ARTIKEL MKI : KRISIS EKSISTENSIAL - SPIRITUAL ADAM DAN HAWA DALAM KEJADIAN 3 : 1 - 24
© [2025] [Hendra Crisvin Manullang]. Seluruh hak cipta dilindungi undang-undang.
Tulisan ini tidak boleh diperbanyak, disalin, atau dipublikasikan dalam bentuk apa pun, baik sebagian maupun seluruhnya, tanpa izin tertulis dari penulis. Setiap kutipan atau penggunaan sebagian dari tulisan ini wajib mencantumkan sumber secara jelas sesuai etika akademik.
Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Krisis
Eksistensial-Spiritual Adam dan Hawa dalam
Kejadian
3:1–24
Ditulis Oleh : Pdt. Hendra Crisvin Manullang, S.Th
Nomor : eAMK170925003
I. Pendahuluan
Kejadian 3:1–24 adalah perikop yang paling
fundamental dalam teologi Perjanjian Lama. Teks ini menggambarkan kejatuhan
manusia pertama ke dalam dosa, yang mengakibatkan perubahan radikal dalam
relasi eksistensial-spiritual manusia dengan Allah. Adam dan Hawa bukan hanya
kehilangan status “tak bercela” di hadapan Allah, tetapi juga mengalami
keterasingan dari Sang Pencipta, diri mereka sendiri, sesamanya, dan dunia
ciptaan.
Narasi ini memunculkan pertanyaan-pertanyaan eksistensial: “Siapakah manusia di hadapan Allah?”, “Mengapa manusia memilih jalan pemberontakan?”, serta “Bagaimana Allah tetap berkarya dalam krisis itu?”. Pertanyaan-pertanyaan ini menjadikan Kejadian 3 bukan sekadar kisah kuno, melainkan refleksi universal tentang kondisi manusia sepanjang zaman.
II. Penjelasan
2.1. Arti Krisis
Eksistensial–Spiritual
Krisis eksistensial adalah keterombangan batin
manusia ketika menghadapi realitas hidup yang tidak sesuai dengan maksud
penciptaannya. Adam dan Hawa seharusnya hidup dalam harmoni bersama Allah,
tetapi dosa menciptakan jarak. “Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka
tahu bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat
cawat” (Kej. 3:7).
Krisis spiritual menyangkut relasi manusia dengan
Allah yang terguncang. Mereka tidak lagi dapat berdiri di hadapan Allah dengan
hati nurani yang murni, melainkan bersembunyi (Kej. 3:8–10). Paul Tillich
menyebut kondisi ini sebagai keterasingan manusia dari “Ground of Being,” yaitu
Allah sendiri.¹
2.2. Rancang Bangun Iman dalam
Kehidupan Adam dan Hawa
Allah memberi perintah yang jelas: “Tetapi pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya,
sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kej. 2:17).
Rancang bangun iman Adam dan Hawa dibangun di atas
ketaatan kepada Firman Allah. Namun, iman mereka tidak kokoh. Mereka membiarkan
diri digoda oleh ular, yang memutarbalikkan Firman Allah: “Sekali-kali kamu
tidak akan mati” (Kej. 3:4). Dengan demikian, krisis ini berawal dari
retaknya fondasi iman.²
2.3. Kehadiran Allah dalam Krisis
Eksistensial–Spiritual
Di tengah ketersembunyian manusia, Allah hadir dengan pertanyaan eksistensial: “Di manakah engkau?” (Kej. 3:9). Pertanyaan ini adalah undangan untuk refleksi diri dan pengakuan. Gordon Wenham menafsirkan bahwa Allah tidak mencari informasi, tetapi mengundang manusia untuk kembali kepada-Nya.³ Kehadiran Allah dalam krisis menunjukkan bahwa kasih dan pemeliharaan-Nya tidak berhenti sekalipun manusia jatuh.
2.4. Faktor Krisis
Eksistensial–Spiritual Adam dan Hawa
- Godaan
eksternal:
ular menaburkan keraguan (Kej. 3:1–5).
- Ambisi
internal:
keinginan menjadi seperti Allah (Kej. 3:6).
- Kerentanan
iman:
kegagalan menolak suara lain di luar Firman Allah.
- Rasa
malu:
menyadari ketelanjangan (Kej. 3:7).
- Ketakutan: bersembunyi dari Allah
(Kej. 3:10).
- Saling menyalahkan: Adam menyalahkan Hawa, Hawa menyalahkan ular (Kej. 3:12–13).
2.5. Karya Allah dalam Krisis
Eksistensial–Spiritual Adam dan Hawa
- Menghukum
dosa:
kutuk atas ular, perempuan, laki-laki, dan tanah (Kej. 3:14–19).
- Menyatakan
kasih karunia: “Dan
Tuhan Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk
isterinya itu lalu mengenakan pakaian itu kepada mereka” (Kej. 3:21).
- Janji keselamatan: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu” (Kej. 3:15). Ini adalah protoevangelium, janji keselamatan pertama yang digenapi dalam Kristus.⁴
2.6. Dimensi Psikologis Krisis
Adam dan Hawa
Kejadian 3 tidak hanya berbicara tentang dimensi rohani, tetapi juga psikologis. Adam dan Hawa mengalami rasa malu, takut, dan rasa bersalah. Psikologi eksistensial Kierkegaard menekankan bahwa dosa memunculkan keputusasaan sebagai “penyakit yang menuju maut.”⁵
2.7. Dimensi Sosial Krisis Adam
dan Hawa
Krisis itu juga berdampak sosial. Relasi antar-manusia rusak. Adam menyalahkan Hawa (Kej. 3:12), sehingga cinta yang seharusnya saling menopang berubah menjadi konflik dan dominasi (Kej. 3:16).
