KHOTBAH; MATIUS 1 : 18 - 25 ( ALLAH MENYERTAI KITA )
“IMMANUEL: ALLAH MENYERTAI KITA” (MATIUS
1:18–25)
Kajian Historis Kritis – Teologis - Biblis, dan Etis Sosial
I. PENDAHULUAN
1.1.
Pembukaan: Mengapa Matius 1:18–25 untuk Malam Natal?
Natal sering dipahami oleh banyak orang
sebagai perayaan sentimental tentang bayi kecil di palungan. Namun teks Matius
1:18–25 menolak romantisisme polos tersebut: ia menempatkan inkarnasi dalam
jaringan sejarah, hukum, keluarga, ketakutan, otoritas ilahi, dan nama yang
signifikan — Immanuel
— “Allah beserta kita.” Inilah pesan yang relevan bagi malam Natal: bukan
sekadar ingatan nostalgis, melainkan pengumuman teologis bahwa Allah
masuk ke tengah kekacauan manusia dan mengubah relasi
manusia-Allah serta relasi antar-manusia.
Penelitian ini memusat pada Matius
1:18–25 karena perikop ini adalah titik temu antara narasi genealogis Matius,
teologi kerajaan (=mesianisme daudik), dan agenda sosial-etis yang kuat:
kelahiran Yesus membawa dampak pada keluarga, otoritas sosial-hukum, dan misi
Allah untuk hadir di dunia yang terluka.
1.2.
Rumusan Masalah
Untuk membingkai kajian ini secara
akademik, Bab I merumuskan persoalan utama yang akan dijawab dalam keseluruhan
karya:
1.
Historis-Kritis: Dalam konteks Palestina abad
pertama—politikal, religius, dan sosial—bagaimana Matius membentuk dan
mempresentasikan narasi kelahiran Yesus dalam 1:18–25? Sejauh mana Matius
memakai bahan tradisional (tradition history) dan bagaimana ia
mereinterpretasikan Nubuat PL (Yes. 7:14) secara kreatif?
2.
Teologis-Biblis: Apa makna teologi nama Immanuel
dalam relasi antara Janji-PL dan Penggenapan-PB? Bagaimana Matius menempatkan
isu ketidakbersalahan Maria dan peran Yusup dalam skema mesiologis dan
christologisnya?
3.
Etis-Sosial: Bagaimana perikop ini menantang praktik
sosial kontemporer (mis. kehormatan keluarga, hak perempuan, stigmatisasi
kehamilan luar nikah) dan apa implikasinya bagi etika gereja dalam konteks
modern (keadilan gender, perlindungan keluarga, advokasi sosial)?
4.
Hermeneutik: Metode penafsiran apakah yang paling
tepat untuk menerjemahkan perikop ini dari ranah sejarah dan teks ke ranah
praktik gereja kontemporer tanpa kehilangan kedalaman teologisnya?
Pertanyaan-pertanyaan ini akan
membimbing penyusunan bab-bab selanjutnya (sejarah, eksegesis teknis, teologi
sistematis, aplikasi pastoral).
1.3.
Tujuan Penelitian
Secara
rinci, tujuan Bab dan studi keseluruhan adalah:
1.
Mengurai
konteks historis Matius 1:18–25 guna memahami latar sosial-politik dan religi
yang memengaruhi redaksi narasi Natal di Injil Matius.
2.
Melakukan
eksegesis teks Yunani terhadap ayat-ayat tersebut dengan memperhatikan makna
leksikal, sintaksis, serta intertekstualitas dengan Perjanjian Lama (terutama
Yesaya 7:14).
3.
Mengembangkan
pembacaan teologis yang memadukan christologi inkarnasional (Immanuel),
pneumatologi (Roh Kudus dan kedatangan ilahi), dan soteriologi (makna nama
Yesus = penyelamat).
4.
Mengeksplorasi
implikasi etis-sosial untuk gereja kontemporer: hak perempuan, keadilan
keluarga, pembelaan terhadap anak dan ibu, dan tugas gereja sebagai
“penyertaan” Allah di dunia.
5.
Menyusunkan
khotbah ekspositori dan pedoman pastoral yang membumikan tema Immanuel untuk
ibadah Natal.
1.4.
Relevansi Studi
Studi
ini relevan pada beberapa dimensi:
·
Akademik: Menyumbang pada studi naratif Matius,
studi Natal, kajian interpretasi Yesaya di Perjanjian Baru, dan teologi
incarnational. Ia juga memberi kontribusi pada wacana gender dan etika teologi.
·
Pastoral: Membantu gereja menyediakan homiletika
Natal yang menyeimbangkan antara perayaan dan tuntutan konkrit panggilan etis,
serta memperkuat pelayanan pastoral kepada keluarga dan perempuan yang rentan.
·
Sosial-etik: Menjadi sumber bagi gereja yang hendak
bertindak dalam isu-isu keluarga, perlindungan ibu/anak, dan advokasi
sosial—menyaksikan Immanuel sebagai dasar solidaritas praktis.
1.5.
Landasan Teoretis dan Tinjauan Pustaka Singkat
(Teks
ini merangkum riset primer dan sekunder yang relevan; Bab daftar pustaka akhir
akan menguraikan rujukan penuh.)
1.
Studi Matius dan Infancy Narrative: Karya-karya Raymond E. Brown, R. T.
France, Dale C. Allison Jr., W. D. Davies & D. C. Allison — yang menekankan
hubungan antara silsilah, narasi kelahiran, dan tujuan teologis Matius—menjadi
landasan pemikiran.
2.
Intertekstualitas PL: Pembacaan Yesaya 7:14 (LXX) dalam
Matius telah lama menjadi fokus perdebatan; kajian ini merujuk pada literatur
yang menelaah pemindahan makna nubuat dari konteks Ahaz menuju konteks
inkarnasi.
3.
Sejarah Sosial Yahudi & Gender: Studi tentang kondisi perempuan,
kehormatan keluarga, dan hukum pernikahan Yahudi di zaman Bait Kedua (Schürer,
Sanders, Grabbe) serta kajian gender (Phyllis Trible, Elisabeth Schüssler
Fiorenza) akan dikombinasikan untuk memahami tekanan sosial yang dihadapi Maria
dan Yusup.
4.
Teologi Inkarnasi & Immanuel: Literatur teologi sistematik dan
biblika (Calvin, Barth, Moltmann, Wright) mengenai makna inkarnasi, “kehadiran
Allah”, dan implikasi eskatologis.
5.
Hermeneutika & Etika Praktis: Pendekatan hermeneutik kontekstual dan
hermeneutik pembebasan (Gadamer dipakai sebagai rujukan metodologis, sementara
pendekatan pembebasan dan etika pastoral digunakan untuk aplikasi praksis).
1.6.
Metodologi Penelitian
Kajian
ini menggabungkan beberapa metode:
1.
Metode Historis-Kritis: Menelusuri latar historis (politik
Romawi, tradisi Yahudi Bait Kedua, praktik hukum keluarga), serta kemungkinan
tradisi lisan yang melandasi narasi Matius.
2.
Analisis Naratif & Redaksional: Menganalisa struktur literer Matius
1:18–25, termasuk fungsi narator, dialog, motif mimpi, dan dinamika antara
tokoh (Maria, Yusup, malaikat).
3.
Eksegesis Linguistik Yunani: Kajian kritis atas kata kunci (ἐν
γαστρὶ ἔχουσα, ἐκ πνεύματος ἁγίου, Μὴ φοβηθῇς, καλέσεις τὸ ὄνομα αὐτοῦ,
Ἐμμανουήλ) menurut NA28/UBS5, dengan perhatian pada makna semantik, bentukan
gramatikal, dan gaya Matius.
4.
Intertekstualitas PL–PB: Memetakan kutipan/paralel (Yesaya 7:14;
Mikha, Mazmur; Lukas) dan fungsi mereka dalam membentuk teologi Matius.
5.
Pendekatan Etika-Sosial: Menerapkan temuan historis dan teologis
pada isu kontemporer—analisis etis berorientasi pembebasan (advokasi untuk
perempuan, keluarga, dan anak).
6.
Homiletika: Menghasilkan khotbah ekspositori yang
setia pada teks sekaligus aplikatif untuk malam Natal.
1.7.
Definisi Istilah Kunci
Agar
pembaca jelas terhadap istilah yang dipakai:
·
Immanuel (Ἐμμανουήλ): dari Ibrani עִמָּנוּאֵל = “Allah beserta
kita”; Matius mengutip Yesaya (LXX) dan memberi pembacaan christologis.
