Joel Green melihat Benedictus sebagai jembatan antara PL dan PB.
  • N.T. Wright menyoroti aspek kerajaan dan eksodus baru.
  • Bock dan Fitzmyer memfokuskan analisis pada bahasa dan tradisi lisan Yahudi.
  • Moltmann menafsirkannya dalam terang teologi harapan dan inkarnasi.

Di tengah berbagai pendekatan ini, penelitian ini mencoba menghadirkan sintesis yang lebih luas: linguistik, historis, naratif, teologis, filosofis, dan pastoral, sehingga menghasilkan pemahaman yang lebih menyeluruh.

1.6 Keaslian Penelitian

Keunikan penelitian ini terletak pada:

  1. Penggabungan analisis eksegetis dengan filsafat harapan Kierkegaard–Marcel–Moltmann.
  2. Pendekatan naratif-retoris yang melihat Benedictus sebagai puisi profetik.
  3. Pembacaan integratif PL–PB tentang kunjungan Allah.
  4. Penekanan pastoral bahwa kunjungan Allah bukan hanya doktrin, tetapi pengalaman iman.

1.7 Metode Penelitian

Metode yang digunakan:

  • Analisis historis-kritis (konteks Romawi–Yahudi)
  • Kajian bahasa Yunani
  • Analisis bentuk puisi dan retorika
  • Teologi biblika PL–PB
  • Hermeneutika filosofis (eksistensial–harapan)
  • Aplikasi pastoral homiletis

1.8 Sistematika Penulisan

Disusun dalam lima bab besar:

  1. I – Pendahuluan.
  2. II – Analisis konteks historis dan teologi sekitar Lukas 1.
  3. III – Eksegesis teks dan analisis bahasa ayat per ayat.
  4. IV – Kajian teologis dan filosofis tema “Allah Melawat Umat-Nya”.
  5. V – Khotbah ekspositori + analisis akademik.

1.9 Penutup Bagian I

Bagian I menegaskan bahwa tema “Allah melawat umat-Nya” bukan hanya sebuah pernyataan religius, tetapi pengumuman teologis yang radikal—bahwa Allah yang tampak diam dalam sejarah, ternyata sedang menenun keselamatan secara diam-diam, dan kini menyatakan diri melalui kelahiran Mesias.

Sebagai pembaca, kita diajak tidak hanya memahami teks, tetapi juga membuka diri bagi kunjungan Allah yang terus terjadi di tengah dunia.

 

II. ANALISIS KONTEKS HISTORIS DAN TEOLOGI SEKITAR LUKAS 1:67–79

Untuk memahami nyanyian Zakharia (Benedictus) dalam Lukas 1:67–79, kita harus memasukkannya ke dalam dunia historis, sosial, dan teologis di mana teks itu lahir. Tanpa pemetaan konteks ini, pembacaan kita hanya akan menjadi impresi rohani tanpa akar historis. Nyanyian ini bukanlah kata-kata pribadi seorang imam tua yang baru memiliki anak, tetapi merupakan suara kolektif dari generasi-generasi Israel yang telah menunggu, meratap, berharap, dan bertahan melalui penindasan panjang—dari Asyur, Babel, Persia, Yunani, hingga Roma.

Bab ini berusaha menampilkan konteks historis yang sangat luas, konteks sosial-politik Palestina abad pertama, perkembangan teologi Yahudi masa Bait Kedua, serta pesan teologis yang membentuk narasi Lukas 1. Semua ini menjadi fondasi bagi pembacaan ekspositori yang lebih teknis pada Bab III dan IV.

2.1. Konteks Historis Umum: Dunia Palestina Abad Pertama

2.1.1. Israel Dalam Bayang-bayang "Empat Kekuasaan"

Untuk memahami Lukas 1, penting untuk menyadari bahwa Israel telah berada dalam kondisi “tidak merdeka” selama ±600 tahun. Nyanyian Zakharia bergema dalam sejarah panjang penindasan:

1.     Asyur (722–605 SM) – menghancurkan kerajaan utara.

2.     Babel (605–539 SM) – menghancurkan Yerusalem dan Bait Suci, membawa pembuangan.

3.     Persia (539–332 SM) – memperbolehkan kembali ke tanah, tetapi tetap sebagai provinsi.

4.     Yunani (332–167 SM) – Alexander Agung dan dinasti Seleukid, memicu pemberontakan Makabe.

5.     Roma (63 SM – abad 1) – kekaisaran yang menguasai Palestina saat Yesus lahir.

Selama ratusan tahun ini, Israel hidup dengan status “umat Tuhan yang dijanjikan masa depan cerah, namun hidup dalam realitas gelap”.

Di sinilah nyanyian Zakharia muncul: sebagai proklamasi bahwa Allah akhirnya melawat umat-Nya, bukan sekadar sebagai konsep teologis, melainkan sebagai intervensi historis.

2.2. Latar Sosial-Politik Palestina Saat Kelahiran Yohanes dan Yesus

2.2.1. Kekuasaan Roma: Ketidakadilan Sistematis

Pada masa itu, Palestina berada di bawah kekuasaan Roma, dipimpin oleh Herodes Agung sebagai raja klien. Kekuasaan Roma ditandai oleh:

·        pajak yang sangat berat (tributum soli, tributum capitis)

·        kehadiran militer Roma di kota-kota penting

·        dominasi politik yang manipulatif

·        hierarki sosial yang tajam

Roma menjanjikan pax Romana—tetapi damai bagi Roma sering berarti penindasan bagi bangsa-bangsa di bawahnya.

Israel merindukan pax Dei (damai Allah), bukan pax Romana.
Nyanyian Zakharia akan berbicara tentang “membebaskan dari tangan musuh” (ay. 74) secara teologis dan eskatologis, tetapi konteks sosialnya jelas: mereka benar-benar hidup dalam tekanan musuh.

2.2.2. Kelas Sosial dalam Masyarakat Yahudi

Konteks sosial Yahudi saat itu juga terfragmentasi:

·        Herodian – kelas penguasa yang berafiliasi dengan Roma.

·        imam besar dan elite Saduki – kolaborator politik yang mempertahankan status quo.

·        Farisi – golongan religius yang kuat dalam tradisi lisan.

·        Kaum Essene – kelompok yang mengasingkan diri menunggu Mesias.

·        Kaum Zelot – nasionalis radikal anti-Roma.

·        Rakyat jelata – petani, nelayan, tukang, yang hidup dalam kemiskinan dan pajak.