2.8. Dimensi Kosmik Krisis Adam
dan Hawa
Dosa Adam dan Hawa tidak hanya memengaruhi mereka sendiri, tetapi juga seluruh ciptaan: “Terkutuklah tanah karena engkau” (Kej. 3:17). Paulus menegaskan bahwa ciptaan pun turut “mengeluh” menantikan pemulihan (Rm. 8:20–22).⁶
III. Pandangan Para Ahli Tentang
Krisis Eksistensial–Spiritual Adam dan Hawa
- Augustine: dosa asal sebagai akar
kerusakan manusia.⁷
- Martin
Luther:
dosa pertama sebagai “curvatus in se,” manusia yang melipat diri ke dalam
egoisme.⁸
- Karl
Barth:
dosa sebagai pemberontakan manusia terhadap anugerah Allah.⁹
- Søren
Kierkegaard:
dosa sebagai keputusasaan eksistensial.¹⁰
- Bruce Waltke: Kejadian 3 sebagai fondasi teologi Perjanjian Lama tentang keselamatan.¹¹
Narasi Kejadian 3 mendapatkan penjelasan dan penggenapannya dalam Perjanjian Baru. Paulus dalam Roma 5:12–21 menegaskan bahwa melalui satu orang, yaitu Adam, dosa masuk ke dalam dunia, dan melalui dosa, maut menjalar kepada semua orang. “Sebab sama seperti semua orang telah berbuat dosa, dan kehilangan kemuliaan Allah” (Rm. 3:23).
Namun, Paulus membandingkan Adam dengan Kristus: “Jadi sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup” (Rm. 5:18). Kristus disebut Adam yang terakhir (1 Kor. 15:45), yang menjadi sumber hidup baru bagi manusia.
Dengan demikian:
· Adam pertama: sumber krisis eksistensial-spiritual karena dosa dan maut.
· Kristus (Adam terakhir): sumber pemulihan eksistensial-spiritual melalui salib dan kebangkitan.
N. T. Wright menyebut relasi ini sebagai “the new creation reality,” bahwa Kristus tidak hanya menghapus dosa, tetapi membuka jalan bagi ciptaan baru.¹²
V. Kesimpulan
Krisis eksistensial-spiritual Adam dan Hawa dalam
Kejadian 3:1–24 menunjukkan bahwa dosa bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi
keterasingan total manusia dari Allah. Namun, dalam krisis itu Allah hadir,
menghukum tetapi sekaligus menjanjikan keselamatan. Kisah ini bersifat
universal, eksistensial, dan eskatologis: universal karena menyentuh seluruh
umat manusia, eksistensial karena menyangkut identitas terdalam manusia, dan
eskatologis karena menunjuk pada karya penebusan Kristus.
Catatan Kaki
- Paul
Tillich, The Courage to Be (New Haven: Yale University Press,
1952), hlm. 31.
- Derek
Kidner, Genesis: An Introduction and Commentary (Downers Grove:
IVP, 1967), hlm. 62–63.
- Gordon
J. Wenham, Genesis 1–15 (Word Biblical Commentary, Vol. 1; Waco:
Word Books, 1987), hlm. 76.
- Bruce
K. Waltke, An Old Testament Theology (Grand Rapids: Zondervan,
2007), hlm. 262.
- Søren
Kierkegaard, The Sickness Unto Death (Princeton: Princeton
University Press, 1980), hlm. 45–46.
- N.
T. Wright, Surprised by Hope (New York: HarperOne, 2008), hlm.
90–92.
- Augustine,
Confessions, terj. Henry Chadwick (Oxford: Oxford University Press,
1991), hlm. 47–49.
- Martin
Luther, Lectures on Genesis: Chapters 1–5 (St. Louis: Concordia,
1958), hlm. 141.
- Karl
Barth, Church Dogmatics III/1 (Edinburgh: T&T Clark, 1958),
hlm. 184.
- Søren
Kierkegaard, The Concept of Anxiety (Princeton: Princeton
University Press, 1980), hlm. 82–83.
- Bruce
K. Waltke, Genesis: A Commentary (Grand Rapids: Zondervan, 2001),
hlm. 95.
- N.
T. Wright, Paul and the Faithfulness of God
(Minneapolis: Fortress Press, 2013), hlm. 412–415.
Daftar Pustaka
Augustine. Confessions.
Terjemahan Henry Chadwick. Oxford: Oxford University Press, 1991.
Barth, Karl. Church Dogmatics III/1.
Edinburgh: T&T Clark, 1958.
Kidner, Derek. Genesis: An
Introduction and Commentary. Downers Grove: InterVarsity Press, 1967.
Kierkegaard, Søren. The
Concept of Anxiety. Princeton: Princeton University Press, 1980.
Kierkegaard, Søren. The
Sickness Unto Death. Princeton: Princeton University Press, 1980.
Luther, Martin. Lectures on Genesis: Chapters
1–5. St. Louis: Concordia, 1958.
Tillich, Paul. The Courage to Be. New Haven:
Yale University Press, 1952.
Waltke, Bruce K. An Old Testament Theology.
Grand Rapids: Zondervan, 2007.
Waltke, Bruce K. Genesis: A Commentary.
Grand Rapids: Zondervan, 2001.
Wenham, Gordon J. Genesis 1–15. Word
Biblical Commentary, Vol. 1. Waco: Word Books, 1987.
Wright, N. T. Surprised by Hope. New York:
HarperOne, 2008.
Wright, N. T. Paul and the
Faithfulness of God. Minneapolis: Fortress Press, 2013.