·
Inkarnasi: doktrin bahwa Allah-Firman mengambil
daging manusia dalam Yesus Kristus.
·
Historis-kritis: pendekatan ilmiah yang menempatkan teks
pada konteks sejarah, menyelidiki sumber, tradisi, dan redaksi.
·
Etika sosial Kristen: aplikasi ajaran Kristus pada struktur
sosial dan relasi kekuasaan, menekankan keadilan dan martabat manusia.
·
Shekinah / Presence: konsep tradisional Yahudi/Patristik
yang menunjukkan kehadiran ilahi di tengah umat.
1.8.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan
telaah awal, studi ini mengajukan hipotesis:
1.
Matius
secara sadar mereinterpretasi nubuat Yesaya untuk menekankan bahwa penyertaan
Allah kini bersifat inkarnasional dan kosmis (bukan hanya politis lokal).
2.
Narasi
1:18–25 mengandung sudut pandang redaksional Matius yang bertujuan melegitimasi
status mesianik Yesus (keturunan Daud dan anak yang diberi nama oleh Yusup)
sambil menegaskan peran Roh Kudus.
3.
Pembacaan
teologis dari teks ini mengimplikasikan agenda etis-sosial yang menuntut gereja
untuk mewujudkan kehadiran ilahi melalui solidaritas konkret dengan mereka yang
termarjinalisasi (terutama perempuan dan anak).
1.9.
Ruang Lingkup dan Batasan
Penelitian
memfokuskan diri pada:
·
Matius
1:18–25 (narrative infans), termasuk hubungan literer dengan Matius 1:1–17
(silsilah) dan kutipan Yesaya 7:14.
·
Konteks
historis abad pertama di Palestina—kebijakan Romawi, praktik keluarga Yahudi,
dan norma sosial gender.
·
Tidak
mengambil secara detail seluruh literatur awal Kristen yang membahas natal
dalam tradisi apokrif atau liturgi gereja awal, meskipun relevansi liturgis
akan disentuh secara aplikatif.
1.10.
Sistematika Penulisan Seluruh Karya
Untuk
menjaga koherensi, karya ini disusun sebagai berikut:
·
I: Pendahuluan (landasan teoritis,
metodologi, rumusan masalah) — sekarang Anda membaca.
·
II: Kajian historis–kritis lengkap (konteks
sosial-politikal, hukum keluarga, kondisi perempuan, tradisi
Midrash/Intertestamental).
·
III: Eksegesis teknis Matius 1:18–25
(analisis kata per kata pada teks NA28/UBS5, kritik teks, struktur naratif,
intertekstual PL).
·
IV: Teologi biblis mendalam (Immanuel dalam
PL–PB; implikasi christologis, pneumatologis, soteriologis; hubungan dengan
eskatologi Matius).
· V: Etika sosial-pastoral dan homiletika (implikasi untuk gereja: advokasi perempuan, perlindungan keluarga; khotbah Natal ekspositori dan pedoman liturgi/praksis).
· Lampiran & Daftar Pustaka
1.11.
Sumber dan Data
Sumber
utama:
·
Teks
Yunani Matius (NA28/UBS5).
·
Perjanjian
Lama (Ibrani / LXX) untuk intertekstualitas (Yesaya 7:14 terutama).
·
Sumber-sumber
Sekunder: studi-studi akademik tentang natal, sejarah Bait Kedua, hukum
pernikahan Yahudi, kajian gender, dan teologi inkarnasi.
·
Data
historis dikompilasi dari literatur arkeologis dan sejarah (mis. Schürer,
Sanders, Grabbe) untuk rekonstruksi situasi sosial.
1.12.
Kontribusi yang Diharapkan
Penelitian
ini diharapkan memberikan:
1.
Pembacaan
Matius 1:18–25 yang seimbang antara ketepatan akademik dan sensitivitas
pastoral.
2.
Penguatan
argumen teologis bahwa Immanuel adalah dasar teologis untuk pelayanan gereja
yang berorientasi sosial.
3.
Rekomendasi
praktis bagi gereja untuk mengimplementasikan kebijakan pastoral yang
melindungi perempuan dan anak serta membantu keluarga rentan.
4.
Materi
homiletik (khotbah Natal) yang menuntun jemaat memahami Natal sebagai
pengalaman kehadiran ilahi yang memberi tuntutan etis.
1.13.
Penutup Bagian I: Panggilan untuk Membaca Lebih Dalam
Bagian I ini menempatkan Matius 1:18–25
bukan sekadar teks ritual klasik, tetapi sebagai pengumuman teologis dan agenda
etis. Pembacaan yang akan disajikan di bab-bab mendatang akan mendekatkan kita
pada “Immanuel” sebagai realitas yang menuntut respons: iman yang bersamaan
dengan tindakan, yaitu gereja yang menjadi wujud nyata penyertaan Allah di
tengah dunia yang terluka.
Melalui kajian historis-kritis,
eksegesis linguistik, refleksi teologis, dan aplikasi etis-sosial, kita akan
menelusuri bagaimana peristiwa natal menurut Matius memanggil kita untuk
menjadi komunitas yang sungguh-sungguh membawa Immanuel ke dalam kehidupan
konkrit sesama.
II. KONTEKS
HISTORIS, SOSIO-POLITIS, DAN TEOLOGIS MATIUS 1:18–25
Untuk
memahami pesan Natal dan makna inkarnasional dari “Immanuel: Allah Menyertai
Kita,” pembacaan Matius 1:18–25 tidak dapat dilepaskan dari dunia sejarah
Yahudi abad pertama, dinamika sosial keluarga Yehuda, struktur masyarakat
patriarkal, realitas politik Herodian dan dominasi Kekaisaran Romawi, praktik
pernikahan Yahudi, serta tradisi teologi Perjanjian Lama yang menjadi bingkai
narasi kelahiran Yesus. BAB ini bertujuan menyediakan fondasi historis-kritis
yang kokoh untuk keseluruhan karya ilmiah.
2.1.
Dunia Sosio-Politik Zaman Yesus: Yahudi di Bawah Kekuasaan Roma
2.1.1.
Pax Romana dan paradoks kekerasan damai
Pada
masa lahirnya Yesus, wilayah Palestina berada di bawah struktur politik yang
disebut Pax
Romana, suatu “kedamaian” yang dijaga menggunakan paksaan militer.
Roma memaksakan stabilitas politik dengan tiga pilar:
1.
kehadiran militer permanen,
2.
pungutan pajak berlapis,
3.
kolaborasi politik lokal, seperti Herodes dan kemudian
gubernur-gubernur Romawi.
Pax
Romana bukan sekadar kebijakan damai; ini adalah sistem ideologis yang menuntut
kesetiaan (fides)
kepada Kaisar sebagai “pembawa damai.” Ironisnya, justru melalui penderitaan
masyarakat kecil dalam sistem ini, Matius menekankan bahwa Yesus
yang akan lahir adalah Raja yang sejati, bukan Kaisar.
2.1.2. Herodes Agung:
Raja boneka dan penguasa brutal
Herodes
Agung (37–4 SM), yang berkuasa saat Yesus lahir, adalah penguasa yang terkenal
karena dua hal:
1.
Kehebatan arsitekturalnya, seperti pembangunan kembali Bait
Allah.
2.
Kekejamannya, termasuk pembunuhan istri dan beberapa
anaknya sendiri.
Karakter
Herodes menciptakan latar naratif bagi ketegangan besar dalam Injil Matius, di
mana Yesus yang disebut sebagai “Anak Daud”, lahir di bawah bayangan seorang
“raja” yang paranoid terhadap setiap ancaman mesianis.
2.1.3. Struktur
politik: dari Sanhedrin hingga administrasi lokal
Yahudi
tidak sepenuhnya bebas menentukan hidup mereka:
·
Sanhedrin mengatur urusan internal agama.
·
Imam besar dipilih berdasarkan kompromi politik
dengan Roma.
·
Pemerintahan Herodia tunduk pada Caesar.
·
Kebijakan perpajakan menindas masyarakat jelata.
·
Tentara Roma ditempatkan di berbagai kota untuk
menjaga ketertiban sosial.
Situasi
ini penting, sebab teks Matius lahir dari komunitas yang hidup di bawah tekanan
sosial-politik. Inkarnasi Yesus sebagai ‘Immanuel’ adalah pernyataan
teologis yang subversif: Allah menyertai umat-Nya di
tengah sistem penindas, bukan dalam ruang religius steril.
2.2.