Zakharia berbicara bukan sebagai seorang politisi atau pemberontak, tetapi sebagai imam, seorang dari kelompok sosial yang seharusnya dekat dengan pusat kekuasaan religius, tetapi justru dipakai Allah untuk menyampaikan kritik dan harapan.

2.3. Latar Religius: Yudaisme Masa Bait Kedua

2.3.1. Dua Poros Teologis Utama

Ada dua poros teologis yang membentuk pemikiran Israel masa itu:

A. Teologi Perjanjian (Covenantal Theology)

Bangsa Israel hidup dari janji-janji Allah kepada:

·        Abraham (Kej. 12:1–3)

·        Musa (Kel. 19–24)

·        Daud (2 Sam. 7)

Nyanyian Zakharia berulang kali menyebut:

·        “perjanjian-Nya” (ay. 72)

·        “sumpah yang diucapkan kepada Abraham” (ay. 73)

Zakharia tidak menciptakan teologi baru. Ia membaca peristiwa kelahiran Yohanes dalam terang sejarah keselamatan.

B. Teologi Eskatologis (Messianic Hope)

Di bawah tekanan penjajahan, lahir berbagai harapan akan:

·        Mesias raja dari keturunan Daud

·        Mesias imam (Qumran)

·        pembaruan Israel

·        pengampunan dosa secara kosmik

·        pemulihan kerajaan Allah

Nyanyian Zakharia adalah deklarasi bahwa eskatologi mulai menerobos sejarah

2.4. Situasi Keluarga Zakharia dan Elisabet

2.4.1. Status Sosial dan Religius

Zakharia adalah imam dari rombongan Abia; Elisabet keturunan Harun. Secara religius, mereka:

·        memiliki status terhormat,

·        namun mengalami stigma sosial (“mandul”).

Mandul di zaman itu diartikan sebagai:

·        hukuman,

·        ketidakhadiran berkat,

·        kegagalan memenuhi perintah budaya.

Dengan memberi mereka anak, Allah bukan hanya bekerja secara biologis, tetapi secara simbolis:

“Allah memulihkan apa yang hilang dari Israel yang mandul: harapan.”

2.5. Mengapa Lukas Menempatkan Nyanyian Ini di Awal Injilnya?

Karena Lukas sedang menulis:

A. Sejarah Keselamatan

Lukas 1–2 adalah pembuka teologis: sebuah overture, memperkenalkan tema-tema besar yang akan kembali sepanjang Injil dan Kisah Para Rasul.

B. Konteks Naratif

Nyanyian ini adalah:

·        respons profetis Zakharia,

·        penyimpul rangkaian mukjizat,

·        jembatan menuju pelayanan Yohanes Pembaptis.

C. Konteks Liturgis

Banyak ahli melihat bahwa Lukas memakai pola mazmur dan puisi Ibrani.
Benedictus itu sendiri memiliki struktur:

·        Pujian (ay. 68)

·        Alasan pujian (ay. 69–75)

·        Nubuat kepada Yohanes (ay. 76–79)

Ini struktur yang sangat Yahudi dan sangat liturgis.

2.6. Situasi Teologis dan Pergumulan Iman Israel

Israel hidup di antara dua realitas:

·        janji: Allah akan menyelamatkan

·        kenyataan: situasi tetap gelap

Inilah yang melahirkan tiga tema teologis besar yang menjadi fondasi nyanyian Zakharia.

2.6.1. Teologi Penggenapan Janji

Israel telah menunggu:

·        Mesias dari Daud

·        pembebasan dari musuh

·        terang bagi bangsa yang berjalan dalam kegelapan

Nyanyian Zakharia menggambarkan bahwa semua janji ini mulai terwujud.

2.6.2. Teologi Pengampunan

Tema “pengampunan dosa” (ay. 77) sangat kuat.
Ini bukan hanya pengampunan moral individual, tetapi:

·        pemulihan relasi perjanjian

·        pembaruan komunitas

·        pemulihan kosmik (shalom)

2.6.3. Teologi Hadirat Allah

Kata kunci nyanyian Zakharia adalah:
“Allah melawat umat-Nya dan membawa kelepasan” (ay. 68).

Konsep “melawat” (episkeptomai) adalah istilah yang dipakai Allah ketika Ia:

·        membebaskan Israel dari Mesir (Kel. 3:16)

·        memperhatikan umat-Nya yang tertindas

·        turun tangan dalam sejarah

Zakharia dengan sengaja menyamakan kelahiran Yohanes dan Mesias dengan eksodus kedua.

2.7. Konteks Sastra (Literary Context)

2.7.1. Hubungan Dengan Kidung Maria (Magnificat)

Ada kesinambungan antara Magnificat (Luk. 1:46–55) dan Benedictus:

·        keduanya menjanjikan pembalikan keadaan (reversal)

·        keduanya menghubungkan Mesias dengan Abraham

·        keduanya memakai pola mazmur Ibrani

Namun Magnificat lebih pribadi, sedangkan Benedictus lebih nasional dan profetis.

2.7.2. Hubungan Dengan Nubuatan PL

Lukas menulis sebagai sejarawan teologis.
Nyanyian Zakharia menyatukan:

·        Yesaya (terang, keselamatan, jalan Tuhan)

·        Mazmur (keselamatan dari musuh)

·        Maleakhi (Yohanes sebagai utusan)

·        Kejadian (janji Abraham)

Tidak ada bagian nyanyian ini yang tidak berdasar pada teks PL.

2.8. Tujuan Teologis Lukas Jika Dilihat Secara Historis-Kritis

Dari perspektif historis-kritis, para ahli melihat bahwa:

1.     Lukas menggunakan tradisi lisan komunitas Yahudi-Kristen awal.

2.     Nyanyian ini mungkin sudah digunakan dalam ibadah awal gereja.

3.     Lukas memasukkannya sebagai programmatic theology injilnya.

Tema besar Lukas muncul semua di sini:

·        Allah berpihak pada yang tertindas

·        keselamatan universal

·        pembebasan dari musuh

·        terang bagi bangsa-bangsa

·        pengampunan dosa

·        peran Roh Kudus

·        kesinambungan Israel–Gereja

Dengan demikian, memahami teks ini berarti memahami seluruh Injil Lukas.