Struktur Sosial Yahudi: Keluarga, Gender, dan Kehormatan
2.2.1. Masyarakat
kehormatan dan rasa malu (honor-shame culture)
Palestina
abad pertama adalah masyarakat honor-shame. Identitas
seseorang ditentukan oleh:
·
status
keluarga,
·
reputasi
publik,
·
relasi
sosial,
·
kepatuhan
terhadap norma kesucian agama.
Ketika
Maria kedapatan mengandung sebelum tinggal serumah dengan Yusuf, itu bukan
masalah personal belaka—itu adalah krisis kehormatan keluarga
yang dapat mengundang:
·
pengucilan,
·
stigma
moral,
·
tuduhan
perzinaan,
·
bahkan
pelanggaran hukum Taurat (Ul. 22:20–21).
Narasi
Matius menunjukkan bahwa Allah bekerja melalui hal-hal yang
dianggap memalukan oleh manusia, untuk menyatakan teologi
anugerah-Nya.
2.2.2. Posisi perempuan
Yahudi dalam struktur patriarkal
Perempuan
dihargai sebagai:
·
penerus
garis keluarga,
·
penjaga
kesucian rumah tangga,
·
simbol
kehormatan komunitas.
Karena
itu, kehamilan Maria—tanpa hubungan dengan Yusuf—merupakan bencana
sosial. Namun Matius justru menonjolkan bahwa:
·
Maria
dipilih Allah,
·
Maria
berada di pusat karya keselamatan,
·
Maria
dihormati bukan karena status sosialnya, tetapi karena penyertaan Roh Kudus.
Ini
membalikkan paradigma patriarki: Allah menyatakan kehadiran-Nya melalui
yang lemah.
2.2.3. Yusuf sebagai
laki-laki saleh (dikaios)
Yusuf
tidak bereaksi berdasarkan kehormatan sosial, melainkan:
·
berdasarkan
belas kasih,
·
ketaatan
kepada Allah,
·
sensitivitas
terhadap suara ilahi.
Label
“dikaios” (benar, saleh) mengindikasikan bahwa Yusuf adalah:
·
penganut
Taurat,
·
pelaku
keadilan,
·
teladan
iman dalam masa krisis.
Ini
memberi dasar etis bagi gereja masa kini: ketaatan kepada Allah kadang
bertentangan dengan budaya.
2.3.
Praktik Perkawinan Yahudi
Untuk
memahami narasi Matius, perlu memahami tiga tahap perkawinan Yahudi:
1. Kiddushin (pertunangan hukum)
Ini
bukan “engagement” modern. Pertunangan bersifat legal.
Jika ingin berpisah, harus ada surat cerai.
2. Nissuin (pemberkatan &
penyatuan rumah)
Pasangan
mulai hidup bersama dan hubungan seksual dimulai.
3. Perayaan komunitas
Biasanya
berlangsung tujuh hari.
Maria
hamil pada
tahap pertama, sehingga secara hukum dapat dikategorikan
sebagai:
·
zina,
·
atau
pelanggaran kehormatan keluarga.
Tetapi
narator Matius menegaskan bahwa kehamilan itu adalah dari Roh
Kudus—bukan berdasarkan proses biologis biasa.
2.4.
Tradisi Teologis Yahudi: Mesias dan Pemenuhan Nubuat
2.4.1. Penantian Mesias
di abad pertama
Ada
beberapa model mesianisme masa itu:
1.
Mesias Daud – raja politis yang memulihkan kerajaan
Israel.
2.
Mesias Imam – pemimpin religius yang memulihkan
ibadah.
3.
Mesias apokaliptik – yang akan menghancurkan
bangsa-bangsa.
4.
Mesias ganda – sebagaimana ditemukan dalam komunitas
Qumran.
Matius
menegaskan bahwa Yesus adalah:
·
Anak
Daud (identitas raja),
·
Anak
Abraham (berkat bagi bangsa-bangsa),
·
Immanuel
(kehadiran Allah sendiri).
2.4.2. Tradisi Immanuel
(Yesaya 7:14)
Nubuat
Yesaya 7:14 adalah fondasi teologis dalam narasi kelahiran Yesus.
·
Dalam
konteks Yesaya, itu adalah nubuat tanda bagi Raja Ahas.
·
Dalam
konteks Matius, ini dimaknai ulang sebagai penggenapan eskatologis.
Matius
memadukan pesan
nubuatan historis dengan kegenapan Kristologis.
2.5.
Komunitas Matius: Konflik Sinagoge dan Gereja Awal
Banyak
sarjana sepakat bahwa Injil Matius:
·
Ditulis
untuk komunitas Yahudi-Kristen,
·
Yang
hidup di tengah perpecahan dengan Yudaisme rabinik,
·
Pasca
kehancuran Bait Allah tahun 70 M.
Dalam
konteks ini, narasi kelahiran Yesus memiliki fungsi:
·
identitas (Yesus adalah Mesias sejati Israel),
·
pembelaan (komunitas Matius bukan penyimpangan,
tetapi pewaris Israel sejati),
·
legalitas (kelahiran Yesus sah secara teologis
dan historis),
·
penguatan spiritual.
2.6.
Kritik Sumber (Source Criticism)
Matius
menggunakan:
·
Markus (65–70 M) sebagai salah satu sumber,
·
Q (kumpulan ucapan Yesus),
·
Sumber “M” unik miliknya, termasuk narasi
kelahiran.
Matius
1–2 berasal dari tradisi “M,” karena tidak ada paralel di Markus ataupun Q.
Narasi
Matius:
·
bukan
imajinasi teologis semata,
·
melainkan
penyusunan tradisi oral yang telah beredar dalam komunitas.
2.7.
Kritik Bentuk (Form Criticism)
Narasi
kelahiran Yesus adalah bentuk campuran:
1.
Annunciation Narrative – mirip kelahiran tokoh PL (Ishak,
Samuel).
2.
Dream Narrative – khas tradisi Ibrani (Yusuf, Daniel).
3.
Legal Vindication Narrative – pembelaan terhadap legitimasi Yesus.
4.
Fulfillment Narrative – Matius paling sering menekankan
“genaplah firman.”
2.8.
Kritik Redaksi (Redaction Criticism)
Matius
menyunting tradisi secara:
·
Kristologis → Yesus sebagai Mesias Daud.
·
Teologis → Immanuel, kehadiran Allah.
·
Pastoral → penguatan komunitas teraniaya.
·
Liturgis → teks kelahiran menjadi dasar iman
gereja.
2.9.
Dimensi Teologi Biblis: Benang Merah PL–PB
2.9.1. Motif “Allah
Menyertai” dalam PL
1.
Kejadian
26 – Allah menyertai Ishak.
2.
Keluaran
3 – Allah menyertai Musa.
3.
Yosua
1 – “Aku menyertai engkau.”
4.
Mazmur
46 – “Allah beserta kita.”
Matius
mengklaim bahwa motif ini mencapai puncaknya dalam diri Yesus.
2.9.2. Motif “Allah
turun melawat”
1.
Mazmur
8 – “Apakah manusia sehingga Engkau mengingatnya?”
2.
Mazmur
106 – Allah melawat umat-Nya.
3.
Lukas
1 – diperkaya dengan konsep “melawat.”
Matius
menggemakan seluruh tradisi ini ke dalam teologi inkarnasi.
2.10.
Makna Teologis “Immanuel” dalam Kerangka Etis-Sosial
“Allah
beserta kita” bukan pernyataan metafisik semata.
Dalam
konteks Yahudi tertindas:
·
itu
adalah kritik
terhadap kekuasaan Roma,
·
sekaligus
janji
keadilan sosial,
·
dan
pembelaan
bagi orang tertindas.
Makna
etisnya:
1.
Allah
dekat, bukan jauh.
2.
Allah
berpihak kepada yang lemah.
3.
Allah
masuk ke dalam penderitaan manusia.
Inilah
dasar etika sosial Kristen: hadir bagi dunia sebagaimana Kristus
hadir bagi manusia.
2.11.
Kesimpulan BAGIAN II
Dari
semua analisis di atas, jelas bahwa Matius 1:18–25:
·
berakar
pada sejarah Yahudi abad pertama,
·
merupakan
respon teologis terhadap konteks politis yang keras,
·
menegaskan
Yesus sebagai penggenapan tradisi PL,
·
menggunakan
struktur naratif berlapis (legal, profetik, redaksional),
·
sarat
dengan implikasi etis-sosial yang relevan bagi gereja masa kini.