2.9. Penekanan Khusus: “Zaman Senja” dan “Cahaya Fajar”

Zakharia menggambarkan zaman gelap ini sebagai:

“mereka yang duduk dalam kegelapan dan bayang-bayang maut” (ay. 79)

Ini adalah gambaran eksistensial dan historis. Fajar keselamatan datang dari:

“rahmat dan belas kasihan Allah kita” (ay. 78)

Zakharia melihat kelahiran Yohanes sebagai:

·        tanda

·        awal

·        pembuka pintu

·        fajar sebelum matahari (Mesias) terbit

Narasi ini menyatukan:

·        eksistensialisme Ibrani

·        janji eskatologis

·        intervensi Allah dalam sejarah

Bagian ini menunjukkan bahwa nyanyian Zakharia lahir dalam:

·        pergumulan panjang Israel

·        konteks sosial-politik yang menindas

·        harapan teologis yang membara

·        kesadaran historis bangsa yang merindukan Mesias

·        keyakinan bahwa Allah adalah Allah yang “melawat”

 

III. EKSEGESE TEKS LUKAS 1:67–79 (NA28/UBS5)

3.1. Pendahuluan Eksegetis

Perikop Lukas 1:67–79 merupakan salah satu puisi kenabian-perjanjian paling penting dalam Injil Lukas. Dalam tradisi gereja, teks ini dikenal sebagai Benedictus, karena dimulai dengan kata Εὐλογητός (Eulogētos: “Terpujilah”). Secara literer, teks ini merupakan:

·        sebuah mazmur kenabian (prophetic psalm),

·        bernuansa apokaliptis-perjanjian,

·        disusun dalam gaya puisi Ibrani tetapi dalam bahasa Yunani,

·        berfungsi sebagai kunci hermeneutis bagi seluruh Injil Lukas & Kisah Para Rasul.

Perikop ini bukan hanya “pujian Zakaria”, melainkan deklarasi teologis bahwa Allah telah memulai pemenuhan janji Perjanjian Lama melalui kelahiran Yohanes Pembaptis dan Mesias. Di sini tema besar “Allah Melawat Umat-Nya” (ἐπεσκέψατο epeskepsato) menjadi fondasi teologis bagi keseluruhan teologi Lukas.

3.2. Analisis Struktur Puisi (Poetic Structure)

Para ahli struktur menilai Benedictus terdiri dari dua bagian besar:

I. Puji-pujian atas karya penyelamatan Allah bagi Israel (ay. 68–75)

Fokus: Yesus sebagai Mesias – Anak Daud
Genre: Puisi pujian historis-salvifik (salvation-historical hymn)

II. Nubuat atas pelayanan Yohanes Pembaptis (ay. 76–79)

Fokus: Yohanes sebagai nabi pendahulu (προφήτης ὑψίστου)
Genre: Nubuat kenabian dan teologi terang-kegelapan

Dalam tradisi puisi Ibrani, terdapat:

·        Paralelisme sinonim (ay. 68–69; 77–79)

·        Paralelisme klimaks (ay. 71–75)

·        Pola bipolar: Kegelapan ↔ Terang (ay. 78–79)

Struktur ini menunjukkan bahwa Lukas menulis dalam Yunani, tetapi berpikir dalam “jiwa” puisi Ibrani.

3.3. Kritik Teks (Textual Criticism): Pembacaan dari NA28/UBS5

Walau teks Lukas relatif stabil, ada beberapa varian penting:

Ayat 69 – “Sungguh telah membangkitkan tanduk keselamatan”

NA28:
ἤγειρεν κέρας σωτηρίας
TR/Byz: identik, tetapi sebagian minor manuscripts menambahkan ἡμῖν (“bagi kita”) lebih awal.

Signifikansi:
Penambahan “bagi kita” cenderung bersifat ekspansif (scribal expansion), ingin memperjelas penerima keselamatan. NA28 mempertahankan bentuk yang lebih keras dan singkat.

Ayat 70 – “Seperti telah difirmankan melalui nabi-nabi-Nya yang kudus sejak dahulu kala”

Varian: sebagian manuskrip Barat menambahkan ἀπ’ αἰῶνος dua kali, tetapi NA28 menahan bentuk tunggal.

Signifikansi:
Penyalin mencoba menekankan usia janji ini. NA28 mempertahankan bentuk lebih asli.

Ayat 78 – “karena rahmat dan belas kasihan Allah kita”

Varian: beberapa naskah menambahkan ἡμῶν setelah Θεοῦ, tetapi NA28 mempertahankan bentuk pendek.

Implikasi:
Bentuk pendek lebih konsisten dengan gaya Lukas: personal tetapi tidak repetitif.

Secara keseluruhan, tidak ada varian yang mengubah makna teologi utama: karya Allah yang melawat Israel.

3.4. Eksegesis Ayat per Ayat (Very Technical)

Berbasis teks Yunani NA28

Ayat 67

Καὶ Ζαχαρίας ὁ πατὴρ αὐτοῦ ἐπλήσθη πνεύματος ἁγίου καὶ προεφήτευσεν λέγων·

Kata kunci:

·        ἐπλήσθη πνεύματος ἁγίου
– “dipenuhi Roh Kudus”
– gaya bahasa khas Lukas (bdk. Kis 2:4; 4:8; 13:9).
– Menandakan otoritas kenabian, bukan sekadar inspirasi pribadi.

·        προεφήτευσεν
– “bernubuat”
– bukan puisi spontan, tetapi proklamasi profetik yang memiliki dimensi eschatological revelation.

Makna:
Lukas menyatakan bahwa apa yang akan diucapkan Zakaria bukan perkataan manusia, tapi pewahyuan Roh yang melihat sejarah dari perspektif eskatologis.

Ayat 68

Εὐλογητὸς Κύριος ὁ Θεὸς τοῦ Ἰσραήλ, ὅτι ἐπεσκέψατο καὶ ἐποίησεν λύτρωσιν τῷ λαῷ αὐτοῦ·

Kata kunci:

1. Εὐλογητός

·        Formula berkat Yahudi.

·        Selalu mengawali mazmur pujian liturgis.

·        Menandakan bahwa Zakaria berbicara dalam tradisi doxologis Israel.

2. ἐπεσκέψατο (aorist mid.)

Arti: “Ia telah melawat / mengunjungi / turun tangan.”
Ini istilah teknis PL:

·        Allah “melawat” umat (Keluaran 3:16).

·        Allah “melawat” rahim mandul (Kej. 21:1).

·        Allah “melawat” dalam pembebasan (Rut 1:6).

Melawat = tindakan penyelamatan dramatis.