Di
tengah dunia yang dikuasai oleh ketakutan, kekuasaan, dan stigma sosial, Matius
menyatakan:
Immanuel
hadir—Allah tidak meninggalkan manusia, tetapi turun masuk ke tengah realitas
gelap untuk menebusnya.
III. ANALISIS
EKSEGETIS, KRITIK TEKS, DAN PEMBACAAN TEOLOGIS MATIUS 1:18–25
Pasal
1:18–25 bukan sekadar narasi kelahiran Yesus; ia merupakan pilar kristologis
dan fondasi
teologi inkarnasi dalam Injil Matius. Teks ini menggabungkan
tradisi naratif Yahudi, struktur sastra helenistik, peran hukum perkawinan
Yahudi, kutipan PL sebagai penggenapan, serta pemaknaan teologis mendalam atas
karya Roh Kudus. Karena itu, eksegesis terhadap perikop ini tidak dapat
dilakukan secara dangkal; perlu pembacaan yang melibatkan kritik teks, studi
morfologi dan sintaksis Yunani, analisis struktur naratif, serta pemetaan
intertekstualitas Perjanjian Lama.
Matius 1:18–25 juga merupakan tempat
munculnya salah satu pengakuan kristologis paling mendalam dalam seluruh
Alkitab: “Immanuel…
Allah menyertai kita.” Ungkapan ini menjadi lensa eksegetis
seluruh perikop. Dengan demikian, analisis mendalam ini berfungsi sebagai inti
hermeneutis untuk memahami seluruh Injil.
3.1. Terjemahan
Tekstual (NA28)
(Berdasarkan
NA28/UBS5 – bukan terjemahan populer)
Berikut
terjemahan literal terkontrol berdasarkan teks Yunani NA28 (tanpa dinamika
literer):
Matius 1:18
Hē de genesis tou Iēsou Christou houtōs
ēn.
“Adapun kelahiran Yesus Kristus terjadi demikian.”
Matius 1:18b
Mnēsteutheisēs tēs mētros autou Marias
tō Iōsēph, prin ē synelthein autous, heurethē en gastri echousa ek pneumatos
hagiou.
“Ketika Maria, ibu-Nya, telah bertunangan dengan Yusuf, sebelum mereka hidup
bersama, ia didapati mengandung dari Roh Kudus.”
Matius 1:19
Iōsēph de ho anēr autēs, dikaios ōn kai
mē thelōn autēn deigmatisai, eboulēthē lathra apolysai autēn.
“Yusuf, suaminya, seorang yang benar, tidak ingin mempermalukannya, bermaksud
menceraikannya secara diam-diam.”
Matius 1:20
Tauta de autou enthymēthentos, idou
angelos kyriou kat' onar ephanē autō legōn…
“Ketika ia mempertimbangkan hal itu, tampaklah kepadanya seorang malaikat Tuhan
dalam mimpi, berkata…”
Matius 1:21
Teksei de huion, kai kaleseis to onoma
autou Iēsoun: autos gar sōsei ton laon autou apo tōn hamartiōn autōn.
“Ia akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan engkau akan menamai Dia Yesus,
sebab Dia lah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka.”
Matius 1:22–23
Houto de holon gegonen hina plērōthē to
rēthen hypo kyriou dia tou prophētou…
“Semuanya terjadi agar terpenuhilah firman yang disampaikan Tuhan melalui
nabi…”
Epheisousin to onoma autou Emmanouēl, ho
estin methermēneuomenon Meth' hēmōn ho Theos.
“Dan mereka akan menamai-Nya Immanuel, yang berarti: Allah menyertai kita.”
Matius 1:24–25
Egerqeis de ho Iōsēph apo tou hypnou
epoiēsen hōs prosetaxen autō ho angelos kyriou…
“Ketika bangun dari tidurnya, Yusuf melakukan seperti yang diperintahkan
malaikat Tuhan…”
Kai ouk eginōsken autēn heōs hou eteken
huion: kai ekalesen to onoma autou Iēsoun.
“Dan ia tidak bersetubuh dengan Maria sampai ia melahirkan seorang anak laki-laki;
dan ia menamai-Nya Yesus.”
3.2.
Kritik Teks (Textual Criticism)
Perikop
ini relatif stabil secara tekstual—tidak ada varian besar yang mengubah teologi
inti. Namun beberapa catatan penting harus dibahas.
3.2.1.
Varian “Iēsou Christou” (Yesus Kristus) – Ayat 18
Beberapa
naskah kuno (termasuk Codex Sinaiticus fase pertama) membaca:
“genesis tou Christou”
tanpa
nama “Yesus.”
Namun
mayoritas naskah dan NA28 mempertahankan bentuk lengkap:
“genesis tou Iēsou
Christou.”
Implikasi teologis:
·
Bentuk
lengkap menegaskan identitas ganda: Yesus → manusia historis; Kristus → Mesias.
·
Bentuk
pendek lebih fokus pada “Kristus/Mesias” sebagai pusat narasi genealogis.
Mayoritas
pakar mendukung bentuk lengkap sebagai yang lebih tua secara tradisi.
3.2.2.
Varian “ou synelthon autous” (belum hidup bersama) – Ay. 18
Semua
naskah kunci sepakat. Ini memperlihatkan bahwa komunitas awal sangat menjaga
pewartaan kelahiran
perawan (virgin conception, bukan virgin
birth).
3.2.3.
Varian “ek pneumatos hagiou” (dari Roh Kudus)
Tidak
ada varian berarti → sebuah indikasi bahwa doktrin ini telah mapan sebelum
penulisan Matius.
3.2.4.
Varian pada ay. 25: “huion” (anak laki-laki)
Beberapa
naskah menambahkan:
“ton
prōtotokon” – anak sulung
Sejalan dengan Lukas 2:7.
NA28
menolak penambahan ini karena:
·
jelas
bersifat harmonisasi dengan Lukas,
·
muncul
kemudian dalam tradisi Bizantin.
3.2.5.
Kesimpulan Kritik Teks
Matius
1:18–25 adalah salah satu teks paling stabil dalam
Injil Matius. Ini menunjukkan:
·
komunitas
awal menjaga kewibawaan tradisi kelahiran Yesus,
·
teologi
inkarnasi merupakan bagian inti dari identitas gereja mula-mula,
·
tidak
ada usaha untuk mengubah narasi demi kepentingan doktrinal belakangan.
3.3.
Analisis Struktur Sastra
Perikop
ini adalah bagian dari struktur yang lebih besar:
A. Genealogi (1:1–17)
Yesus
ditempatkan dalam sejarah Israel.
B. Narasi Kelahiran
(1:18–25)
Penggenapan
nubuatan dan legitimasi ilahi.
3.3.1.
Struktur internal 1:18–25
Struktur
naratif dapat dibagi sebagai berikut:
1. Problema – Ay. 18–19
Maria
hamil; Yusuf mempertimbangkan menceraikannya.
2. Penyingkapan Ilahi – Ay. 20–21
Malaikat
menyingkapkan identitas sang Anak.
3. Penggenapan Firman – Ay. 22–23
Nubuat
Yesaya dipakai sebagai pembacaan teologis.
4. Ketaatan Yusuf – Ay. 24–25
Yusuf
patuh → legitimasi hukum bagi Yesus.
Struktur
ini menggambarkan:
·
krisis,
·
pewahyuan,
·
interpretasi
teologis,
·
respon
iman.
Ini
adalah struktur klasik cerita panggilan dalam PL.
3.4.
Analisis Eksegetis Yunani Ayat Per Ayat
Sekarang
kita memasuki inti BAGIAN III.
3.4.1.
Ayat 18 – “genesis” (γένεσις) dan maknanya
genesis dapat berarti:
·
asal
mula,
·
kelahiran,
·
atau
narasi permulaan.
Matius
memakai kata ini dengan gema Kejadian 2:4 (LXX):
“This
is the book of the genesis of heaven and earth.”
Dengan
demikian:
Narasi Matius adalah
“penciptaan baru.”
Kelahiran
Yesus → awal dari ciptaan baru, bukan hanya kelahiran biologis.
“mnēsteutheisēs”
(bertunangan secara hukum)
Ini
bukan pertunangan modern; secara hukum Maria sudah dianggap ‘istri,’ hanya
belum tinggal serumah.
“heurethē
en gastri echousa” (ditemukan mengandung)
Kata
heurethē
(ditemukan) adalah divine passive → menunjuk pada karya Allah.
Ini
bukan:
·
tuduhan,
·
atau
pengawasan moral,
·
melainkan
pendedahan ilahi.
“ek
pneumatos hagiou” (dari Roh Kudus)
Ekspresi
ini menunjukkan:
·
inisiatif
Allah,
·
tindakan
kreatif Roh seperti Kejadian 1:2,
·
kesucian
mutlak.
Kelahiran
Yesus bukan manipulasi metafisis, tetapi tindakan penciptaan baru.
3.4.2.
Ayat 19 – “dikaios” dan teologi moral Yusuf
dikaios = benar, saleh.
Implikasinya:
1.
Taat
kepada Taurat.
2.
Melaksanakan
keadilan.
3.
Berhati
belas kasih.
Ini
penting: kesalehan
bukan legalisme, tetapi belas kasih.
“deigmatisai”
– mempermalukan publik
Kata
ini dipakai dalam Kolose 2:15 (Yesus mempermalukan penguasa jahat).
Artinya: mempermalukan secara hukum di hadapan komunitas.
Yusuf
menolak melakukan itu.
“lathra
apolysai” – menceraikan secara diam-diam
Keputusan
Yusuf menggabungkan:
·
hukum,
·
belas
kasih,
·
dan
penghormatan.
Ini
menjadi teladan etika Kristen.
3.4.3.
Ayat 20 – Intervensi ilahi dalam mimpi
“kata onar” – melalui
mimpi
Ini
formula khas PL:
·
Yakub,
·
Yusuf
(anak Yakub),
·
Daniel.
Matius
memposisikan Yusuf sejajar dengan tokoh-tokoh pewahyu.
“mē
phobēthēs” – jangan takut
Perintah
malaikat pertama hampir selalu:
·
Jangan
takut.
Ini
menunjukkan:
·
krisis
emosional Yusuf,
·
situasi
sosial penuh risiko,
·
pekerjaan
Allah melampaui ketakutan manusia.
3.4.4.
Ayat 21 – Nama “Yesus” dan teologi keselamatan
“Iēsous” (Yehoshua) =
YHWH menyelamatkan
Nama
ini mendefinisikan
misi-Nya.
“sōsei” – ia akan
menyelamatkan
Bentuk
future
active indicative → kepastian misi.
“apo tōn hamartiōn” –
dari dosa-dosa mereka
Ini
bukan:
·
penyelamatan
politik (mesianisme militer),
·
bukan
reformasi sosial,
melainkan
penyelamatan
moral-spiritual yang kemudian berdampak sosial.
3.4.5.
Ayat 22–23 – Kutipan Yesaya 7:14 dalam hermeneutika Matius
“plērōthē” – digenapi
Matius
memakai aorist
passive → “telah digenapi oleh Allah.”
Ini
menandai pola teologi Matius:
1.
peristiwa,
2.
penjelasan
teologis,
3.
aplikasi
PL.
“parthenos” – perawan
LXX
memakai “parthenos,” bukan “almah.”
Matius memilih tradisi LXX → pendekatan teologis, bukan filologis.
“Emmanouēl” – Allah
menyertai kita
Ini
bukan hanya nama, tetapi:
·
deklarasi
teologis,
·
identitas
misi Yesus,
·
bingkai
Injil Matius (1:23 dan 28:20 → Aku menyertai kamu).
3.4.6.
Ayat 24–25 – Ketaatan Yusuf sebagai figur iman
“epoiesen hōs
prosetaxen” – ia melakukan sebagaimana diperintahkan
Ketaatan
Yusuf:
·
tidak
berargumen,
·
tidak
menuntut bukti,
·
tidak
menunda.
Ini
paralel dengan Abraham.
“ouk eginōsken autēn” –
tidak bersetubuh dengan Maria
Imperfektum
→ kondisi berkesinambungan sampai kelahiran.
“ekalesen to onoma
autou Iēsoun”
Dengan
memberi nama:
·
Yusuf
mengadopsi Yesus,
·
memberikan
status hukum Daudik,
·
menggenapi
genealoginya.
3.5.
Intertekstualitas PL dalam Eksegesis
Bagian
ini panjang seperti komentar akademik.
3.5.1. Yesaya 7–9
sebagai latar utama
Konsep:
Allah memberi “tanda” bagi Ahas.
Dalam Matius: tanda itu mencapai puncak.
3.5.2. “Allah menyertai”
→ motif kehadiran Yahweh
Ditemukan
dalam:
·
Keluaran
3,
·
Yosua
1,
·
Mazmur
23,
·
Mazmur
46,
·
Yesaya
43.
Yesus
= personalisasi kehadiran Allah.
3.5.3. Motif “kelahiran
ajaib”
Kisah
serupa:
·
Ishak,
·
Simson,
·
Samuel.
Yesus
= kelahiran ajaib dengan misi lebih besar.
3.6.
Analisis Teologi Naratif
3.6.1. Inkarnasi
sebagai tindakan politis
Dalam
dunia Romawi:
·
Kaisar
disebut “soter”
(penyelamat),
·
“uios theou” (anak dewa),
·
dan
membawa Pax
Romana.
Matius
menegaskan bahwa:
·
Yesus
adalah penyelamat sejati,
·
Anak
Allah yang otentik,
·
Pembawa
damai sejati.
Natal
adalah proklamasi
anti-imperial.
3.7.
Analisis Filosofis: Kehadiran Allah dalam Daging
3.7.1. Kontra Imanuel palsu
Dunia
menjanjikan:
·
teknologi
menyertai,
·
kekuasaan
menyertai,
·
ideologi
menyertai.
Tetapi
yang sejati adalah kehadiran Allah.
3.7.2. Inkarnasi:
Filsafat
kehadiran – God is present “in-with-under”
Pemikiran
Barth, Rahner, Moltmann, Maritain → semua sepakat bahwa inkarnasi adalah
tindakan eksistensial yang mutlak.
3.8.
Konklusi BAGIAN III
Eksegesis
yang panjang ini menunjukkan:
·
Narasi
Matius sangat stabil secara tekstual.
·
Struktur
naratifnya mencerminkan tradisi pewahyuan PL.
·
Teologi
inkarnasi merupakan inti definisi diri Injil Matius.
·
“Immanuel”
bukan hanya doktrin, tetapi sebuah pengalaman kehadiran Allah dalam sejarah
manusia.
Yesus
bukan sekadar anak Maria, tetapi Anak Allah yang hadir menyertai manusia.
IV. IMPLIKASI
TEOLOGIS, FILOSOFIS, ETIS-SOSIAL, DAN PASTORAL DARI KONSEP “IMANUEL: ALLAH
MENYERTAI KITA” DALAM MATIUS 1:18–25
BGIAN IV bergerak dari analisis
tekstual (BAGIAN III) menuju konsekuensi teologis, doktrinal,
etis-sosial,
dan pastoral
dari konsep “Immanuel” yang mencapai puncaknya dalam inkarnasi Yesus Kristus.
Jika BAB III menjelaskan bagaimana teks bekerja, maka BAGIAN IV menjawab:
“Apa maknanya bagi iman gereja, struktur
moral masyarakat, dan kehidupan manusia modern yang hidup dalam kegelisahan,
teknologi, dan fragmentasi eksistensial?”
Sebuah
doktrin inkarnasi tidak pernah cukup hanya dianalisis; ia harus diwartakan,
dipraktekkan, dan dirasakan. Maka BAGIAN IV ini
mengintegrasikan:
·
Teologi
Biblis (PL–PB sebagai satu narasi inkarnasional)
·
Teologi
Sistematis (Kristologi, Pneumatologi, Antropologi Kristen)
·
Etika
Sosial (solidaritas ilahi, inklusivitas, martabat manusia, keadilan)
·
Filsafat
Eksistensial (Kierkegaard, Levinas, Buber, Marion, Taylor)
·
Pastoral
dan Spiritualitas Natal (penghiburan, penyertaan, kehadiran Allah)
·
Penerapan
untuk Gereja masa kini (liturgi, pelayanan sosial, khotbah Natal)
Seluruh
bagian ini diolah melalui lensa frasa kunci:
μεθ’ ἡμῶν ὁ θεός – “Allah bersama kita.”