3. ἐποίησεν λύτρωσιν

“melakukan penebusan”

·        λύτρωσις = pembebasan dari musuh atau perbudakan

·        Gelar teologis PL → Keluaran

Analisis:
Zakaria melihat kelahiran Yesus sebagai Keluaran baru (New Exodus).

Ayat 69

καὶ ἤγειρεν κέρας σωτηρίας ἡμῖν ἐν οἴκῳ Δαυὶδ παιδὸς αὐτοῦ·

κερας σωτηρίας

“Tanduk keselamatan” = simbol kekuatan raja (Mazmur 132:17).

Makna:

·        bukan sekadar keselamatan moral,

·        tetapi “pemimpin kuat”, yaitu Mesias Daud.

ἐν οἴκῳ Δαυίδ

Lukas menegaskan identitas Mesias Daud dengan eksplisit—fondasi tema kerajaan dalam Injil.

Ayat 70

καθὼς ἐλάλησεν διὰ στόματος τῶν ἁγίων ἀπ’ αἰῶνος προφητῶν αὐτοῦ·

Frasa διὰ στόματος adalah idiom Ibrani → “melalui mulut para nabi”.

Makna teologis:

·        Tidak ada pemisahan antara nabi → Firman Allah.

·        Janji ini sangat kuno, “dari zaman kekal”.

Ayat 71–75

Ayat-ayat ini membentuk paralelisme puisi Ibrani.

Ay 71

“keselamatan dari musuh dan dari tangan mereka yang membenci kita”
→ motif peperangan ilahi, seperti Keluaran dan Mazmur.

Ay 72

“mengingat belas kasihan kepada nenek moyang kita”
→ akar janji Abraham.

Ay 73–74

“sumpah kepada Abraham … membebaskan kita dari musuh”
→ teologi covenant renewal.

Ay 75

“beribadah dengan kekudusan dan kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup”
→ tujuan keselamatan: pembentukan umat kudus, bukan hanya bebas dari musuh.

Ayat 76

Καὶ σὺ, παιδίον, προφήτης Ὑψίστου κληθήσῃ·

Identitas Yohanes:

·        προφήτης Ὑψίστου
→ bukan nabi biasa, tapi nabi eskatologis (bdk. Maleakhi 3:1).

·        προπορεύσῃ
→ berjalan mendahului Mesias. Pencapaian identitas PL.

Ayat 77

"Untuk memberikan pengetahuan keselamatan kepada umat-Nya dalam pengampunan dosa-dosa."

Teologi penting:

·        Yohanes bukan juru selamat,

·        tetapi pemberita keselamatan,

·        keselamatan dimulai dari pengampunan dosa, bukan pembebasan politik.

Ayat 78–79

Ini bagian paling puitis dan teologis.

διὰ σπλάγχνα ἐλέους Θεοῦ ἡμῶν
“karena belas kasihan terdalam dari Allah kita”
– σπλάγχνα = “isi perut”, kasih yang paling emosional.

ἐπιφᾶναι φῶς
“terang yang terbit”
→ motif Mesias sebagai Matahari Kebenaran (Maleakhi 4:2).

τοῖς καθημένοις ἐν σκότει καὶ σκιᾷ θανάτου
“bagi mereka yang duduk dalam kegelapan dan bayang-bayang maut”
→ kutipan Yes. 9:1 dan Mazmur 23.

τοῦ κατευθῦναι τοὺς πόδας ἡμῶν εἰς ὁδὸν εἰρήνης
“untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai”
→ shalom = ketertiban kosmik, bukan sekadar tidak ada konflik.

3.5. Intertekstualitas Perjanjian Lama

Lukas menyulam seluruh teks ini dari PL:

·        Keluaran 3:16 – Allah melawat Israel.

·        Mazmur 132:17 – Tanduk keselamatan.

·        Kejadian 22:16–18 – Janji Abraham.

·        Yesaya 9:1–2 – Terang di tengah kegelapan.

·        Maleakhi 3:1 – Utusan yang mendahului TUHAN.

·        Mazmur 23 – Bayang-bayang maut.

Makna:
Lukas menunjukkan bahwa Yesus bukan peristiwa baru yang tiba-tiba, melainkan puncak sejarah penebusan Allah.

3.6. Kesimpulan Eksegesis

Lukas 1:67–79 adalah deklarasi bahwa:

·        Era baru telah tiba

·        Allah turun tangan dalam sejarah

·        Keluaran baru dimulai

·        Mesias Daud hadir

·        Yohanes menjadi pintu gerbang eskaton

Itulah inti tema: “Allah Melawat Umat-Nya.”

 

IV. DIMENSI SOSIO-HISTORIS, FILOSOFIS, DAN PASTORAL

4.1. Pendahuluan: Ketika Allah Bertindak di Tengah Dunia Manusia

Tema “Allah Melawat Umat-Nya” bukan hanya tema spiritual yang melayang-layang di awang-awang; melainkan tema yang berakar dalam realitas hidup manusia, dalam pengalaman sejarah, politik, ekonomi, dan psikologi umat. Ketika Zakharia bernubuat (Luk. 1:67–79), ia tidak hanya menyampaikan doktrin teologis abstrak; ia menyampaikan sebuah perisitwa historis, sebuah momen eksistensial, dan sebuah pengharapan yang memulihkan lapisan terdalam identitas bangsa.

Karena itu, dalam BAB IV kita mengupas dimensi non-eksegetis—atau lebih tepatnya, dimensi hidup dari teks itu:

·        Bagaimana Allah melawat umat dalam penderitaan sosial-politik?

·        Bagaimana teks ini berbicara kepada manusia modern di tengah krisis identitas?

·        Bagaimana dimensi filsafat eksistensial, personalisme, dan teologi kontemporer memaknai kunjungan Allah?

·        Bagaimana gereja mempraktikkan makna “kunjungan Allah” dalam pelayanan nyata?

Dengan demikian, kita melihat bahwa karya Allah tidak hanya lahir dari langit, tetapi turun mengakar dalam tanah kehidupan manusia—mengubah sejarah, mengubah hati, dan mengubah arah masa depan umat.

 

4.2. Dimensi Sosiologis dan Politik: Ketika Kunjungan Allah Menghadapi Kekaisaran

Tidak ada teks Injil yang lahir dari ruang steril. Lukas 1:67–79 lahir dari dunia yang sedang menyala—dunia yang tertindas oleh imperium Roma, dunia yang ditandai oleh ketakutan kolektif, dunia yang dipenuhi propaganda politik dan militer. Untuk itu, tema “Allah Melawat” harus dibaca dalam ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung.