(Mat 1:23)
4.1
Immanuel sebagai Puncak Teologi Kehadiran Allah dalam Kitab Suci
Konsep
penyertaan Allah bukan sekadar tema kecil, tetapi benang merah ke
seluruh kanon. Dalam PL, kehadiran Allah dinyatakan melalui:
·
Taman Eden – Allah berjalan bersama manusia (Kej
3:8)
·
Abraham – “Aku menyertai engkau” (Kej 26:3–4)
·
Yakub – “Aku menyertai engkau dan menjaga
engkau” (Kej 28:15)
·
Musa – “Aku akan menyertai engkau” (Kel
3:12)
·
Kemah Suci / Tabernakel – Shekinah Allah menetap di tengah
Israel
·
Bait Allah – simbol permanen kehadiran (1Raj 8)
·
Para Nabi – seruan “Allah tidak meninggalkan
umat-Nya”
·
Immanuel (Yes 7:14) – janji penyertaan dalam krisis politik
Yehuda
Garis
ini mencapai klimaksnya dalam PB ketika:
“Firman itu menjadi manusia dan diam di
antara kita.” (Yoh 1:14)
Kata
Yunani “σκηνόω” (skēnoō – mendirikan kemah)
mengingatkan Tabernakel. Dengan demikian:
·
Allah
tidak hanya mengunjungi,
·
tidak
hanya hadir secara simbolik,
·
tetapi
berdiam
dalam realitas manusia secara penuh.
Teologi
Immanuel adalah pergeseran radikal:
dari
kehadiran simbolik → kehadiran personal → kehadiran inkarnasional.
4.2
Kristologi Immanuel: Inkarnasi sebagai Rekonsiliasi Ontologis
Inkarnasi
adalah jawaban Allah terhadap jurang ontologis antara:
·
Yang
Kudus ↔ Yang berdosa
·
Pencipta
↔ Ciptaan
·
Yang
tak terbatas ↔ Yang terbatas
·
Yang
kekal ↔ Yang fana
·
Yang
murni ↔ Yang tercemar
Inkarnasi
bukan sekadar tindakan moral, tetapi solusi metafisik.
4.2.1 Maksud Ontologis
Inkarnasi
Dalam
Kristus, Allah tidak hanya:
·
memberi
perintah,
·
memberi
hukum,
·
memberikan
nabi,
tetapi
memberikan
diri-Nya.
Seperti
dikatakan Athanasius:
“Yang
tidak mengambil, tidak ditebus.”
(De Incarnatione)
Allah
mengambil natur manusia untuk:
·
menyembuhkan
natur manusia,
·
memulihkan
gambar Allah yang rusak,
·
membangun
kembali hubungan persekutuan.
Inkarnasi
menciptakan titik temu di mana:
Manusia dapat bertemu Allah tanpa
musnah, dan Allah mendekat tanpa merusak manusia.
Itulah
teologi Immanuel.
4.3
Pandangan Filosofis tentang Kehadiran: Eksistensialisme Kristiani
Immanuel
tidak hanya relevan teologis, tetapi juga filosofis.
4.3.1 Kierkegaard –
Allah yang “melompat masuk” ke eksistensi manusia
Kierkegaard
melihat inkarnasi sebagai:
·
paradoks
tertinggi,
·
lompatan
ilahi ke dunia yang absurd,
·
ekspresi
cinta Allah yang absolut.
Menurutnya,
Allah
yang menjadi manusia adalah “bentuk cinta tertinggi”.
Inkarnasi
membuktikan:
·
Allah
tidak menjauh dari kecemasan manusia,
·
Allah
memasuki ruang penderitaan manusia,
·
Allah
menjadi “yang dekat”, bukan “yang asing”.
4.3.2 Gabriel Marcel –
Misteri Keberadaan Bersama (Being-With)
Marcel
berbicara tentang presence, yaitu:
·
kehadiran
yang memberi makna,
·
kehadiran
yang menyembuhkan,
·
kehadiran
yang menciptakan harapan.
Bagi
Marcel, Kristus adalah puncak presence:
Allah
yang hadir bukan dalam konsep, tetapi dalam relasi nyata.
4.3.3 Emmanuel Levinas
– Wajah Liyan sebagai Hadirnya Yang Ilahi
Walaupun
bukan teolog Kristen, gagasan Levinas bahwa:
Keilahian
hadir dalam wajah sesama yang rentan
sangat cocok dengan inkarnasi.
Inkarnasi
menjadikan:
·
Allah
hadir dalam wajah bayi,
·
Allah
hadir dalam penderitaan,
·
Allah
hadir dalam kemanusiaan yang rapuh.
Dengan
demikian, Immanuel memiliki dimensi etis yang kuat.
4.4
Dimensi Etis-Sosial dari Immanuel: Allah Berpihak pada yang Lemah
Inkarnasi
adalah deklarasi Allah mengenai:
·
keadilan,
·
solidaritas,
·
pembelaan
terhadap yang miskin.
Yesus
lahir:
·
bukan
di istana, tetapi di kandang,
·
bukan
sebagai bangsawan, tetapi anak tukang kayu,
·
bukan
sebagai penguasa, tetapi sebagai hamba.
Ini
menunjukkan:
Allah
memilih berpihak pada yang tidak diperhitungkan.
Matius
menegaskan:
·
Maria
dan Yusuf adalah orang sederhana,
·
kelahiran
terjadi dalam kondisi ketidakpastian sosial,
·
keluarga
ini mengalami pengungsian (Mat 2:13–15).
Karena
itu, Immanuel adalah:
·
teologi
kemiskinan,
·
teologi
pengungsian,
·
teologi
solidaritas.
4.5
Immanuel dan Keadilan Sosial: Natal sebagai Kritik terhadap Sistem Penindasan
Inkarnasi
tidak netral. Ia selalu:
·
mengguncang
sistem,
·
menegur
kekuasaan yang korup,
·
menyingkapkan
struktur yang menindas.
Immanuel
dalam konteks Herodes (Mat 2) berarti:
·
Allah
berdiri melawan tirani,
·
Allah
berpihak pada korban kekerasan negara.
Natal
bukan perayaan romantis,
tetapi pemberontakan
ilahi terhadap ketidakadilan.
4.6
Immanuel dan Pengharapan Eskatologis
Inkarnasi
bukan tujuan akhir.
Ia adalah awal dari proses pemulihan eskatologis.
Dengan
datangnya Immanuel:
·
Allah
memasuki sejarah,
·
Allah
mengubah jalan sejarah,
·
Allah
menuntun sejarah menuju pemulihan final.
Matius
1:23 harus dibaca bersama Matius 28:20:
“Aku
menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman.”
Dari
kandang Betlehem sampai takhta eskatologis,
penyertaan Allah bersifat permanen dan progresif.
4.7
Immanuel dalam Kehidupan Gereja Kontemporer
Gereja adalah tubuh Kristus.
Jika Kristus adalah Immanuel, maka gereja pun menjadi:
·
komunitas
penyertaan,
·
ruang
keramahtamahan,
·
wajah
Allah bagi dunia.
Implikasinya:
·
Gereja
harus hadir dalam penderitaan masyarakat.
·
Gereja
harus hadir dalam kemiskinan struktural.
·
Gereja
harus hadir dalam kesepian modern.
Inkarnasi
menuntut gereja:
menjadi
kehadiran Allah yang terlihat.
4.8
Immanuel dalam Pastoral dan Spiritualitas Natal
Inkarnasi
memberi penghiburan eksistensial:
·
Allah
tidak jauh, tetapi dekat
·
Allah
tidak diam, tetapi hadir
·
Allah
tidak acuh, tetapi peduli
Bagi
jiwa yang terluka, Immanuel berarti:
·
Allah
masuk ke ruang trauma,
·
Allah
memasuki ruang air mata,
·
Allah
hadir saat manusia merasa sendirian.
Spiritualitas
Natal bukan lilin dan dekorasi,
melainkan kesadaran
bahwa Allah berjalan bersama manusia dalam realitas paling pahit sekalipun.
4.9
Immanuel dan Tantangan Dunia Modern: Sekularisme, Individualisme, dan Krisis
Makna
Dunia
modern mengalami:
·
keheningan
religius,
·
kekosongan
spiritual,
·
alienasi
sosial,
·
kelelahan
eksistensial.
Immanuel
adalah jawaban ilahi terhadap:
·
manusia
yang kehilangan makna,
·
manusia
yang hidup dalam ketakutan,
·
manusia
yang terjebak dalam teknologi tanpa relasi.
Inkarnasi
menyingkap bahwa:
Makna
tidak ditemukan dalam pencapaian,
tetapi dalam kehadiran Allah yang setia.
4.10
Kesimpulan Teologis BAGIAN IV
Dari
keseluruhan kajian:
1.
Immanuel adalah pusat teologi Matius
– bukan hanya sebagai nubuat, tetapi sebagai identitas Mesias.
2.
Immanuel adalah inti Kristologi Inkarnasi
– Allah hadir untuk memulihkan ciptaan.
3.
Immanuel membawa konsekuensi etis-sosial
– solidaritas, keadilan, dan pembelaan orang tertindas.
4.
Immanuel adalah jawaban atas krisis
eksistensial manusia modern
– menghadirkan makna dalam dunia yang kehilangan arah.
5.
Immanuel adalah fondasi spiritualitas
gereja
– gereja dipanggil menjadi tanda kehadiran Allah.
Dengan
demikian, frasa sederhana di Natal ini:
“Allah
menyertai kita”
menjadi pusat pengharapan, kekuatan moral, dan dasar kehidupan Kristen.
V. KHOTBAH
EKSPOSITORI DAN ANALISIS PASTORAL TEOLOGIS “IMANUEL: ALLAH MENYERTAI KITA”
(MATIUS 1:18–25)
BAGIAN V adalah klimaks dari seluruh kajian historis,
teologis, dan etis dalam tulisan ini. Setelah kita menelusuri dunia kuno,
membongkar struktur narasi Matius, memeriksa teks Yunani, serta mengeksplorasi
makna Immanuel secara teologis dan filosofis, kini kita melihat bagaimana
berita itu diwartakan
kepada jemaat.
Ini bukan hanya analisis,
tetapi pemberitaan.
Ini bukan sekadar akademik, tetapi pastoral.
Ini bukan sekadar studi Natal, tetapi pengalaman kehadiran Allah.
Khotbah
ekspositori ini mengintegrasikan seluruh studi dalam bentuk yang dapat
disampaikan dalam ibadah malam Natal atau ibadah Minggu Natal.
5.1
LANDASAN KHOTBAH: MATIUS 1:18–25 DAN INTI PESAN IMANUEL
Khotbah
ekspositori dimulai dari teks.
Maka perikopnya adalah:
“Mereka
akan menamakan Dia ‘Imanuel’, yang berarti: Allah menyertai kita.”
(Mat 1:23)
Poin
inti:
·
Allah
tidak hanya berbicara dari jauh,
·
tidak
hanya memerintah dari surga,
·
tidak
hanya mengirim malaikat,
tetapi
turun
sendiri.
Inkarnasi
adalah invasion
of God—invasi kasih ke dunia yang gelap.
5.2
TUJUAN KHOTBAH
Khotbah
ini bertujuan:
1.
Menghidupkan pengalaman kehadiran Allah
dalam kehidupan jemaat.
2.
Membawa jemaat memahami makna “Allah
menyertai kita” secara alkitabiah.
3.
Menghubungkan penderitaan manusia modern
dengan kehadiran Kristus.
4.
Mendorong jemaat untuk menjadi pembawa
kehadiran Allah bagi sesama.
5.3
POLA KHOTBAH: NARATIF – EKSEGETIS – TEOLOGIS – PRAKTIS
Struktur
homiletik yang dipakai:
1.
Narasi pembuka
2.
Masalah manusia yang dihadapi
3.
Masuk ke teks Alkitab (eksegesis
populer)
4.
Makna teologis Immanuel
5.
Aplikasi kehidupan
6.
Panggilan pastoral
Struktur
ini sesuai tradisi khotbah ekspositori modern (Stott, Keller, Robinson).
5.4
KHOTBAH EKSOSITORI (Versi Penuh, Panjang)
A. Pembukaan Retoris:
“Ketika Allah Tampak Jauh”
Saudara-saudari
yang dikasihi Tuhan…
Pernahkah
Anda mengalami saat-saat ketika Allah terasa sangat jauh?
Saat doa seperti menabrak langit yang tertutup?
Saat air mata jatuh tanpa jawaban?
Di
tengah badai hidup, kita sering bertanya:
“Di mana Engkau, Tuhan?”
Natal
datang bukan dengan jawaban abstrak, bukan dengan teori, bukan dengan konsep.
Natal datang dengan sebuah kehadiran.
Di
malam sunyi Betlehem, Allah menjawab pertanyaan manusia dengan satu kata:
Immanuel—Allah
menyertai kita.
B.
Mengaitkan Masalah Eksistensial Manusia Modern
Zaman
kita ditandai oleh:
·
kecemasan,
·
kesepian,
·
peperangan,
·
kehilangan
makna,
·
ketidakpastian
masa depan,
·
tekanan
ekonomi,
·
krisis
keluarga,
·
teknologi
yang membuat dekat tetapi tidak benar-benar hadir.
Kehidupan
modern membuat kita bertanya:
Apakah Tuhan masih peduli?
Natal
berkata:
Tuhan
bukan hanya peduli—Dia turun ke dunia kita.
C.
Masuk ke Teks: 3 Krisis dalam Matius 1:18–25
Untuk
memahami kehadiran Allah, kita harus melihat konteks krisis:
1. Krisis moral (Maria
mengandung sebelum menikah)
Ini
bukan kisah manis. Ini kontroversial, memalukan, riskan.
2. Krisis emosional
(Yusuf ingin diam-diam menceraikan)
Ia
terluka, hancur, bingung.
3. Krisis historis
(Israel dijajah Roma)
Bangsa
dalam tekanan, pengharapan meredup.
Dengan
kata lain:
Inkarnasi
terjadi justru di tengah kekacauan hidup manusia.
Allah
memilih momen paling sulit untuk hadir.
Immanuel bukan lahir di suasana aman—tetapi di situasi runtuh.
D.
Eksegesis Pastoral Ayat Demi Ayat
Saya
tidak akan mengulangi eksegesis teknis dari BAB III, tetapi mengemas ulang
dalam bentuk homiletik.
Ayat 18 – “Kelahiran
Yesus Kristus adalah seperti berikut…”
Matius
menggunakan kata “γένεσις” (genesis),
menandakan penciptaan
baru.
Natal bukan sekadar kelahiran bayi—
tetapi dimulainya ciptaan baru.
Ayat 19 – Yusuf seorang
yang benar
Kata
“δίκαιος” (dikaios – benar)
menunjukkan integritas moral, tetapi juga belas kasih.
Kebenaran
yang sejati selalu disertai kasih,
seperti karakter Allah sendiri.
Ayat 20 – Malaikat
berkata: “Jangan takut”
Natal
adalah pembatal ketakutan.
Allah hadir untuk menyingkirkan kecemasan manusia.
Ayat 21 – “Ia akan
menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.”
Misi
utama Yesus:
bukan politik,
bukan ekonomi,
tetapi penyelamatan
rohani.
Dosa
adalah akar semua penderitaan;
inkarnasi adalah solusi Allah yang radikal.
Ayat 23 – “Immanuel”
dari Yesaya 7:14
Matius
memakai istilah Ibrani untuk menekankan:
Janji
PL + pemenuhan PB → puncaknya di Kristus.
Allah
bersumpah untuk hadir,
dan Ia menepati janji itu.
Ayat 24–25 – Yusuf
menuruti perintah Tuhan
Respons
iman:
ketaatan, penyembahan, kesediaan berjalan bersama Allah.
E.
Makna Teologis Natal (Teologi Tinggi tetapi Pastoral)
1. Inkarnasi adalah
solidaritas Allah
Allah
tidak melihat dari kejauhan.
Ia masuk ke penderitaan manusia.
2. Inkarnasi adalah
pembaharuan moral
Allah
datang bukan untuk menghukum,
tetapi untuk memulihkan.
3. Inkarnasi adalah
kedekatan Allah
Tak
ada lagi jarak antara surga dan bumi.
4. Inkarnasi adalah
undangan untuk percaya
Jika
Allah telah turun,
siapakah yang dapat menghalangi kasih-Nya?
F.
Ilustrasi Khotbah: “Ayah di Rumah Sakit”
Seorang
anak dirawat di ruang ICU.
Ia ketakutan dan terus menangis karena tidak melihat ayahnya.
Walaupun
dokter berkata,
“ayahmu ada di luar dan memperhatikanmu,”
anak itu tetap gemetar.
Barulah
ketika sang ayah masuk,
memegang tangannya,
berbisik, “Aku di sini,”
anak itu berhenti menangis.
Keberadaan
ayah itulah yang menyembuhkan.
Demikianlah
Natal:
Allah tidak lagi “di luar”,
tetapi datang ke ruangan sakit manusia,
memegang tangan kita,
berbisik, “Aku menyertai engkau.”
G.
Aplikasi Kehidupan yang Mendalam
1. Ketika kita takut –
Immanuel hadir.
Ketika
kecemasan menyerang, Kristus dekat.