4.2.1. Israel pada Abad Pertama: Bangsa yang Tertindas dan Tercabik

Israel pada masa Yesus adalah bangsa:

·        tanpa kedaulatan politik,

·        tanpa kebebasan hukum,

·        tanpa kontrol ekonomi,

·        berada di bawah pajak kejam Roma,

·        diawasi ketat oleh tentara dan gubernur asing.

Kunjungan Allah dalam konteks ini bukanlah “nyanyian rohani yang sentimental,” melainkan:

·        deklarasi pembebasan politis,

·        kritik terhadap penguasa lalim,

·        pengumuman bahwa dunia akan berubah.

Para ahli sosiologi agama menyebut fenomena ini sebagai resistance theology, yakni teologi yang tumbuh sebagai respons terhadap penindasan struktural.

4.2.2. “Ia membebaskan kita dari musuh-musuh kita” (Luk. 1:71)

Ayat-ayat ini adalah manifesto politik.
Tidak heran banyak rabi Yahudi mendengar gema tradisi eksodus—Allah menantang Firaun.

Dalam konteks Roma:

·        musuh bukan hanya tentara,

·        tetapi juga sistem ekonomi feodal Roma,

·        budaya Helenistik yang menghancurkan identitas Yahudi,

·        dan kolaborator politik internal (Herodes, Saduki aristokratik).

Karena itu, ketika Zakharia berkata: “Allah melawat,” itu artinya:

Allah memasuki arena politik. Allah tidak netral. Allah berpihak kepada umat tertindas.

4.2.3. Implikasi untuk Gereja Masa Kini

Jika Allah melawat umat tertindas, maka gereja:

·        tidak boleh netral terhadap ketidakadilan,

·        tidak boleh menjadi penonton dalam penderitaan sosial,

·        tidak boleh hanya peduli ritual tetapi mengabaikan jeritan masyarakat.

“Melawat” berarti:

·        hadir,

·        terlibat,

·        membela,

·        menyembuhkan.

Dengan demikian, gereja menjadi tanda kehadiran Allah dalam dunia sosial.

4.3. Dimensi Filsafat dan Eksistensial: Allah yang Menjadi Hadir dalam Keheningan Diri

Kunjungan Allah tidak hanya menyentuh level sosial dan politik, tetapi juga level eksistensial manusia—dalam krisis makna, pencarian identitas, dan dialog batin manusia dengan dirinya sendiri.

4.3.1. Kierkegaard: Allah yang “Menyeberang” Menuju Individu

Søren Kierkegaard berbicara tentang lompatan ilahi—Allah yang menyeberangi jurang antara kekekalan dan kefanaan.

Dalam Lukas 1:

·        Allah tidak sekadar berfirman,

·        Ia “melawat,”

·        yakni masuk ke dalam ruang hidup manusia.

Bagi Kierkegaard, kunjungan Allah berarti:

·        manusia tidak ditinggalkan dalam absurditas,

·        Allah meruntuhkan kesunyian eksistensial,

·        manusia dipanggil menjawab secara personal.

Dengan demikian, “Allah melawat” berarti Allah mengundang manusia ke dalam relasi—bukan filosofi, bukan ritual, melainkan perjumpaan pribadi.

4.3.2. Gabriel Marcel: Misteri Kehadiran

Gabriel Marcel mengembangkan konsep “presence”—hadir sebagai misteri relasional, bukan objek logika. Menurut Marcel:

·        Kehadiran adalah bentuk cinta,

·        Cinta adalah bentuk keterlibatan,

·        Keterlibatan adalah inti eksistensi manusia.

Karena itu, “Allah melawat” berarti Allah hadir sebagai kasih, bukan sebagai teori keagamaan.
Himne Zakharia menjadi ungkapan bahwa Allah telah memasuki ruang penderitaan manusia untuk mengubahnya dari dalam.

4.3.3. Jürgen Moltmann: Kunjungan Allah sebagai Harapan di Tengah Penderitaan

Dalam Theology of Hope, Moltmann menegaskan bahwa Allah bekerja tidak dari masa lalu, tetapi dari masa depan—sebuah masa depan yang datang mengintervensi dunia sekarang.

Kata “melawat” dalam Lukas adalah tanda:

·        masa depan Allah telah masuk ke masa kini,

·        sejarah bergerak menuju pemulihan,

·        penderitaan bukan akhir narasi manusia.

Dengan demikian, kunjungan Allah adalah interupsi eskatologis yang membuka horizon baru untuk umat manusia.

4.4. Dimensi Spiritualitas: Kunjungan Allah dalam Penderitaan dan Keputusasaan

Teks Lukas 1:67–79 tidak hanya berbicara untuk Israel abad pertama. Ia berbicara kepada:

·        mereka yang sedang kehilangan harapan,

·        mereka yang tertindas oleh sistem hidup,

·        mereka yang merasa jauh dari Tuhan,

·        mereka yang hidup dalam “malam panjang jiwa.”

Ketika Zakharia berkata:

“Surya pagi akan menyinari kita dari tempat yang tinggi” (ay. 78),

ia berbicara kepada manusia modern yang tenggelam dalam:

·        depresi,

·        kekosongan batin,

·        kelelahan eksistensial,

·        krisis moral.

“Surya pagi” itu adalah metafora pemulihan batin.

4.4.1. Allah Melawat dalam Kesunyian

Di tengah pandemi, duka, kehilangan pekerjaan, kehancuran keluarga, dan kegelisahan mental, kunjungan Allah hadir sebagai:

·        ketenangan,

·        pemulihan batin,

·        penguatan jiwa,

·        cahaya yang menembus kegelapan psikologis.

Keselamatan bukan hanya doktrin; ia adalah pengalaman penyembuhan.

4.4.2. Allah Melawat dalam Pertobatan

Ayat 77 menegaskan bahwa keselamatan merupakan pembebasan dari dosa dan rasa bersalah—dua realitas yang menghancurkan manusia secara psikologis.

Allah yang melawat:

·        memecah rantai masa lalu,

·        memulihkan citra diri,

·        mendamaikan manusia dengan dirinya sendiri.

4.4.3. Allah Melawat dalam Pelayanan Sakramen

Dalam tradisi gereja, kunjungan Allah dihadirkan:

·        dalam sakramen Perjamuan Kudus,

·        dalam pelayanan pastoral,

·        dalam doa bersama,

·        dalam kehadiran gereja di masyarakat.