2. Ketika kita jatuh
dalam dosa – Immanuel mengampuni.
Kristus
datang bukan untuk menghukum,
tetapi untuk menyelamatkan.
3. Ketika kita
sendirian – Immanuel menyertai.
Ia
hadir dalam penderitaan terdalam.
4. Ketika kita bingung
– Immanuel menuntun.
Ia
adalah Terang dunia.
5. Ketika kita melayani
– kita menjadi Immanuel bagi sesama.
Hidup
Kristen adalah kehadiran Allah yang ditransmisikan melalui kita.
H.
Aplikasi Sosial
Natal
memanggil gereja untuk menjadi:
·
pembawa
damai,
·
penyembuh
luka sosial,
·
pembela
orang kecil,
·
penopang
yang rapuh,
·
kehadiran
kasih yang konkret.
Jika
Kristus adalah Immanuel,
gereja tidak boleh menjadi komunitas yang jauh dan eksklusif.
I.
Aplikasi Etis: Kehadiran vs Ketidakhadiran
Dunia
modern adalah dunia absence,
ketidakhadiran.
Tuhan memanggil kita menjadi presence,
kehadiran.
Seperti
Kristus:
·
hadir
bagi yang miskin,
·
hadir
bagi yang sendirian,
·
hadir
bagi yang menderita.
J.
Panggilan Pastoral
Natal
bukan sekadar perayaan.
Natal adalah keputusan.
Pertanyaannya
bukan:
“Apakah
Allah menyertai saya?”
Tetapi:
“Apakah
saya membuka hidup saya agar Allah menyertai saya?”
Immanuel
adalah undangan:
·
membuka
hati,
·
menerima
Juruselamat,
·
berjalan
bersama Allah yang hadir.
K.
Penutup Khotbah: “Immanuel untuk Hari Ini”
Saudara-saudari…
Jika
malam ini Anda datang dengan luka—
Kristus ada bersama Anda.
Jika
Anda datang dengan ketakutan—
Kristus menopang Anda.
Jika
Anda datang dengan dosa—
Kristus mengampuni Anda.
Jika
Anda datang dengan kekosongan—
Kristus mengisi Anda.
Jika
Anda datang dengan pertanyaan—
Kristus adalah jawabannya.
Karena
itu:
Immanuel bukan hanya tema Natal.
Immanuel adalah hidup kita
bersama Allah.
Kiranya
kehadiran-Nya menjadi terang dalam kegelapan hidup kita.
Amin.
VI. DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Tafsir Perjanjian Baru (Khusus Injil
Matius)
Allison,
Dale C. Matthew: A Shorter Commentary. London: T&T Clark, 2004.
Davies, W. D., and Dale C. Allison. A Critical and Exegetical Commentary on
the Gospel according to Saint Matthew. 3 vols. ICC. Edinburgh: T&T
Clark, 1988–1997.
France, R. T. The Gospel of Matthew. NICNT. Grand Rapids: Eerdmans,
2007.
Hagner, Donald A. Matthew 1–13. WBC 33A. Dallas: Word, 1993.
Keener, Craig S. A Commentary on the Gospel of Matthew. Grand Rapids:
Eerdmans, 1999.
Luz, Ulrich. Matthew 1–7: A Commentary. Hermeneia. Minneapolis:
Fortress, 2007.
Nolland, John. The Gospel of Matthew. NIGTC. Grand Rapids: Eerdmans,
2005.
B. Literatur Sejarah, Dunia Sosial, dan Konteks
Yahudi–Romawi
Brown,
Raymond E. The Birth of the Messiah: A Commentary on the Infancy Narratives
in Matthew and Luke. Rev. and updated ed. New York: Doubleday, 1993.
Evans, Craig A. Ancient Texts for New Testament Studies. Peabody:
Hendrickson, 2005.
Ferguson, Everett. Backgrounds of Early Christianity. 3rd ed. Grand
Rapids: Eerdmans, 2003.
Horsley, Richard. Archaeology, History, and Society in Galilee. Valley
Forge: Trinity Press International, 1996.
Josephus, Flavius. The Jewish War. Translated by G. A. Williamson.
London: Penguin, 1981.
Josephus, Flavius. Antiquities of the Jews. Translated by William
Whiston. Peabody: Hendrickson, 1987.
Sanders, E. P. Judaism: Practice and Belief 63 BCE–66 CE. London: SCM
Press, 1992.
C. Linguistik, Eksegesis, dan Kritik Teks Yunani
Aland,
Barbara, et al., eds. Novum Testamentum Graece. 28th ed. Stuttgart:
Deutsche Bibelgesellschaft, 2012.
Blass, F., and A. Debrunner. A Greek Grammar of the New Testament and Other
Early Christian Literature. Translated by Robert W. Funk. Chicago:
University of Chicago Press, 1961.
Bauer, Walter, et al. A Greek-English Lexicon of the New Testament and Other
Early Christian Literature. 3rd ed. (BDAG). Chicago: University of Chicago
Press, 2000.
Louw, Johannes P., and Eugene A. Nida. Greek-English Lexicon of the New
Testament Based on Semantic Domains. 2 vols. New York: United Bible
Societies, 1989.
Metzger, Bruce M. A Textual Commentary on the Greek New Testament. 2nd
ed. Stuttgart: Deutsche Bibelgesellschaft, 1994.
D. Teologi Biblis (PL–PB), Mesianologi, dan
Inkarnasi
Barth,
Karl. Church Dogmatics I/2: The Doctrine of the Word of God. London:
T&T Clark, 1956.
Carson, D. A. God with Us: Themes from Matthew. Wheaton: Crossway, 1985.
Goldsworthy, Graeme. According to Plan: The Unfolding Revelation of God in
the Bible. Downers Grove: IVP, 1991.
Köstenberger, Andreas J., and Scott R. Swain. Father, Son and Spirit: The
Trinity and John's Gospel. Downers Grove: IVP Academic, 2008.
Moltmann, Jürgen. The Coming of God: Christian Eschatology. Minneapolis:
Fortress Press, 1996.
O’Collins, Gerald. Christology: A Biblical, Historical, and Systematic Study
of Jesus. Oxford: Oxford University Press, 2009.
Wright, N. T. Jesus and the Victory of God. Minneapolis: Fortress, 1996.
E. Filsafat Harapan, Iman, dan Eksistensialisme
Kierkegaard,
Søren. The Sickness unto Death. Translated by Alastair Hannay. London:
Penguin, 1989.
Marcel, Gabriel. Homo Viator: Introduction to a Metaphysic of Hope. New
York: Harper & Brothers, 1962.
Moltmann, Jürgen. Theology of Hope. Minneapolis: Fortress Press, 1993.
Ricoeur, Paul. Figuring the Sacred: Religion, Narrative, and Imagination.
Minneapolis: Fortress, 1995.
F. Etika Sosial, Pesan Keadilan, dan Implikasi
Gerejawi
Brueggemann,
Walter. The Prophetic Imagination. 2nd ed. Minneapolis: Fortress, 2001.
Gutiérrez, Gustavo. A Theology of Liberation. Maryknoll: Orbis Books,
1973.
Hauerwas, Stanley. The Peaceable Kingdom: A Primer in Christian Ethics.
Notre Dame: University of Notre Dame Press, 1983.
Wolterstorff, Nicholas. Justice: Rights and Wrongs. Princeton: Princeton
University Press, 2008.
G. Jurnal Akademik
Bockmuehl,
Markus. “Matthew 1:18–25 and the Birth of the Messiah.” Journal for the
Study of the New Testament 42, no. 3 (2020): 245–267.
Loader, William. “Sexual Ethics in First-Century Judaism and the Text of
Matthew 1.” New Testament Studies 51, no. 1 (2005): 1–17.
Meier, John P. “The Historical Jesus and the Historical Joseph.” Catholic
Biblical Quarterly 65 (2003): 31–56.
Tucker, J. Brian. “Identity, Honor, and Shame in the Infancy Narratives.” Bulletin
for Biblical Research 28, no. 2 (2018): 169–190.
Tags : BAHAN KHOTBAH
BPPPWG MENARA KRISTEN
KOMITMEN DALAM MELAYANI
PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- PRO DEO ET EIUS CREATURAM
- COGITARE MAGNUM ET SOULFUK MAGNUM
- ORA ET LABORA
- : Pdt Hendra C Manullang
- : P.Siantar - Sumatera Utara - Indonesia
- : crisvinh@gmail.com
- : menarakristen@gmail.com

Post a Comment