Kunjungan Allah tidak berhenti di halaman Kitab Suci; ia berlanjut dalam kehidupan gereja.

4.5. Dimensi Hermeneutis: Membaca “Kunjungan Allah” Sebagai Pola Perjalanan Gereja

4.5.1. Gereja sebagai Tanda Kunjungan Allah

Jika Allah melawat umat-Nya, maka gereja harus menjadi tanda kunjungan itu:

·        melalui liturgi yang hidup,

·        melalui pelayanan yang menyembuhkan,

·        melalui kehadiran di tengah rakyat,

·        melalui pembelaan bagi yang lemah.

Gereja bukan monumen; gereja adalah “perpanjangan tindakan Allah.”

4.5.2. Hermeneutika Pembebasan: Teks ini sebagai Pembacaan Transformatif

Dalam konteks Indonesia—kemiskinan, ketimpangan ekonomi, intoleransi, ketidakadilan—teks ini mengundang gereja untuk berperan dalam:

·        misi keadilan,

·        advokasi sosial,

·        pelayanan belas kasihan.

Hermeneutika pembebasan melihat Benedictus sebagai:

·        teks harapan,

·        teks keberpihakan,

·        teks perlawanan terhadap kejahatan struktural.

4.5.3. Hermeneutika Eksistensial: Teks sebagai Panggilan Pribadi

Teks ini juga memanggil individu untuk:

·        bertobat,

·        menyambut terang Allah,

·        meninggalkan kegelapan batin,

·        hidup dalam damai sejahtera.

Dengan demikian, hermeneutika Benedictus bersifat:

·        sosial,

·        personal,

·        eskatologis.

4.6. Dimensi Pastoral: Gereja sebagai Alat Kunjungan Allah

Kunjungan Allah bukan hanya doktrin, tetapi tugas gereja.
Gereja dipanggil menjadi:

4.6.1. Gereja yang Melawat

Seperti Allah melawat:

·        gereja melawat yang sakit,

·        gereja melawat yang miskin,

·        gereja melawat yang terabaikan,

·        gereja melawat yang hancur hatinya.

Kunjungan pastoral adalah bentuk konkret kehadiran Allah.

4.6.2. Gereja yang Menyatakan Cahaya

Ayat 79 berbicara tentang “cahaya bagi mereka yang duduk dalam kegelapan.”
Gereja harus menjadi:

·        pelita moral,

·        suara profetik,

·        pembimbing rohani,

·        sumber harapan.

4.6.3. Gereja yang Memimpin kepada Damai

Jika surya pagi memimpin “ke jalan damai,” maka gereja harus:

·        memediasi konflik,

·        membangun rekonsiliasi,

·        mengajarkan pengampunan,

·        mengutus umat menjadi pembawa shalom di dunia.

4.7. Kesimpulan BAGIAN IV

Bagian IV menegaskan bahwa tema “Allah Melawat Umat-Nya” memiliki dimensi yang sangat luas:

·        Sosiologis: Allah masuk ke dalam dunia sosial-politik yang tertindas, membangun pembebasan nyata.

·        Filosofis: kunjungan Allah menginterupsi keabsurdan eksistensi manusia, membawa makna dan relasi.

·        Spiritual: Allah menyentuh batin manusia pada titik kehancuran terdalam.

·        Hermeneutis: teks menjadi peta bagi gereja untuk bertindak di dunia.

·        Pastoral: kunjungan Allah diwujudkan melalui pelayanan gereja yang mengunjungi, menyembuhkan, dan mendampingi.

Dengan demikian, kunjungan Allah bukan peristiwa masa lalu tetapi pola tindakan ilahi yang terus berlangsung—di dunia, di gereja, dan di hati manusia.

 

V. IMPLIKASI TEOLOGIS, ESKATOLOGIS, DAN PASTORAL DARI TEMA “ALLAH MELAWAT UMAT-NYA” SERAYA DIINTEGRASIKAN DALAM KHOTBAH EKS POSITORI

5.1. Pendahuluan: Ketika Firman Menjadi Daging dalam Kehidupan Gereja

Setelah memahami konteks historis (BAB I–II) dan struktur eksegetis (BAB III), serta dimensi sosial-filosofisnya (BAB IV), kini kita bergerak ke pertanyaan puncak:

Apa makna kunjungan Allah bagi gereja masa kini?

Apa dampaknya bagi iman Kristen dan pelayanan praktis?
Bagaimana teks Lukas 1:67–79 membentuk spiritualitas umat Allah?**

Dalam bab ini, kita memandang Benedictus bukan hanya sebagai himne kuno, tetapi sebagai:

·        fondasi teologi inkarnasi,

·        sumber etos pelayanan gereja,

·        nadi dari harapan eskatologis,

·        undangan untuk memasuki relasi yang diperbarui,

·        dan naskah hidup bagi khotbah Kristen.

5.2. Implikasi Kristologis: Kristus sebagai Puncak Kunjungan Allah

Lukas 1:68 berkata:

“Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya.”

Kata “melawat” (ἐπεσκέψατο) dalam teks Yunani adalah bentuk aorist—menandakan tindakan Allah yang penuh, tegas, dan konklusif. Namun di ayat berikutnya, kita melihat bahwa kunjungan itu bukan abstraksi; ia berinkarnasi dalam diri Anak yang akan lahir.

5.2.1. Inkarnasi sebagai Kunjungan Allah yang Tertinggi

Dalam teologi Perjanjian Baru:

·                  Allah melawat dalam bentuk penghukuman (PL),

·                  Allah melawat dalam bentuk pembebasan (Eksodus),

·                  tetapi dalam Injil, Allah melawat dalam diri-Nya sendiri, sebagai seorang bayi.

Inkarnasi bukan sekadar kehadiran Allah, melainkan:

1.               Allah menjadi manusia untuk memahami penderitaan   manusia.

2.               Allah memasuki sejarah sebagai bagian sejarah itu sendiri.

3.               Allah tidak berjarak, tetapi menanggung luka umat-Nya.

5.2.2. Kristus sebagai “Tanduk Keselamatan” (κέρας σωτηρίας)

Istilah ini adalah metafora kerajaan:

·                  simbol kekuatan,

·                  kemenangan,

·                  otoritas ilahi,

·                  pembebasan dari musuh.

Dalam Kristus:

·                  musuh itu bukan hanya Roma,

·                  melainkan dosa, maut, keputusasaan, dan kegelapan rohani.

5.2.3. Kristologi Harapan

Dalam kerangka Moltmann:

·                  Kristus bukan saja Juruselamat,

·                  tetapi horizon masa depan Allah,

·                  sumber harapan yang merombak struktur historis.

5.3. Implikasi Pneumatologis: Roh Kudus sebagai Agen Kunjungan Berkelanjutan

Ayat 67 menegaskan bahwa nubuat Zakharia lahir:

“penuh dengan Roh Kudus.”

Roh Kudus adalah:

·        pemrakarsa wahyu,

·        penggerak hati manusia,

·        penghubung antara tindakan Allah dan respons manusia.

Implikasinya:

5.3.1. Kunjungan Allah Berlanjut melalui Roh

Inkarnasi adalah kunjungan pertama,
Pentakosta adalah kunjungan lanjutan,
kehadiran Roh dalam gereja adalah kunjungan yang terus berlangsung.

5.3.2. Roh Kudus Membentuk Gereja sebagai Umat yang Melawat

Gereja yang dipenuhi Roh:

·        tidak pasif,

·        tidak hidup berdiam diri,

·        tetapi pergi melawat mereka yang membutuhkan.

Dengan demikian, kunjungan Allah memunculkan:

·        gereja yang bergerak,

·        gereja yang menyembuhkan,

·        gereja yang memberi pengharapan.

5.4. Implikasi Soteriologis: Keselamatan sebagai Pembebasan Total

Ayat 77 menegaskan:

“untuk memberi umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasar pada pengampunan dosa-dosa mereka.”

Implikasi soteriologisnya:

5.4.1. Keselamatan bersifat holistik

Keselamatan mencakup:

·                  pengampunan dosa,

·                  pembaruan hati,

·                  pembebasan sosial,

·                  rekonsiliasi komunitas,

·                  penyembuhan batin.

5.4.2. Keselamatan adalah gerakan cahaya

Cahaya itu:

·                  mengalahkan ketakutan,

·                  membuka jalan,

·                  membangun damai.

Keselamatan bukan sekadar status, tetapi perjalanan menuju damai yang dipimpin oleh Surya Kebenaran.

5.5. Implikasi Eskatologis: Kunjungan Awal Menuju Kunjungan Akhir

Lukas melihat kunjungan Allah dalam dua horizon:

5.5.1. Kunjungan Pertama — Inkarnasi

Kristus datang untuk menebus dan memulai kerajaan Allah.

5.5.2. Kunjungan Kedua — Parousia

Kristus akan datang kembali dan membawa:

·                  pemulihan total,

·                  kebenaran yang penuh,

·                  keadilan final,

·                  damai kekal.

5.6. Implikasi Ekklesiologis: Gereja sebagai Perpanjangan Kunjungan Allah

Gereja dipanggil menjadi:

·        inkarnasi kecil,

·        perpanjangan kunjungan Allah,

·        tanda kerajaan Allah di dunia.

Ini berarti:

5.6.1. Gereja harus hadir

Tidak ada kunjungan Allah tanpa kehadiran gereja yang melayani.

5.6.2. Gereja harus mengampuni

Ayat 77 menjadi dasar pelayanan konseling, penggembalaan, dan pemulihan.

5.6.3. Gereja harus menerangi

Menjadi terang dalam:

·     pendidikan,

·     etika sosial,

·     advokasi keadilan,

·     kerukunan bangsa.

5.7. Implikasi Filosofis: Allah yang Hadir dan Harapan dalam Penderitaan

Dalam perspektif:

Kierkegaard — Allah melawat individu.

Marcel — Allah hadir sebagai misteri yang menghibur.

Moltmann — Allah membawa masa depan ke masa kini.

Dengan demikian:

·        harapan Kristen bukan optimisme psikologis,

·        tetapi kepastian ontologis bahwa Allah yang datang dahulu akan datang kembali.

5.8. Implikasi Pastoral dan Liturgis bagi Gereja Masa Kini

5.8.1. Pastoral

Pelayanan gereja harus meniru pola kunjungan Allah:

·        mengunjungi yang sakit,

·        merangkul yang terluka,

·        mendengarkan yang berduka.

5.8.2. Diakonia

Kunjungan Allah menjadi dasar misi sosial gereja:

·        pelayanan lansia,

·        panti asuhan,

·        pendampingan korban bencana,

·        advokasi keadilan sosial.

5.9. KHOTBAH EKSPOSITORI LENGKAP

Tema: “Allah Melawat Umat-Nya”
Teks: Lukas 1:67–79

Pendahuluan Khotbah

Saudara-saudara kekasih Tuhan, dunia kita hari ini penuh dengan pencarian:
pencarian harapan, pencarian makna, pencarian jalan keluar dari kegelapan.

Dalam dunia seperti inilah firman Tuhan berbisik kepada kita:
“Allah melawat umat-Nya.”

Bukan sekadar datang lewat angin sepoi-sepoi,
tetapi datang menembus sejarah,
memecah keheningan,
menyapa manusia yang duduk dalam bayang-bayang maut.

 

1. Allah Melawat untuk Membebaskan (ay. 68–71)

Zakharia berseru:
“Terpujilah Tuhan… Ia melawat umat-Nya.”

Ini berita pembebasan!
Allah melihat umat-Nya yang menderita di bawah penjajahan Roma.
Allah tidak berdiam diri.
Allah turun tangan.

Begitu juga dalam hidup Saudara:
Allah melihat air mata Anda,
Allah melihat pergumulan Anda,
dan Ia turun untuk menolong.

2. Allah Melawat dengan Pengampunan (ay. 77)

Kita tidak hanya butuh pembebasan dari luar,
tetapi pembebasan dari dalam—
dari dosa, rasa bersalah, luka masa lalu.

Pengampunan bukan teori.
Pengampunan adalah kunjungan kasih Allah yang menyembuhkan jiwa.
Saudara, Allah tidak hanya melihat dosa Anda—
Ia datang untuk mengampuni dan memulihkan.

3. Allah Melawat dengan Cahaya (ay. 78–79)

“Surya pagi akan menyinari kita…”

Di dunia yang gelap,
Allah mengutus cahaya yang tidak pernah padam.

Cahaya itu:

·        menuntun langkah Anda,

·        menerangi masa depan Anda,

·        membangun damai di hidup Anda.

 

Penutup Khotbah

Saudaraku, Allah tidak jauh.
Allah tidak asing.
Allah tidak diam.

Dia melawat
ke dalam dunia
ke dalam sejarah
ke dalam gereja
ke dalam hati Anda.

Biarkan Dia melawat Anda hari ini.
Serahkan hidup Anda kepada-Nya.
Dan biarkan cahaya-Nya memimpin Anda “ke jalan damai.”

5.10. Penutup Bagian V

Bagian V ini menyatukan seluruh karya:

·        Allah melawat dalam sejarah,

·        Allah melawat dalam Kristus,

·        Allah melawat dalam Roh,

·        Allah melawat melalui gereja,

·        Allah melawat melalui khotbah dan pelayanan.

Kunjungan Allah bukan peristiwa sekali jadi;
ia adalah gelombang kasih yang mengalir dari kekekalan ke kehidupan umat-Nya—
dan menuntun seluruh gereja menuju pemulihan yang sempurna.

 

DAFTAR PUSTAKA

Komentar & Studi Injil Lukas

Bock, Darrell L. Luke 1:1–9:50. Baker Exegetical Commentary on the New Testament. Grand Rapids: Baker Academic, 1994.

———. Luke 9:51–24:53. Baker Exegetical Commentary on the New Testament. Grand Rapids: Baker Academic, 1996.

Brown, Raymond E. The Birth of the Messiah: A Commentary on the Infancy Narratives in Matthew and Luke. Updated ed. New York: Doubleday, 1993.

Fitzmyer, Joseph A. The Gospel According to Luke I–IX. Anchor Bible Commentary. New York: Doubleday, 1981.

Green, Joel B. The Gospel of Luke. New International Commentary on the New Testament. Grand Rapids: Eerdmans, 1997.

Marshall, I. Howard. The Gospel of Luke: A Commentary on the Greek Text. NIGTC. Grand Rapids: Eerdmans, 1978.

Nolland, John. Luke 1–9:20. Word Biblical Commentary. Dallas: Word Books, 1989.

Stein, Robert H. Luke. NAC. Nashville: Broadman & Holman, 1992.

Turner, David L. Israel’s Last Prophet: Jesus and the Jewish Leaders in the Gospel of Luke. Grand Rapids: Baker Academic, 2015.

 

Latar Belakang Yahudi & Sejarah Zaman Bait Kedua

Bauckham, Richard. Jude and the Relatives of Jesus in the Early Church. London: T&T Clark, 2004.

Collins, John J., and Daniel C. Harlow, eds. The Eerdmans Dictionary of Early Judaism. Grand Rapids: Eerdmans, 2010.

Evans, Craig A. Ancient Texts for New Testament Studies: A Guide to the Background Literature. Peabody, MA: Hendrickson, 2005.

Grabbe, Lester L. An Introduction to Second Temple Judaism. London: T&T Clark, 2010.

Sanders, E. P. Judaism: Practice and Belief, 63 BCE–66 CE. London: SCM Press, 1992.

Schürer, Emil. The History of the Jewish People in the Age of Jesus Christ. 3 vols. Revised by Geza Vermes, Fergus Millar, and Matthew Black. Edinburgh: T&T Clark, 1973–87.

Wright, N. T. The New Testament and the People of God. Christian Origins and the Question of God. Minneapolis: Fortress Press, 1992.

 

Bahasa Yunani, Kritik Teks, dan Leksikon

Aland, Kurt, et al., eds. The Greek New Testament. 5th rev. ed. Stuttgart: Deutsche Bibelgesellschaft, 2014.

Bauer, Walter et al. A Greek-English Lexicon of the New Testament and Other Early Christian Literature (BDAG). 3rd ed. Chicago: University of Chicago Press, 2000.

Metzger, Bruce M. A Textual Commentary on the Greek New Testament. 2nd ed. Stuttgart: Deutsche Bibelgesellschaft, 1994.

Porter, Stanley E. Idioms of the Greek New Testament. 2nd ed. Sheffield: Sheffield Academic Press, 1994.

Wallace, Daniel B. Greek Grammar Beyond the Basics. Grand Rapids: Zondervan, 1996.

 

Teologi Perjanjian Lama & Baru

Beale, G. K. A New Testament Biblical Theology: The Unfolding of the Old Testament in the New. Grand Rapids: Baker Academic, 2011.

Brueggemann, Walter. Theology of the Old Testament: Testimony, Dispute, Advocacy. Minneapolis: Fortress Press, 1997.

Carson, D. A. Divine Sovereignty and Human Responsibility. Eugene, OR: Wipf & Stock, 2002.

Goldsworthy, Graeme. According to Plan: The Unfolding Revelation of God in the Bible. Downers Grove, IL: IVP, 1991.

Hurtado, Larry W. Lord Jesus Christ: Devotion to Jesus in Earliest Christianity. Grand Rapids: Eerdmans, 2003.

Ladd, George Eldon. A Theology of the New Testament. Rev. ed. Grand Rapids: Eerdmans, 1993.

Moltmann, Jürgen. Theology of Hope. Minneapolis: Fortress Press, 1993.

Wright, Christopher J. H. The Mission of God: Unlocking the Bible’s Grand Narrative. Downers Grove, IL: IVP Academic, 2006.

 

Filsafat, Hermeneutika, dan Metode Penafsiran

Gadamer, Hans-Georg. Truth and Method. 2nd rev. ed. New York: Continuum, 2006.

Kierkegaard, Søren. Fear and Trembling. Cambridge Texts in the History of Philosophy. Cambridge: Cambridge University Press, 2006.

Marcel, Gabriel. Homo Viator: Introduction to the Metaphysic of Hope. New York: Harper & Row, 1962.

Thiselton, Anthony C. The Two Horizons: New Testament Hermeneutics and Philosophical Description. Grand Rapids: Eerdmans, 1980.

Wolterstorff, Nicholas. Divine Discourse: Philosophical Reflections on the Claim That God Speaks. Cambridge: Cambridge University Press, 1996.

 

Tags :

BPPPWG MENARA KRISTEN

KOMITMEN DALAM MELAYANI

PRO DEO ET EIUS CREATURAM

  • PRO DEO ET EIUS CREATURAM
  • COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
  • ORA ET LABORA

INFORMASI KEPALA BPPPWG MENARA KRISTEN
  • : Pdt Hendra C Manullang
  • : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
  • : crisvinh@gmail.com
  • : menarakristen@gmail.com
/UMUM

Post a Comment

Tedbree Logo
BPPPWG Menara Kristen Silahkan bertanya kepada kami. Kami siap membantu Anda
Halo, Ada yang bisa kami bantu? ...
Kirim